Sejarah Yahudi (Bani Israil)

Pada kesempatan kali ini kita akan membahas tentang sejarah kaum Yahudi. Suatu kaum yang luar biasa pembangkangannya terhadap Allah Subhanahu wa ta’ala, dan terhadap nabi-nabi mereka. Saat ini mereka sedang gencarnya membantai saudara-saduara kita yang ada di Palestina. Akan tetapi ketahuilah bahwa apa yang mereka lakukan dengan pembunuhan dan pembantaian terhadap saudara-saudara kita baik kepada orang tua, anak, dan wanita tanpa pandang bulu adalah hal yang lumrah bagi mereka. Karena orang-orang Yahudi adalah kaum yang sangat bejat dan memiliki sifat yang sangat buruk. Sebagaimana telah disebutkan oleh Allah Subhanahu wa ta’ala dalam Alquran secara berulang-ulang. Ini menandakan jika mereka sangat bengis.
Allah Subhanahu wa ta’ala berfirman,
وَقَتْلِهِمُ الْأَنْبِيَاءَ (155)
“Dan mereka membunuh nabi-nabi.” (QS. An-Nisa : 155)
تَقْتُلُونَ أَنْبِيَاءَ اللَّهِ (91(
“Kamu dahulu membunuh nabi-nabi Allah.” (QS. Al-Baqarah : 91)
Kalau kita perhatikan sifat mereka yang suka membunuh para nabi, maka sangat mudah bagi mereka untuk membunuh kaum muslimin. Asalnya mereka tahu bahwa nabi tersebut adalah utusan Allah, akan tetapi mereka tetap nekat membunuh nabi tersebut karena tidak sesuai dengan kehendak mereka. Oleh karenanya disebutkan bagaimana mereka berkata dengan bangga bahwa telah membunuh nabi Isa ‘alaihissalam karena tidak sesuai dengan kehendak mereka, di mana kala itu kaum Yahudi ditindas oleh bangsa Romawi dan yang mereka harapkan adalah nabi yang membantu mereka dalam memerengi bangsa Romawi. Akan tetapi nabi yang diutus kepada mereka adalah nabi Isa ‘alaihissalam yang memperbaiki tauhid dan akhlak mereka, dan bukan untuk memberontak kepada bangsa Romawi. Tatkala kaum Yahudi mendapati nabi mereka tidak sesuai dengan kehendak mereka, maka mereka berusaha membunuhnya. Allah Subhanahu wa ta’ala berfirman,
وَقَوْلِهِمْ إِنَّا قَتَلْنَا الْمَسِيحَ عِيسَى ابْنَ مَرْيَمَ رَسُولَ اللَّهِ وَمَا قَتَلُوهُ وَمَا صَلَبُوهُ وَلَكِنْ شُبِّهَ لَهُمْ وَإِنَّ الَّذِينَ اخْتَلَفُوا فِيهِ لَفِي شَكٍّ مِنْهُ مَا لَهُمْ بِهِ مِنْ عِلْمٍ إِلَّا اتِّبَاعَ الظَّنِّ وَمَا قَتَلُوهُ يَقِينًا (157) بَلْ رَفَعَهُ اللَّهُ إِلَيْهِ وَكَانَ اللَّهُ عَزِيزًا حَكِيمًا (158)
“Dan karena ucapan mereka: “Sesungguhnya kami telah membunuh Al Masih, Isa putra Maryam, Rasul Allah”, padahal mereka tidak membunuhnya dan tidak (pula) menyalibnya, tetapi (yang mereka bunuh ialah) orang yang diserupakan dengan Isa bagi mereka. Sesungguhnya orang-orang yang berselisih paham tentang (pembunuhan) Isa, benar-benar dalam keragu-raguan tentang yang dibunuh itu. Mereka tidak mempunyai keyakinan tentang siapa yang dibunuh itu, kecuali mengikuti persangkaan belaka, mereka tidak (pula) yakin bahwa yang mereka bunuh itu adalah Isa. Tetapi (yang sebenarnya), Allah telah mengangkat Isa kepada-Nya. Dan adalah Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.” (QS. An-Nisa : 157-158)
Maka sifat kaum Yahudi ini sudah cukup menggambarkan jeleknya sifat mereka. Kalau para nabi pun mereka berani membunuhnya, apalagi hanya kaum muslimin.
Orang-orang Yahudi memiliki banyak nama dalam Alquran. Allah terkadang menyebut mereka dengan sebutan Bani Israil, terkadang dengan sebutan Kaumnya nabi Musa ‘alaihissalam, terkadang dengan Ahli Kitab karena mereka beriman degan Taurat, dan sering pula mereka disebut sebagai Yahudi. Penyebutkan dengan nama-nama “Yahudi” biasanya Allah sebutkan tatkala Allah mencela dan meyebutkan keburukan-keburukan mereka. Contohnya Allah Subhanahu wa ta’ala berfirman,
وَقَالَتِ الْيَهُودُ عُزَيْرٌ ابْنُ اللَّهِ (30(
“Orang-orang Yahudi berkata: “Uzair itu putera Allah“. (QS. At-Taubah : 30)
وَقَالَتِ الْيَهُودُ وَالنَّصَارَى نَحْنُ أَبْنَاءُ اللَّهِ وَأَحِبَّاؤُهُ قُلْ فَلِمَ يُعَذِّبُكُمْ بِذُنُوبِكُمْ (18)
“Orang-orang Yahudi dan Nasrani mengatakan: “Kami ini adalah anak-anak Allah dan kekasih-kekasih-Nya”. Katakanlah: “Maka mengapa Allah menyiksa kamu karena dosa-dosamu?“. (QS. Al-Maidah : 18)
وَقَالَتِ الْيَهُودُ يَدُ اللَّهِ مَغْلُولَةٌ غُلَّتْ أَيْدِيهِمْ وَلُعِنُوا بِمَا قَالُوا (64(
“Orang-orang Yahudi berkata: “Tangan Allah terbelenggu”, sebenarnya tangan merekalah yang dibelenggu dan merekalah yang dilaknat disebabkan apa yang telah mereka katakan itu.” (QS. Al-Maidah : 64)
قُلْ يَا أَيُّهَا الَّذِينَ هَادُوا إِنْ زَعَمْتُمْ أَنَّكُمْ أَوْلِيَاءُ لِلَّهِ مِنْ دُونِ النَّاسِ فَتَمَنَّوُا الْمَوْتَ إِنْ كُنْتُمْ صَادِقِينَ (6)
“Katakanlah: “Hai orang-orang yang menganut agama Yahudi, jika kamu mendakwahkan bahwa sesungguhnya kamu sajalah kekasih Allah bukan manusia-manusia yang lain, maka harapkanlah kematianmu, jika kamu adalah orang-orang yang benar“. (QS. Al-Jum’ah : 6)
Allah menyebut orang-orang Yahudi dalam ayat-ayat ini dengan sebutan celaan atas perbuatan dan perkataan mereka. Dari beberapa ayat ini, nama mereka yang paling cocok adalah Yahudi. Kita tidak menyebut mereka dengan sebutan sebagaimana orang-orang saat ini menyebut mereka, karena nama tersebut merupakan sebutan yang mulia yang disandarkan kepada nabi Ya’qub ‘alaihissalam yang artinya kekasih Allah. Ditakutkan bahwa nantinya akan terjadi kesalah pahaman tatkala menggunakan nama Israil. Maka dari itu kita menggunakan nama yang disepakati yaitu orang-orang Yahudi.
Sejarah Yahudi dimulai dari kehidupan nabi Ya’qub ‘alaihissalam yang awalnya tinggal di Palestina bersama istri dan anak-anaknya. Yang dikatakan dengan Israil adalah nabi Ya’qub ‘alaihissalam. Beliau adalah anak dari Ishaq bin Ibrahim. Nabi Ibrahim ‘alaihissalam pertama kali menikah dengan Sarah. Dalam pernikahannya tersebut, beliau tidak dikaruniai anak selama beberapa tahun.
