Al-Muattabi’ dan Asy-Syahid, serta jalan mencapai keduanya (Al-‘Itibar)
Contoh
Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasalam bersabda : “Bulan itu bilangannya 29 hari, jangan berpuasa sebelum kamu melihat hilal, danjangan kamu berbuka sebelum kamu melihatnya. Maka jika tertutup awan atas kamu, perkirakanlah baginya”.
Hadits ini diriwayatkan oleh Malik, Bukhari, Muslim, An-Nasa’I, dan Ibnu Khuzaimah.
Diriwayatkan oleh shahabat Malik dari Malik, dari Abdullahbin Dinar, dari Abdullah bin ‘Umar bahwa Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam bersabda : “……maka jika tertutup awan atas kamu, maka perkirakanlah baginya”.
Diriwayatkan oleh Asy-Syafi’I, dari Malik, dari Abdullah bin Dinar, dari Abdullah bin ‘Umar dengan lafadh yang sama bahwa Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam bersabda : “…….maka jika tertutup awan atas kamu, sempurnakanlah bilangannya 30 hari”.
Diriwayatkan oleh Abdullah bin Salamah Al-Qa’nabi, dari Malik, dari Abdullah bin Dinar, dari Abdullah bin Umar dengan lafadh yang sama bahwasannya Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam bersabda : “……..maka jika tertutup awan atas kamu, sempurnakanlah bilangannya 30 hari”.
Dan diriwayatkan oleh ‘Ashim bin Muhammad, dari bapaknya Muhammad bin Zaid, dari kakeknya Abdullah bin ‘Umar dengan lafadh yang sama bahwasannya Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam bersabda : “………maka jika tertutup awan atas kamu, maka sempurnakanlah bilangannya 30 hari”.
Dan diriwayatkan oleh Muhammad bin Hunain, dari Ibnu ‘Abbas dengan lafadh : Bahwasannya Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam bersabda : “…….maka jika tertutup awan atasmu, maka sempurnakanlah bilangannya 30 hari”.
Dan diriwayatkan Muhammad bin Ziyad dari Abu Hurairah dengan lafadh yang sama bahwasannya Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasalllam bersabda : “……maka jika terhalang awan atas kamu, maka sempurnakanlah bilangan bulan Sya’ban 30 hari”.
Di sini ada beberapa permasalahan :
Sebagian kaum mengira bahwa Imam Syafi’I hanya sendiri dalam meriwayatkan hadits Ibnu ‘Umar dengan lafadh : “maka sempurnakanlah bilangan 30 hari”.
Para ulama telah membahas dan meneliti matan dan sanad-sanad, dan mereka mendapatkan : Bahwasannya Al-Qa’nabi telah menyertai Imam Asy-Syafi’I mulai dari awal sanad sampai ke Ibnu ‘Umar dengan lafadh : “….maka sempurnakanlah bilangan 30 hari”. Kemudian, bahwasannya Muhammad bin Zaid telah menyertai Asy-Imam Syafi’I dalam meriwayatkan hadits Ibnu ‘Umar dengan lafadh : “…….maka sempurnakanlah bilangan tiga puluh”.
Dan para ulama telah membahas dan menguji matan dan sanad-sanad, dan mereka mendapatkan : Bahwasanya Muhammad bin Hunain telah menyertai guru dari guru Imam Asy-Syafi’I, akan tetapi hanya sampai pada Ibnu ‘Abbas dengan lafadh : “………maka sempurnakanlah bilangan 30 hari”. Kemudian, bahwasannya Muhammad bin Ziyad telah menyertai guru dari guru Imam Asy-Syafi’I, namun hanya sampai kepada Abu Hurairah dengan lafadh : “….maka jika tertutup awan atasmu, maka sempurnakanlah bilangan bulan Sy’ban 30 hari”.
Dengan demikian menjadi jelas bahwa apa yang diriwayatkan Imam Asy-Syafi’I bukanlah gharib karena terdapat persamaan dan penyertaan dalam lafadh atau makna dari riwayat Ibnu ‘Umar itu sendiri atau dari shahabat yang lain.
Maka riwayat yang menyertai hadits, baik dalam hal lafadh ataupun makna, dan shahabat yang meriwayatkannya adalah satu, maka riwayat itu dinamakan Muttabi’.
Sedangkan hadits yang menyertai hadits, baik lafadh maupun maknanya, dan shahabat yang meriwayatkannya adalah berbeda, maka dinamakan Syahid.
Dan kesamaan shahabat dalam periwayatan hadits, menurut Imam Asy-Syafi’I :
Jika terjadi pada awal sanad, maka dinamakan mutaba’ah yang sempurna.
Jika tidak dimulai pada awal sanad, maka dinamakan mutaba’ah yang kurang sempurna.
Atas dasar ini, maka :
Al-Muttabi’, disebut juga At-Taabi’ menurut bahasa adalah isim fa’il dari taba’a yang artinya yang mengiringi atau yang mencocoki. Sedangkan menurut istilah adalah satu hadits yang sanadnya menguatkan sanad lain dari hadits itu juga, dan shahabat yang meriwayatkannya adalah satu.
Asy-Syahid, menurut bahasa adalah isim fa’il yang artinya adalah yang menyaksikan. Sedangkan menurut istilah adalah satu hadits yang matannya sama dengan hadits lain dan biasanya shahabat yang meriwayatkan hadits tersebut berlainan.
Al-Mutaba’ah, menurut bahasa adalah pengiringan. Sedangkan menurut istilah adalah penyertaan seorang perawi kepada perawi yang lain dalam periwayatan hadits. Dan Al-Mutaba’ah ada dua macam :
l-Mutaba’ahTaammah (yang sempurna) : apabila seorang perawi menyertai mulai dari awal sanad.
Mutaba’ah qashirah (yang kurang sempurna) : apabila seorang perawi menyertai di tengah sanad.
Al-I’tibar, menurut bahasa yaitu memperhatikan perkara-perkara tertentu untuk mengetahui jenis lain yang ada di dalamnya. Sedangkan menurut istilah adalah penelitian jalan-jalan hadits yang diriwayatkan oleh satu orang perawi untuk mengetahui apakah ada orang lain dalam meriwayatkan hadits itu atau tidak, yaitu kondisi menuju kepada muttabi’ dan syahid.
Sumber :
Ditulis oleh Abu Al Jauzaa
https://jacksite.wordpress.com