• Beribadalah kamu sampai datang "Haqqul Yakin" (kematian)
Kamis, 21 November 2024

Perang Shiffin antara pendukung Ali bin Thalib  رضي الله عنه dan Mu’awiyah Abu Sufyan

Bagikan

1. Mukadimah 

Imam Ahmad meriwayatkan dari Ismail bin Ulayyah dari Ayyub dari Muhammad bin Sirrin, ia berkata, “Api fitnah bergejolak sementara para sababat berjumlah. puluhan ribu orang. Tapi tidak sampai seratus orang dari mereka yang terlibat dalam perang tersebut, bahkan tidak pula mencapai tiga puluh orang.[1015]

Imam Ahmad berkata, “Umayyah bin Khalid menceritakan kepada kami bahwa ia berkata kepada Syu’bah, Sesungguhnya Abu Syaibah [1016] meriwayatkan dari al-Hakam dari Abdurrahman bin Abi Laila, ia berkata, ‘Sebanyak tujuh puluh orang sahabat peserta perang Badar ikut terlibat dalam peperangan Shiffin’.” Syu’bah berkata, “Abu Syaibah bohong! Demi Allah kami telah bermudzakarah dengan al-Hakam tentang masalah ini, tidak kami dapati seorangpun sahabat peserta perang Badar yang ikut terlibat dalam peperangan Shiffin kecuali Khuzaimah bin Tsabit. [1017]

Ibnu Baththah meriwayatkan dengan sanadnya dari Bukair al-Asyajj bahwa ia berkata, “Sesungguhnya beberapa orang sahabat peserta perang Badar memilih tetap tinggal di rumah mereka setelah terbunuhnya Utsman ra., mereka tidak keluar dari rumah kecuali ke kubur mereka (yakni mereka tidak keluar rumah hingga wafat). 1018]

2. Surat menyurat antara Ali bin Thalib  رضي الله عنه dengan Mu’awiyah Abu Sufyan  رضي الله عنه

Ketika Ali ra. hendak mengirim utusan kepada Mu’awiyah untuk mengajak beliau berbaiat kepadanya, Jarir bin Abdillah berkata, “Aku bersedia berangkat menemuinya wahai Amirul Mukminin, sesungguhnya hubungan-ku dengannya sangat dekat. Aku akan mengambil bai’at darinya untukmu.” Al-Asytar menimpali, “Jangan utus dia wahai Amirul Mukminin, aku khawatir hawa nafsunya akan mengiringi dirinya.” Ali ra. berkata, “Biarkanlah ia.” Ali ra. mengutus Jarir dengan membawa surat kepada Mu’awiyah, isinya pemberitahuan tentang kesepakatan kaum Muhajirin dan Anshar membai’at beliau. Kemudian menceritakan kepadanya tentang peristiwa peperangan Jamal serta mengajaknya bergabung bersama kaum muslimin lainnya.

Ketika Jarir sampai di hadapan Mu’awiyah, ia menyerahkan surat Ali ra. kepadanya. Mu’awiyah memanggil Amru bin al-‘Ash dan tokoh-tokoh negeri Syam untuk bermusyawarah. Mereka menolak berbai’at kepada Ali ra. hingga para pembunuh Utsman ra. diqishash atau Ali ra. menyerahkan kepada mereka para pembunuh Utsman ra. tersebut. Jika ia tidak memenuhi permintaan ini maka mereka akan memerangi beliau dan menolak berbai’at kepada beliau hingga mereka berhasil menghabisi seluruh pembunuh Utsman ra. tanpa sisa. Maka Jarir pun pulang menemui Ali ra. dan menceritakan hasil keputusan penduduk Syam. [1019]

3. Ali bin Thalib  رضي الله عنه berangkat menuju Shiffin 

Amirul Mukminin Ali bin Abi Thalib ra. berangkat dari Kufah bertujuan menduduki Syam. Beliau mempersiapkan pasukan di Nukhailah [1020]. Beliau menunjuk Abu Mas’ud Uqbah bin Amru al-Badri al-Anshari sebagai amir sementara di Kufah. Sebetulnya sejumlah orang menganjurkan agar beliau tetap tinggal di Kufah dan cukup mengirim pasukan ke sana, namun beberapa orang lainnya menganjurkan agar beliau turut keluar bersama pasukan. Sampailah berita kepada Mu’awiyah bahwa Ali ra. telah keluar bersama pasukan menuju Syam. Mu’awiyah bermusyawarah dengan Amru bin al-‘Ash, ia berkata kepada Mu’awiyah, “Keluarlah engkau juga bersama pasukan!” Lalu Amru bin al-‘Ash bangkit berpidato di hadapan manusia seraya berkata, “Sesungguhnya penduduk Kufah dan Bashrah telah musnah pada peperangan Jamal, tidak tersisa bersama Ali ra. kecuali segelintir orang saja. Termasuk sekelompok orang yang membunuh Khalifah Amirul Mukminin Utsman bin Affan . Allah Allah! Jangan sia-siakan hak kalian! Jangan biarkan darah Utsman ra. tertumpah sia-sia!” Lalu ia menulis pesan kepada seluruh pasukan di Syam, dalam waktu singkat mereka sudah berkumpul dan mengangkat panji-panji bagi amir masing-masing.

Pasukan Syam telah bersiap-siap berangkat! Mereka bergerak menuju Eufrat dari arah Shiffin. Sementara di lain pihak Ali ra. bersama pasukan bergerak dari Nukhailah menuju tanah Syam.[1021] Ali ra. mengirim Ziyad bin an-Nadhar al-Haritsi maju ke depan bersama delapan ribu pasukan bersama, diiringi oleh Syuraih bin Hani’ bersama empat ribu pasukan. Mereka berangkat dengan mengambil jalan lain. Sementara Ali ra. bersama pasukan lain terus berjalan hingga menyeberangi sungai Tigris lewat jembatan Manbij. Kemudian dua pasukan detasemen bergerak maju ke depan. Sampai berita ke telinga mereka bahwa Mu’awiyah telah keluar bersama pasukan dari Syam untuk bertemu dengan Amirul Mukminin Ali bin Abi Thalib ra. .

Mereka ingin menyambutnya namun mereka takut karena jumlah mereka sedikit dibanding jumlah pasukan Mu’awiyah. Mereka berbelok jalan dan berusaha menyeberang dari arah Anat. [1022] Namun penduduk ‘Anat tidak membolehkan mereka melintas. Maka mereka pun terus berjalan dan menyeberang dari Hiet [1023]. Kemudian mereka berhasil menyusul Ali ra. dan pasukan inti yang telah mendahului mereka. Ali ra. berkata, “Pasukan detasemenku justru berjalan di belakang pasukan inti?” Mereka meminta maaf kepada Ali ra. Dengan menyampaikan apa yang mereka alami. Ali ra. menerima permintaan maaf mereka.

Kemudian Ali ra. mengirim pasukan detasemen ke depan untuk menyambut pasukan Mu’awiyah setelah menyeberang sungai Eufrat. Mereka disambut oleh Abul A’war Amru bin Sufyan, pemimpin detasemen pasukan Syam. Mereka saling berhadapan. Ziyad bin an-Nadhar, pemimpin detasemen pasukan Iraq, mengajak mereka untuk berbai’at kepada Ali ra.. Namun mereka tidak menyambutnya. Lalu ia menyampaikan informasi ini kepada Ali bin Abi Thalib Kemudian Ali ra. mengirim al-Asytar an-Nakha’i sebagai amir pasukan infantri ke depan. Di sebelah kanan pasukan dipimpin oleh Ziyad dan di sebelah kiri pasukan dipimpin oleh Syuraih. Ali ra. memerintahkan agar tidak maju memulai perang kecuali bila mereka yang memulainya. Akan tetapi memerintahkan agar terus mengajak mereka berbai’at. Jika mereka menolak maka janganlah menyerang kecuali bila merekalah yang mulai menyerang.

Janganlah mendekat kepada mereka seolah ingin menyerang dan janganlah menjauh dari mereka seolah-olah takut kepada mereka. Akan tetapi hadapilah mereka dengan sabar hingga aku (Ali) menyusulmu. Aku segera menyusulmu dari belakang insya Allah. Ali ra. mengirim surat khalifah ini bersama pasukan detasemen yang dipimpin oleh al-Harits bin Jumhan al-Ju’fi. Ketika al-Asytar tiba dan bergabung bersama pasukan detasemen di depan, ia melaksanakan apa yang telah diinstruksikan oleh Ali ra.. Lalu ia maju berhadapan dengan Abul A’war as-Sulami, pemimpin detasemen pasukan Mu’awiyah. Kedua pasukan saling berhadapan seharian penuh. Di penghujung siang, Abul A’war as-Sulami menyerang mereka namun mereka berhasil menghadangnya maka terjadilah pertempuran kecil selama beberapa saat. Sore harinya pasukan Syam kembali.

Keesokan harinya kedua pasukan saling berhadapan kembali. Mereka saling menunggu. Tiba-tiba al-Asytar maju menyerang, sehingga gugurlah Abdullah bin al-Mundzir At-Tannukhi ia adalah salah seorang penungang kuda yang handal dari pasukan Syam. Ia dibunuh oleh salah seorang pasukan detasemen Iraq bernama Zhibyan bin Umarah at-Tamimi. Melihat hal itu, Abul A’war bersama pasukannya menyerang pasukan Iraq. Ia bersama pasukan maju menghadang mereka.

Saat berhadapan al-Asytar menantang Abul A’war berduel satu lawan satu. Namun Abul A’war tidak meladeninya. Sepertinya ia memandang al-Asytar bukanlah lawan yang seimbang. Ketika malam tiba kedua pasukan menghentikan peperangan pada hari kedua ini. Keesokan paginya pada hari ketiga, Ali bin Abi Thalib ra. tiba bersama pasukannya. Kemudian Mu’awiyah juga tiba bersama pasukannya. Lalu kedua pasukan saling berhadapan di tempat yang bernama Shiffin dekat sungai Eufrat sebelah timur wilayah Syam. Peristiwa ini terjadi pada awal bulan Dzulhijjah tahun 36 H.

