Ringkasan Cara Pelaksanaan Jenazah
Daftar Isi : (Klik Menu menuju Isinya & kembali ke Menu)
- Pada Saat Sakit
- Menjelang Mati
- Ketika Meninggal Dunia
- Ya Boleh Dilakukan Para Kerabatnya dan Orang lain
- Hal-hal yang Terlarang
- Cara Mengumumkan Kematian yang Dibolehkan
- Tanda-tanda Husnul Khatimah
- Pujian Orang Terhadap Mayit
- Memandikan Mayit
- Mengkafani Mayat
- Membawa Jenazah Serta Mengantarnya
- Beberapa Praktek Bid’ah Dalam Pemakaman dan Pengiringannya
- Hukum berdoa bersama mayat setelah pemakaman
- Shalat Jenazah
- Menguburkan Mayit
- Ta’ziyah
- Yang Bermanfaat Bagi Mayit
- Ziarah Kubur
- Beberapa Kesalahan yang Bertentangan Dengan Syari’at
1.1. Orang yang sakit wajib menerima qadha (ketentuan) Allah, bersabar menghadapi serta berbaik sangka kepada Allah, semua ini baik baginya.
1.2. Ia harus mempunyai perasaan takut serta harapan, yaitu takut akan siksaan Allah karena adanya dosa-dosa yang telah ia lakukan, serta harapan akan rahmat Allah.
1.3. Bagaimana parahnya penyakitnya, ia tidak boleh mengangan-angan kematian, kalaupun terpaksa, maka hendaknya ia berdoa : -Allahumma ahyanii maa kanati al-hayatu khairan lii wa tawaffaniy idzaa kanati al-wafaatu khairan lii- “Artinya : Ya Allah hidupkanlah akau jika kehidupan lebih baik bagiku, matiknalah aku jika kematian lebih baik bagiku”
1.4. Jika ia mempunyai kewajiban yang menyangkut hak orang lain, hendaknya menyelesaikan secepat mungkin. Jika tidak mampu hendaknya berwasiat untuk penyelesaiannya.
1.5. Ia harus bersegera berwasiat
2.1. Menjelang mati, maka orang-orang yang ada di sekitarnya harus melakukan hal-hal berikut : (a). Mentalqin (menuntun) mengucapkan Laa Ilaha Illal-llah ” : Tiada yang berhak disembah selain Allah“. (b). Mendo’akan. (c). Mengucapkan perkataan yang baik.
2.2. Adapun membacakan surat Yaa sin di sisi orang yang meninggal atau menghadapkan ke kiblat maka amalan tersebut tidak ada dalilnya.
2.3. Seorang muslim boleh menghadiri kematian orang non-muslim untuk menganjurkan kepadanya supaya masuk Islam (sebelum meninggal dunia).
Jika sudah meninggal dunia maka orang-orang yang ada disekitarnya harus melakukan hal-hal berikut :
3.1. Memejamkan mata mayyit
3.2. Mendo’akan
3.3. Menutupnya dengan kain yang meliputi semua anggota tubuhnya. Tapi jika yang meninggal sedang melakukan ihram, maka kepala dan wajahnya tidak ditutupi
3.4. Bersegera menyelenggarakan jenazahnya setelah yakin bahwa ia sudah betul-betul meninggal
3.5. Menguburkan di kampung tempat ia meninggal, tidak memindahkan ke daerah lain kecuali dalam kondisi darurat. Karena memindahkan mayat ke daerah lain berarti menyalahi perintah mempercepat pelaksanaan jenazah.
3.6. Bersegera menyelesaikan utang-utangnya semuanya dari harta si mayyit sendiri, mekipun sampai habis hartanya, maka negaralah yang menutupi utang-utangnya setelah ia sendiri sudah berusaha membayarnya. Jika negara tidak melakukan hal itu dan ada yang berbaik budi melunasinya, maka hal itu dibolehkan.
4. Ya Boleh Dilakukan Para Kerabatnya dan Orang lain
4.1. Boleh membuka wajah mayyit dan menciumnya, menangisi tanpa ratapan dalam kurung tiga hari.
4.2. Tatkala berita kematian sampai kepada kerabat mayyit, mereka harus : (a). Bersabar serta redha akan ketentuan Alla. (b). Beristirjaa’ yaitu membaca : Inna Lillahi wa Innaa Ilaihi Raaji’uun “Sesungguhnya kami adalah milik Allah, dan kepada-Nya-lah kita akan kembali“
4.3. Tidaklah menyalahi kesabaran jika ada wanita yang tidak berhias sama sekali asal tidak melebihi tiga hari setelah meninggalnya ayahnya atau selain ayahnya. Kecuali jika yang meninggal adalah suaminya, maka ia tidak berhias selama empat bulan sepuluh hari, karena hal ini ada dalilnya.
4.4. Jika yang meninggal selain suaminya, maka lebih afdhal jika tidak meninggalkan perhiasannya untuk meredlakan/menyenangkan suaminya serta memuaskannya. Dan diharapkan adanya kebaikan di balik itu.
Rasulullah telah melarang/mengharamkan hal yang selalu dilakukan oleh banyak orang disaat ada yang meninggal, hal-hal yang dilarang tersebut wajib diketahui untuk dihindari, di antaranya :
5.1. Meratap, yaitu menangis berlebih-lebihan, berteriak, memukul wajah, merobek-robek kantong pakaian dan lain-lain.
5.2. Mengacak-acak rambut
5.3. Laki-laki memperpanjang jenggot selama beberapa hari sebagai selama beberapa hari sebagai tanda duka atas kematian seseorang. Jika duka sudah berlalu maka mereka kembali mencukur jenggot lagi.
5.4. Mengumumkan kematian lewat menara-menara atau tempat lain, karena cara mengumumkan yang seperti itu terlarang dan syariat.
6. Cara Mengumumkan Kematian yang Dibolehkan
6.1. Boleh menyampaikan berita kematian tanpa menempuh cara-cara yang diamalkan pada zaman jahiliyah dahulu. Bahkan terkadang menyampaikan berita kematian hukumnya menjadi wajib jika tidak ada yang memandikannya, mengkafani, menshalati dan lain-lain.
6.2. Bagi yang menyampaikan berita kematian dibolehkan meminta kepada orang lain supaya mendo’akan mayyit, karena hal ini ada landasannya di dalam sunnah
7. Tanda-tanda Husnul Khatimah
Telah sah pejelasan dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam beliau menyebutkan beberapa tanda husnul khatimah (kematian/akhir hidu yang baik). Jika seseorang meinggal dunia dengan mengalami salah satu di antara tanda-tanda itu maka itu merupakan kabar gembira.
