• Beribadalah kamu sampai datang "Haqqul Yakin" (kematian)
Rabu, 29 Oktober 2025

Abdurrahman bin Amr Al Auza’i

Bagikan

Nama beliau adalah Abdurrahman bin Amr bin Yahya Al-Auza’i. Beliau dikenal dengan nama nisbahnya, Al-Auza’i, nisbah ke daerah Al-Auza’, salah satu wilayah di Damaskus. Beliau dilahirkan pada tahun 88 H dan mengalami masa kanak-kanak dalam keadaan yatim. Namun, sejak kecil, beliau senantiasa berusaha memperbaiki diri. Sebagaimana layaknya ulama lainnya, beliau melakukan perjalanan menuju Yamamah dan Bashrah sebagai petualangan dalam menuntut ilmu.

Guru dan murid Al-Auza’i
Beliau mengambil hadis dari Atha’ bin Abi Rabah, Qasim bin Makhimarah, Syaddad bin Abu Ammar, Rabi’ah bin Yazid, Az-Zuhri, Muhammad bin Ibrahim At-Taimi, Yahya bin Abi Katsir, dan sejumlah ulama besar dari kalangan tabiin lainnya. Diceritakan juga bahwa beliau sempat mengambil hadis dari Muhammad bin Sirin di waktu Muhammad bin Sirin sakit.
Sementara, daftar para ulama yang menjadi murid beliau antara lain: Syu’bah, Ibnu Mubarak, Walid bin Muslim, Al-Haql bin Ziyad, Yahya bin Hamzah, Yahya Al-Qaththan, Muhammad bin Yusuf, Al-Faryabi, Abu Al-Mughirah, dan sejumlah ulama lainnya.

Pujian-pujian untuk Al-Auza’i
Selama hidupnya, Imam Al-Auza’i lebih banyak disibukkan dengan berdakwah dan mengajarkan ilmu. Abu Zur’ah mengatakan, “Pekerjaan beliau adalah menulis dan membuat risalah. Risalah-risalah beliau sangat menyentuh.”

Walid bin Mazid mengatakan, “Saya belum pernah melihat beliau tertawa terbahak-bahak. Apabila beliau menyampaikan kajian yang mengingatkan akhirat, hampir tidak dijumpai hati yang tidak menangis.” Beliau juga mengatakan, “Saya belum pernah melihat orang yang lebih rajin beribadah melebihi Al-Auza’i.”

Al-Haql mengatakan, “Al-Auza’i telah menjawab dan menjelaskan 70.000 permasalahan.” Sementara, Al-Kharibi mengatakan, “Al-Auza’i adalah manusia terbaik di zamannya. Beliau layak untuk mendapat jabatan khilafah.” Bisyr bin Mundzir mengatakan, “Saya melihat Al-Auza’i seperti orang buta, karena khusyuknya.” Disebutkan bahwa beliau menghidupkan malamnya dengan salat dan membaca Alquran sambil menangis.