Kemudian Ali ra. berhenti dan mengambil tempat bermalam bagi pasukannya. Akan tetapi Mu’awiyah bersama pasukannya telah lebih dahulu mengambil tempat, mereka mengambil tempat di sumber air, tempat yang paling strategis dan luas. Lalu pasukan Iraq datang untuk mengambil air. Namun pasukan Syam menghalanginya. Lalu terjadilah pertempuran kecil disebabkan masalah air tersebut. Masing-masing pasukan meminta bantuan kepada rekannya. [1024] Kemudian kedua belah pihak sepakat berdamai dalam masalah air ini. Sehingga mereka berdesak-desakan di sumber mata air tersebut, mereka tidak saling bicara dan tidak saling mengganggu satu sama lain.

Ali ra. berdiam selama dua hari di tempat itu tanpa mengirim sepucuk surat pun kepada Mu’awiyah dan Mu’awiyah juga tidak mengirim sepucuk surat pun kepada beliau. Kemudian Ali ra. mengirim seorang utusan kepada Mu’awiyah namun kesepakatan belum juga tercapai. Mu’awiyah tetap bersikeras menuntut darah Utsman ra. yang telah dibunuh secara zhalim. Karena kebuntuan tersebut pecahlah pertempuran antara kedua belah pihak. Setiap hari Ali ra. mengirim seorang amir pasukan untuk maju bertempur.

Demikian pula Mu’awiyah, setiap hari ia mengirim seorang amir untuk maju bertempur. Kadang kala dalam satu hari kedua belah pihak terlibat dua kali pertempuran. Peristiwa itu terjadi sebulan penuh pada bulan Dzulhijjah. Lepas bulan Dzulhijjah dan masuk bulan Muharram pada tahun 37 hijriyah, kedua belah pihak meminta agar perang dihentikan, dengan harapan semoga Allah mendamaikan mereka di atas satu kesepakatan yang dapat menghentikan pertumpahan darah di antara mereka.[1025] Kemudian juru runding terus bolak balik menemui Ali dan Mu’awiyah sementara kedua belah pihak menahan diri dari pertempuran, demikian kondisinya hingga berakhir bulan Muharram tahun itu tanpa tercapai satupun kesepakatan. Ali bin Abi Thalib ra. menyuruh Martsad bin al-Harits al-Jasymi untuk mengumumkan kepada pasukan Syam saat terbenam matahari, “Ketahuilah, sesungguhnya Amirul Mukminin mengumumkan kepada kalian, ‘Sesungguhnya aku telah bersabar menunggu kalian kembali kepada kebenaran.

Dan aku telah menegakkan hujjah atas kalian namun kalian tidak menyambutnya. Dan sesungguhnya aku telah memberi udzur kepada kalian dan telah memperlakukan kalian dengan adil. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berkhianat.”

Mendengar pengumuman pasukan Syam segera menemui para amir mereka dan menyampaikan pengumuman yang mereka dengar tadi. Maka bangkitlah Mu’awiyah dan Amru, keduanya segera menyiapkan pasukan di sayap kanan dan di sayap kiri. Demikian pula Ali ra., ia menyiapkan pasukan pada malam itu. Beliau menempatkan al-Asytar an-Nakha’i sebagai pemimpin pasukan berkuda Kufah, pasukan infantri Kufah dipimpin oleh Ammar bin Yasir, pasukan berkuda Bashrah dipimpin oleh Sahal bin Hunaif dan pasukan infantri Bashrah dipimpin oleh Qais bin Sa’ad dan Hasyim bin Utbah, dan pemimpin para qari adalah Mis’ar bin Fadaki at-Tamimi. Ali ra. maju menghadap pasukan dan menyerukan supaya jangan seorang pun memulai pertempuran hingga merekalah yang memulainya dan menyerang kalian, jangan membunuh orang yang terluka, jangan mengejar orang yang melari-kan diri, jangan menyingkap tirai kaum wanita dan jangan melakukan pelecehan terhadap kaum wanita, meskipun kaum wanita itu mencaci maki pemimpin dan orang-orang shalih kalian!”

Pagi harinya Mu’awiyah muncul, di sebelah kanan pasukannya berdiri Ibnu Dzil Kala’ al-Himyari, di sebelah kiri pasukannya berdiri Habib bin Maslamah al-Fihri, di depan pasukan berdiri Abul A’war as-Sulami. Sedangkan pasukan berkuda Damaskus dipimpin oleh Amru bin al-‘Ash, dan pasukan infantry Damaskus dipimpin oleh Adh-Dhahhak bin Qais.[1026] Jabir al-Ju’fi [1027] meriwayatkan dari Abu Ja’far al-Baqir dan Zaid bin al-Hasan serta yang lainnya, mereka berkata, “Ali bin Abi Thalib ra. Bergerak menuju Syam dengan kekuatan seratus lima puluh ribu personil yang berasal dari penduduk Iraq. Dan Mu’awiyah bergerak dengan jumlah personil sebanyak itu juga yang berasal dari penduduk Syam. Yang lain mengatakan, Ali ra. Berangkat dengan membawa seratus ribu lebih personil. Sedang Mu’awiyah berangkat dengan membawa seratus tiga puluh ribu personil.

Sejumlah orang dari pasukan Syam bersumpah untuk tidak lari dari medan perang, mereka mengikat diri mereka dengan sorban-sorban mereka. Mereka berjumlah lima barisan dan diikuti enam barisan yang lain. Demikian pula halnya pasukan Iraq, mereka berjumlah sebelas shaf yang melakukan hal serupa. Mereka saling berhadapan dengan kondisi seperti itu pada hari pertama di bulan Shafar tahun 37 H bertepatan pada hari Rabu. Panglima perang pasukan Iraq adalah al-Asytar an-Nakha’i, sedangkan panglima perang pasukan Syam pada saat itu adalah Habib bin Maslamah. Kedua pasukan terlibat dalam pertempuran yang sangat sengit pada hari itu, kemudian kedua pasukan menarik diri pada petang hari.

Pertempuran pada hari itu berlangsung seimbang. Pada keesokan harinya yakni hari Kamis-, panglima perang pasukan Iraq pada hari itu adalah Hasyim bin Utbah dan panglima perang pasukan Syam adalah Abul A’war as-Sulami. Pada hari itu kedua pasukan terlibat lagi dalam pertempuran yang sangat sengit, pasukan berkuda bertempur dengan pasukan berkuda dan pasukan infantri bertempur dengan pasukan infantri. Pada petang hari kedua belah pihak menarik diri dari medan pertempuran. Kedua pasukan samasama bertahan dan pertempuran antara keduanya berimbang.

Kemudian pada hari ketiga yakni pada hari Jum’at Ammar bin Yasir memimpin pasukan Iraq sementara Amru bin al-‘Ash memimpin pasukan Syam. Selanjutnya kedua pasukan terlibat dalam pertempuran yang sangat sengit Amar menyerang Amru bin al-‘Ash beserta pasukannya hingga mereka terpukul mundur. Pada peperangan ini Ziyad bin an-Nadhar al-Haritsi berduel dengan seorang lelaki. Ketika keduanya telah saling berhadapan ternyata keduanya telah saling mengenal. Ternyata pula keduanya adalah saudara seibu. Maka keduanyapun menarik diri dan kembali ke pasukan masing-masing. Demikianlah peperangan terus berlanjut dengan kondisi seperti itu selama tujuh hari. Sore hari kedua belah pihak menarik diri dari medan pertempuran. Kedua belah pihak sama-sama bertahan selama tujuh hari ini, tidak ada yang menang dan tidak ada yang kalah.[1028]

4. Terbunuhnya Ammar bin Yasir 

Ammar bin Yasir berperang di pihak Ali ra. Beliau terbunuh pada peperangan ini. Beliau dibunuh oleh pasukan Syam. Dengan demikian nyata dan terbuktilah apa yang telah disabdakan oleh Rasulullah ﷺ bahwa Ammar dibunuh oleh kelompok pembangkang. Dan terbuktilah bahwa Ali ra. Beradadi pihak yang benar dan Mu’awiyah membangkang terhadapnya. Semua itu merupakan bukti kebenaran nubuwat Rasulullah ﷺ.

Imam Ahmad berkata, “Muhammad bin Ja’far telah bercerita kepada kami, ia berkata, Syu’bah telah bercerita kepada kami dari Amru bin Murrah bahwa ia mendengar Abdullah bin Salamah berkata, Aku melihat Ammar bin Yasir pada peperangan Shiffin, beliau adalah seorang syaikh yang telah berumur, berkulit sawo matang dan berperawakan tinggi. Beliau menggenggam tombak dengan tangan bergetar. Ia berkata, ‘Demi Allah yang jiwaku berada di tanganNya, aku telah berperang membawa panji ini bersama Rasulullah ﷺ sebanyak tiga kali, dan ini adalah yang keempat kali. Demi Allah yang jiwaku berada di tanganNya sekiranya mereka menebas kami hingga membawa kami ke puncak kematian niscaya aku yakin bahwa orang-orang baik yang bersama kami berada di atas kebenaran dan mereka berada di atas kesesatan’. [1029]

Imam Ahmad berkata, “Muhammad bin Ja’far telah bercerita kepada kami, ia berkata, Syu’bah dan Hajjaj telah bercerita kepada kami, Muhammad berkata, Syu’bah telah bercerita kepada kami, ia berkata, Aku mendengar Qatadah menyampaikan hadits dari Abu Nadhrah, sementara Hajjaj mengatakan, Aku mendengar Abu Nadhrah meriwayatkan dari Qais bin Ubad, ia berkata, Aku berkata kepada Ammar bin Yasir, ‘Bagaimana menurutmu perang yang kalian lakukan? Apakah merupakan ijtihad dari kalian? Karena ijtihad bisa salah dan bisa benar! Atau wasiat yang telah disampaikan oleh Rasulullah ﷺ kepada kalian?” Ammar berkata, “Rasulullah ﷺ tidak meninggalkan wasiat kepada kami yang tidak beliau sampaikan kepada seluruh manusia. [1030] Imam Muslim [1031] meriwayatkannya dari hadits Syu’bah.