7.1. Mengucapkan syahadat di saat meninggal
7.2. Mati dengan berkeringat pada dahi
7.3. Mati pada hari Jum’at atau pada malam Jum’at
7.4. Mati Syahid di medan jihad
7.5. Mati terkena penyait thaa’uun
7.6. Mati terkena penyakit perut
7.7. Mati tenggelam
7.8. Mati terkena reruntuhan
7.9. Mati seorang wanita hamil karenan janinnya
7.10. Mati terkena penyakit paru
7.11. Mati membela agama atau diri
7.12. Mati membela/mempertahankan harta yang akan dirampok
7.13. Mati dalam keterikatan dengan jalan Allah
7.14. Mati dalam suatu amalan shalih
7.15. Mati terbakar
8. Pujian Orang Terhadap Mayit
8.1. Pujian baik terjadap mayyit dari sekelompok orang-orang muslim yang benar-benar, paling kurang dua orang di antara tetangga-tetangganya yang arif, shalih dan berilmu dapat menjadi penyebab masuknya mayit ke dalam surga.
8.2. Jika kematian seseorang bertetapan dengan gerhana matahari atau bulan, maka hal itu tidak menunjukkan sesuatu. Sedangkan anggapan bahwa hal itu merupakan tanda-tanda kemualian si mayit adalah khurafat jahiliyah yang bathil
9.1. Jika sudah meninggal, maka orang-orang yang ada di sekitarnya harus segera memandikannya.
9.2. Dalam memandikan mayit, harus diperhatikan hal-hal sebagai berikut :
9.2.1. Memandikan tiga kali atau lebih, sesuai dengan yang dibutuhkan
9.2.2. Memandikan dengan junlah ganjil
9.2.3. Mencampur sebagian dengan sidr, atau yang bisa menggantikan fungsinya seperti sabun
9.2.4. Mencampur mandi terakhir dengan wangi-wangian seperti kapur barus/kamper dan ini lebih afdhal. (terkecuali jika yang meninggal sedang melakukan ihram maka tidak boleh diberi wangi-wangian)
9.2.5. Ikatan rambut harus dibuka, lalu rambut dicuci dengan baik.
9.2.6. Menyisir rambut
9.2.7. Mengikat mejadi tiga bagian untuk rambut wanita, lalu mebentangkan ke belakangnya
9.2.8. Memulai memandikan dari bagian kanannya dan anggota wudhunya dan anggota wudhunya
9.2.9. Laki-laki dimandikan oleh laki-laki juga, dan wanita dimandikan oleh wanita juga. (Terkecuali bagi suami-istri, boleh saling memandikan, karena ada dalil sunnah yang memperkuat amalan ini)
9.2.10. Memandikan dengan potongan-potongan kain dalam keadaan terbuka dengan kain di atas tubuhnya setelah membuka semua pakaiannya
9.2.11. Yang memandikan mayit adalah orang yang lebih mengetahui cara penyelenggaraan mayat/jenazah sesuai dengan sunnah Nabi Shalallahu ‘alaihi wa sallam, lebih-lebih jika termasuk kerabat keluarga mayit.
9.3. Yang memandikan mayyit akan mendapatkan pahala yang besar jika memenuhi dua syarat berikut.
9.3.1. Menutupi kekurangan yang ia dapati dari mayit dan tidak menceritakan kepada orang lain
9.3.2. Ikhlas karena Allah semata dalam mejalankan urusan jenazah tanpa mengharapkan pamrih dan terima kasih serta tanpa tujuan-tujuan duniawi. Karena Allah tidak menerima amalan akhirat tanpa keikhlasan semata-mata kepada-Nya.
9.4. Dianjurkan bagi yang memandikan jenazah supaya mandi. (Tidak diwajibkan).
9.5 Tidak disyariatkan memandikan orang yang mati syahid di medan perang, meskipun ia gugur dalam keadaan junub.
10.1. Setelah selesai memandikan mayat, maka wajib dikafani.
10.2. Kain kafan serta biayanya diambil dari harta si mayit sendiri, meskipun hartanya sampai habis, tidak ada yang tertinggal lagi.
10.3. Seharusnya kain kafan menutupi semua anggota tubuhnya.
10.4. Jika seandainya kain kafan tidak mencukupi semua tubuhnya, maka diutamakan menutupi kepalanya sampai ke sebagian tubuhnya, adapun yang masih terbuka maka ditutupi dengan daun-daunan yang wangi. (Hal yang seperti ini jarang terjadi pada zaman kita sekarang ini, tetapi ini adalah hukum syar’i).
10.5. Jika kain kafan kurang, sementara jumlah mayat banyak, maka boleh mengkafani mereka secara massal dalam satu kafan, yaitu dengan cara mebagi-bagi jumlah tertentu di kalangan mereka dengan mendahulukan orang-orang yang lebih banyak mengetahui dan menghafal Al-Qur’an ke arah kiblat
10.6. Tidak boleh membuka pakaian orang yang mati syahid yang dipakainya sewaktu mati, ia dikuburkan dengan pakaian yang dipakai syahid.
10.7. Dianjurkan mengkafani orang yang mati syahid dengan selembar kain kafan atau lebih di atas pakaian yang sedang di pakai
10.8. Orang yang mati dalam keadaan berihram dikafani dengan kedua pakaian ihram yang sedang dipakainya
10.9. Hal-hal yang dianjurkan dalam pemakaian kain kafan :
10.9.1. Warna putih
10.9.2. Menyiapkan tiga lembar
10.9.3. Satu diantaranya bergaris-garis (Ini tidak bertentangan dengan bagian (a) karena dua hal : Pada umumnya kain putih bergaris-garis putih, Di antara ketiga lembar kafan tadi, satu yang bergaris-garis sedangkan yang lainnya putih
10.9.4. Memberikan wangi-wangian tiga kali.
10.10. Tidak boleh berfoya-foya dalam pemakain kain kafan, dan tidak boleh lebih dari tiga lembar, karena hal itu menyalahi cara kafan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, dan terlebih lagi perbuatan itu dianggap menyia-nyiakan harta
10.11. Dalam cara mengkafani tadi, mengkafani wanita sama caranya dengan mengkafani pria karena tidak adanya dalil yang menjelaskan perbedaan itu.
11. Membawa Jenazah Serta Mengantarnya
11.1. Wajib membawa jenazah dan mengantarnya, karena hal itu adalah hak seorang muslim yang mati terhadap kaum muslimin yang lain.