Nasihat-nasihat Al-Auza’i
Ada beberapa nasihat yang pernah disampaikan Al-Auza’i, di antaranya:
1. Beliau pernah mengatakan kepada Walid bin Mazid, “Apabila Allah menghendaki keburukan untuk suatu kaum, Allah membuka pintu ‘suka berdebat’ dan Allah sulitkan mereka untuk beramal.”
2. Beliau juga menjelaskan akidah ahlus sunnah, sebagaimana yang diceritakan oleh Muhammad bin Katsir Al-Mashishi, bahwa beliau mendengar Al-Auza’i mengatakan, “Kami dan para tabiin, semuanya, berpendapat bahwa Allah berada di atas Arsy, dan kami beriman terhadap semua keterangan tentang Allah yang terdapat dalam sunah.”
3. Beliau menasihatkan agar manusia senantiasa berpegang dengan sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Sebagaimana diriwayatkan Amir bin Yasaf, bahwa beliau mendengar Al-Auza’i mengatakan, “Apabila kamu mendengar hadis dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, janganlah kamu mengambil pendapat orang lain, karena beliau adalah mubalig (penyampai berita) dari Allah.”
4. Beliau juga menasihatkan, “Tidaklah seseorang berbuat bid’ah kecuali pasti akan dicabut sifat wara’-nya”.
5. Dari Abu Ishaq Al-Fazari, bahwa Al-Auza’i menasihatkan, “Ada lima hal yang dipegangi para sahabat dan tabiin: berpegang teguh dengan jamaah (pemerintah), mengikuti sunah, memakmurkan masjid (rajin shalat berjamaah), membaca Alquran, dan berjihad.”
6. Ibnu Syabur mengatakan bahwa Al-Auza’i pernah menasihatkan, “Barang siapa yang mencari-cari pendapat-pendapat aneh yang menyimpang dari para ulama, niscaya dia akan keluar dari Islam.”
7. Walid bin Mazid menceritakan bahwa Al-Auza’i mengatakan, “Celakalah orang yang mendalami ilmu untuk masalah selain ibadah dan orang yang berusaha menghalalkan hal yang haram dengan syubhat.”
8. Beliau juga pernah berpesan dengan satu perkataan yang indah dan cukup terkenal, sebagaimana diriwayatkan oleh Walid bin Mazid; beliau mendengar Al-Auza’i mengatakan,
عَلَيكَ بِآثَارِ مَن سَلَفَ وَإِن رَفَضَكَ النّاسُ وَإِيّاكَ ورَأيَ الرِّجَال
وَإِن زَخْرَفُوهُ بِالقَولِ فَإِنَّ الأَمرَ يَنجَلِي وَأَنتَ عَلَى طَرِيقٍ مُستَقِيم
“Berpegang-teguhlah dengan atsar (riwayat) para ulama salaf, meskipun masyarakat menolakmu.
Jangan mengikuti pemikiran manusia, meskipun mereka menghiasi ucapannya.
Sesungguhnya, semua perkara akan tampak dalam keadaan engkau berada di jalan yang lurus.”

Wafatnya Al-Auza’i
Beliau sangat dimuliakan oleh Khalifah Al-Manshur. Khalifah sangat memerhatikan nasihat-nasihat Al-Auza’i. Sampai akhirnya, beliau pernah ditawari untuk menjadi hakim oleh Khalifah, namun beliau menolaknya. Di akhir hayatnya, beliau berangkat ke Beirut dan melaksanakan tugas ribath (menjaga daerah perbatasan) dan meninggal dunia di sana. Warisan yang beliau tinggalkan ketika beliau wafat hanya enam dinar, dan itu merupakan sisa dari sedekah yang dia berikan. Semoga Allah merahmati Imam Al-Auza’i. (Adz-Dzahabi, Tadzkirah Al-Huffazh, Al-Maktabah Asy-Syamilah, no. urut 177)

Artikel www.Yufidia.com
Referensi : https://yufidia.com/biografi-ulama-imam-al-auzai/

Imam Al-Auza’i (88 H (706/707 M) – 157 H (773/774 M)) adalah ulama ahlussunnah dan eponim bagi mazhab fikih Auza’i. Nama lengkapnya adalah Abdurrahman bin Amr bin Yahya Al-Auza’i. Al-Auza’i adalah nisbah ke daerah Al-Auza’, salah satu wilayah di Damaskus. Menurut Adz-Dzahabi, dia adalah seorang “Syaikh Islam, ‘alim wilayah Syam.” Dia bertempat-tinggal di Al-Auza’, sebuah kampung kecil di daerah Bab al-Faradis, di dekat Damaskus, kemudian dia pindah ke Beirut, hingga dia meninggal di sana. Dia dilahirkan pada tahun 88 H dan mengalami masa kanak-kanak dalam keadaan yatim. Ia melakukan perjalanan menuntut ilmu (rihlah) menuju Yamamah dan Bashrah.

Tidak banyak karya pribadinya yang masih bertahan dan dapat ditemukan pada saat ini, meskipun begitu berbagai perkataannya masih dapat ditemui dari nukilan-nukilan yang terdapat pada kitab-kitab karya muridnya dan para ulama sesudahnya.