Imam Ahmad berkata, “Waki’ telah menceritakan kepada kami, ia berkata, Sufyan telah bercerita kepada kami dari Habib bin Abi Tsabit dari Abul Bakhtari, ia berkata, Ammar berkata pada peperangan Shiffin, ‘Berilah aku segelas susu, karena Rasulullah ﷺ. telah bersabda, “Minuman terakhir yang engkau minum di dunia adalah susu’. [1032] Imam Ahmad berkata, “Abdurrahman telah bercerita kepada kami dari Sufyan dari Habib dari Abul Bakhtari bahwasanya Ammar diberi segelas susu, beliau tertawa sambil berkata, ‘Sesungguhnya Rasulullah saw. pernah berkata kepadaku, ” Sesungguhnya minuman terakhir yang aku (Ammar) minum adalah susu, yaitu ketika aku menemui ajalku.[1033]

Ibrahim bin al-Husain bin Daizil berkata, “Yahya telah bercerita kepada kami, ia berkata, Nashr telah bercerita kepada kami, ia berkata, Amru bin Syamir telah bercerita kepada kami dari Jabir al-Ju’fi ia berkata, Aku men-dengar asy-Sya’bi meriwayatkan dari al-Ahnaf bin Qais ia berkata, ‘Kemu-dian Ammar bin Yasir menyerang mereka, namun serangannya dibalas oleh Ibnu Jaun as-Sakuni dan Abul Ghadiyah al-Fazzari. Adapun Abul Ghadiyah, ia menikam Ammar, sedangkan Ibnu Jaun menebas kepalanya’.[1034]

Ibrahim bin al-Husain berkata, “Yahya telah bercerita kepada kami, ia berkata, Isa bin Umar telah bercerita kepada kami, ia berkata, Husyaim telah bercerita kepada kami, ia berkata, al-Awwam bin Hausyab telah menyampaikan kepada kami dari al-Aswad bin Mas’ud dari Hanzhalah bin Khuwailid ia berkata, ‘Ketika aku berada di dekat Mu’awiyah tiba-tiba datanglah kepadanya dua orang lelaki yang sedang bertengkar tentang terbunuhnya Ammar. Abdullah bin Amru berkata kepada keduanya, “Bersenang hatilah kalian berdua dengan terbunuhnya Ammar, sesungguhnya aku mendengar Rasulullah  bersabda, “la (Ammar) dibunuh oleh kelompok pembangkang.”

Mu’awiyah berkata kepada Amru, “Mengapa engkau tidak melarang lelaki tidak waras ini!” (maksudnya Abdullah bin Amru). Kemudian Mu’awiyah menemui Abdullah bin Amru dan bertanya kepadanya, “Mengapa engkau berperang bersama kami?” Abdullah menjawab, “Sesungguhnya Rasulullah ﷺ telah memerintahkan aku untuk mentaati orang tuaku selagi mereka masih hidup, aku memang bersama kalian namun aku tidak ikut berperang.[1035] Ibnu Daizil berkata, “Yahya telah bercerita kepada kami, ia berkata, Nashr telah bercerita kepada kami, ia berkata, Hafsh bin Imran al-Burjumi bercerita kepadaku, ia berkata, Nafi’ bin Umar al-Jumahi menyampaikan kepadaku dari Ibnu Abi Mulaikah bahwa Abdullah bin Amru berkata kepada ayahnya, ‘Sekiranya Rasulullah saw. tidak memerintahkan aku untuk mentaatimu niscaya aku tidak akan ikut bersamamu dalam perjalanan ini. Tidakkah engkau mendengar Rasulullah saw. berkata kepada Ammar bin Yasir, ‘Engkau akan dibunuh oleh kelompok pembangkang’ .[1036] Ibnu Daizil berkata, “Yahya telah menyampaikan kepada kami, ia berkata, Abdurrahman bin Ziyad telah menyampaikan kepada kami, ia berkata, Hasyim telah menyampaikan kepada kami dari Mujalid dari asy-Sya’bi, ia berkata, ‘Pembunuh Ammar datang meminta izin untuk bertemu dengan Mu’awiyah,

sedang Amru bin al-Ash berada di situ. Amru bin al-’ Ash berkata, ‘Beri izin untuknya dan sampaikanlah kabar duka kepadanya berupa ancaman api neraka! Salah seorang lelaki berkata kepadanya, ‘Tidakkah engkau mendengar perkataan Amru?’ Mu’awiyah berkata,’Benar! Sesungguhnya yang membunuh Ammar adalah orang-orang yang membawanya ke medan peperangan’.[1037] Imam Ahmad berkata, “Abu Mu’awiyah menyampaikan kepada kami, ia berkata, al-A’masy menyampaikan kepada kami dari Abdurrahman bin Ziyad dari Abdullah bin al-Harits, ia berkata, ‘Aku berjalan bersama Mu’awiyah dan Amru bin al-‘Ash sepulangnya dari Shiffin. Abdullah bin Amru berkata, “Wahai ayahanda, tidakkah engkau mendengar Rasulullah saw. berkata kepada Ammar, “Kasihan engkau hai Ibnu Sumayyah, engkau dibunuh oleh kelompok pembangkang.“

Amru berkata kepada Mu’awiyah, “Tidakkah engkau dengar perkataannya?” Mu’awiyah berkata, “Ia selalu membawa masalah buat kita, apakah kita yang membunuh Ammar? Sesungguhnya yang membunuhnya adalah orang-orang yang membawanya.[1038]

Kemudian Imam Ahmad meriwayatkan dari Abu Nu’aim dari Sufyan ats-Tsauri dari al-A’masy seperti riwayat di atas.[1039] Imam Ahmad terpisah seorang diri dalam meriwayatkan hadits ini dengan lafal di atas.

Takwil yang disebutkan oleh Mu’awiyah tadi sangat jauh dari kebenaran. Dan juga Abdullah bin Amru tidak terpisah dalam periwayatan hadits ini, namun telah diriwayatkan dari jalur-jalur lain. [1040] Imam Ahmad berkata, “Muhammad bin Ja’far telah menyampaikan ke-pada kami, ia berkata, Syu’bah telah menceritakan kepada kami dari Khalid dari Ikrimah dari Abu Sa’id al-Khudri bahwa Rasulullah saw. berkata kepada Ammar, “Engkau (Ammar) akan dibunuh oleh kelompok pembangkang.[1041]

Imam al-Bukhari meriwayatkan dalam Shahihnya dari hadits Abdul Aziz bin al-Mukhtar dan Abdul Wahhab Ats-Tsaqah’ dari Khalid al-Hidza’ dari Ikrimah dari Abu Sa’id tentang kisah pembangunan Masjid Nabawi, bahwa Rasulullah ﷺ berkata kepada Ammar, “Kasihan hai Ammar, ia mengajak mereka ke surga topi mereka malah mengajaknya ke neraka [1042] Ammar berkata, “Aku berlindung kepada Allah dari bahaya fitnahfitnah. [1043]

Dalam sebagian naskah Shahih al-Bukhari disebutkan: “Kasihan hai Ammar, ia dibunuh oleh kelompok pembangkang. la mengajak mereka ke surga mereka malah mengajaknya ke neraka. [1044] Imam Ahmad berkata, Sulaiman bin Dawud telah menceritakan kepada kami, ia berkata, Syu’bah telah menceritakan kepada kami dari Amru bin Dinar dari Hisyam dari Abu Sa’id al-Khudri bahwa Rasulullah ﷺ berkata kepadaAmmar ’ “Engkau akan dibunuh oleh kelompok pembangkang.[1045]

Imam Muslim meriwayatkan dari hadits Abu Sa’id al-Khudri beliau berkata, Telah menyampaikan kepadaku orang yang lebih baik daripadaku yakni Abu Qatadah bahwa Rasulullah saw. berkata kepada Ammar: “Engkau akan dibunuh oleh kelompok pembangkang.’[1046] Dan Imam Muslim juga meriwayatkan dari Abu Bakar bin Abi Syaibah dari Ibnu Ulayyah dari Ibnu Aun dari al-Hasan dari ibunya dari Ummu Salamah.[1047] Dalam sebuah riwayat ditambahkan, “Pembunuhnya berada dalam neraka.” [1048] Imam al-Baihaqi meriwayatkan dari al-Hakim dan lainnya dari al-Ashamm

dari Abu Bakar Muhammad bin Ishaq Ash-Shan’ani dari Abul Jawwab dari Ammar bin Zuraiq dari Ammar Ad-Duhni dari Salim bin Abil Ja’d dari Abdullah bin Mas’ud ia berkata, Aku mendengar Rasulullah ﷺ  berkata kepada Ammar, “Jika manusia berselisih maka pendapat Ibnu Sumayyah (Ammar) berada di atas kebenaran.’ [1049]

Imam Ahmad berkata, “Ibnu Abi Adi menceritakan kepada kami dari Dawud dari Abu Nadhrah dari Abu Sa’id al-Khudri ia berkata, “Rasulullah ﷺ memerintahkan kami membangun masjid. Kami bergotong royong memindahkan batu bata satu demi satu. Namun Ammar membawa dua batu bata sekaligus sehingga kepalanya berdebu. Sahabat-sahabatku menceritakan kepadaku sedang aku sendiri belum mendengarnya langsung dari Rasulullah ﷺ bahwa beliau membersihkan kepalanya sambil berkata,

” Kasihan engkau hai Ibnu Sumayyah, engkau akan dibunuh oleh kelompok pembangkang. [1050]

Imam Ahmad terpisah seorang diri dalam periwayatannya. Adapun tambahan yang disebutkan oleh sebagian perawi dalam hadits ini setelah sabda nabi, “Engkau akan dibunuh oleh kelompok pembangkang” ditambahkan: “Kelompok yang tidak akan mendapat syafaatku kelak pada hari Kiamat.” Ini adalah kedustaan dan kebohongan yang nyata terhadap Rasulullah ﷺ. Sebab dalam riwayat-riwayat yang shahih dari beliau disebutkan bahwa beliau masih menyebut keduanya sebagai kelompok kaum muslimin, [1051] sebagaimana yang akan kami jelaskan insya Allah.