11.2. Mengikuti jenazah ada dua tahap :
11.2.1. Mengikuti dari keluarganya sampai dishalati
11.2.2. Mengikuti dari keluarganya sampai selesai penguburannya, dan inilah yang lebih utama
11.3. Mengikuti jenazah hanya dibolehkan bagi laki-laki, tidak dibolehkan bagi wanita, karena Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang wanita mengikuti jenazah.
11.4. Tidak dibolehkan mengikuti jenazah dengan cara-cara sambil menangis, begitu pula membawa wangi-wangian dan sebagainya. (Termasuk dalam kategori ini amalan orang awam sambil membaca : “Wahhiduul -Ilaaha” atau jenis dzikir-dzikir lainnya yang dibuat-buat.
11.5. Harus cepat-cepat dalam membawa jenazah dalam arti tidak berlari-lari.
11.6. Boleh berjalan di depan jenazah, di belakangnya (ini yang lebih afdhal), boleh juga di samping kanannya atau kirinya dengan posisi dekat dengan jenazah, kecuali yang berkendaraan maka mengikuti dari belakang. (Perlu diketahui bahwa berjalan lebih afdhal dari pada berkendaraan).
11.7. Boleh pulang berkendaraan setelah menguburkan mayat, tida makruh.
11.8. Adapun membawa jenazah di atas kereta khusus atau mobil ambulance, kemudian orang-orang yang mengantarnya juga memakai mobil, maka hal ini termasuk tidak disyari’atkan, karena ini adalah kebiasaan orang-orang kafir, serta menghilangkan nilai-nilai yang terkandung dalam pengantaran jenazah yaitu mengingat-ingat akhirat, lebih-lebih lagi karena hal itu menjadi penyebab terkuat berkurangnya pengantar jenazah dan hilang kesempatan orang-orang yang ingin mendapatkan pahala. (Kecuali dalam keadaan darurat maka boleh memakai mobil).
11.9. Berdiri untuk menghormati jenazah hukumnya mansukh (dihapuskan), oleh karena itu tidak boleh lagi diamalkan.
11.10. Dianjurkan bagi yang membawa jenazah supaya berwudhu, tapi ini tidak wajib.
12. Beberapa Praktek Bid’ah Dalam Pemakaman dan Pengiringannya
12.1 Menyembelih kerbau sesampainya jenazah di kuburan sebelum pemakamannya dan kemudian membagikannya kepada semua orang yang mengiringinya. (Al-Ibdaa, hal. 114)
12.2. Meletakkan darah hewan yang disembelih saat keluarnya jenazah dari rumah di kuburan
12.3. Mengumandangkan dzikir di sekitar tempat pembaringan mayit sebelum pemakamannya.
12.4. Mengumandangkan adzan saat memasukkan mayit di kuburan. (Haasyiyatu Ibni Abidin I/837)
12.5. Menurunkan mayit ke dalam kuburan dari arah kepala.(Rujuk kembali masalah ke-103)
12.6. Menaruh sedikit tanah Al-Husain ke mayit saat menurunkannya ke dalam kuburan, karena tanah tersebut akan memberi rasa aman dari segala yang menakutkan.[1]
12.7. Meletakkan pasir di bawah mayit bukan karena suatu keperluan yang mendesak. (Al-Madkhal III/261)
12.8. Meletakkan bantal atau yang semisalnya di bawah kepala mayit di dalam kuburnya. (Al-Madkhal III/260)
12.9. Memercikkan air ke mayit di dalam kuburnya.(Al-Madkhal III/262 dan II/222)
12.10. Menaburkan tanah denan punggung telapak tangan seraya mengucapkan : Inna Lillahi wa Innaa Ilaihi Raaji’un.[2]
12.11. Membaca ayat : “Minhaa khalaqnaakum” pada taburan pertama, lalu ayat : “Wa fiihaa Nu’iidukum” pada taburan kedua, dan ayat : “Wa minhaa Nukhrijukum taaratan ukhra” pada taburan ketiga. (Rujuk kembali masalah ke-105)
12.12. Ucapan pada taburan pertama : “Bismillah”, pada taburan kedua : “Al-Mulku lillahi”, pada taburan ketiga : “Al-Qudratu lillahi”, pada taburan keempat : “Al-izzatu lillahi”, pada taburan kelima : “Al-Afwu wa al-Ghufraanu lillahi”, pada taburan keenam : “Ar-Rahmatu lillah”, dan kemudian pada taburan ketujuh membaca firman Allah Ta’ala : “ Kullu man ‘alaihaa faan”, dan membaca pada firmanNya :”Minhaa khalanaakum”.
12.13. Membaca tujuh surat, yaitu : Al-Faatihah, Al-Falaq, An-Naas, Al-Ikhlaas, (Idzaa jaa’a nashrullaahi) juga (ulyaa ayyuhal kaafiruun), serta (Innaa anzalnaahu). Dan juga do’a berikut ini : Ya Allah, sesungguhnya aku memohon kepada-Mu dengan menyebut nama-Mu yang agung, aku juga memohon kepada-Mu yang merupakan pilar penegak agama, dan aku memohon kepada-Mu.. Juga memohon kepada-Mu… Serta memohon kepada-Mu…Dan aku memohon kepada-Mu dengan menyebut nama-Mu, yang jika Engkau diminta dengannya, niscaya Engkau pasti akan memberikan, dan jika dipanjatkan do’a kepada-Mu dengan menyebutnya, pasti Engkau akan mengabulkannya, wahai Rabb Jibril, Mika’il, Israfil, dan Uzra’il… sampai akhir : Semuanya ini dibaca saat pemakaman jenazah.[3]
12.14. Membaca Al-Fatihah di kepala mayit dan juga pembukaan surat Al-Baqarah di bagian kedua kakinya.[4]
12.15. Membaca Al-Qur’an pada saat menaburkan tanah ke mayit. (Al-Madkhal III/262-263)
12.16. Mentalqin orang yang sudah meninggal dunia.[5]
12.17. Memasang dua buah batu di atas kuburan wanita.(Nailul Authaar IV/73 karya Asy-Syaukani)
12.18. Membaca sya’ir duka cita di kuburan setelah selesai pemakaman. (Al-Ibdaa, hal. 124-125)
12.19. Memindahkan mayit sebelum atau sesudah pemakaman ke tempat-tempat yang dinilai mulia.[6]
12.20. Berdiam di sisi mayit seusai pemakamannya, baik di rumah, atau di pekuburan, atau di dekatnya. (Al-Madkhal III/278)
12.21. Penolakan mereka untuk memasuki rumah jika kembali dari pemakaman sehingga menyuci bagian-bagian yang bersentuhan dengan mayit. (Al-Madkhal III/276)