Disebutkan dalam sebuah hadits bahwa Sarah adalah wanita yang cantik. Suatu hari dia bersama nabi Ibrahim ‘alaihissalam melewati negeri Mesir. Pada saat itu, raja Mesir merupakan orang dengan mata jelalatan yang senang melihat wanita cantik. Dia memerintahkan anak buahnya yang khusus untuk mencari wanita-wanita yang cantik tersebut. Setiap kali mereka mendapatkan wanita cantik maka akan ditangkap dan dihadapkan kepada raja. Nabi Ibrahim ‘alaihissalam mengetahui kondisi negeri Mesir waktu itu, dan menyadari bahwa istrinya adalah wanita yang cantik. Maka nabi Ibrahim berkata kepada istrinya Sarah, “Kalau mereka bertanya, aku akan mengatakan engkau adalah saudariku”. Maksud nabi Ibrahim adalah saudara seiman, karena waktu itu tidak ada yang beriman kecuaali mereka. Artinya semua manusia musyrik kala itu kecuali mereka. Kemudian utusan raja tersebut datang dan bertanya “wanita isi siapa?”, nabi Ibrahim menjawab “dia saudariku”. Kalau sekiranya nabi Ibrahim mengatakan bahwa Sarah adalah istrinya, maka dia akan dibunuh dan diambil istrinya. Akan tetapi beliau menjawab bahwa Sarah adalah saudarinya agar dia bisa selamat. Maka tatkala Sarah dibawa menghadap sang raja di kamarnya, nabi Ibrahim ‘alaihissalam pun berdoa kepad Allah. Sehingga tatkala sang raja berusaha mendekati Sarah dan hendak menggaulinya, tiba-tiba tangan sang raja terbelenggu dan tidak bisa bergerak. Maka sang raja berkata kepada Sarah, “Wahai Sarah, berdoalah kepada Tuhanmu untuk melepaskan belenggu pada kedua tanganku, dan aku tidak akan menyakitimu.”. Maka Sarah pun berdoa kepada Allah, dan seketika belenggu tangan sang raja terlepas. Ketika belenggu sudah terlepas, sang raja pun menyelisih janji karena saking cantiknya melihat Sarah, dan kembali ingin mendekatinya. Maka kemudian tangan sang raja kembali terbelenggu lebih keras dari sebelumnya. Maka sang raja berkata kepada Sarah, “Wahai Sarah, berdoalah kepada Tuhanmu untuk melepaskan belenggu pada kedua tanganku, dan aku tidak akan menyakitimu lagi”. Maka Sarah pun berdoa kepada Allah, dan seketika belenggu tangan sang raja terlepas. Tatkala telah lepas belenggunya, sang raja tidak sabar lagi untuk mendekati Sarah, dan akhirnya tangannya pun kembali terbelenggu dengan lebih keras dari sebelumnya. Maka sang raja berkata kepada Sarah, “Wahai Sarah, berdoalah kepada Tuhanmu untuk melepaskan belenggu pada kedua tanganku, dan ini terakhir kali aku berjani tidak akan menyakitimu lagi”. Maka Sarah pun berdoa kepada Allah, dan seketika belenggu tangan sang raja terlepas. Kemudia sang raja memanggil anak buahnya dan berkata kepada mereka, “Kalian tidak mendatangkan kepadaku seorang wanita, melainkan kalian mendatangkan kepadaku syaithan perempuan”. Kemudian Sarah dilepas dan diberikan hadiah berupa pembantu yaitu Hajar. Kemudian bertahun-tahun mereka hidup bersama namun belum dikaruniai seorang anak. Maka Sarah mengizinkan nabi Ibrahim menikahi pembantunya yaitu Hajar.
Akhirnya setelah nabi Ibrahim menikah dengan Hajar, barulah mereka dikaruniai seorang anak bernama Ismail. Tatkala Hajar melahirkan, Sarah akhirnya cemburu. Maka dibawalah Hajar dan Ismail oleh nabi Ibrahim ke Mekkah. Tidak lama kemudian, Sarah pun memiliki anak bernama Ishak. Dari Ishak kemudian lahir nabi Ya’qub ‘alaihissalam yang disebut sebagai Israil. Kemudian nabi Ya’qub memiliki empat orang istri yang masing-masing melahirkan anak dengan jumlah keseluruhan dua belas orang anak. Keterangan ini termaktub pada Perjanjian lama dalam kitab Injil, kitab Kejadian 29-31. Istri Ya’qub yang pertama adalah Lea dan memiliki enam orang anak bernama Ruben, Simon Lawi, Yahudza, Isakhar, dan Zebulon. Istri yang kedua bernama Rahel dan memiliki dua orang anak yaitu Yusuf dan Benyamin. Istri yang ketiga adalah Zilpa yang merupakan ibu dari Gad dan Asyer. Istri yang keempat adalah Bilha yang merupakan ibu dari Dan dan Naftali.
Keterangan di atas menjadi dalil dalam membantah tuduhan orang kafir bahwa Rasulullah ﷺ adalah seorang yang mengikuti hawa nafsu dengan memiliki istri banyak, dan tuduhan terhadap Islam sebagai syariat yang hanya ingin memuaskan syahwat dengan cara berpoligami. Maka bantahannya ada bahwa sesungguhnya syariat poligami telah ada pada zaman sebelum nabi Muhammad ﷺ. Seperti nabi Ya’qub ‘alaihissalam memiliki istri empat yang disebutkan dalam kitab mereka (orang kafir) yaitu Injil. Sebagaimana nabi Ibrahim ‘alaihissalam yang istrinya juga bukan Cuma dua melainkan ada tambahan sebagaimana yang termaktub dalam Injil Perjanian Lama, kitab Kejadian 25 ayat 1-2. Maka syariat poligami bukanlah sesuatu yang baru melainkan telah ada sejak dahulu.
Kemudian dalam kisah nabi Ya’qub ‘alaihissalam, terjadi kecemburuan antara anak-anak mereka karena nabi Ya’qub ‘alaihissalam lebih mencintai anaknya Yusuf dan Benyamin. Akhirnya anak-anak nabi Ya’qub selain Yusuf dan Benyamin membuat makar sampai akhirnya Yusuf dimasukkan ke dalam sumur, kemudian dijadikan budak, dijual dan dibeli oleh raja mesir. Sampai akhirnya nabi Yusuf ‘alaihissalam diangkat menjadi seorang menteri dan bendaharawan di kerajaan Mesir, dari sinilah awal mulanya sejarah Bani Israil. Tatkala nabi Yusuf ‘alaihissalam telah menjadi orang yang terpandang, dimintalah orang tua dan seluruh saudaranya untuk pindah ke Mesir. Sebagaimana disebutkan oleh Allah dalam surah Yusuf,
وَجَاءَ بِكُمْ مِنَ الْبَدْوِ مِنْ بَعْدِ أَنْ نَزَغَ الشَّيْطَانُ بَيْنِي وَبَيْنَ إِخْوَتِي (100(
“Dan ketika membawa kamu dari dusun padang pasir, setelah syaitan merusakkan (hubungan) antaraku dan saudara-saudaraku.” (QS. Yusuf : 100)
Dalam ayat ini diterangkan bahwa nabi Ya’qub beserta istri-istri dan anak-anaknya hidup di Palestina dengan kehidupan البدو. Yaitu kehidupan bercocok tanam dan mengurus hewan ternak. Kemudian mereka pindah ke Mesir yang perdabannya sudah lebih maju dari Palestina dengan kehidupan yang mewah. Inilalah awal mula sejarah Bani Israil.
Bani Israil artinya adalah anak-anak Israil, dan Israil sendiri adalah sebutan untuk nabi Ya’qub ‘alaihissalam. Sehinggan Bani Israil adalah sebutan untuk kedua belas anak nabi Ya’qub ‘alaihissalam. Dan seluruh orang-orang Yahudi adalah keturunan dari kedua belas anak nabi Ya’qub ‘alaihissalam, sehingga seluruh jumlah suku Yahudi ada dua belas. Dari sini kemudian menjadi awal mula keturunan Yahudi.
Kemudian mereka Bani Israil hidup dengan damai tatkala nabi Yusuf ‘‘alaihissalam masih hidup dan menjabat sebagai menteri di kerajaan Mesir. Mereka diberikan tempat untuk tinggal beranak pinak di pinggiran kota Mesir karena pihak kerajaan menghormati nabi Yusuf ‘alaihissalam. Kemudian tatkala nabi Yusuf ‘alaihissalam meninggal, orang-orang Mesir kemudian mulai menindas Bani Israil dengan memperbudak mereka. Kejadian ini berlangsung lama dan menjadi ujian yang berat buat mereka. Sebagaimana firman Allah Subhanahu wa ta’ala,
يُذَبِّحُونَ أَبْنَاءَكُمْ وَيَسْتَحْيُونَ نِسَاءَكُمْ وَفِي ذَلِكُمْ بَلَاءٌ مِنْ رَبِّكُمْ عَظِيمٌ (49)
“Mereka menyembelih anak-anakmu yang laki-laki dan membiarkan hidup anak-anakmu yang perempuan. Dan pada yang demikian itu terdapat cobaan-cobaan yang besar dari Tuhanmu.” (QS. Al-Baqarah : 49)
Penindasan terus terjadi hingga pada akhirnya Allah Subhanahu wa ta’ala mengutus nabi Musa ‘alaihissalam. Sebagaimana kita ketahui bahwa tatkala nabi Musa ‘alaihissalam lahir, diwahyukan kepada ibunya untuk meletakkan nabi Musa ‘alaihissalam dalam keranjang dan dilepaskan di sungai Nil. Karena pada waktu itu Fir’aun akan membunuh setiap anak laki-laki yang lahir dari keturunan Bani Israil. Setelah keranjang nabi Musa ‘alaihissalam dilepaskan, ternyata keranjang tersebut melewati istana Fir’aun. Keranjang tersebut akhirnya ditemukan oleh Istrinya Fir’aun yang kebetulan tidak memiliki anak. Tatkala istri Fir’aun mendapati keranjang tersebut, dia mendapati seorang anak dengan ciri-ciri Bani Israil. Maka jatuh cintalah istri Fir’aun terhadap nabi Musa ‘alaihissalam. Tatkala Fir’aun mengetahui bahwa anak tersebut adalah keturunan Bani Israil, maka seketika dia hendak membunuhnya, akan tetapi istrinya melarang dengan mengatakan,
لَا تَقْتُلُوهُ عَسَى أَنْ يَنْفَعَنَا أَوْ نَتَّخِذَهُ وَلَدًا (9)
“Janganlah kamu membunuhnya, mudah-mudahan ia bermanfaat kepada kita atau kita ambil ia menjadi anak“. (QS. Al-Qashash : 9)
Maka kemudian Fir’aun mengalah terhadap istrinya dan nabi Musa ‘alaihissalam diperlihara di kerajaan sebagai anak angkat dengan kondisi terpandang. Disebutkan bahwa tatkala nabi Musa diberi perhatian oleh Fir’aun dengan mendatangkan wanita-wanita negeri untuk menyusui nabi Musa. Akan tetapi Allah menjadikan nabi Musa tidak menyukai semua susuan dari wanita-wanita tersebut. Sampai akhirnya tatkala ibu nabi Musa ‘alaihissalam datang, maka barulah nabi Musa tenang dan merasa cocok dalam susuannya. Akhirnya ibunya nabi Musa dijadikan pekerja oleh Fir’aun untuk menyusui nabi Musa ‘alaihissalam. Kemudian nabi Musa ‘alaihissalam tumbuh dengan dihormati.