Abu Zur’ah mengatakan tentangnya, “Pekerjaan dia adalah menulis dan membuat risalah. Risalah-risalah dia sangat menyentuh.” Ia begitu dihormati oleh Khalifah Al-Manshur dan pernah ditawari untuk menjadi hakim (Qadhi oleh Khalifah namun Al-Auza’i menolaknya. Di akhir hayatnya, ia berangkat ke Beirutuntuk melaksanakan tugas ribath (menjaga daerah perbatasan) dan wafat di sana. Dikatakan Warisan yang ia tinggalkan hanya enam dinar yang merupakan sisa dari sedekah yang dia berikan.[1]

Masa Muda Al Awza’i
Al-Abbas bin al-Walid bercerita bahwa guru-gurunya berkata, bahwa al-Auza’i bercerita, “Ayahku meninggal ketika aku masih kecil. Pada suatu hari aku bermain-main dengan anak-anak sebayaku, maka lewatlah seseorang (dikenal sebagai seorang syaikh yang mulia dari Arab), lalu anak-anak lari ketika melihatnya, sedangkan aku tetap di tempat. Lantas Syaikh tersebut bertanya kepadaku, “Kamu anak siapa?”; maka saya menjawabnya. Kemudian dia berkata lagi, “Wahai anak saudaraku, semoga Allah merahmati ayahmu.” Lalu dia mengajakku kerumahnya, dan tinggal bersamanya sehingga aku baligh.

Dia mengikutsertakan aku dalam dewan (kantor/mahkamah pengadilan) untuk bermusyawarah dan juga ketika pergi bersama rombongan ke Yamamah. Tatkala aku sampai di Yamamah, aku masuk ke dalam masjid jami’. Pada waktu keluar masjid ada seorang temanku berkata kepadaku, “Saya melihat Yahya bin Abi Katsir (salah seorang ulama Yamamah) kagum kepadamu; dan dia mengatakan, ‘Tidaklah saya melihat di antara para utusan itu ada yang lebih mendapatkan petunjuk daripada pemuda itu!”

Al-Auza’i berkata, “Kemudian aku bermajelis dengannya dan menulis ilmu darinya hingga 14 atau 13 buku, kemudian terbakar semuanya.” Beliau adalah orang yang pertama kali menulis buku ilmu di Syam.[2]
Beliau adalah orang yang menghidupkan malamnya dengan shalat lail, membaca al-Qur’an dan menangis. Bahkan sebagian penduduk kota Beirut bercerita bahwa pada suatu hari ibunya memasuki rumah al-Auza’i dan memasuki kamar shalatnya, maka dia mendapati tempat shalatnya basah karena air mata tangisan malam harinya.

Beliau meninggal pada tahun 153 H, dan kebanyakan ulama berkata bahwa beliau meninggal pada tahun 157 H di bulan Shafar. ebab kematiannya, bahwa setelah beliau menyelesaikan pekerjaannya mengecat sesuatu dengan cat berwarna, kemudian masuk kamar mandi yang ada di rumahnya; sementara istrinya masuk bersamanya dengan membawa tabung yang berisi arang agar beliau tidak kedinginan di dalamnya. Istrinya menutup pintu kamar mandi tersebut. Ketika asap arang itu menyebar, beliau menjadi lemas. Beliau berusaha membuka pintu, tetapi tidak bisa. Kemudian beliau terjatuh, dan kami menemukannya dalam keadaan tangan menghitam dan menghadap ke arah kiblat.

Abu Mushir berkata tentang kematian al-Auza’i, bahwa ketika dia berada dikamar mandi, istrinya menutup pintu kamar mandi tersebut tanpa sengaja, sehingga hal itulah yang menjadi penyebab kematiannya. Karenanya Sa’id bin Abdul Aziz memerintahkan istri al-Auza’i untuk membebaskan seorang budak. Al-Auza’i tidak meninggalkan harta warisan melainkan uang sebanyak 6 dinar.