12.22. Meletakkan makanan dan minuman di atas kuburan supaya orang-orang mengambilnya.
12.23. Bersedekah di kuburan.[7]
12.24. Menyiramkan air di atas kuburan di bagian kepalanya, dilanjutkan dengan mengitari kuburan, setelah itu air yang masih tersisa di siramkan kembali ke bagian tengah kuburan.[8]
[Disalin dari kitab Ahkamul Janaaiz wa Bida’uha, Edisi Indonesia Hukum Dan Tata Cara Mengurus Jenazah Menurut Al-Qur’an dan Sunnah, Penulis Syaikh Muhammad Nashiruddin Al-Albani, Penerjemah M.Abdul Ghoffar EM, Penerbit Puskata Imam Asy-Syafi’i]
Footnote
[1] Demikianlah yang diklaim di dalam kitabMiftaah Al-Karaamah I/497
[2] Ini adalah madzhab Imamiyah, sebagaimana yang disebutkan di dalam kitab Miftah Al-Karaamah I/499. Seakan-akan mereka melakukan hal seperti itu dalam rangka menyalahi apa yang dilakukan oleh Ahlus Sunnah yang menaburkan tanah, sebagaimana Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah menaburkan tanah dengan kedua telapak tangan (bukan punggungnya). Silakan rujuk kembali masalah ke-103.
[3] Hal tersebut dan juga yang sebelumnya dianjurkan dibaca, seperti di dalam kitab Syarhu Asy-Syir’ah, hal. 568. Dan diantara yang menunjukkan pembuatan hal tersebut adalah bahwa di dalamnya disebutkan nama Uzra’il, dan hal itu tidak mempunyai dasar sama sekali di dalam Sunnah, sebagaimana yang telah diperingatkan sebelumnya.
[4] Hal tersebut diriwayatkan dalam hadits yang bersumber dari Ibnu Umar secara marfu, tetapi dinilai dha’if oleh Al-Haitsami III/45. Dan diriwayatkan puladarinya secara mauquf dengan status dhaif, sebagaimana yang telah disebutkan sebelumnya pada masalah k-122
[5] As-Sunnan, hal.67 Subulus Salaam karya Ash-Shan’ani. Dan lihat juga masalah ke 106
[6] Ini merupakan madzhab Imamiyyah, sebagaimana yang disebutkan di dalam kitab Miftaahu Al-Karaamah I/507 dan 500
[7] Al-Iqtidhaa Ash-Shiraath, hal. 183 dan Kasyfu Al-Qinaa II/134
[8] Ini merupakan madzhab Imamiyyah, sebagaimana yang disebutkan di dalam kitab Miftaahu Al-Karaamah I/507 dan 500
13. Hukum Berdoa Bersama Untuk Mayat Setelah Pemakaman
Pertanyaan
Di Negara kami, orang-orang mengundang Imam Masjid untuk mendoakan orang yang meninggal dunia dari kerabat mereka di kuburannya. Dan saya mempunyai lima pertanyaan:
1. Apakah Allah akan menerima doa untuk mayat (di kuburan) dari siapapun selain dari anaknya yang saleh (seperti yang disebutkan dalam hadits)
2. Apakah Allah menerima doa putri salehah untuk orang tuanya yang telah meninggal dunia?
Apakah doa jama’i semacam ini termasuk bid’ah?
3. Membayar Imam sebagai imbalan atas doa, seperti sesuatu (diganti dengan) sesuatu lainnya. Apakah hal itu tidak termasuk suatu kesalahan?
4. Sebagian kerabat membenarkan masalah itu dengan mengatakan, bahwa pemasukan Imam secara materi sedikit sekali, dan mereka membutuhkan tambahan pemasukan agar dapat memelihara keluarganya.
5. Apakah alasan ini dapat dibenarkan? Terima kasih
Jawaban
Alhamdulillah.
Pertama : Berdoa untuk mayat setelah diuburkan itu dianjurkan. Baik dilakukan oleh anak laki-laki atau orang lain. Berdasarkan hadits Utsman bin Affan Radhiallahu anhu, dia berkata,
“Biasanya Nabi sallallahu’a’laihi wa sallam ketika selesai menguburkan mayat, beliau berdiri dan mengatakan,
اسْتَغْفِرُوا لأَخِيكُمْ وَسَلُوا لَهُ التَّثْبِيتَ فَإِنَّهُ الآنَ يُسْأَلُ (رواه أبو داود (3221) , وصححه الألباني في أحكام الجنائز ص 19
“Mohonkan ampunan untuk saudara kalian. Dan mintakan baginya keteguhan, karena dia sekarang ditanya.” [HR. Abu Daud, 3221 dinyatakan shahih oleh Al-Albany dalam Ahkamu Al-janaiz, hal. 198]
Maka dianjurkan bagi setiap muslim yang menghadiri pemakaman untuk mendoakan mayat.
Kedua : Doa anak wanita yang salehah untuk orang tuanya termasuk dalam sabda Nabi sallallahu alaihi wa sallam:
“Ketika seseorang telah meninggal dunia, maka amalannya terputus kecuali tiga hal; Shadaqah jariyah atau ilmu yang bermanfaat atau anak saleh yang mendoakannya.” [HR. Muslim, 1631, dari hadits Abu Hurairah radhiallahu’anhu.]
Karena kata ‘Walad’ dalam bahasa Arab mencakup (anak) laki-laki dan perempuan. Sebagaimana dalam firman Allah Ta’ala:
يوصيكم الله في أولادكم للذكر مثل حظ الأنثيين (سورة النساء: 11)
“Allah mensyari’atkan bagimu tentang (pembagian pusaka untuk) anak-anakmu. Yaitu : bahagian seorang anak lelaki sama dengan bagahian dua orang anak perempuan.” [An-Nisaa/4: 11]
Ketiga : Doa jama’i (bersama-sama) setelah penguburan, kalau hal itu kadang-kadang dilakukan dan tidak dijadikan sunah selalu, atau mereka bersepakat agar salah satu di antara mereka berdoa dan yang lainnya mengamininya, sebagian ulama membolehkannya.
Namun jika mereka menjadikan metode semacam ini terus menerus dilakukan setiap kali mengantarkan jenazah atau menziarahi mayat atau mengkhususkan waktu tertentu untuk berkumpul atau mereka berdoa dengan satu suara. Maka hal ini termasuk bid’ah yang diada-adakan.
Syekh Ibnu Baz rahimahullah ditanya, “Saya melihat sebagian orang berdiri di sisi kuburan setelah pemakaman mayat dan mereka mendoakan untuknya. Apakah hal ini dibolehkan, apakah ada doa yang dianjurkan dibaca setelah selesai pemakaman? Apakah dianggap doa jama’i seperti seseorang berdoa sementara yang lainnya mengamini atas doanya. Atau masing-masing orang berdoa (untuk mayat)? Tolong dijelaskan kepada kami, terima kasih.”
