Hadits Marfuu’
Marfuu’ (المَرفُوع)
Definisi
Al-Marfu’ menurut bahasa merupakan isim maf’ul dari kata rafa’a (mengangkat), dan ia sendiri berarti “yang diangkat”. Dinamakan marfu’ karena disandarkannya ia kepada yang memiliki kedudukan tinggi, yaitu Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam.
Hadits Marfu’ menurut istilah adalah “sabda, atau perbuatan, atau taqrir (penetapan), atau sifat yang disandarkan kepada Nabi shallallaahu ‘alaihi wasallam, baik yang bersifat jelas ataupun secara hukum (disebut marfu’ = marfu’ hukman), baik yang menyandarkannya itu shahabat atau bukan, baik sanadnya muttashil (bersambung) atau munqathi’ (terputus).
Macam-Macamnya
Dari definisi di atas, jelaslah bahwa hadits marfu’ ada 8 macam, yaitu : berupa perkataan, perbuatan, taqrir, dan sifat. Masing-masing dari yang empat macam ini mempunyai bagian lagi, yaitu : marfu’ secara tashrih (tegas dan jelas), dan marfu’ secara hukum.
Hadits yang Dianggap Marfu
Selain yang tersebut di atas, terdapat beberapa ketentuan untuk menggolongkan hadits kepada hadits marfu. Antara lain:
1. Apabila dalam memberitakan itu, diikuti dengan kata-kata seperti: Yarfa’ahu, Marfu’an, Riwayatan, Yarwihi, Yannihi, Ya’tsuruhu/yablughu bihi.
Contohnya, yaitu hadits al-A’raj:
عن ابى هريرة رضى الله عنه يبلغ به: (الناس تبع لقريش) (متفق عليه)
“Warta dari Abu Hurairah r.a, yang ia rafa’kan kepada Nabi saw: manusia itu menjadi pengikut orang Quraisy.” (HR. Mutafaq ‘alaih)
2. Tafsir sahabat yang berhubungan dengan asbabun nuzul.
3. Sesuatu yang bersumber dari sahabat yang bukan semata-mata hasil pendapat ijtihad beliau sendiri.
Contohnya:
كان ابن عمر و ابن عبّاس يفطران و يقصران اربعة برد
(رواه البخاري)
“Konon Ibnu Umar dan Ibnu Abbas r.a, sama-sama berbuka puasa dan mengejar shalat dalam perjalanan sejauh empat barid (18.000 langkah).” (HR. Bukhari)
Kehujjahan hadits marfu
Hadits marfu yang shahih dan hasan dapat dijadikan hujjah, sedangkan hadits marfu yang dha’if boleh dijadikan hujjah hanya untuk menerangkan fadha’ilil ‘amal.