Setelah itu terjadilah apa yang dikhawatirkan oleh Fir’aun. Nabi Musa ‘alaihissalam kemudian diangkat oleh Allah menjadi seorang rasul dan dia pun mendakwahi Fir’aun. Singkat cerita, Fir’aun menentang dakwah nabi Musa ‘alaihissalam, sehingga Allah menurunkan banyak mukjizat kepada nabi Musa. Saya tidak mendapati ada seorang nabi yang diberikan mukjizat paling banyak seperti nabi Musa ‘alaihissalam.
وَلَقَدْ آتَيْنَا مُوسَى تِسْعَ آيَاتٍ بَيِّنَاتٍ (101(
“Dan sesungguhnya Kami telah memberikan kepada Musa sembilan buah mukjizat yang nyata.” (QS. Al-Isra’ : 101)
Banyak mukjizat yang diberikan oleh Allah kepada nabi Musa ‘alaihissalam. Contoh-nya adalah tongkatnya yang berubah menjadi ular yang memakan tongkat-tongkat para penyihir yang lain. Dan hal ini dilihat oleh seluruh penduduk mesir dan juga Bani Israil. Mukjizat lain adalah tangannya yang bercahaya tatkala dikeluar dari bawah lengannya yang kala itu belum ada lampu. Kemudian juga ada angin Thufan yang menghancurkan ladang-ladang orang Mesir dari kaum Fir’aun sementara ladang kaum Bani Israil tidak hancur. Kemudian juga ada belalang yang memakan tanaman orang-orang Mesir sementara tanaman kaum Bani Israil tidak dimakan. Juga dikirimkan kepada mereka kutu dan katak, dan menjadikan bagi orang-orang mesir air sungai Nil menjadi merah darah, sementara Bani Israil tidak mengalaminya. Semua ini adalah mukjizat yang dilihat oleh Fir’aun beserta kaumnya dan Bani Israil. Akan tetapi Fir’aun tetap membangkang dengan kesombongannya.
Kemudian Allah memerintahkan nabi Musa ‘alaihissalam untuk membawa kaumnya keluar dari Mesir karena Fir’aun hendak membunuh mereka. Allah Subhanahu wa ta’ala berfirman,
وَلَقَدْ أَوْحَيْنَا إِلَى مُوسَى أَنْ أَسْرِ بِعِبَادِي فَاضْرِبْ لَهُمْ طَرِيقًا فِي الْبَحْرِ يَبَسًا لَا تَخَافُ دَرَكًا وَلَا تَخْشَى (77)
“Dan sesungguhnya telah Kami wahyukan kepada Musa: “Pergilah kamu dengan hamba-hamba-Ku (Bani Israil) di malam hari, maka buatlah untuk mereka jalan yang kering dilaut itu, kamu tak usah khawatir akan tersusul dan tidak usah takut (akan tenggelam)”. (QS. Taha: 77)
Dalam sejarah orang Yahudi menyebutkan bahwa orang yang ikut bersama nabi Musa ‘alaihissalam keluar dari mesir adalah sekitar 700.000 orang. Akan tetapi pendapat ini dibantah oleh ulama, bahwa mereka (orang Yahudi) awalnya menyebutkan tatkala Ya’qub beserta keluarganya pindah ke Mesir dengan jumlah sekitar tujuh puluh orang. Kemudian disebutkan oleh ahli sejarah Yahudi, keturun nabi Ya’qub tinggal di Mesir kurang lebih 450 tahun sampai akhirnya nabi Musa ‘alaihissalam diutus. Sehingga disimpulkan bahwa waktu tersebut setidaknya menghasilkan sekitar lima atau enam generasi. Sehingga para ulama mengatakan bahwa mustahil dengan jumlah 70 orang kemudian berkembang hingga 700.000 orang dalam lima atau enam generasi. Ini semua dikarenakan bahwa orang-orang Yahudi hanya ingin menggambarkan bahwa jumlah mereka itu banyak. Padahal kita dapati saat ini di negara Israil, keturunan asli Yahudi diragukan. Karena kita ketahui bahwa tatkala orang-orang Yahudi tertindas, mereka berpencar-pencar dan dengan terpaksa menikah dengan bangsa lain. Meskipun asalnya mereka tidak mau menikah selain dari bangsa mereka. Ini semua merupakan siasat untuk menunjukkan bahwa jumlah mereka itu banyak.
Kemudian Fir’un mengetahui rencana nabi Musa ‘alaihissalam dan kaumnya. Maka dikejarlah nabi Musa dan kaumnya oleh Fir’aun dan pasukannya, sampai kemudian mereka berhasil mengejar nabi Musa dan kaumnya di laut merah dalam keadaan saling melihat satu sama lain. Sebagaimana firman Allah Subhanahu wa ta’ala,
فَلَمَّا تَرَاءَى الْجَمْعَانِ قَالَ أَصْحَابُ مُوسَى إِنَّا لَمُدْرَكُونَ (61)
“Maka setelah kedua golongan itu saling melihat, berkatalah pengikut-pengikut Musa: “Sesungguhnya kita benar-benar akan tersusul”. (QS. Asy-Syu’ara : 61)
Mulai dari sini kita akan sebutkan betapa keras kepala dan ngeyelnya Bani Israil. Mereka banyak membantah dan membangkan dari perintah Allah dan nabi-nabi yang diutus kepada mereka. Pada ayat ini diterangkan bahwa, kaum Bani Israil merasa ragu dengan nabi Musa. Karena di depan mereka ada laut merah dan di belakang mereka ada Fir’aun dan pasukannya sehingga mereka tidak bisa lari. Para ulama mengatakan bahwa tatkala itu kaumnya mengejek nabi Musa ‘alaihissalam. Maka kemudian nabi Musa berkata,
قَالَ كَلَّا إِنَّ مَعِيَ رَبِّي سَيَهْدِينِ (62)
“Musa menjawab: “Sekali-kali tidak akan tersusul; sesungguhnya Tuhanku besertaku, kelak Dia akan memberi petunjuk kepadaku“. (QS. Asy-Syu’ara : 62)
Kemudian Allah Subhanahu wa ta’ala berfirman,
فَأَوْحَيْنَا إِلَى مُوسَى أَنِ اضْرِبْ بِعَصَاكَ الْبَحْرَ فَانْفَلَقَ فَكَانَ كُلُّ فِرْقٍ كَالطَّوْدِ الْعَظِيمِ (63)
“Lalu Kami wahyukan kepada Musa: “Pukullah lautan itu dengan tongkatmu”. Maka terbelahlah lautan itu dan tiap-tiap belahan adalah seperti gunung yang besar.” (QS. Asy-Syu’ara : 63)
Bani Israil pun melihat mukjizat yang luar biasa tersebut, dimana air laut tetap mengalir ke arah atas dan membentuk gunung dengan bukaan di bawahnya. Ibnu Katsir menyebutkan bahwa air laut terbelah dan membentuk dua belas bukaan. Tidak sebagaimana yang ditayangkan di film-film yang hanya satu bukaan saja. Dua belas bukaan tersebut berbentuk seperti lorong yang dibatasi oleh air yang memiliki lubang-lubang, sehingga mereka bisa saling melihat satu suku dengan yang lainnya. Kemudian Allah menjadikan tanah yang dilalui kering, sehingga mereka Bani Israil berhasil menyebrangi laut merah. Tatkala nabi Musa ‘alaihissalam dan pengikutnya telah sampai di seberang lautan, dia hendak memukulkan tongkatnya kelautan agar lautan tertutup, akan tetapi Allah menegurnya dengan mengatakan,
وَاتْرُكِ الْبَحْرَ رَهْوًا إِنَّهُمْ جُنْدٌ مُغْرَقُونَ (24)
“Dan biarkanlah laut itu tetap terbelah. Sesungguhnya mereka adalah tentara yang akan ditenggelamkan“. (QS. Ad-Dukhan : 24)
Sehingga tatkala lautan masih terbuka, Fir’aun dan pasukannya merasa bingung untuk menyusul atau tidak. Kemudian Fir’aun pun mengatakan untuk tetap mengejar nabi Musa dan pengikutnya, maka pasukan Fir’aun memerintahkan Fir’aun untuk maju terlebih dahulu. Kata para ulama, karena kesombongan dan tidak ingin dipandang rendah oleh pasukannya, Fir’aun memberanikan diri untuk masuk terlebih dahulu ke dalam lautan yang masih terbelah. Tatkala Fir’aun berada di tengah lautan, ternyata lautan tidak tertutup, kemudian dia berkata kepada kaumnya bahwa lautan tunduk kepadanya. Maka semua pasukannya menyusul Fir’aun masuk ke lautan. Tatkala mereka semua telah masuk, maka dipukullah tongkat nabi Musa ‘alaihissalam ke lautan, maka lautan pun tertutup dan Fir’aun beserta pasukannya terbunuh.