Beliau menjawab, “Telah ada dalam ketetapan sunnah dari Rasulullah sallallahu alaihi wa sallam anjuran berdoa untuk mayat setelah dikuburkan. Dahulu Nabi sallallahu’alaihi wa sallam ketika selesai pemakaman mayat berdiri dan mengatakan, “Minta ampunkan untuk saudara anda semua. Dan mohonlah kepada Allah keteguhan baginya, karena dia sekarang ditanya.” Tidak mengapa seseorang berdoa sementara lainnya mengamininya. Atau masing-masing orang berdoa untuk mayat. Wallahu waliyyut taufiq.” (Fatawa Syekh Ibnu Baz, 13/204)
Beliau Syekh Ibnu Baz juga ditanya, ”Apa hukumnya berdoa secara jama’i (bersama-sama) di kuburan?”
Beliau menjawab, “Tidak mengapa, kalau salah seorang berdoa sementara lainnya mengamini, hal itu tidak mengapa, jika hal itu tidak direncanakan, akan tetapi ada sebagian mereka mendengarkan orang berdoa, lalu mereka mengamininya. Hal itu tidak dinamakan jama’i karena hal itu tidak direncanakan.” (Fatawa Syekh Ibn Baz, 13/340)
Keempat : Tidak dianjurkan membayar imam sebagai imbalan doa untuk mayat. Dan tidak merupakan sesuatu yang disunahkan memperpanjang berdiri di kuburan. Kebaikan apa yang didapatkan dari doa yang disewakan.
Kelima : Seyogyanya membantu para imam yang fakir dari zakat dan shodaqah, tidak dibolehkan membantu mereka untuk melakukan bid’ah yang diada-adakan.
Wallahua’lam.
Disalin dari islamqa
14.1. Menshalati mayat muslim hukumnya fardhu kifayah
14.2. Yang tidak wajib hukumnya dishalati (tapi boleh) :
14.2.1. Anak yang belum baligh [Boleh dishalati meskipun lahir karena keguguran, yaitu yang gugur dari kandungan ibunya sebelum sempurna umur kandungan. Ini jika umurnya dalam kandungan ibunya sampai empat bulan. Jika gugur sebelum empat bulan maka ia tidak dishalati].
14.2.2. Orang yang mati syahid
14.3. Disyariatkan menshalati :
14.3.1. Orang yang meninggal karena dibunuh dalam pelaksaanaan huhud hukum Allah
14.3.2. Orang yang berbuat dosa dan melakukan hal-hal yang haram. Orang ahlul ilmi dan ahlul diin tidak menshalati supaya menjadi pelajaran bagi orang-orang yang seperti itu
14.3.3. Orang yang berutang yang tidak meninggalkan harta yang bisa menutupi utang-utangnya, maka orang yang seperti ini dihsalati
14.3.4. Orang yang dikuburkan sebelum dishalati (atau sebagian orang sudah menshalati sementara yang lainnya belum menshalati) maka mereka boleh menshalati di kuburnya.
14.3.5. Orang yang mati di suatu tempat dimana tidak ada seorangpun yang menshalati di sana, maka sekelompok kaum muslimin menshalatinya dengan shalat gaib. [Karena tidak semua yang meninggal dishalati dengan shalat gaib]
14.4. Diharamkan menshalati, memohonkan ampunan dan rahmat untuk orang-orang kafir dan orang-orang munafik [mereka bisa diketahui dari sikap mereka memperolok-olokkan serta memusuhi hukum dan syari’at Islam, dengan ciri-ciri yang lain].
14.5. Berjamaah dalam shalat jenazah hukumnya wajib, seperti halnya dengan shalat-shalat wajib yang lainnya. Jika merek shalat jenazah satu persatu/sendiri-sendiri maka kewajiban shalat jenazah sudah terpenuhi, tetapi mereka berdosa karena meninggalkan jama’ah, wallahu ‘alam.
14.6. Jumlah minimal jemaah yang tersebutkan dalam pelaksanaan shalat jenazah adalah tiga orang.
14.7. Lebih banyak jumlah jemaah lebih afdhal bagi mayit.
14.8. Disukai membuat shaf/baris di belakang imam tiga shaf ke atas.
14.9. Jika yang shalat dengan imam hanya satu orang, maka orang itu tidak berdiri pas di samping imam sejajar seperti halnya dalam shalat-shalat lain, tapi ia berdiri di belakang imam. [Dari sini anda mengetahui kesalahan banyak orang bahkan orang-orang terpelajar yaitu dalam shalat-shalat biasa lainnya jika hanya berdua maka yang ma’mum mundur sedikit dari posisi yang sejajar imam].
14.10. Pemimpin umat atau wakilnya lebih berhak menjadi imam dalam shalat, jika keduanya tidak ada maka yang lebih pantas mengimami adalah yang lebih baik bacaan/hafalan Qur’an-nya, kemudian yang selanjutnya tersebutkan dalam sunnah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam.
14.11. Jika kebetulkan banyak sekali jenazah terdiri dari jenazah laki-laki dan jenazah wanita, maka mereka dishalati sekali shalat. Jenazah laki-laki (meskipun masih anak-anak) diletakkan lebih dekat dengan imam, sedangkan jenazah wanita di arah kiblat.
14.12. Boleh juga dishalati satu persatu, karena ini adalah hukum asalnya.
14.13. Lebih afdhal jika shalat jenazah di luar masjid, yaitu di suatu tempat yang disiapkan untuk shalat jenazah, dan boleh juga di masjid karena semuanya ini pernah diamalkan oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam.
14.14. Tidak boleh shalat jenazah di antara pekuburan
14.15. Imam berdiri di posisi kepala mayat laki-laki dan di posisi pertengahan mayat wanita.
14.16. Bertakbir 4 kali inilah yang paling kuat atau 5 sampai 9 kali, semua ini sah dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Lebih utama jika diragamkan, kadang-kadang mengamalkan yang satu dan kadang-kadang mengamalkan yang lain.
