Definisi Pernikahan dan Hukumnya di dalam Islam
Kata pernikahan berasal dari bahasa Arab, yaitu ‘An-nikah’ yang memiliki beberapa makna. Menurut bahasa, kata “nikah” berarti berkumpul, bersatu, dan berhubungan. Sedangkan menurut istilah fikih sebagaimana yang tertera di dalam kitab-kitab fikih-fikih mazhab Syafi’i, pernikahan adalah “akad yang membolehkan hubungan seksual dengan lafaz nikah, tazwij, atau lafadz lain dengan makna serupa”.
Sedangkan hukum pernikahan, maka itu tergantung berdasarkan kondisi yang terjadi pada kedua calon pasangan pengantin. Hukum pernikahan dalam Islam dibagi ke dalam beberapa jenis, yakni:
Pertama, wajib. Jika baik pihak laki-laki dan perempuan sudah memasuki usia wajib nikah, tidak ada halangan, mampu membayar mahar dan menafkahi, serta ia yakin akan terjatuh ke dalam zina jika tidak menikah. Dan hal itu tidak bisa dibendung walau dengan berpuasa. Kita ketahui bersama bahwa seorang muslim dituntut dan diwajibkan untuk menjaga kesucian dan kehormatan dirinya dari terjatuh kepada hal-hal yang Allah Ta’ala haramkan. Sedangkan ada kaidah yang berbunyi “sesuatu yang menjadi syarat bagi sebuah kewajiban, maka hukumnya juga menjadi wajib”. Sehingga, menikah pun dihukumi wajib karena kita tidak dapat terhindar dari perbuatan haram, kecuali dengan melaksanakannya.
Kedua, sunah. Menurut pendapat para ulama, sunah adalah kondisi di mana seseorang memiliki kemauan dan kemampuan untuk menikah, namun belum juga melaksanakannya. Orang ini juga masih dalam kondisi terhindar atau terlindung dari perbuatan zina. Sehingga, meskipun belum menikah, tidak khawatir terjadi zina.
Ketiga, haram, ketika pernikahan dilaksanakan saat seseorang tidak memiliki keinginan dan kemampuan untuk menikah, namun dipaksakan. Nantinya dalam menjalani kehidupan rumah tangga, dikhawatirkan istri dan anaknya ditelantarkan.
Keempat, makruh, apabila seseorang memiliki kemampuan untuk menahan diri dari perbuatan zina. Akan tetapi, belum berkeinginan untuk melaksanakan pernikahan dan memenuhi kewajiban sebagai suami.
Kelima, mubah, jika pernikahan dilakukan oleh orang yang memiliki kemampuan dan keinginan. Akan tetapi, jika tidak menikah pun dia bisa menahan diri dari zina. Jika pernikahan dilakukan, orang tersebut juga tidak akan menelantarkan istrinya.
Penulis: Muhammad Idris, Lc.
Artikel: muslim.or.id
Sumber: https://muslim.or.id/71772-fikih-nikah-bag-1.html
Copyright © 2025 muslim.or.id