Setelah nabi Musa dan kaum Bani Israil selamat, para ulama tafsir mengatakan bahwa timbul sifat keras kepala dan ngeyelnya Bani Israil. Setelah mereka selamat, mereka menduga bahwa Fir’aun belum meninggal. Maka kemudian nabi Musa ‘alaihissalam berdoa kepada Allah agar jasad Fir’aun diselamatkan. Maka Allah Subhanahu wa ta’ala berfirman,
فَالْيَوْمَ نُنَجِّيكَ بِبَدَنِكَ لِتَكُونَ لِمَنْ خَلْفَكَ آيَةً وَإِنَّ كَثِيرًا مِنَ النَّاسِ عَنْ آيَاتِنَا لَغَافِلُونَ (92)
“Maka pada hari ini Kami selamatkan badanmu (Fir’aun) supaya kamu dapat menjadi pelajaran bagi orang-orang yang datang sesudahmu dan sesungguhnya kebanyakan dari manusia lengah dari tanda-tanda kekuasaan Kami.” (QS. Yunus : 91)
Barulah mereka kaum Bani Israil percaya tatkala melihat jasad Fir’aun bahwa dia telah meninggal.
Setelah mereka selamat dari kejaran Fir’aun, Allah menceritakan apa yang selanjutnya mereka lakukan. Allah Subhanahu wa ta’ala berfirman,
وَجَاوَزْنَا بِبَنِي إِسْرَائِيلَ الْبَحْرَ فَأَتَوْا عَلَى قَوْمٍ يَعْكُفُونَ عَلَى أَصْنَامٍ لَهُمْ قَالُوا يَا مُوسَى اجْعَلْ لَنَا إِلَهًا كَمَا لَهُمْ آلِهَةٌ قَالَ إِنَّكُمْ قَوْمٌ تَجْهَلُونَ (138)
“Dan Kami seberangkan Bani Israil ke seberang lautan itu, maka setelah mereka sampai kepada suatu kaum yang tetap menyembah berhala mereka, Bani lsrail berkata: “Hai Musa. buatlah untuk kami sebuah tuhan (berhala) sebagaimana mereka mempunyai beberapa tuhan (berhala)”. Musa menjawab: “Sesungguh-nya kamu ini adalah kaum yang tidak mengetahui (sifat-sifat Tuhan)”. (QS. Al-A’raf : 138)
قَالَ أَغَيْرَ اللَّهِ أَبْغِيكُمْ إِلَهًا وَهُوَ فَضَّلَكُمْ عَلَى الْعَالَمِينَ (140)
“Musa menjawab: “Patutkah aku mencari Tuhan untuk kamu yang selain dari pada Allah, padahal Dialah yang telah melebihkan kamu atas segala umat.” (QS. Al-A’raf : 140)
Ayat ini lagi-lagi menunjukkan betapa keras kepala dan membangkangnya Bani Israil. Baru saja Allah menyelamatkan mereka dari Fir’aun dan memperlihatkan kepada mereka mukjizat yang begitu banyak, akan tetapi mereka meminta untuk dibuatkan berhala. Para ulama menyebutkan bahwa penyebab rusaknya akidah dan jeleknya akhlak mereka adalah karena selama ratusan tahun mereka ditindas oleh orang-orang Mesir. Sedangkan orang-orang Mesir waktu itu adalah musyrikin, sehingga interaksi mereka terhadap Bani Israil itu memberikan pengaruh dimana mereka Bani Israil sering melihat bagaimana ritual beribadahnya orang-orang Mesir kepada berhala-berhalanya, sehingga membuat akidah Bani Israil pun rusak.
Setelah itu nabi Musa ‘alaihissalam membawa Bani Israil ke Bitul Maqdis di Palestina untuk hidup kembali di kampung nenek moyang mereka yaitu Ya’qub ‘alaihissalam. Tatkala mereka telah sampai di Baitul Maqdis, ternyata di dalamnya terdapat bangsa yang lain yang kuat-kuat. Maka nabi Musa memerintahkan mereka untuk berjihad melawan orang-orang tersebut. Allah Subhanahu wa ta’ala berfirman,
وَإِذْ قَالَ مُوسَى لِقَوْمِهِ يَا قَوْمِ اذْكُرُوا نِعْمَةَ اللَّهِ عَلَيْكُمْ إِذْ جَعَلَ فِيكُمْ أَنْبِيَاءَ وَجَعَلَكُمْ مُلُوكًا وَآتَاكُمْ مَا لَمْ يُؤْتِ أَحَدًا مِنَ الْعَالَمِينَ (20)
“Dan (ingatlah) ketika Musa berkata kepada kaumnya: “Hai kaumku, ingatlah nikmat Allah atasmu ketika Dia mengangkat nabi nabi diantaramu, dan dijadikan-Nya kamu orang-orang merdeka, dan diberikan-Nya kepadamu apa yang belum pernah diberikan-Nya kepada seorangpun diantara umat-umat yang lain“. (QS. Al-Maidah : 20)
Sebelum nabi Musa ‘alaihissalam memerintahkan Bani Israil untuk berjihad, nabi Musa mengingatkan kepada mereka tentang seluruh nikmat-nimat yang Allah berikan kepada mereka. terjadilah percakapan antara nabi Musa dan kamunya. Nabi Musa ‘alaihissalam berkata,
يَا قَوْمِ ادْخُلُوا الْأَرْضَ الْمُقَدَّسَةَ الَّتِي كَتَبَ اللَّهُ لَكُمْ وَلَا تَرْتَدُّوا عَلَى أَدْبَارِكُمْ فَتَنْقَلِبُوا خَاسِرِينَ (21)
“Hai kaumku, masuklah ke tanah suci (Palestina) yang telah ditentukan Allah bagimu, dan janganlah kamu lari kebelakang (karena takut kepada musuh), maka kamu menjadi orang-orang yang merugi.” (QS. Al-Maidah : 21)
قَالُوا يَا مُوسَى إِنَّ فِيهَا قَوْمًا جَبَّارِينَ وَإِنَّا لَنْ نَدْخُلَهَا حَتَّى يَخْرُجُوا مِنْهَا فَإِنْ يَخْرُجُوا مِنْهَا فَإِنَّا دَاخِلُونَ (22)
“Mereka (Bani Israil) berkata: “Hai Musa, sesungguhnya dalam negeri itu ada orang-orang yang gagah perkasa, sesungguhnya kami sekali-kali tidak akan memasukinya sebelum mereka ke luar daripadanya. Jika mereka ke luar daripadanya, pasti kami akan memasukinya“. (QS. Al-Maidah : 22)
قَالَ رَجُلَانِ مِنَ الَّذِينَ يَخَافُونَ أَنْعَمَ اللَّهُ عَلَيْهِمَا ادْخُلُوا عَلَيْهِمُ الْبَابَ فَإِذَا دَخَلْتُمُوهُ فَإِنَّكُمْ غَالِبُونَ وَعَلَى اللَّهِ فَتَوَكَّلُوا إِنْ كُنْتُمْ مُؤْمِنِينَ (23)
“Berkatalah dua orang diantara orang-orang yang takut (kepada Allah) yang Allah telah memberi nikmat atas keduanya: “Serbulah mereka dengan melalui pintu gerbang (kota) itu, maka bila kamu memasukinya niscaya kamu akan menang. Dan hanya kepada Allah hendaknya kamu bertawakkal, jika kamu benar-benar orang yang beriman“. (QS. Al-Maidah : 23)
Para ulama menyebutkan salah dari kedua orang yang menasehati Bani Israil adalah Yusya’ bin Nun.