Sumbangan beliau untuk ekonomi Islam:
1. Awza’i cenderung membenarkan kebebasan dalam kontrak dan memfasilitasi orang-orang dalam transaksi mereka.
2. Memberlakukan sistem bagi-hasil pertanian (muzaraah) karena system ini di butuhkan seperti halnya dia membolehkan bagi hasil keuntungan (Mudharabah). Dalam hal ini, modal di pinjamkan boleh dalam bentuk tunai atau natura yang ditolak oleh beberapa ahli hukum lainnya.
3. Menggunakan pendekatan yang lebih fleksibel dalam kontrak Salam.[3]

Perkembangan Madzhab Al-Auza’ie
Madzhab Al-Auza’i dikembangkan oleh murid-muridnya, seperti Imam Malik dan Sufyan bin Uyainah, sebelum kedua tokoh itu mendirikan madzhabnya sendiri. Madzhab Al-Auza’i sempat diamalkan orang di Syam (Syiria) selama 220 tahun sebelum terdesak oleh madzhab Syafi’i. Madzhab tersebut juga pernah berkembang di Andalusia, namun akhirnya tergantikan oleh madzhab Maliki. Fatwa dan pemikiran Al-Auza’i sebenarnya belum pernah terkodifikasi (mudawwan) dalam satu buku tersendiri.

Salah satu tokoh berkembangannya madzhab ini ialah Abdurrahman bin Ibrahim (245 H) dari keluarga Umawi (penguasa ketika itu), yang menyebarkan madzhab al-Auza’ie dengan posisinya sebagai Gubernur Yordan serta Palestina ketika itu. Dan juga, yang masyhur ialah Sho’sho’ah bin Salam bin Abdullah al-Dimasyqa (190 H) yang membawa madzhab ini ke Andalus, yang mana beliau juga seorang khathib di Qurthuba.[4]

Pemikiran Imam yang bersahaja itu tersebar di banyak kitab seperti Ikhtilaf Al-Fuqaha karya Ibnu Jarir Ath-Thabari dan Al-Umm karya Imam Syafi’i. Dalam Al-Umm, Imam Syafi’i mengulasnya secara khusus dalam satu bab tersendiri yang bertajuk kitab siyarul Auza’i, yang berisi perdebatan antara Imam Hanafi dan ulama Hanafiah dengan Imam Al-Auza’i. Kitab lain yang memuat pendapat Al-Auza’i antara lain Muqaddimah al-Jarh wat Ta’dil karya Abu Hatim, Tarikh Damsyiq karya Ibnu Asakir Ad-Dimasyqi dan Al-Bidayah wan Nihayah karya Abul Fida Muhmmad ibn Katsir Ad-Dimasyqi. Keilmuan Imam Al-Auza’i begitu membekas di hati rakyat Beirut hingga saat ini. Terbukti salah satu akademi studi Islam di kota itu yang didirikan pada tahun 1980an diberi nama Kulliyah Al-Imam Al-Auza’i lid Dirasa al-Islamiyyah, Akademi Studi Keislaman Imam Al-Auza’i.

Pujian Para Ulama terhadap Al Awza’i
• Al-Kharibi mengatakan, “Al-Auza’i adalah manusia terbaik di zamannya. Dia layak untuk mendapat jabatan khilafah.” Ibnu Mushir mengatakan dia menghidupi malamnya dengan salat dan mengaji Qur’an. Bisyr bin Mundzir mengatakan, “Saya melihat Al-Auza’i seperti orang buta, karena khusyuknya.”
• Abdul Malik bin Muhammad mengatakan, “Tak sekalipun Al-Auza’i berbicara selekas Salat Subuh, hingga dia berdzikir kepada Allah. Kalau perkataannya cuma satu, dia akan menjawabnya.”

Demikianlah, tak hanya dikenal sebagai ulama yang alim, Imam Abdurrahman Al-Auza’i juga termasyhur dengan keshalihan dan ketaqwaannya. Perihal ketaqwaan Al-Auza’i, sebagian penduduk kota Beirut menceritakan, suatu hari ibunya memasuki rumah sang imam dan memasuki kamar shalatnya. Sang ibu mendapati tempat shalat Imam Al-Auz’ai basah karena sisa air mata tangisan malam harinya.