Ibnu Jarir berkata, “Ketika Ammar terbunuh Ali ra. maju menyerang dan ikut menyerang juga sejumlah anggota pasukan beliau bersama beliau. Tidak tersisa satupun barisan pasukan Syam melainkan tercerai berai dan mereka (Ali ra. dan pasukannya) membunuh setiap orang yang mendekat kepada mereka.”1052 Kemudian Ali ra. memerintahkan puteranya, Muhammad, untuk maju bersama sejumlah pasukan. Mereka terlibat dalam pertempuran yang sangat hebat. Kemudian Ali ra. mengirim pasukan berikutnya untuk maju menyerang sehingga jatuhlah korban yang sangat banyak dari kedua belah pihak yang hanya Allah yang tahu berapa jumlahnya. Banyak sekali tangan dan pergelangan yang putus dan kepala yang melayang, semoga Allah merahmati mereka semua. Kemudian tibalah waktu shalat Maghrib. Orang-orang tidak bisa mengerjakan shalat melainkan dengan isyarat menjamak shalat Maghrib dengan Isya’, Lalu peperangan berlanjut hingga malam hari.

Sejumlah ulama sejarah menyebutkan bahwa mereka berperang dengan tombak hingga tombak-tombak itu pecah, dengan panah hingga anak panah habis, dengan pedang hingga pedang-pedang itu hancur, kemudian kedua belah pihak terlibat baku hantam dengan tangan dan saling melempar batu, inna lillahi wa inna ilaihi raji’un. Begitulah kondisi pada malam itu hingga pagi, yakni pagi hari Jum’at mereka masih terlibat dalam pertempuran. Sehingga orang-orang mengerjakan shalat Subuh dengan isyarat sementara mereka terus bertempur sampai menjelang waktu dhuha.

Kemenangan hampir berada di tangan pasukan Iraq atas pasukan Syam. Pada saat-saat seperti itulah pasukan Syam mengangkat mushaf al-Qur’an. Mereka berkata, “Ini hakim antara kami dan kalian, sudah terlalu banyak korban yang jatuh, siapakah lagi yang akan menjaga per-batasan wilayah Islam? Siapakah lagi yang akan berjihad melawan kaum musyrikin dan kaum kafir?” Abdurrahman bin Ziyad bin An’am berkata -beliau menceritakan tentang pasukan yang terlibat dalam peperangan Shiffin, “Mereka adalah orang-orang Arab yang saling mengenal satu sama lain pada masa jahiliyah dahulu. Lalu mereka bertemu dalam naungan Islam. Mereka saling bertahan dan malu untuk melarikan diri. Apabila mereka menghentikan pertempuran, maka sebagian orang dari pasukan Iraq berkunjung ke pasukan Syam demikian pula sebaliknya. Mereka sama-sama menguburkan prajurit yang gugur dari kedua belah pihak.” Asy-Sya’bi berkata, “Mereka adalah penghuni surga, saling bertemu satu sama lain. Seseorang dari mereka tidaklah menghindar atau lari dari yang lain.”

5. Pasukan Syam mengangkat Mushaf Al-Qur’an dan mengajak bertahkim kepadanya

Imam Ahmad berkata, “Ya’la bin Ubaid menceritakan kepada kami dari Abdul Aziz bin Siyah dari Habib bin Abi Tsabit, ia berkata,’Aku menemui Abu Wail di masjid keluarganya dan bertanya kepadanya tentang orang-orang yang diperangi Ali ra. di Nahrawan, apa sajakah yang mereka penuhi dan apa pula yang mereka tolak dan mengapa Ali ra. menghalalkan berperang melawan mereka?’ Ia berkata, ‘Sewaktu kami berada di Shiffin dan api peperangan sedang memanas melawan pasukan Syam, mereka berlindung di sebuah anak bukit. Amru bin al-Ash berkata kepada Mu’awiyah, “Kirimkanlah mushaf al-Qur’an kepada Ali ra. Dan ajaklah ia bertahkim kepada Kitabullah, sesungguhnya ia tidak akan menolakajakanmu.”

Lalu datanglah seorang lelaki kepada Ali ra. dan berkata, ‘Kitabullah menjadi hakim di antara kita: ‘ Tidakkah kamu memperhatikan orang-orang yang telah diberi bahagian yaitu al-Kitab (Taurat), mereka diseru kepada kitab Allah supaya kitab itu mene-tapkan hukum di antara mereka; kemudian sebahagian dari mereka berpaling, dan mereka selalu membelakangi (kebenaran).’ (Ali Imran: 23).

Ali ra. berkata, “Benar, aku lebih berhak untuk itu, Kitabullah menjadi hakim di antara kita.” Lalu datanglah kaum Khawarij pada waktu itu kami masih menyebut mereka Qurra’ menemui Ali ra. sambil menyandang pedang di atas bahu mereka. Mereka berkata, ‘Wahai Amirul Mukminin, apa lagi yang kita tunggu terhadap orang orang yang berada di atas bukit kecil itu? Mari kita serbu mereka dengan pedang-pedang kita ini hingga Allah memutuskan di antara kita dan mereka siapakah yang menjadi pemenang!’

Maka berbicaralah Sahal bin Hunaif, ‘Wahai sekalian manusia, curigailah pendapat akal kalian sendiri, sesungguhnya kami telah menyaksikan pada hari perjanjian Hudaibiyah yakni perdamaian antara Rasulullah ﷺ dan kaum musyrikin- sekiranya kami ingin berperang maka kami siap berperang. Umar datang menemui Rasulullah saw. dan berkata, ‘Wahai Rasulullah ﷺ, bukankah kita di atas kebenaran dan mereka di atas kebatilan?’ Lalu beliau menyampaikan hadits tersebut secara lengkap.[1053] Yakni kisah perdamaian Hudaibiyah.”

Ketika pasukan Syam mengajak bertahkim kepada Kitabullah, pasukan Iraq berkata, ‘Kami menyambut ajakan bertahkim kepada Kitabullah dan kami akan merujuk kepadanya’. [1054] Al-Haitsam bin Adi [1055] menyebutkan dalam bukunya yang berbicara tentang kaum Khawarij sebuah riwayat dari Muhammad bin al-Muntasyir al-Hamdani dari seseorang yang terlibat dalam peperangan Shiffin dan dari sejumlah tokoh kaum Khawarij yang tidak dicurigai berdusta bahwa Ammar bin Yasir tidak menyukai ajakan tersebut dan menolaknya. la mengomentari Ali ra. dengan sebuah komentar yang aku benci menyebutkan-nya di sini. Kemudian Ammar berkata, ‘Siapakah yang mau berangkat menuju Allah sebelum diangkat selain Allah sebagai hakim?’ Kemudian Ammar maju menyerang dan akhirnya beliau terbunuh semoga Allah merahmati beliau.[1056]

Di antara tokoh negeri Syam yang mendorong diadakannya perdamaian adalah Abdullah bin Amru bin al-‘Ash la mendatangi pasukan Iraq dan mengajak mereka kepada gencatan senjata dan penghentian peperangan serta mematuhi apa yang diserukan dalam al-Qur’an (yakni perdamaian). Hal itu beliau lakukan atas perintah Mu’awiyah

Di antara tokoh yang menyarankan kepada Ali ra. agar menerima tawaran perdamaian itu adalah al-Asy’ats bin Qais al-Kindi [1057] Mayoritas pasukan Iraq dan pasukan Syam menyambut gembira rencana perdamaian ini. Mereka berharap akan diperoleh kesepakatan yang dapat menghentikan pertumpahan darah di antara kaum muslimin. Karena sudah banyak sekali korban yang jatuh dalam pertempuran ini. Khususnya dalam tiga hari terkahir dan sebagai puncaknya pertempuran pada malam Jum’at yang disebut sebagai malam Jum’at kelabu. Kedua belah pihak telah menunjukkan keberanian dan kesabaran yang tiada tandingannya di dunia ini. Oleh karena itu tidak ada seorang anggota pasukanpun yang melarikan diri. Bahkan kedua pasukan tetap tegar bertahan hingga banyak terbunuh dari kedua belah pihak, sejumlah sumber yang menyebutkan bahwa jumlah korban yang gugur mencapai tujuh puluh ribu orang, dengan perincian empat puluh lima ribu orang dari pasukan Syam dan dua puluh lima ribu orang dari pasukan Iraq. Demikian disebutkan oleh sejumlah ulama di antaranya Ibnu Sirin, Saif dan lainnya.[1058] Jumlah pasukan kedua belah pihak masing-masing berjumlah Sembilan puluh ribu personil. Demikian ringkasan dari perkataan Ibnu Jarir dan Ibnul Jauzi dalam kitabnya berjudul al-Muntazhim.[1059]