قَالُوا يَا مُوسَى إِنَّا لَنْ نَدْخُلَهَا أَبَدًا مَا دَامُوا فِيهَا فَاذْهَبْ أَنْتَ وَرَبُّكَ فَقَاتِلَا إِنَّا هَاهُنَا قَاعِدُونَ (24)
“Mereka berkata: “Hai Musa, kami sekali sekali tidak akan memasukinya selama-lamanya, selagi mereka ada didalamnya, karena itu pergilah kamu bersama Tuhanmu, dan berperanglah kamu berdua, sesungguhnya kami hanya duduk menanti disini saja“. (QS. Al-Maidah : 24)
Pada ayat ini kembali menunjukkan membangkannya Bani Israil kepada nabi Musa ‘alaihissalam. Mereka pun kemudian menyuruh nabi Musa ‘alaihissalam dan Allah yang memerangi orang-orang tersebut. Kemudian Allah Subhanahu wa ta’ala berfirman,
قَالَ رَبِّ إِنِّي لَا أَمْلِكُ إِلَّا نَفْسِي وَأَخِي فَافْرُقْ بَيْنَنَا وَبَيْنَ الْقَوْمِ الْفَاسِقِينَ (25)
“Berkata Musa: “Ya Tuhanku, aku tidak menguasai kecuali diriku sendiri dan saudaraku. Sebab itu pisahkanlah antara kami dengan orang-orang yang fasik itu“. (QS. Al-Maidah : 25)
قَالَ فَإِنَّهَا مُحَرَّمَةٌ عَلَيْهِمْ أَرْبَعِينَ سَنَةً يَتِيهُونَ فِي الْأَرْضِ فَلَا تَأْسَ عَلَى الْقَوْمِ الْفَاسِقِينَ (26)
“Allah berfirman: “(Jika demikian), maka sesungguhnya negeri itu diharamkan atas mereka selama empat puluh tahun, (selama itu) mereka akan berputar-putar kebingungan di bumi (padang Tiih) itu. Maka janganlah kamu bersedih hati (memikirkan nasib) orang-orang yang fasik itu“. (QS. Al-Maidah : 26)
Ibnu Katsir menyebutkan bahwa banyak pendapat tentang siapakah orang-orang جَبَّارِينَ (orang perkasa) tersebut. Akan tetapi pendapat yang benar adalah bahwa mereka adalah orang biasa dari bangsa lain. Sehingga pendapat yang mengemukakan bahwa orang yang ada di dalam Baitul Maqdis adalah raksasa yang tingginya mencapai 3333 hasta atau sekitar dua kilometer adalah dongeng belaka dan tidak benar. Ibnu Katsir membantah keterangan ini karena bertentangan dengan hadits yang sahih. Disebutkan dalam hadits sahih bahwa manusia tertinggi adalah nabi Adam ‘alaihissalam dengan tinggi 60 hasta dan senantiasa manusia itu semakin mengecil. Maka jika ada yang yang mengatakan bahwa ada manusia yang lebih tinggi dari pada nabi adam ‘alaihissalam, maka hal itu tidak benar.
Akhirnya nabi Musa ‘alaihissalam tidak dapat masuk ke Baitul Maqdis, dan tersesat bersama kaumnya. Dalam masa tersebut, banyak mukjizat yang Allah sebutkan di dalam Alquran. Oleh karena itu di antara hikmah Allah menjadikan setelah surah Al-Fatihah adalah surah Al-Baqarah adalah untuk mengabarkan kepada kita bahwa orang-orang Yahudi ini adalah bangsa yang sangat berbahaya dan menjadi kaum yang dimurkai oleh Allah. Di dalam surah Al-Baqarah menyebutkan tentang dua musuh yang sangat berbahaya yaitu orang-orang munafik dan orang-orang Yahudi. Yang tepat untuk kita katakan sebagai orang yang munafik adalah seorang muslim yang liberal. Sedangkan orang Yahudi dikabarkan kepada kita karena mereka adalah orang yang berbahaya, sehingga disebutkan dalam hadits-hadits sahih bahwa pada hari menjelang kiamat, yang menjadi musuh umat islam adalah orang-orang Yahudi.
Salah satu kejadian yang menunjukkan mukjizat diperlihatkan kepada Bani Israil tatkala dalam masa tersesat ada yaitu tatkala kaumnya nabi Musa kehausan dan meminta nabi Musa berdoa agar diberikan air. Allah Subhanahu wa ta’ala berfirman,
وَإِذِ اسْتَسْقَى مُوسَى لِقَوْمِهِ فَقُلْنَا اضْرِبْ بِعَصَاكَ الْحَجَرَ فَانْفَجَرَتْ مِنْهُ اثْنَتَا عَشْرَةَ عَيْنًا قَدْ عَلِمَ كُلُّ أُنَاسٍ مَشْرَبَهُمْ كُلُوا وَاشْرَبُوا مِنْ رِزْقِ اللَّهِ وَلَا تَعْثَوْا فِي الْأَرْضِ مُفْسِدِينَ (60)
“Dan (ingatlah) ketika Musa memohon air untuk kaumnya, lalu Kami berfirman: “Pukullah batu itu dengan tongkatmu”. Lalu memancarlah daripadanya dua belas mata air. Sungguh tiap-tiap suku telah mengetahui tempat minumnya (masing-masing). Makan dan minumlah rezeki (yang diberikan) Allah, dan janganlah kamu berkeliaran di muka bumi dengan berbuat kerusakan.” (QS. Al-Baqarah : 60)
Kemudian tatkala mereka meminta makan, maka nabi Musa ‘alaihissalam pun berdoa meminta makanan kepada Allah. Maka Allah Subhanahu wa ta’ala berfirman,
وَأَنْزَلْنَا عَلَيْكُمُ الْمَنَّ وَالسَّلْوَى كُلُوا مِنْ طَيِّبَاتِ مَا رَزَقْنَاكُمْ وَمَا ظَلَمُونَا وَلَكِنْ كَانُوا أَنْفُسَهُمْ يَظْلِمُونَ (57)
“Dan Kami turunkan kepadamu “manna” dan “salwa”. Makanlah dari makanan yang baik-baik yang telah Kami berikan kepadamu; dan tidaklah mereka menganiaya Kami; akan tetapi merekalah yang menganiaya diri mereka sendiri.” (QS. Al-Baqarah : 57)
Ibnu Abbas menuturkan tentang manna dan salwa dengan mengatakan,
كَانَ الْمَنُّ يَنْزِلُ عَلَيْهِمْ عَلَى الْأَشْجَارِ. }تفسير ابن كثير ت سلامة (1/ 267{(
“Yaitu manna adalah makan yang turun kepada mereka langsung dari langit di atas pohon.” (Tafsir Ibnu Katsir 1/267)
السَّلْوَى طَائِرٌ شَبِيهٌ بالسُّمَّانى، كَانُوا يَأْكُلُونَ مِنْهُ. }تفسير ابن كثير ت سلامة (1/ 271{(
“Salwa adalah seperti burung dari langit, mereka memakan dari burung tersebut.” (Tafsir Ibnu Katsir 1/271)
Akan tetapi kemudian kaum Bani Israil merasa bosan dengan makanan manna dan salwa. Allah Subhanahu wa ta’ala berfirman,
وَإِذْ قُلْتُمْ يَا مُوسَى لَنْ نَصْبِرَ عَلَى طَعَامٍ وَاحِدٍ فَادْعُ لَنَا رَبَّكَ يُخْرِجْ لَنَا مِمَّا تُنْبِتُ الْأَرْضُ مِنْ بَقْلِهَا وَقِثَّائِهَا وَفُومِهَا وَعَدَسِهَا وَبَصَلِهَا قَالَ أَتَسْتَبْدِلُونَ الَّذِي هُوَ أَدْنَى بِالَّذِي هُوَ خَيْرٌ اهْبِطُوا مِصْرًا فَإِنَّ لَكُمْ مَا سَأَلْتُمْ وَضُرِبَتْ عَلَيْهِمُ الذِّلَّةُ وَالْمَسْكَنَةُ وَبَاءُوا بِغَضَبٍ مِنَ اللَّهِ ذَلِكَ بِأَنَّهُمْ كَانُوا يَكْفُرُونَ بِآيَاتِ اللَّهِ وَيَقْتُلُونَ النَّبِيِّينَ بِغَيْرِ الْحَقِّ ذَلِكَ بِمَا عَصَوْا وَكَانُوا يَعْتَدُونَ (61)
“Dan (ingatlah), ketika kamu berkata: “Hai Musa, kami tidak bisa sabar (tahan) dengan satu macam makanan saja. Sebab itu mohonkanlah untuk kami kepada Tuhanmu, agar Dia mengeluarkan bagi kami dari apa yang ditumbuhkan bumi, yaitu sayur-mayurnya, ketimunnya, bawang putihnya, kacang adasnya, dan bawang merahnya”. Musa berkata: “Maukah kamu mengambil yang rendah sebagai pengganti yang lebih baik? Pergilah kamu ke suatu kota, pasti kamu memperoleh apa yang kamu minta”. Lalu ditimpahkanlah kepada mereka nista dan kehinaan, serta mereka mendapat kemurkaan dari Allah. Hal itu (terjadi) karena mereka selalu mengingkari ayat-ayat Allah dan membunuh para Nabi yang memang tidak dibenarkan. Demikian itu (terjadi) karena mereka selalu berbuat durhaka dan melampaui batas.” (QS. Al-Baqarah : 61)
Manna dan Salwa merupaka makanan yang spesial yang langsung turun dari langit oleh Allah, akan tetapi mereka keras kepala dan meminta makanan yang bisa mereka dapatkan di kota-kota.