Ketika berita keluasan ilmunya tersebar, para penuntut ilmu pun berduyun-duyun datang dan belajar kepada Imam Al-Auza’i. Di antara mereka tercatat Syu’bah, Sufyan Ats-Tsauri, Yunus bin Yazid, Malik, Ibnul Mubarok, Abu Ishaq Al-Fazari, Yahya Al-Qadhi, Yahya Al-Qaththan, Muhammad bin Katsir, Muhammad bin Syu’aib dan masih banyak lagi.

Dasar pemikiran Ekonomi Al-Awza’i
Dasar pemikiran ekonomi Abdurrahman Al-Awza’i adalah beliau cenderung membebaskan orang melakukan kontrak dan untuk memfasilitaskan orang dalam transaksi mereka ia memberlakukan bagi hasil pertanian (muzraah) sesuai dengan kebutuhannya sebagaimana ia membolehkan bagi hasil usaha. Tampak pada masa itu sudah di kenalkan sharecropping dan syirkah bahkan sudah terjadi salah satu bentuk syirkah yang selanjutnya yang dikenal dengan mudharabah.

Berakhirnya Madzhab Al-Awza’i
Sayangnya, di pertengahan abad ke-3, madzhab ini perlahan mulai hilang dan ditinggalkan serta tidak ada lagi yang mengamalkan. Salah satu penyebabnya adalah masuknya madzhab Imam al-Syafi’i di awal abad ke-3 ke Syam, yang akhirnya menggerus Madzhab Al-Awza’i. Kalau di Andalus, madzhab initergerus oleh eksistensinya madzhab al-Malikiyah di pertengahan abad ke-3 tersebut.[5]

Tapi kalau diteliti lebih dalam, punahnya madzhab ini bukan hanya karena adanya madzhab baru yang datang, tapi kerena memang tidak adanya budaya pelestarian ilmu dengan tulisan yang dilakukan oleh para murid dan pengikut Imam al-Auza’i. Mereka hanya mengamalkan tanpa mengabadikan. Akhirnya kita sulit untuk melihat fiqih dan corak ushul madzhab al-Auza’i serta fatwa-fatwa beliau. Tapi kita akan masih mendapati beberapa pendapat fiqih beliau di beberapa kitab fiqih Muqaranah Madzhab seperti Kitab Bidayatul-Mujtahid karangan Imam Ibnu Rusyd, atau juga kitab al-Majmu’ karangan Imam al-Nawawi, serta kitab Bada’i al-Shana’i karangan Imam al-Kasani dari kalangan al-Hanafiyah.

Daftar Pustaka
al-‘Aziz, ‘. a.-R. (n.d.). Kitab al-Fiqih ‘ala al-Madzhab al-Arba’ah. qismu al-aqwal as-syakhsiyah.
As-Shalih, S. (2013). Membahas Ilmu-Ilmu Hadis. Jakarta: PT Pustaka Firdaus.
[1] Asy-Syurbasi, A,. Sejarah dan Biografi Empat Imam Mazhab. ( Amzah ,1991 ). hlm. 72.
[2] Ibid,. hlm. 74.
[3] As-Shalih, S., Membahas Ilmu-Ilmu Hadis. (Jakarta: PT Pustaka Firdaus, 2013). hlm. 60.
[4] Ibid,. hlm. 62.
[5] Asy-Syurbasi, A,. Sejarah dan Biografi Empat Imam Mazhab. ( Amzah ,1991 ). hlm. 80.

Sumber : https://zulfanisadamayanti.blogspot.com/2018/05/biografi-al-awzai-dan-imam-malik.html

Luas Tanah+/- 740 M2
Luas Bangunan+/- 500 M2
Status LokasiWakaf dari almarhum H.Abdul Manan
Tahun Berdiri1398H/1978M