Al-Baihaqi telah meriwayatkan dari jalur Ya’qub bin Sufyan dari Abul Yaman dari Shafwan bin Amru ia berkata, “Pasukan Syam berjumlah enam puluh ribu orang, yang terbunuh berjumlah dua puluh ribu orang. Pasukan Iraq berjumlah seratus dua puluh ribu orang, yang terbunuh berjumlah empat puluh ribu orang. [1060] Al-Baihaqi membawakan peristiwa ini kepada hadits yang diriwayatkan dalam Shahihain dari jalur Abdurrazzaq dari Ma’mar dari Hammam bin Munabbih dari Abu Hurairah [1061] Imam al-Bukhari meriwayatkannya dari hadits Syu’aib dari az-Zuhri dari Abu Salamah dari Abu Hurairah.[1062] Dan dari jalur Syu’aib dari Abu Zinad dari al-A’raj dari Abu Hurairah [1063] dari Rasulullah ﷺ bahwa beliau bersabda: “Tidak akan datang hari Kiatnat hingga dua kelompok besar saling berperang, keduanya terlibat dalam pertempuran yang dahsyat padahal dakwah mereka satu.“

Imam Ahmad meriwayatkan dari Ibnu Mahdi dan Ishaq dari Sufyan ats-Tsauri dari Manshur dari Rib’i bin Hirasy dari al-Bara’ bin Nahiyah al-Kahili dari Abdullah bin Mas’ud ia berkata, Rasulullah ﷺ bersabda: “Perang dalam Islam akan berkecamuk setiap tiga puluh lima atau tiga puluh enam tahun. Jika mereka binasa maka binasalah semua, jika mereka menegak-kan agama maka akan bertahan selama tujuh puluh tahun.“

Umar berkata, “Wahai Rasulullah ﷺ, apakah dari generasi yang telah lalu atau dari generasi yang tersisa?” Rasulullah ﷺ menjawab, “Bahkan dari generasi yang tersisa.[1064]

6. Kesepakatan bertahkim (Perundingan) 

Kemudian kedua pihak sepakat bertahkim setelah melewati dialog panjang. Yaitu masing-masing amir yakni Ali ra. dan Mu’awiyah- mengangkat seorang hakim dari pihaknya. Kemudian kedua juru runding tersebut membuat kesepakatan yang membawa maslahat bagi kaum muslimin. Mu’awiyah menunjuk Amru bin al-‘Ash sebagai wakilnya. Sebenarnya Ali ra. ingin menun-juk Abdullah bin Abbas sebagai wakilnya, namun para Qurra’ (kaum Khawarij) menolaknya, mereka berkata, “Kami tidak menerima selain Abu Musa al-Asy’ari. [1065]

Al-Haitsam bin Adi menyebutkan dalam kitab al-Khawarij karangannya bahwa yang pertama kali mengajukan Abu Musa al-Asy’ari adalah al-Asy’ats bin Qais, lalu diikuti oleh penduduk Yaman. Mereka menyebutnya sebagai tokoh yang melarang kaum muslimin terlibat dalam fitnah dan per-tumpahan darah. Pada masa itu Abu Musa al-Asy’ari mengasingkan diri ke salah satu daerah di Hijaz. Ali ra. berkata,”Aku akan menunjuk al-Asytar seba-gai juru runding!” Mereka berkata, “Bukankah al-Asytar yang menyalakan api peperangan?” Ali ra. berkata, “Lakukanlah apa yang kalian suka!” Kemudian beliau menulis surat kepada mereka yang isinya sebagai berikut:

Bismillahirrahmanirrahim

“Ini adalah perjanjian yang ditandatangani oleh Ali bin Abi Thalib ra. Amirul Mukminin.”

Amru bin al-‘Ash berkata, “Tulis namanya dan nama ayahnya saja, dia adalah amir kalian bukan amir kami.” Al-Ahnaf berkata, “Jangan tulis selain Amirul Mukminin!” Ali ra. lantas menengahi, “Hapuslah kalimat Amirul Mukminin dan tulislah, “Ini adalah perjanjian yang ditandatangani oleh Ali bin Abi Thalib ra..” Kemudian Ali ra. berdalil dengan peristiwa yang terjadi pada saat penandatanganan perjanjian Hudaibiyah. Ketika itu kaum musyrikin menolak draft perjanjian yang berbunyi, “Ini adalah perjanjian yang ditandatangani oleh Muhammad Rasulullah ﷺ.

Kaum musyrikin menolaknya, mereka berkata, “Tulislah, ‘Ini adalah perjanjian yang ditandatangani oleh Muhammad bin Abdillah1.[1066] Maka juru tulispun menulis, “Ini adalah perjanjian yang ditandatangani oleh Ali bin Abi Thalib ra. dan Mu’awiyah bin Abi Sufyan. Ali ra. mewakili pendu-duk Iraq dan orang-orang yang bersamanya serta kaum muslimin. Dan Mu’awiyah mewakili penduduk Syam dan orang-orang yang bersamanya dari kalangan kaum mukminin dan muslimin. Kami sepakat berhukum kepada hukum Allah dan KitabNya. Kami menjunjung tinggi apa yang dijunjung tinggi oleh Allah dan merendahkan apa yang direndahkan oleh Allah. Perkara apapun yang ditemukan oleh kedua juru runding yakni Abu Musa al-Asy’ari dan Amru bin al-‘Ash dalam Kitabullah maka harus ditetapkan, dan perkara yang tidak ditemukan di dalamnya maka ditetapkan melalui sunnah yang adil yang menyatukan kaum muslimin tidak mencerai beraikan mereka.”

Kemudian kedua juru runding yang diangkat mengambil perjanjian dari Ali ra. dan Mua’wiyah serta dari kedua pasukan bahwasanya mereka berdua beserta keluarga mereka aman dan umat menjadi pembela mereka atas apa yang mereka putuskan dan mereka sepakati dalam tahkim ini. Dan bagi seluruh kaum mukminin dan muslimin dari kedua belah pihak hendaklah menghormata’ perjanjian Allah ini bahwa mereka harus mendukung apa yang dihasilkan dalam lembaran perjanjian ini. Kedua juru runding sepakat menunda tahkim sampai bulan Ramadhan. Jika keduanya setuju bisa saja ditunda sampai batas waktu yang disepakati oleh keduanya. Kesepakatan ini ditulis pada hari Rabu tanggal tiga belas Shafar tahun 37 H. Ali ra. dan Mu’awiyah menyetujui tempat pelaksanaan perundingan yaitu di Daumatul Jandal pada bulan Ramadhan. Masing-masing juru runding dari kedua belah pihak dibolehkan membawa empat ratus orang dari kelompoknya. Jika perundingan tidak terlaksana pada tahun ini, maka disepakati kedua belah pihak bertemu di Adzruh pada tahun depan.

Berikut ini nama-nama saksi yang menyaksikan kesepakatan dan tahkim ini. Dari pihak Ali ra.  Abdullah bin Abbas, al-Asy’ats bin Qais al-Kindi, Sa’id bin Qais al-Hamdani, Abdullah bin ath-Thufail al-‘Amiri, Hujur bin Adi al-Kindi, Warqa’ bin Sumayya al-Bajali, Abdullah bin Muhill al-‘Ijli, Uqbah bin Ziyad al-Hadhrami, Yazid bin Hujiyyah at-Tamimi, Malik bin Ka’ab al-Hamdani, mereka berjumlah sepuluh orang.

Adapun saksi dari pihak Syam juga berjumlah sepuluh orang, mereka adalah: Abul A’war as-Sulami, Habib bin Maslamah, Abdurrahman bin Khalid bin al-Walid, Mukhariq bin al-Harits az-Zubaidi, Ziml bin Amru al-Adzri, Alqamah bin Yazid al-Hadhrami, Hamzah bin Malik al-Hamdani, Subai’ bin Yaizd al-Hadhrami, Utbah bin Abi Sufyan saudara Mu’awiyah dan Yazid bin al-Hurr al-Absi.[1067]

7. Pertemuan dua juru runding (Abu Musa Alasyari dan Amru Al-‘Ash di Daumatul Jandal)

Dua juru runding bertemu pada bulan Ramadhan sebagaimana yang telah disepakati sebelumnya pada saat menulis kesepakatan tahkim di Shiffin. al-Waqidi berkata, “Mereka berkumpul pada bulan Sya’ban. Hal itu disebab-kan menjelang bulan Ramadhan Ali ra. mengirim empat ratus personil bersama Syuraih bin Hani’, disertai oleh Abu Musa al-Asy’ari dan Abdullah bin Abbas selaku imam shalat. Mu’awiyah mengirim Amru bin al-‘Ash bersama empat ratus pasukan berkuda dari Syam, di antaranya terdapat Abdullah bin Amru. Mereka bertemu di Daumatul Jandal, di Adzruh [1068] yaitu pertengahan antara Kufah dan Syam, berjarak sekitar sembilah marhalah dari kedua kota tersebut. Turut hadir pula dalam perundingan itu sejumlah tokoh seperti Abdullah bin Umar, Abdullah bin az-Zubair, al-Mughirah bin Syu’bah, Abdurrahman bin al-Harits bin Hisyam al-Makhzumi,[1069]

Abdurrahman bin Abd Yaghuts az-Zuhri [1070] dan Abu Jahm bin Hudzaifah.[1071] Sebagian orang mengklaim bahwa Sa’ad bin Abi Waqqash juga hadir.[1072] Namun ulama lainnya membantah hal tersebut.[1073] Ibnu Jarir menyebutkan bahwa Umar bin Sa’ad datang menemui ayahnya yang sedang mengasingkan diri di mata air Bani Sulaim. Puteranya itu berkata, “Wahai ayahanda, tentu sudah sampai kepadamu berita tentang peperangan yang terjadi di Shiffin. Orang-orang mengangkat Abu Musa al-Asy’ari dan Amru bin al-‘Ash sebagai juru runding. Beberapa tokoh Quraisy juga turut hadir dalam perundingan itu. Hadirlah bersama mereka, engkau adalah salah seorang sahabat Rasulullah ﷺ dan salah seorang anggota majelis syura, engkau belum pernah terlibat perkara yang dibenci kaum muslimin, hadirilah perundingan itu! Sesungguhnya engkau adalah orang yang paling berhak memegang jabatan khalifah.” Sa’ad berkata, “Aku tidak akan menghadirinya! Sesungguhnya aku mendengar Rasulullah saw. bersabda:

” Sesungguhnya akan terjadi fitnah! Sebaik-baik manusia pada saat itu adalah yang tersembunyi lagi bertakwa.“Demi Allah aku tidak akan mau terlibat dalam urusan seperti itu selama lamanya. [1074]

Imam Ahmad mengatakan, “Abu Bakar al-Hanafi Abdul Kabir bin Abdul Majid menyampaikan kepada kami, ia berkata, Bukair bin Mismar telah menyampaikan kepada kami dari Amir bin Sa’ad bahwa saudaranya, yakni Umar bin Sa’ad, datang menemui Sa’ad bin Abi Waqqash ra. yang sedang menggembalakan kambing-kambingnya di luar kota Madinah. Demi melihat kedatangannya Sa’ad berseru, ‘Aku berlindung kepada Allah dari keburukan penunggang ini!’ Setelah menemuinya Umar bin Sa’ad (yaitu puteranya sendiri) berkata, “Wahai ayahanda, relakah engkau menjadi Arab badui bersama kambing-kambingmu sementara orang-orang berebut kekuasaan di Madinah?’

Maka Sa’ad menepuk dada puteranya itu sembari berkata, ‘Diamlah! Sesungguhnya aku mendengar Rasulullah ﷺ bersabda: ’ Sesungguhnya Allah menyukai hamba yang bertakwa, merasa berkecukupan dan tersembunyi. ‘1075 Demikianlah lafal yang diriwayatkan oleh Muslim dalam Shahihnya.[1076]

Imam Ahmad juga berkata, “Abdul Malik bin Amru telah menceritakan kepada kami, ia berkata, Katsir bin Zaid al-Aslami telah menceritakan kepada kami dari al-Muththalib dari Umar bin Sa’ad dari ayahnya, bahwasanya puteranya yakni Amir datang menemuinya dan berkata, ‘Wahai ayahanda, orang-orang berperang karena dunia sementara engkau bersembunyi di sini?’ Sa’ad berkata, ‘Wahai anakku, apakah engkau menyuruhku menjadi pemimpin dalam fitnah?

Demi Allah sekali-kali tidak, walaupun aku diberi pedang yang jika kugunakan untuk memukul seorang mukmin niscaya akan meleset, dan jika kugunakan untuk memukul seorang kafir niscaya akan membunuhnya. Aku mendengar Rasulullah ﷺ bersabda: ” Sesungguhnya Allah menyukai hamba yang merasa berkecukupan, tersembunyi lagi bertakwa.[1077]

Kisah ini seolah bertolak belakang dengan yang sebelumnya. Zhahir-nya, Umar bin Sa’ad minta bantuan kepada Amir, saudaranya, untuk merayu ayah mereka agar bersedia menghadiri perundingan. Barangkali saja mereka berpaling dari Ali dan Mu’awiyah lalu mengangkat menjadi khalifah. Sa’ad menolaknya dengan keras dan qana’ah terhadap kecukupan yang dimiliki dan pengasingan yang dijalaninya. Sebagaimana disebutkan dalam Shahih Muslim bahwa Rasulullah ﷺ bersabda, “Sungguh beruntung orang yang memeluk Islam dan diberi kecukupan rezeki lalu Allah memberinya qana’ah terhadap apa yang telah Allah berikan kepadanya. [1078]

Umar bin Sa’ad ini adalah seorang yang menyukai dunia dan jabatan. Begitulah kebiasaannya hingga dialah pemimpin pasukan yang membunuh al-Husain bin Ali ra.[1079] Sekiranya dia qana’ah seperti yang dilakukan ayah-nya niscaya semua iru tidak akan menimpa dirinya. Maksudnya adalah Sa’ad bin Abi Waqqash tidak menghadiri tahkim dan tidak ingin menghadirinya. Namun yang menghadiri tahkim adalah orang-orang yang telah kami sebutkan tadi. Ketika dua juru runding bertemu, keduanya sepakat mewujudkan maslahat bagi kaum muslimin setelah melihat dan meneliti persoalan. Kemudian keduanya sepakat mencopot Ali ra. dan Mu’awiyah [1080] kemudian menyerahkan masalah ini kepada kaum muslimin untuk memilih amir yang paling cocok buat mereka salah satu dari keduanya atau dari yang lainnya. Abu Musa al-Asy’ari mengisyaratkan agar mengangkat Abdullah bin Umar bin al-Khath-thab, Amru berkata kepadanya,” Angkat saja anakku, Abdullah bin Amru, yang setara ilmu, amal dan kezuhudannya?” Abu Musa membalasnya, “Engkau telah melibatkan anakmu itu ke dalam fitnah bersamamu walaupun sebe-narnya ia adalah seorang yang jujur.[1081]

Reerensi :

[1015] Diriwayatkan oleh Abdurrazzaq dalam Mushanna/hya, 9/357, silahkan lihat Minhajus Sunnah, bITib, beliau berkata, “Ini adalah sanad yang paling shahih di atas muka bumi. Muhammad bin Sirin adalah orang yang paling wara’dl daerahnya, riwayat mursafoya adalah riwayat mursalyanq paling shahih.”

[1016] Abu Syaibah adalah Ibrahim bin Utsman al-Absi al-Kufi, Abu Syaibah al-Kabir, qadhi wilayah Wasith. Ia meriwayatkan dari al- Hakam bin Utaibah, paman dari pihak ibunya, dan Abu Ishaq as-Sabi’i. Dan Syu’bah, Jarir bin Abdil Hamid dan al- Walid bin Muslim meriwayatkan darinya. Ahmad, Yahya dan Abu Dawud berkata tentangnya, “Dhaif!” Al-Bukhari Berkomentar tentangnya, “Sakatu ‘anhu (mereka tidak berkomentar tentangnya).” Al-Hafizh Ibnu Hajar berkata dalam kitab at-Taqhb, “Matrukul hadits (haditsnya riwayatnya ditinggalkan).” Wafat pada tahun 169 H, silahkan lihat Tahdzib at-Tahdzib, 1/144 dan at-Taqrib, halaman 112.

[1017] Minhajus Sunnah, hlTil, beliau berkata, Nash ini menunjukkan sedikitnya peserta perang Shiffin. Ada yang mengatakan bahwa Sahal bin Hunaif dan Abu Ayyub ikut serta dalam peperangan tersebut. Perkataan Ibnu Sirin tadi lebih dekat kepada kebenaran, hampir tidak disebutkan lebih dari seratus. Saya katakan, Ibnu Abi Syaibah meriwayatkan dalam kitab al-Mushannaf, 15/303 dan Khalifah bin Khayyath dalam Tarikhnya, halaman 196, dari Syu’bah dari al-Hakam bahwa Abu Ayyub tidak ikut dalam peperangan Shiffin, namun beliau ikut serta bersama Ali dalam peperangan Natirawan (melawan kaum KhawanJ).”‘

[1018] Silahkan lihat kitab al-Ibanah karangan Ibnu Baththah, 2/596, dengan tahqiq Dr. Ridha Na’san.

[1019] Silahkan lihat Tarikh ath-Thabari, 4/561-562.

[1020] Sebuah nama tempat di dekat Kufah ke arah Syam, (Mu’jamul Buldan, 5/278).

1021 Silahkan lihat Tarikh ath-Thabari, 4/563 dari jalur Abu Bakar al-Hudzali, ia adalah seorang penukil khabar yang lemah.

[1022] ‘Anat adalah negeri yang masyhur antara Riffah dan Hiet, terletak di tepi sungai Eufrat. Di situ terdapat sebuah benteng yang kokoh dan masih termasuk wilayah al-Jazirah {Mu’jamulBuldan, 4/72).

[1023] Disebut demikian karena daerah ini terletak di dataran rendah atau lembah. Pada asalnya disebut Hut kemudian huruf waw berubah menjadi ya’ karena kedudukannya yang berbaris mati dan sebelumnya berbaris kasrah. la adalah sebuah kota di tepi sungai Eufrat sebelah atas al-Anbar. Daerah ini memiliki banyak sekali pohon kurma dan bersebelahan dengan al- Barriyyah, silahkan lihat Mu’jamul Buldan, 5/420.

[1024] Kelihatannya Ibnu Katsir meringkasnya dari riwayat-riwayat ath-Thabari, yaitu dari jalur Abu Mikhnaf. Tentang terjadinya pertempuran kecil di sumber air ada riwayat yang mendukungnya yang dikeluarkan oleh Ibnu Abi Syaibah dalam Mushannaf, 15/294 dengan sanad hasan. Ada riwayat lain yang menafikan terjadinya pertempuran kecil tersebut, diriwayatkan oleh Ibnu Abi Syaibah, 15/292, nashnya sebagai berikut, Mu’awiyah bin Hisyam telah menceritakan kepada kami, ia berkata, “Ibnu Abi Dzi’b telah menceritakan kepada kami dari seseorang yang telah menceritakan dari Ali, ia berkata, ‘Ketika berhadapan dengan Mu’awiyah, Mu’awiyah mendahului Ali menduduki sumber air. Mu’awiyah berkata, ‘Biarkanlah mereka (mengambil air) karena tidak boleh menghalangi orang lain mengambil air’.” Riwayat ini terdapat perawi yang belum disebutkan namanya. Akan tetapi ada riwayat lain yang menyertainya yang diriwayatkan oleh Ibnu Asakir dalam Tarikh Dimasyq, 4/45, riwayat ini lebih tepat dan lebih sesuai dengan realitas dan mungkin juga digabung dengan riwayat yang menyebutkan terjadinya pertempuran kecil itu, yakni pertempuran kecil itu terjadi tanpa sepengetahuan Mu’awiyah, kemudian ketika beliau mengetahuinya beliau segera melarang mereka.