Mukjizat lain Allah sebutkan tatkala ada salah seorang di antara mereka terbunuh dan tidak diketahui siapa yang membunuhnya. Maka Allah memerintahkan mereka untuk menyembelih seekor sapi untuk mengetahui siapa yang membunuhnya, akan tetapi mereka merasa di ejek oleh nabi Musa. Akhirnya mereka asalnya tidak mau melakukan perintah tersebut sehingga mereka bertanya-tanya. Maka Allah mempersulit urusan mereka. Allah Subhanahu wa ta’ala berfirman,
وَإِذْ قَالَ مُوسَى لِقَوْمِهِ إِنَّ اللَّهَ يَأْمُرُكُمْ أَنْ تَذْبَحُوا بَقَرَةً قَالُوا أَتَتَّخِذُنَا هُزُوًا قَالَ أَعُوذُ بِاللَّهِ أَنْ أَكُونَ مِنَ الْجَاهِلِينَ (67) قَالُوا ادْعُ لَنَا رَبَّكَ يُبَيِّنْ لَنَا مَا هِيَ قَالَ إِنَّهُ يَقُولُ إِنَّهَا بَقَرَةٌ لَا فَارِضٌ وَلَا بِكْرٌ عَوَانٌ بَيْنَ ذَلِكَ فَافْعَلُوا مَا تُؤْمَرُونَ (68) قَالُوا ادْعُ لَنَا رَبَّكَ يُبَيِّنْ لَنَا مَا لَوْنُهَا قَالَ إِنَّهُ يَقُولُ إِنَّهَا بَقَرَةٌ صَفْرَاءُ فَاقِعٌ لَوْنُهَا تَسُرُّ النَّاظِرِينَ (69) قَالُوا ادْعُ لَنَا رَبَّكَ يُبَيِّنْ لَنَا مَا هِيَ إِنَّ الْبَقَرَ تَشَابَهَ عَلَيْنَا وَإِنَّا إِنْ شَاءَ اللَّهُ لَمُهْتَدُونَ (70) قَالَ إِنَّهُ يَقُولُ إِنَّهَا بَقَرَةٌ لَا ذَلُولٌ تُثِيرُ الْأَرْضَ وَلَا تَسْقِي الْحَرْثَ مُسَلَّمَةٌ لَا شِيَةَ فِيهَا قَالُوا الْآنَ جِئْتَ بِالْحَقِّ فَذَبَحُوهَا وَمَا كَادُوا يَفْعَلُونَ (71) وَإِذْ قَتَلْتُمْ نَفْسًا فَادَّارَأْتُمْ فِيهَا وَاللَّهُ مُخْرِجٌ مَا كُنْتُمْ تَكْتُمُونَ (72) فَقُلْنَا اضْرِبُوهُ بِبَعْضِهَا كَذَلِكَ يُحْيِ اللَّهُ الْمَوْتَى وَيُرِيكُمْ آيَاتِهِ لَعَلَّكُمْ تَعْقِلُونَ (73)
“Dan (ingatlah), ketika Musa berkata kepada kaumnya: “Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyembelih seekor sapi betina”. Mereka berkata: “Apakah kamu hendak menjadikan kami buah ejekan?” Musa menjawab: “Aku berlindung kepada Allah agar tidak menjadi salah seorang dari orang-orang yang jahil”. Mereka menjawab: “Mohonkanlah kepada Tuhanmu untuk kami, agar Dia menerangkan kepada kami; sapi betina apakah itu”. Musa menjawab: “Sesungguhnya Allah berfirman bahwa sapi betina itu adalah sapi betina yang tidak tua dan tidak muda; pertengahan antara itu; maka kerjakanlah apa yang diperintahkan kepadamu”. Mereka berkata: “Mohonkanlah kepada Tuhanmu untuk kami agar Dia menerangkan kepada kami apa warnanya”. Musa menjawab: “Sesungguhnya Allah berfirman bahwa sapi betina itu adalah sapi betina yang kuning, yang kuning tua warnanya, lagi menyenangkan orang-orang yang memandangnya”. Mereka berkata: “Mohonkanlah kepada Tuhanmu untuk kami agar Dia menerangkan kepada kami bagaimana hakikat sapi betina itu, karena sesungguhnya sapi itu (masih) samar bagi kami dan sesungguhnya kami insya Allah akan mendapat petunjuk (untuk memperoleh sapi itu)”. Musa berkata: “Sesungguhnya Allah berfirman bahwa sapi betina itu adalah sapi betina yang belum pernah dipakai untuk membajak tanah dan tidak pula untuk mengairi tanaman, tidak bercacat, tidak ada belangnya”. Mereka berkata: “Sekarang barulah kamu menerangkan hakikat sapi betina yang sebenarnya”. Kemudian mereka menyembelihnya dan hampir saja mereka tidak melaksanakan perintah itu. Dan (ingatlah), ketika kamu membunuh seorang manusia lalu kamu saling tuduh menuduh tentang itu. Dan Allah hendak menyingkapkan apa yang selama ini kamu sembunyikan. Lalu Kami berfirman: “Pukullah mayat itu dengan sebahagian anggota sapi betina itu!” Demikianlah Allah menghidupkan kembali orang-orang yang telah mati, dam memperlihatkan padamu tanda-tanda kekuasaan-Nya agar kamu mengerti.” (QS. Al-Baqarah : 67-73)
Maka tatkala bagian sapi yang disembelih dan dipukulkan kepada mayat tersebut, maka berbicaralah orang mati tersebut tentang siapa yang membunuhnya. Ini merupakan mukjizat yang disaksikan oleh Bani Israil.
Di antara semua mukizat yang Allah tampakkan kepada mereka, ternyata mereka pun masih keras kepala dan tidak mau beriman kepada Allah Subhanahu wa ta’ala dan nabi Musa ‘alaihissalam, sampai mereka bisa melihat Allah secara langsung. Allah Subhanahu wa ta’ala berfirman tentang balasan dari perkataan mereka,
وَإِذْ قُلْتُمْ يَا مُوسَى لَنْ نُؤْمِنَ لَكَ حَتَّى نَرَى اللَّهَ جَهْرَةً فَأَخَذَتْكُمُ الصَّاعِقَةُ وَأَنْتُمْ تَنْظُرُونَ (55)
“Dan (ingatlah), ketika kamu berkata: “Hai Musa, kami tidak akan beriman kepadamu sebelum kami melihat Allah dengan terang, karena itu kamu disambar halilintar, sedang kamu menyaksikannya“. (QS. Al-Baqarah : 55)
ثُمَّ بَعَثْنَاكُمْ مِنْ بَعْدِ مَوْتِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَشْكُرُونَ (56)
“Setelah itu Kami bangkitkan kamu sesudah kamu mati, supaya kamu bersyukur.” (QS. Al-Baqarah : 56)
Dalam ayat yang lain Allah Subhanahu wa ta’ala berfirman,
يَسْأَلُكَ أَهْلُ الْكِتَابِ أَنْ تُنَزِّلَ عَلَيْهِمْ كِتَابًا مِنَ السَّمَاءِ فَقَدْ سَأَلُوا مُوسَى أَكْبَرَ مِنْ ذَلِكَ فَقَالُوا أَرِنَا اللَّهَ جَهْرَةً فَأَخَذَتْهُمُ الصَّاعِقَةُ بِظُلْمِهِمْ (153(
“Ahli Kitab (orang Yahudi) meminta kepadamu agar kamu menurunkan kepada mereka sebuah Kitab dari langit. Maka sesungguhnya mereka telah meminta kepada Musa yang lebih besar dari itu. Mereka berkata: “Perlihatkanlah Allah kepada kami dengan nyata”. Maka mereka disambar petir karena kezaliman mereka.” (QS. An-Nisa : 153)
Kondisi ini sama seperti orang-orang musyrikin yang pernah meminta permintaan yang aneh kepada nabi Muhammad ﷺ yaitu untuk diturunkan Alkitab dari langit.
أَوْ تَرْقَى فِي السَّمَاءِ وَلَنْ نُؤْمِنَ لِرُقِيِّكَ حَتَّى تُنَزِّلَ عَلَيْنَا كِتَابًا نَقْرَؤُهُ (93(
“(Kami tidak akan mempercayaimu Muhammad sampai) atau kamu naik ke langit. Dan kami sekali-kali tidak akan mempercayai kenaikanmu itu hingga kamu turunkan atas kami sebuah kitab yang kami baca”. (QS. Al-Isra’ : 93)
Permintaan orang-orang Yahudi sama anehnya dengan permintaan orang musyrikin. Maka Allah mematikan mereka semua lalu menghidupkan mereka kembali agar mereka sadar, akan tetapi ternyata mereka tidak sadar.