14.17. Disyariatkan mengangkat kedua tangan pada takbir yang pertama saja.
14.18. Lalu melatakkan tangan kanan di atas tangan kiri lalu menempelkan di dada.
14.19. Setelah takbir yang pertama membaca surah Al-Fatihah dan satu surah. (Disini tidak ada penjelasan yang menyebutkan adanya do’a istiftaah)
14.20. Bacaan dalam shalat jenazah sifatnya sir (pelan).
14.21. Lalu takbir yang kedua kemudian membaca shalawat kepada Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam.
14.22. Lalu bertakbir untuk takbir selanjutnya, dan mengikhlaskan doa untuk mayyit.
14.23. Berdoa dengan doa yang sah dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, seperti :
اللَّهُمَّ عَبْدُكَ وَابْنَ أَمَتِكَ اختَاجَ إِلَى رَحْمَتِكَ، وَاَنْتَ غَنِيٌّ عَنْ عَذَابِهِ إِنْ كَانَ مُحْسِنًا فَزِدْ فِى حَسَنَاتِهِ، وَإِنْ كَانَ سَيِّئًا فَتَجَاوَزْ عَنْ سَيِّئَاتِهِ
“Ya Allah, ini adalah hamba-Mu, anak hamba-Mu, ia memerlukan rahmat-Mu, Engkau berkuasa untuk tidak menyiksanya, jika ia baik maka tambahlah kebaikannya, jika ia jahat maka maafkanlah kejahatannya“
14.24. Berdoa antara takbir yang terakhir dengan salam disyariatkan.
14.25. Kemudian salam dua kali seperti halnya pada shalat wajib yang lain, yang pertama ke kanan dan yang kedua ke kiri, boleh juga salam hanya satu kali, karena kedua cara ini tersebutkan dalam sunnah.
14.26. Menurut sunnah salam pada shalat jenazah dengan cara sir (pelan), bagi imam dan orang-orang yang ikut di belalakangnya.
14.27. Tidak boleh shalat pada waktu-waktu terlarang, kecuali karena darurat. (waktu-waktu terlarang ; saat terbitnya matahari, tatkala matahari pas dipertengahan dan tatkala terbenam)
15.1. Wajib menguburkan mayyit, meskipun kafir.
15.2. Tidak boleh menguburkan seorang muslim dengan seorang kafir, begitu pula sebaliknya, harus dipekuburan masing-masing.
15.3. Menurut sunnah Rasul, menguburkan di tempat penguburan, kecuali orang-orang yang mati syahid mereka dikuburkan di lokasi mereka gugur tidak dipindahkan ke penguburan. [Hal ini memuat bantahan terhadap sebagian orang yang mewasiatkan supaya dikuburkan di masjid atau di makam khusus atau di tempat lainnya yang sebenarnya tidak boleh di dalam syariat Allah Subhanahu wa Ta’ala]
15.4. Tidak boleh menguburkan pada waktu-waktu terlarang atau pada waktu malam, kecuali karena dalam keadaan darurat, meskipun dengan cara memakai lampu dan turun di lubang kubur untuk memudahkan pelaksanaan penguburan.
15.5. Wajib memperdalam lubang kubur, memperluas serta memperbaiki.
15.6. Penataan kubur tempat mayat ada dua cara yang dibolehkan :
15.6.1. Lahad : yaitu melubangi liang kubur ke arah kiblat (ini yang afdhal).
15.6.2. Syaq : Melubangi ke bawah di pertengahan liang kubur.
15.7. Dalam kondisi darurat boleh menguburkan dalam satu lubang dua mayat atau lebih, dan yang lebih didahulukan adalah yang lebih afdhal di antara mereka.
15.8. Yang menurunkan mayat adalah kaum laki-laki (mekipun mayatnya perempuan).
15.9. Para wali-wali si mayyit lebih berhak menurunkannya.
15.10. Boleh seorang suami mengerjakan sendiri penguburan istrinya.
15.11. Dipersyaratkan bagi yang menguburkan wanita ; yang semalam itu tidak menyetubuhi isterinya.
15.12. Menurut sunnah : memasukkan mayat dari arah belakang liang kubur.
15.13. Meletakkan mayat di atas sebelah kanannya, wajahnya menghadap kiblat, kepala dan kedua kakinya melentang ke kanan dan kekiri kiblat.
15.14. Orang yang meletakkan mayat di kubur membaca : “bismillahi wa’alaa sunnati rasuulillahi shallallahu ‘alaihi wa sallama” -‘(Aku meletakkannya) dengan nama Allah dan menurut sunnah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam” atau : “bismillahi wa ‘alaa millati rasulillahi shallallahu ‘alaihi wa sallama” – “(Aku meletakkan) dengan nama Allah dan menurut millah (agama) Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam”.
15.15. Setelah menimbun kubur disunnahkan hal-hal berikut :
15.15.1. Meninggikan kubur sekitar sejengkal dari permukaan tanah, tida diratakan, supaya dapat dikenal dan dipelihara serta tidak dihinakan.
15.15.2. Meninggikan hanya dengan batas yang tersebut tadi.
15.15.3. Memberi tanda dengan batu atau selain batu supaya dikenali.
15.15.4. Berdiri di kubur sambil mendoakan dan memerintahkan kepada yang hadir supaya mendoakan dan memohonkan ampunan juga. (Inilah yang tersebutkan di dalam sunnah Rasul Shallallahu ‘alaihi wa sallam, adapun talqin yang banyak dilakukan oleh orang-orang awam pada zaman ini maka hal itu tidak ada dalil landasannya di dalam sunnah).
15.16. Boleh duduk saat pemakaman dengan maksud memberi peringatan orang-orang yang hadir akan kematian serta alam setelah kematian. [Hadits Al-Barra bin ‘Aazib]
15.17. Menggali kuburan sebagai persiapan sebelum mati, yang dilakukan oleh sebagian orang adalah perbuatan yang tidak dianjurkan dalam syari’at, karena Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak pernah melakukan hal itu, para sahabat beliaupun tidak melakukannya. Seorang hamba tidak mengetahui di mana ia akan mati. Jika ia melakukan hal itu dengan dalih supaya bersiap-siap mati atau untuk mengingat kematian maka itu dapat dilakukan dengan cara memperbanyak amalan shaleh, berziarah ke kubur, bukan dengan cara melakukan hal-hal yang hanya dibikin-bikin oleh orang
16.1. Disyariatkan bertakziyah pada keluarga mayyit, yaitu menganjurkan supaya mereka bersabar, mengharapkan pahala serta mendo’akan mayyit.
16.2. Bertakziyah dengan menyenangkan mereka serta meringankan kesedihan mereka, membuat mereka redla dan sabar sesuai dengan yang teriwayatkan dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam. [Seperti : “Sesungguhnya milik Allah apa yang Dia ambil, milik Allah apa yang Dia berikan, segalanya sudah ditentukan di sisi Allah bersifat sementara, maka hendaklah bersabar dan mengharapkan sepenuhnya kepada Allah”]. Ini dibaca jika ia masih ingat yang sah dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, jika lupa maka cukup dengan kata-kata yang baik dan bisa membawa kepada tujuan takziyah dengan cara yang tidak menyalahi syari’at.