[1025] Penulis menyebutkan setelah ini riwayat yang dinukil dari ath-Thabari melalui jalur Hisyam al-Kalbi dari Abu Mikhnaf, riwayat itu penuh dengan perkara-perkara aneh dan mungkar. Oleh sebab itu, setelah mencantumkannya beliau berkata, “Menurutku riwayat ini tidak shahih dari Ali ra.” Silahkan lihat al-Bidayah wan Nihayah, 10/502-506, kemudian Menyebutkan riwayat lain dari jalur Ibnu Daizil dari Umar bin Sa’ad, ia adalah seorang syaikh yang sudah sepuh menganut paham syi’ah, kedudukannya matruk. Demikian dikatakan oleh Ibnu Abi Hatim dalam kitab al-Jarh wat Ta’dil, 6/112, riwayat ini penuh dengan keanehan dan perkara yang berlebih-lebihan.

[1026] Silahkan lihat Tarlkh ath-Thabari, 5/11-12.

[1027] Jabir bin Yazid bin al-Harits al-Ju’fi Abu Abdillah al-Kufi, perawi dhaif, seorang penganut paham Rafidhah, wafat tahun 127 H. Silahkan lihat at-Taqrib karangan Ibnu Hajar, 1/123 dan silahkan lihat juga kisah perang Shiffin tulisan Nashr bin Muzahim halaman 156-157.

[1028] Penulis menyebutkan beberapa perincian lainnya, termasuk khutbah yang dinisbatkan kepada Ali bin Abi Thalib ra. melalui jalur Abu Mikhnaf, dan dari jalur Amru bin Syamir dari Jabir al-Ju’fi. Silahkan lihat kitab Ash-Shafahat, 10/515-526.

[1029] Silahkan lihat al-Musnad, 6/319, sanadnya shahih, pengkhususan yang disebutkan oleh Ammar, “Niscaya aku yakin Bahwa orang-orang baik yang ikut bersama kami” sangat penting artinya, karena dikecualikan darinya para pengacau dan pengikut hawa nafsu. Silahkan lihat Marwiyat Abu Mikhnaf dalam kitab Tarikh ath-Thabarihalaman 367.

[1030] Idem, 6/319.

[1031] Shahih Muslim dalam kitab a\-Munafiqin wa Sifatuhum hadits nomor 2779.

[1032] Silahkan lihat Musnad Ahmad, 6/319, Dala’ilun Nubuwwah karanqan al-Baihaqi, 6/421, al-Haitsami berkata dalam kitab al-Majma’, 7/243, “Diriwayatkan oleh Ahmad dan ath-Thabrani, perawi rlwayat Ahmad adalah perawi shahih hanya saja sanadnya munqathi’ {terputus).”

[1033] Ibid, 4/319.

[1034] 1Riwayat ini sangat lemah sekali, di dalamnya terdapat Amru bin Syamir al-Ju’fi, Abu Abdillah. Ibnu Ma’in berkata tentangnya, ‘Tidak ts/qaM” Abu Hatim berkata, Munkar hadits jiddan, dhaiful hadits dan tidak bisa dipakai, para ulama sepakat membuangya.” Silahkan lihat kitab Jarh wa Ta’dil, 6/239. Dan Jabir bin Yazid al-Ju’fi perawi dhaif dan pengikut kelompok Rafidhah, sebagaimana disebutkan oleh Ibnu Hajar dalam at-Taqrib, 1/123. Ath-Thabari telah menyebutkan, 5/41, peristiwa terbunuhnya Ammar, beliau tidak menyebutkan bahwa ada seseorang yang menebas kepala beliau. Sanadnya baik, kisah ini disebutkan secara komplit oleh penulis (Ibnu Katsir) namun sengaja tidak saya muat karena di dalamnya terdapat kemungkaran yang nyata

[1035] Diriwayatkan oleh Ahmad dalam al-Musnad, 2/164, 206, Ahmad Syakir berkata, “Sanadnya shahih.” Silahkan lihat Musnad Ahmad, tahqiq Ahmad Syakir hadits nomor 6538 dan nomor 6929.

[1036] Ada riwayat lain yang menyertainya dalam kitab al-Musnad, 1/86.

[1037] Diriwayatkan oleh Imam Ahmad dengan lafal yang mirip seperti di atas dalam Musnad beliau, 4/199 dengan sanad shahih.

[1038] Lihat dalam kitab al-Musnad, 2/161, dan 2/206, dari jalur al-Fadhl bin Dukain dari Sufyan dari al-A’masy. Ahmad Syakir berkata, Sanadnya shahih. Silahkan lihat Musnad Ahmad tahqiq Ahmad Syakir hadits nomor 6499 dan nomor 6926. Diriwayatkan oleh an-Nasa’i dalam Khashaish Ali’ , silahkan lihat Tahdzib Khashaish Amirul Mukminin Ali ^&\\a\aman 92. Ahmad Syakir berkata dalam Tahqiq Musnad, 9/210, “Sabda nabi Mmutawatir, tidak syak lagi atas kemutawatirannya di kalangan ahli ilmu.”

[1039] Ibid, 2/161 dan dishahihkan oleh Ahmad Syakir, hadits nomor 6500.

[1040] Silahkan lihat Shahih al-Bukhari nomor 447 dan 2812, lihat juga Shahih Muslim nomor 2915 dan 2916.

[1041] Musnad Ahmad, 3/22 dan 28.

[1042] Al-Hafizh Ibnu Hajar berkata dalam kitab FathulBari, 1/542, “Dhamir(kata ganti) pada kata: yad’uuhum (Ammar mengajak mereka) tanpa disebutkan siapa mereka, maksudnya adalah para pembunuhnya. Sebagaimana yang disebutkan dalam riwayat lain yang berbunyi: “Ia dibunuh oleh kelompok pembangkang, ia mengajak mereka ke surga…” Jika ada yang mengatakan, Ammar terbunuh pada peperangan Shiffin, ia berada di pihak Ali. Dan orang-orang yang membunuhnya bersama Mu’awiyah, dalam pasukan Mu’awiyah terdapat beberapa orang sahabat nabi. Lalu bagaimana mungkin mereka mengajak ke neraka? Jawabnya: Mereka mengira mereka mengajak ke surga, mereka telah berijtihad, tidak ada cela atas mereka dalam mengikuti perkiraan mereka tersebut. Yang dimaksud mengajak ke surga adalah mengajak ke jalan menuju surga, yaitu mentaati imam. Demikianlah, Ammar mengajak mereka untuk mentaati Ali, imam yang wajib ditaati saat itu. Namun mereka mengajaknya kepada jalan lain, akan tetapi mereka dimaafkan karena takwil yang menurut mereka benar itu

[1043] Shahih al-Bukhari, Kitab Ash-Shalat Bab Kerja sama dalam membangun masjid. Dari jalur Abdul Aziz bin al-Mukhtar dan dari jalur Abdul Wahhab Ats-Tsaqafi dalam kitab al-Jihad Bab: Mengusap debu dari kepala saat berjihad fi sabilillah. Silahkan lihat juga kitab al-Musnad, 3/90-91.

[1044] Al-Hafizh Ibnu Hajar al-Asqalani memperingatkan dalam Fathul Bari, 1/542 bahwa sabda nabi “ia dibunuh oleh kelompok pembangkang” tidak terdapat dalam kitab Shahih. Imam al-Bukhari sengaja menghilangkannya karena satu faidah yang sangat tersembunyi, yaitu Abu Sa’id al-Khudri 4» mengaku bahwa ia belum mendengar tambahan ini dari Rasulullah ﷺ itu menunjukkan bahwa tambahan tersebut dalam riwayat ini adalah mudraj (sisipan). Adapun riwayat yang menjelaskan tambahan tersebut tidak sesuai dengan kriteria beliau.” Al-Mizzi telah lebih dahulu mengingatkan hal ini dalam kitab Tuhfatul Asyraf, 3/427.

[1045 Al-Musnad, 3/28.

[1046 Shahih Muslim dalam kitab al-Fltan hadits nomor 2915.

[1047 Hadits nomor 2916.

[1048 Lafal tambahan ini tidak terdapat dalam Shahih Muslim, bahkan Ibnu Katsir telah mengingatkannya sebagaimana yang akan disebutkan sebentar lagi bahwa tambahan seperti ini tidak shahih.

[1049 Hadits riwayat al-Baihaqi dalam Dala’ilan-Nubuwwah,

[1050 Al-Musnad, 3/5, sanadnya shahih

[1051 Imam an-Nawawi berkata, Riwayat-riwayat dari Rasulullah ﷺ, secara Jelas menyebutkan bahwa Ali ra. berada di pihak yang benar dan kelompok lain dari pasukan Mu’awiyah adalah para pembangkang yang melakukan hal itu atas dasar takwil yang keliru. Dan di dalamnya juga ditegaskan bahwa kedua kelompok tersebut masih termasuk kaum mukminin, tidak keluar dari keimanan dan tidak fasiq karena peperangan tersebut.” Silahkan lihat Syarah Shahih Muslim, 7/168.

[1053] Silahkan lihat kitab al-Musnad, 3/485, hadits ini terdapat dalam kitab Shahih al-Bukhari dengan sanad di atas. Akan tetapi Imam al-Bukhari meringkasnya (silahkan lihat dalam Shahih al-Bukharikitab Tafsir -FathulBan, 8/587.