Kemudian nabi Musa ‘alaihissalam dipanggil oleh Allah Subhanahu wa ta’ala untuk menerima kitab Taurat. Berangkatlah nabi Musa ‘alaihissalam dan meninggalkan kaumnya bersama nabi Harun ‘alaihissalam untuk mengawasi mereka. Tatkala ditinggal nabi Musa ‘alaihissalam, ternyata jiwa kesyirikan kaumnya nabi Musa muncul dengan membuat patung sapi untuk disembah. Maka datanglah nabi Harun ‘alaihissalam menegur mereka. Allah Subhanahu wa ta’ala berfirman,
وَلَقَدْ قَالَ لَهُمْ هَارُونُ مِنْ قَبْلُ يَا قَوْمِ إِنَّمَا فُتِنْتُمْ بِهِ وَإِنَّ رَبَّكُمُ الرَّحْمَنُ فَاتَّبِعُونِي وَأَطِيعُوا أَمْرِي (90)
“Dan sesungguhnya Harun telah berkata kepada mereka sebelumnya: “Hai kaumku, sesungguhnya kamu hanya diberi cobaan dengan anak lembu. itu dan sesungguhnya Tuhanmu ialah (Tuhan) Yang Maha Pemurah, maka ikutilah aku dan taatilah perintahku“. (QS. Taha : 90)
قَالُوا لَنْ نَبْرَحَ عَلَيْهِ عَاكِفِينَ حَتَّى يَرْجِعَ إِلَيْنَا مُوسَى (91)
“Mereka menjawab: “Kami akan tetap menyembah patung anak lembu ini, hingga Musa kembali kepada kami“. (QS. Taha ; 91)
Ketika nabi Musa ‘alaihissalam telah kembali dengan membawa taurat, dan kemudian melihat kesyirikan tersebut, maka nabi Musa ‘alaihissalam pun marah kepada nabi Harun. Allah Subhanahu wa ta’ala berfirman,
وَلَمَّا رَجَعَ مُوسَى إِلَى قَوْمِهِ غَضْبَانَ أَسِفًا قَالَ بِئْسَمَا خَلَفْتُمُونِي مِنْ بَعْدِي أَعَجِلْتُمْ أَمْرَ رَبِّكُمْ وَأَلْقَى الْأَلْوَاحَ وَأَخَذَ بِرَأْسِ أَخِيهِ يَجُرُّهُ إِلَيْهِ قَالَ ابْنَ أُمَّ إِنَّ الْقَوْمَ اسْتَضْعَفُونِي وَكَادُوا يَقْتُلُونَنِي فَلَا تُشْمِتْ بِيَ الْأَعْدَاءَ وَلَا تَجْعَلْنِي مَعَ الْقَوْمِ الظَّالِمِينَ (150)
“Dan tatkala Musa telah kembali kepada kaumnya dengan marah dan sedih hati berkatalah dia: “Alangkah buruknya perbuatan yang kamu kerjakan sesudah kepergianku! Apakah kamu hendak mendahului janji Tuhanmu? Dan Musapun melemparkan luh-luh (Taurat) itu dan memegang (rambut) kepala saudaranya (Harun) sambil menariknya ke arahnya, Harun berkata: “Hai anak ibuku, sesungguhnya kaum ini telah menganggapku lemah dan hampir-hampir mereka membunuhku, sebab itu janganlah kamu menjadikan musuh-musuh gembira melihatku, dan janganlah kamu masukkan aku ke dalam golongan orang-orang yang zalim“. (QS. Al-A’raf : 150)
Saking marahnya nabi Musa ‘alaihissalam, beliau melemparkan Taurat yang berisi firman Allah yang baru saja diambilnya. Hal ini menunjukkan tatkala seseorang bertauhid kepada Allah, pasti akan merasa jengkel dan tidak senang tatkala melihat kesyirikan sebagaimana yang dialami oleh nabi Musa ‘alaihissalam.
Setelah itu, Allah menyuruh mereka bertaubat dengan taubat yang cukup berat. Allah memerintahkan mereka untuk membunuh diri-diri merka. Allah Subhanahu wa ta’ala berfirman,
وَإِذْ قَالَ مُوسَى لِقَوْمِهِ يَا قَوْمِ إِنَّكُمْ ظَلَمْتُمْ أَنْفُسَكُمْ بِاتِّخَاذِكُمُ الْعِجْلَ فَتُوبُوا إِلَى بَارِئِكُمْ فَاقْتُلُوا أَنْفُسَكُمْ ذَلِكُمْ خَيْرٌ لَكُمْ عِنْدَ بَارِئِكُمْ فَتَابَ عَلَيْكُمْ إِنَّهُ هُوَ التَّوَّابُ الرَّحِيمُ (54)
“Dan (ingatlah), ketika Musa berkata kepada kaumnya: “Hai kaumku, sesungguhnya kamu telah menganiaya dirimu sendiri dengan menjadikan (patung) anak lembu (sebagai sembahan), maka bertaubatlah kepada Tuhan yang menjadikan kamu dan bunuhlah dirimu. Hal itu adalah lebih baik bagimu pada sisi Tuhan yang menjadikan kamu; maka Allah akan menerima taubatmu. Sesungguhnya Dialah Yang Maha Penerima taubat lagi Maha Penyayang“. (QS. Al-Baqarah : 54)
Para ahli tafsir menyebutkan cara taubat yang dimaksud dalam ayat ini. Para ahli tafsir menyebutkan bahwa orang-orang yang menyembah sapi tersebut didudukkan di malam hari. Kemudian orang-orang yang mendegarkan nasihat nabi Harun untuk tidak menyembah berhala, masing-masing diberikan pisau. Maka diperintahkan kepada mereka untuk menikam orang-orang yang berbuat kesyirikan tersebut.
Maka itulah serangkaian kejadian-kejadian tatkala nabi Musa ‘alaihissalam tersesat bersama kaumnya. Kemudian pada zaman tersesat tersebut, nabi Musa ‘alaihissalam meninggal dunia, begitu pula dengan nabi Harun dan seluruh orang dewasa yang diperintahkan untuk bejihad untuk masuk ke Baitul Maqdis telah meninggal dunia kecuali Yusya’ bin Nun. Maka Yusya’ bin Nun yang kemudian menjadi nabi pengganti nabi Musa ‘alaihissalam.
Yusya’ bin Nun adalah seorang pemuda yang menjadi pelayan nabi Musa ‘alaihissalam tatkala nabi Musa bersafar mencari nabi Khadir ‘alaihissalam. Dikisahkan bahwa tatkala Yusya’ bin Nun telah menjadi seorang nabi, dia pergi bersama sebagian Bani Israil untuk masuk ke Baitul Maqdis dengan melakukan peperangan terhadap orang yang tinggal di dalam Baitul Maqdis. Perlu untuk diketahui bahwa Yusya’ bin Nun adalah satu-satunya nabi yang Allah berikan karunia dengan memberhentikan matahari agar dapat menguasai Baitul Maqdis. Dikisahkan tatkala beliau hendak masuk dan menyerang ke Baitul Maqdis, ternyata waktu telah masuk waktu ashar dan sebentar lagi akan datang waktu malam. Sedangkan kode etik peperangan zaman dahulu itu adalah tidak boleh melakukan peperangan di malam hari. Akkhirnya Yusya’ bin Nun tidak ingin berhenti berperang, lalu dia berkata kepada matahari dan berdoa,
إِنَّكِ مَأْمُورَةٌ وَأَنَا مَأْمُورٌ، اللَّهُمَّ احْبِسْهَا عليَّ }تفسير ابن كثير ت سلامة (3/ 80{(
“(Wahai matahari) Sesungguhnya engkau hanya mengikuti perintah Allah, dan aku juga diperintahkan. Ya Allah tahanlah matahari (untuk tidak terbenanm) untukku.” (Tafsir Ibnu Katsir 3/80)
Maka Allah kemudian menahan matahari agar tidak tenggelam. Maka berperanglah Yusya’ bin Nun untuk mengalahkan mereka dan akhirnya dia menguasai Baitul Maqdis. Kemudian Allah memerintahkan mereka (Bani Israil) untuk masuk kedalam Baitul Maqdis. Allah Subhanahu wa ta’ala berfirman,
وَادْخُلُوا الْبَابَ سُجَّدًا وَقُولُوا حِطَّةٌ نَغْفِرْ لَكُمْ خَطَايَاكُمْ وَسَنَزِيدُ الْمُحْسِنِينَ (58)
“Dan masukilah pintu gerbangnya sambil membungkuk, dan katakanlah: “Bebaskanlah kami dari dosa (kami)”, niscaya Kami ampuni kesalahan-kesalahanmu, dan kelak Kami akan menambah (pemberian Kami) kepada orang-orang yang berbuat baik“. (QS. Al-Baqarah : 58)
Kata para ulama, sujud yang dimaksud pada ayat ini adalah ruku’ dan bukan sujud untuk menunjukkan rasa tawadhu. Akan tetapi Bani Israil melakukan pembangkangan lagi. Disebutkan bahwa akhirnya mereka masuk dengan cara membungkuk akan tetapi dengan arah terbalik yaitu berjalan mundur dengan menunjukkan bokong terlebih dahulu. Kemudian tatkala mereka diperintahkan masuk dengan mengucapkan حِطَّةٌ mereka ganti dengan حِنْطَةٌ yang berarti gandum. Lihatlah betapa sungguh luar biasa pembangkangan mereka terhadap perintah Allah Subhanahu wa ta’ala.