16.3. Takziyah tidak dibatasi tiga hari, kapan sempat saat itupun dapat dilakukan.
16.4. Harus menghindari dua hal berikut ini, meskipun sudah dilakukan secara turun-temurun oleh banyak orang :
16.4.1. Berkumpul untuk bertakziyah pada suatu tempat khusus, seperti rumah, kuburan atau masjid.
16.4.2. Keluarga mayyit sengaja menyiapkan makanan untuk orang-orang yang datang bertakziyah. (Seperti pada hari ketiga, ketujuh, keempat puluh atau waktu yang lain yang sama sekali tidak ada landasannya di dalam syari’at).
16.5. Yang ada di dalam sunnah : Para kerabat mayyit dan tetangganya membuatkan makanan untuk keluarga mayyit supaya mereka kenyang.
16.6. Disukai mengusap kepala anak yatim, memuliakan serta berlemah lembut kepadanya.
17. Yang Bermanfaat Bagi Mayit
17.1. Do’a orang muslim untuknya.
17.2. Wali mayyit mengqadla/menutupi puasa nadzar mayyit.
17.3. Utang mayyit dibayar oleh seseorang, walinya atau selain walinya.
17.4. Amalan shaleh dari anak shaleh dari sang mayyit, karena Ayahnya mendapat pahala seperti phala anaknya tanpa mengurangi pahal si anakl sedikitpun.
17.5. Semua peninggalan baik sang mayyit, begitu pula amal jariyah.
18.1. Disyariatkan berziarah ke kubur untuk mengambil pelajaran serta mengingat akhirat, dengan syarat tidak melakukan hal-hal yang mengundang murka Allah Subhanahu wa Ta’ala, seperti berdo’a (meminta) kepada mayit, meminta pertolongan dengan perantaraan mayyit (bukan langsung kepada Allah), berlebih-lebihan di dalam memuji mayyit (takziyah), serta memastikan bahwa dia masuk surga. (Seperti : ” Syahid fulan ….” ini merupakan yang dilarang. Seperti yang di babkan oleh Imam Al-Bukhari dalam kitab ” Shahih” nya, Bab Tidak boleh berkata : Si Fulan Syahid, lihat Fathul Baariy 6/89)
18.2. Wanita dalam hal berziarah kubur sama dengan pria dianjurkan ziarah, dengan syarat menghindari ikhtilaath (bercampur baur dengan laki-laki), meratap, tabarruj (memperlihatkan aurat/perhiasan), dan semua jenis kemungkaran yang memenuhi kuburan pada zaman ini.
18.3. Tapi tidak boleh bagi wanita benyak berziarah kubur, karena hal ini bisa menjadi penyebab terjadinya pelanggaran-pelanggaran yang disebutkan tadi.
18.4. Boleh berziarah ke kubur orang yang mati di luar Islam untuk sekedar mengambil pelajaran.
18.5. Tujuan berziarah ke kubur ada dua :
18.5.1. Manfaat bagi yang berziarah, yaitu untuk mengingat mati dan mengenang orang-orang yang sudah mati, bahwa tempat kembali mereka hanya ada dua kemungkinan, yaitu surga atau neraka, hal ini berlaku bagi semua orang.
18.5.2. Memberi manfaat bagi mayyit dan berbuat baik kepada mereka dengan cara memberi salam kepada mereka, mendo’akan serta memohonkan ampunan, ini berlaku hanya bagi orang muslim. (Tidak disyariatkan membaca surat Al-Fatihah atau surah lainnya di kuburan, bahkan yang sah sunnah adalah membaca doa-doa yang sah dari nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam seperti bacaan : “As-salaamu ‘ala ahli ad-diaari minalmu’miniina wal muslimiina, wayarhamu al-llahu al-muqaddiminna minnaa walmuta’akhirinna wa-innaa insyaa al-llahu bikum la-ahiquna” Artinya ” Keselamatan atas kalian para enghuni di tempat ini di antara orang-orang mukmin dan orang-orang muslim, semoga Allah merahmati orang-orang yang mendahului si antara kita dan orang-orang datang kemudian, dan sesungguhnya kami pasti akan menyusul kalian insya Allah”
18.6. Boleh mengangkat kedua tangan saat berdoa untuk mayyit pada saat berziarah kubur karena hal ini sah dalam sunnah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, hal ini dilakukan tidak menghadap ke kubur tapi menghadap ke kiblat saat berdoa
18.7. Jika berziarah ke kubur orang kafir tidak boleh salam kepadanya tidak juga mendo’akan, bahkan memberinya berita siksa akan neraka.
18.8. Tidak berjalan di antara kuburan muslim dengan alas kaki, tapi dibuka.
18.9. Tidak disyariatkan menaruh wangi-wangian dan kembang di atas kubur, karena hal ini tida ada dasar amalannya dari ulama salaf terdahulu, andaikan hal ini baik niscaya mereka lebih dahulu melaksanakannya dari pada kita. [Begitu juga menancapkan pelepah kurma di atas kubur, pengamalan yang ada dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam tentang hal itu merupakan kekhususan bagi Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam sebagaimana yang dijelaskan oleh banyak ulama]
18.10. Saat di kubur, haram melakukan hal-hal berikut ini :
18.10.1. Menyembelih.
18.10.2. Meninggikan kuburan melebihi kadar tanah yang ada seperti yang telah dijelaskan.
18.10.3. Mencat kuburan.
18.10.4. Membangung di atasnya.
18.10.5. Duduk diatasnya.
18.10.6. Shalat menghadap kubur.
18.10.7. Shalat si kubur meskipun tidak menghadap kubur.
18.10.8. Membangun masjid di atas kubur.
18.10.9. Menyalakan lampu diatasnya.
18.10.10. Menghancurkan tulang mayat orang muslim. [Adapun mayat orang kafir maka boleh, karena tida ada nilai kehormatan untuknya]