[1054] Penulis menyebutkannya di sini, 10/545 sebuah riwayat mungkar dari Abu Mikhnaf yang sengaja tidak saya sebutkan di sini.

[1055] Al-Haitsam bin Adi bin Abdurrahman al-Kufi, seorang ahli sejarah dan penulis yang produktif menghasilkan banyak kitab. Disebutkan oleh Ibnu Nadim (halaman 112) dan Yaqut dalam Mu’jamul Udaba’, 19/309, bahwa para ulama sepakat atas kedhaifannya dan tidak memakai haditsnya. Silahkan lihat SiyarA’lam an-Nubala’, 10/103.

[1056] Riwayat ini mungkar dan tidak shahih sanadnya. Dan juga bertentangan dengan riwayat-riwayat lain. Imam ath-Thabari meriwayatkan dalam Tarikhnya, 5/40, dengan sanad yang para perawinya tsiqah bahwa Ammar terbunuh sebelum ajakan bertahkim kepada Kitabullah.”Saya katakan, “Itulah yang masyhur disebutkan dalam catatan sejarah.”

[1057] Setelah itu penulis, 10/547, membawakan sebuah riwayat dari jalur Abu Mikhnaf yang bertentangan dengan riwayat Yang dinukil oleh perawi-perawi tsiqah yang menyebutkan bahwa Ali menerima tahkim tersebut dan meridhainya serta menyambut ajakan pasukan Syam ketika mereka mengajak berdamai sebagaimana disebutkan dalam hadits Ahmad di atas.

[1058] Silahkan lihat Tarikh Khalifah halaman 223 dan kitab al-Muntazhim, 5/8120.

[1059] Tarikh ath-Thabari, 10/543-550 dan al-Muntazhim, 5/117-123

[1060] Dala’ilun Nubuwwah, 6/419. Al-Hafizh Ibnu Hajar berkata dalam Fathul Bari, 6/616, “Maksudnya adalah pasukan yang berperang di pihak Ali dan di pihak Mu’awiyah pada peperangan Shiffin.”

[1061] Shahih al-Bukhari dalam kitab al-Manaqib Bab Tanda-tanda Kenabian Dalam Islam, silahkan lihat kitab Fathul Bari,

6/616 hadits nomor 3609 dan Shahih Muslim dalam kitab al-Fitan hadits nomor 157.

[1062] Shahih al-Bukhari hadits nomor 3608.

[1063] Shahih al-Bukhari dalam kitab Istitabatul Murtaddin, 88 Bab 8 dan dalam kitab al-Fitan, 92 Bab 25.

[1064] Diriwayatkan oleh Ahmad dalam al-Musnad, 1/393 dan 1/395 dari jalur Hajjaj dari Sufyan dan 1/390 dari jalur al-Qasim bin Abdurrahman dari ayahnya dari kakeknya yakni Abdullah bin Mas’ud ra. Ahmad Syakir menshahihkan seluruh jalur tersebut, silahkan lihat hadits nomor 3707, 3730, 3731 dan 758. Ath-Thayalisi meriwayatkan dalam Musnacfaya, halaman 50 dari jalur Syaiban dari Manshur dari Rib’i bin Hirasy. Diriwayatkan juga oleh Abu Dawud dalam Sunamya kitab al-Fitan, 4/453 hadits nomor 4254 dari jalur Sufyan ats-Tsauri. Diriwayatkan oleh al-Hakim dalam al-Mustadrak, 4/521 dari jalur Abu Dawud ath- Thayalisi dari Syaiban. Beliau berkata, “Sanadnya shahih, namun tidak diriwayatkan oleh al-Bukhari dan Muslim.” Perkataannya itu disepakati oleh adz-Dzahabi.

[1065] Tidak ada riwayat shahih yang menyebutkan hal itu. Dipilihnya Abu Musa al-Asy’ari untuk bertahkim disebabkan keistimewaan yang dimilikinya. Di antaranya adalah: Ilmunya, pengalamannya dalam hukum, jauhnya ia dari fitnah, dengan demikian diharapkan ia dapat menjatuhkan hukum secara obyektif. Namun sebenarnya Ali tidak mendapattekanan dari pihak manapun, karena para qurra'(kaum Khawarij) tersebut pada dasarnya menolak kebijaksanaan tahkim ini. Dan mereka terus menentang kebijaksanaan tersebut.

[1066] Perjanjian antara Rasulullah ﷺ dan kaum musyrikin Makkah dalam kisah Hudaibiyah, diriwayatkan oleh al- Bukhari dalam Shahi/mya kitab Asy-Syuruth Bab Syarat dalam Jihad. Silahkan lihat Fathul Bah, 5/329. Kisah Ali di atas didukung oleh sebuah riwayat yang dikeluarkan oleh Imam Ahmad dalam Musnadnya, 1/86 dari hadits Abdullah bin Syadad dari Ali ra. akan kami sebutkan secara lengkap dalam pembahasan Khawarijinsya Allah.

[1067] Pencantuman nama-nama saksi ini disebutkan dalam riwayat Abu Mikhnaf sebagaimana dicantumkan dalam Tarikh ath- Thabari, 5/53-54.

[1068] Daumatul Jandal, sebuah kampung di wilayah al-Jauf, adapun Adzruh adalah salah satu kampung yang sekarang terletak di negara Yordania. Jarak antara Daumatul Jandal dengan Adzruh sangatjauh. Menurut Yaqut kedua juru runding ini bertemu di Adzruh bukan di Daumatul Jandal. Barangkali teks yang benar dari kalimat di atas adalah: Mereka bertemu di Daumatul Jandal atau di Adzruh -yakni perawi ragu-. (Silahkan lihat Mu’jamul Buldan, 1/29 dan Mu’jamulMa’alim al-Jughrafiyah halaman 21, 81 dan 27).

[1069] Silahkan lihat catatan biografinya dalam Thabaqatlbnu Sa’ad SIS, beliau adalah ayah Abu Bakar bin Abdurrahman, salah seorang dari tujuh ahli fiqh yang terkenal di Madinah.

[1070] Beliau adalah Abdurrahman bin al-Aswad bin Abdi Yaghuts az-Zuhri, masih diperselisihkan tentang statusnya sebagai sahabat, silahkan lihat catatan biografinya dalam kitab ath-Thabaqat al-Kubra, 5/7, dan al-Ishabah, 4/286.

[1071] Nama lengkapnya Abu Jahm bin Hudzaifah bin Ghanim bin Amir al-Adawi, masuk Islam ketika penaklukan kota Makkah. Beliau termasuk orang yang berumur panjang. Beliau mengikuti dua kali pembangunan Ka’bah, silahkan lihat catatan biografi beliau dalam kitab Thabaqat Ibnu Sa’ad, dalam deretan para sahabat tingkat keempat 1/374 dan al-Ishabah, 7/71.

[1072] Demikian dikatakan oleh al-Waqidi sebagaimana disebutkan dalam Tarikh ath-Thabari, 5/66.

[1073] Itulah yang shahih, penulis akan menyebutkan bukti yang menguatkan hal tersebut.

[1074] Tarikh ath-Thabari tin jalur Abu Mikhnaf V/67), aku belum menemukan hadits dengan lafal seperti yang disebutkan di atas.

[1075] Silahkan lihat al-Musnad, 1/168, Ahmad Syakir mengatakan sanadnya shahih, 3/26.

[1076] Silahkan lihat Shahih Muslim dalam kitab az-Zuhd war Raqaiq, 4/2277.

[1077] Al-Musnad, 1/177, Ahmad Syakir berkata, “Sanadnya shahih,” 3/65.

[1078] Shahih Muslim dalam kitab az-Zakat Bab al-Kafaf wal Qana’ah 2/730 dari hadits Abdullah bin Amru bin al-‘Ash egfe.

[1079] Peristiwa itu terjadi pada tahun 61 H atas perintah Ubaidullah bin Ziyad.

[1080] Sebagaimana dimaklumi bahwa perkara yang dipertentangkan antara Ali dan Mu’awiyah adalah cara menegakkan hukum qishash dari para pembunuh Utsman. Mu’awiyah menuntut agar qishash segera dilaksanakan. Sementara Ali meminta udzur karena kondisi tidak stabil dan beliau menundanya hingga kondisi stabil. Perkara yang dipersoalkan bukanlah kepemimpinan dan khilafah hingga keduanya dicopot dari jabatan sebagaimana yang disebutkan dalam riwayat di atas. Namun yang benar dalam masalah tahkim ini adalah keduanya tidak sepakat dalam satu permasalahan dan belum mendapatkan jalan untuk menyelesaikannya lalu keduanya membiarkan masalah tersebut.

[1081] Kisah yang disebutkan oleh penulis berasal dari riwayat Abu Mikhnaf yang dicantumkan oleh ath-Thabari, 5/68, Keadaannya sudah dimaklumi, ia adalah seorang perawi dhaif dan penganut paham Syi’ah yang menyimpang. Silahkan lihat kritik Riwayat ini dalam pembahasan yang ditulis oleh Dr. Yahya bin Ibrahim al-Yahya terhadap riwayat-riwayat Abu Mikhnaf dalam Tarikh ath-Thabari halaman 401-418. Beliau telah membatalkan riwayat Abu Mikhnaf dengan sembilan alasan, dan beliau memperingatkan kemungkaran dan keanehan yang terdapat dalam riwayat Abu Mikhnaf ini.”

Sumber : https://hbis.wordpress.com/2010/03/10/perang-shiffin-antara-pendukung-ali-bin-abi-thalib-dan-mu%e2%80%99awiyah-bin-abi-sufyan/

Luas Tanah+/- 740 M2
Luas Bangunan+/- 500 M2
Status LokasiWakaf dari almarhum H.Abdul Manan
Tahun Berdiri1398H/1978M