Para Ahli sejarah Bani Israil membagi periode sejarah mereka menjadi tiga periode. Periode pertama disebut sebagai masa para hakim. Ketika Yusya’ bin Nun menguasai Palestina, maka dia membagi wilayah palestina menjadi dua belas wilayah yang masing-masing wilayah dipimpin oleh seorang hakim. Masa para hakim ini berlangsung cukup lama hingga masa nabi Samuel yang menjadi nabi terakhir pada masa ini sebelum berpindah ke masa kerajaan. Pada zaman para hakim ini sering terjadi pertikaian dan perang saudara antar dua belas wilayah. Tatkala pada masa nabi Samuel, para Bani Israil merasa bosan dengan diutusnya para nabi, sehingga mereka meminta nabi Samuel untuk berdoa agar diutus untuk mereka seorang raja agar mereka bisa berperang di jalan Allah. Maka Allah kirimkan Thalut menjadi raja untuk mereka. akan tetapi mereka memprotes keputusan Allah tersebut. Allah Subhanahu wa ta’ala berfirman,
وَقَالَ لَهُمْ نَبِيُّهُمْ إِنَّ اللَّهَ قَدْ بَعَثَ لَكُمْ طَالُوتَ مَلِكًا قَالُوا أَنَّى يَكُونُ لَهُ الْمُلْكُ عَلَيْنَا وَنَحْنُ أَحَقُّ بِالْمُلْكِ مِنْهُ وَلَمْ يُؤْتَ سَعَةً مِنَ الْمَالِ قَالَ إِنَّ اللَّهَ اصْطَفَاهُ عَلَيْكُمْ وَزَادَهُ بَسْطَةً فِي الْعِلْمِ وَالْجِسْمِ وَاللَّهُ يُؤْتِي مُلْكَهُ مَنْ يَشَاءُ وَاللَّهُ وَاسِعٌ عَلِيمٌ (247)
“Nabi mereka mengatakan kepada mereka: “Sesungguhnya Allah telah mengangkat Thalut menjadi rajamu”. Mereka menjawab: “Bagaimana Thalut memerintah kami, padahal kami lebih berhak mengendalikan pemerintahan daripadanya, sedang diapun tidak diberi kekayaan yang cukup banyak?” Nabi (mereka) berkata: “Sesungguhnya Allah telah memilih rajamu dan menganugerahinya ilmu yang luas dan tubuh yang perkasa”. Allah memberikan pemerintahan kepada siapa yang dikehendaki-Nya. Dan Allah Maha Luas pemberian-Nya lagi Maha Mengetahui.” (QS. Al-Baqarah : 247)
Thalut dalam kitab Injil disebut Syaul. Maka masa ini menjadi akhir dari periode pengutusan hakim dan menjadi awal periode kedua yaitu masa kerajaan dengan Thalut sebagai raja mereka. Pada masa ini mulai bermunculan raja-raja, akan tetapi tetap ada nabi. Sehingga suatu waktu ada yang menjadi seorang nabi sekaligus seorang raja yaitu nabi Daud ‘alaihissalam. Pada periode kerajaan ini, kerajaan yang terakhir adalah kerajaan nabi Sulaiman ‘alaihissalam. Mereka Bani Israil mencapai puncak kejayaan pada masa kerajaan nabi Sulaiman ‘alaihissalam dengan adanya Haikal Sulaiman di Baitul Maqdis.
Setelah nabi Sulaiman ‘alaihissalam meninggal dunia, terjadilah perang saudara di antara mereka. Para ahli sejarah Yahudi mengatakan bahwa pada waktu itu masuklah periode ketiga yaitu periode perpecahan. Perpecahan kerajaan Yahudi terbagi menjadi dua, yang pertama adalah Ruhbu’am bin Sulaiman dan yang kedua adalah Yurbuam bin Nubats. Ruhbu’am merupakan anak nabi Sulaiman ‘alaihissalam yang ingin menggantikan posisi ayahnya. Kemudian orang-orang Yahudi akan menyetujuinya dengan syarat seluruh kewajiban nabi Sulaiman yang diwajibkan kepada mereka sebelumnya itu harus dihapuskan. Maka Ruhbu’am tidak mengikuti perintah mereka dan akhirnya membangun kerajaan sendiri karena taat kepada ayahnya. Kerajaan Ruhbu’am terdiri dari suku Yahudza dan suku Benyamin. Kerajaan ini disebut sebagai Daulah Yahudza yang dikenal belakangan dengan sebutan kerajaan Yahudi. Kemudian sepuluh suku yang lainnya bergabung kepada Yurbuam bin Nubats membuat kerajaan dengan nama Daulah Israil. Maka terpecahlah Yahudi menjadi dua kerajaan.
Setelah terpecahnya kerajaan menjadi dua, sering terjadi perkelahian di antara mereka. Akan tetapi sering juga kedua kerajaan bekerjasama tatkala ada bangsa lain yang hendak menyerang. Hal ini berajalan hingga ratusan tahun. Sampai pada akhirnya, datang suku dari luar yang menghacurkan kerajaan Yahudza dan Israil. Disebutkan dalam sejarah bahwa datang silih berganti raja-raja hingga pada masa Raja Bukhtanashar yang datang, dia pun mengusir mereka (orang yahudi) dari Palestina dan mereka menghancurkan Haikal Sulaiman. Dan pada masa ini pula Kitab Taurat hilang. Kemudian setelah itu datang pula orang-orang Mesir menguasai Palestina dan kembali mengusir orang-orang Yahudi. Kemudian datang lagi raja dari Persia yang mengembalikan orang-orang Yahudi tinggal di Palestina. Kemudian datang lagi raja dari Romawi mengusir kerajaan Persia dan orang-orang Yahudi. Pada masa kerajaan romawi ini, Haikal Sulaiman dihancurkan untuk kedua kalinya dan menyisakan satu tembok untuk orang Yahudi yg hanya boleh mendatanginya satu kali dalam setahun, yang saat ini disebut sebagai tembok ratapan.
Terdapat sebuah berita yang tidak benar lagi tidak berguna di internet bahwasanaya ada seorang ilmuan dari Indonesia yang mengatakan bahwa Haikal Sulaiman itu adalah Candi Borobudur. Kalau pun benar itu Haikal Sulaiman, maka tentunya orang-orang Israel pasti akan ke Indonesia untuk merebutnya. Juga kalau itu benar Haikal Sulaiman, maka akan ditemui keturunan Yahudi atau mirip seperti mereka di daerah Magelang, akan tetapi orang-orang disekitar sana adalah orang-orang asli keturunan Indonesia. Maka kita katakan bahwa pendapat tersebut adalah kedustaan yang besar. Karena Haikal Sulaiman ada di Israel yang orang-orang Yahudi kunjungi setiap tahunnya menangis di tembok ratapan tersebut. Saya meyakini bahwa patung-patung yang ada di Candi Borobudur dahulunya adalah orang-orang musyrikin yang Allah siksa mereka dengan dibenamkan kedalam tanah dan menjadikan mereka patung-patung. Yang kemudian digali lagi saat ini untuk menghidupkan kesyirikan yang pernah ada.
Oleh karena dari tembok itulah mereka orang-orang Yahudi ingin mendirikan negara Israel Raya. Mereka meyakini bahwa mereka harus membangun negera di atas sisa tembok Haikal tersebut. Maka dari itu mereka orang-orang Yahudi berusaha menguasai Palestina karena secara agama mereka meyakini bahwa dengan menguasai negara tersebut adalah awal kejayaan untuk membangun kembali kerajaan Sulaiman. Maka kedustaan besar yang dilakukan oleh sebagian besar tokoh agama di Indonesia dengan mengatakan bahwa pertempuran antara kaum muslimin dengan orang yahudi adalah perang saudara. Sesungguhnya pertempuran yang terjadi di antara kaum muslimin dan orang-orang Yahudi adalah karena urusan agama. Secara kebangsaan juga membuktikan bahwa orang-orang Arab Palestina tidak pernah menjadi saudara orang-orang Yahudi. Ketahuilah bahwa pernyatan-pernyataan seperti ini sangatlah berbahaya karena akan membuat kita tidak peduli dengan kejadian tersebut. Padahal saudara-saudara kita seiman sedang dibantai di sana.
Maka tatkala orang-orang Yahudi ditindas secara berulang-ulang oleh bangsa-bangsa lain, muncullah seseorang pada tahun kurang lebih 1700-an yang memiliki ide untuk mengumpulkan seluruh orang-orang Yahudi untuk kembali lagi ke Israel dan merebutnya. Maka kemudian pada tahun 1940 berdirilah negara Israel Raya dengan bantuan Inggris dan Amerika.
Inilah serangkaian kisah sejarah Yahudi.
Oleh: Ustadz DR. Firanda Andirja, Lc, MA
Sumber : https://firanda.com/sejarah-yahudi-bani-israil/