18.10.11. Menggali kuburan orang Islam, kecuali jika ada sebab yang dibolehkan oleh syari’at.
18.11. Boleh menggali kubur orang-orang kafir, karena tidak ada nilai kehormatan baginya
19. Beberapa Kesalahan yang Bertentangan Dengan Syari’at
Banyak orang awam, terlebih lagi yang membesar-besarkan para Syaikh, melakukan banyak kesalahan yang bertentangan dengan syari’at, khususnya yang menyangkut jenazah dan hukum-hukum pelaksanaannya (sebagian sudah disebutkan). Mereka menyangka hal itu bersumber dari agama Islam, padahal tidak, karena bertentangan dengan sunnah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam atau karena memang tidak ada dalilnya atau karena berasal dari adat kebiasaan orang-orang kafir, atau tidak sah dalilnya, yang mana semua sebab tadi tidak samar bagi orang yang menuntut ilmu dan konsekwen, diantaranya :
19.1. Membaca surah (Yaa Siin) untuk orang yang sakaratul maut
19.2. Menghadapkan orang yang sakaratul maut ke kiblat
19.3. Memasukkan kapas di pantat mayyit, tenggorokan serta hidungnya
19.4. Keluarga mayyit tidak makan sampai mereka selesai menguburkan
19.5. Mereka memanjangkan jenggot sebagai tanda sedih terhadap mayyit, kemudian dicukur lagi
19.6. Mengumumkan berita kematian lewat menara-menara
19.7. Mereka membaca saat seorang memberitakan kematian : Al-Fatihah ‘ala ruuh….
19.8. Yang memandikan mayat membaca bacaan tertentu saat membasuh setiap anggota tubuh mayat
19.9. Mengeraskan dzikir saat memandikan mayat atau saat mengantar jenazah
19.10. Menghias jenazah
19.11. Meletakkan selendang di atas keranda
19.12. Keyakinan bahwa jika mayat baik maka jenazahnya ringan dibawa, sebaliknya jika jahat maka jenazahnya berat
19.13. Pelan-pelan dalam membawa jenazah
19.14. Mengangkat suara saat menghadiri jenazah, atau sibuk bercanda dengan orang lain
19.15. Memuji-muji jenazah saat menghadirinya di masjid sebelum di shalati atau sesudahnya, begitu pula sebelum dan menjelang pemakaman
19.16. Kebiasaan membawa jenazah dengan memakai mobil, serta mengantar dengan memakai mobil
19.17. Shalat ghaib, padahal sudah diketahui bahwa sudah dishalati di tempat meninggalnya
19.18. Imam berdiri lurus pada posisi tengah mayat laki-laki, atau posisi lurus dengan dada mayat wanita
19.19. Setelah shalat jenazah , ada yang bertanya dengan suara yang keras : “Bagaimana kesaksian kalian terhadap si mayyit ini ?” Lalu para hadirin menjawab : “Dia adalah orang shaleh”.
19.20. Sengaja memasukkan mayyit dari arah liang kubur
19.21. Menyebar pasir di bawah mayat tanpa ada alasan daurat
19.22. Memercikkan bantal untuk mayyit atau jenis lain di bawah kepalanya di dalam liang kubur
19.23. Memakaikan air kembang ke mayat di dalam kuburnya
19.24. Talqin dengan kata-kata : “Wahai fulan …..” jika datang kepadamu dua malaikat …. dst
19.25. Takziyah di kuburan, dengan cara berdiri berbaris-baris
19.26. Berkumpul pada suatu tempat untuk bertakziyah
19.27. Membatasi takziyah dengan tiga hari
19.28. Bertakziyah dengan kata-kata : “Semoga Allah memperbanyak pahalamu” sebagai prasangka bahwa cara itu yang ada sunnahnya, padahal itu tidak ada dalam sunnah Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam
19.29. Penyiapan hidangan makanan dari keluarga mayit di beberapa hari tertentu
19.30. Membuat makanan tertentu atau membelinya pada hari ke tujuh
19.31. Keluar pagi-pagi menuju ke mayit yang telah mereka kuburkan kemarin, bersama kerabat keluarga dan teman-teman
19.32. Merayakan pujian untuk mayit pada malam ke empat puluh, atau setahun setelah meninggal. [Abdur Razzaq Naufal dalam kitabnya Al-Hayaat Al-Ukhraa hal. 156 berkata : “Sesungguhnya peringatan ke empat puluh ini berasal dari adat raja-raja Fir’aun, sebab mereka sibuk dengan pengawetan mayat, persiapan serta perjalanan ke kuburan selama empat puluh hari, lalu setelah itu mereka menjadikan perayaan pemakaman]
19.33. Menggali kubur sebelum wafat sebagai tanda kesiapan mati
19.34. Mengkhususkan ziarah kubur pada hari Idul Fitri
19.35. Mengkhususkan ziarah kubur pada hari Senin dan Kamis
19.36. Membaca Al-Fatihah atau Yaa Siin di kuburan
19.37. Mengirim salam kepada para nabi melalui mayat yang di ziarahi di kuburan
19.38. Menghadiahkan pahala ibadah seperti shalat dan bacaan Al-Qur’an kepada orang-orang muslim yang sudah mati
19.39. Menghadiahkan pahala amalan-amalan kepada Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam
19.40. Memberikan gaji kepada orang yang membaca Al-Qur’an dan menghadiahkannya untuk mayyit
19.41. Pendapat mereka : Bahwa do’a di sekitar kubur para nabi dan orang-orang shalih mustajab (dikabulkan)
19.42. Menghiasi kubur
19.43. Bergantung di kubur nabi dan menciumnya
19.44. Bertawaf (berkeliling) di kubur para nabi dan orang-orang shalih. [Sebagaimana yang dilakukan orang-orang jahil di sebagian negara Islam seperti : Mesir, sayang sekali mereka menemukan orang yang memfatwakan kepada mereka bolehnya hal itu, yaitu dari kesesatan para syaikh-syaikh bid’ah]
19.45. Meminta pertolongan dari mayyit, atau meminta doanya
19.46. Mempertinggi dan membangun kubur
19.47. Menulis nama mayyit serta tanggal wafatnya di atas kubur
19.48. Menguburkan mayyit di masjid, atau membangun masjid di atas kubur
19.49. Sengaja bepergian jauh untuk berziarah ke kubur para nabi
19.50. Mengirim tulisan yang berisi permohonan hajat kepada nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam saat berziarah
19.51. Anggapan mereka : “Bahwa tidak ada perbedaan antara semasa hidup dan sesudah mati nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam menyaksikan ummatnya, serta mengetahui keadaan dan urusan mereka.
Demikianlah yang dapat saya ikhtisarkan tentang hukum jenazah di dalam fiqh Islami, Alhamdulillah atas petunjuk-Nya
[Disalin dari kitab Muhtasar Kitab Ahkaamul Janaaiz wa Bid’ihaa, karya Syaikh Muhammad Nashiruddin Al-Albani, diringkas oleh Syaikh Ali Hasan Ali Abdul Hamid dan diterjemahkan oleh Muhammad Dahri Komaruddin]
Referensi : https://almanhaj.or.id/438-ringkasan-cara-pelaksanaan-jenazah.html