Az Zubair Ibnul ‘Awwam
Nama
Az-Zubair bin Al-‘Awwam bin Khuwailid bin Asad bin Abdul ‘Uzza bin Qushay bin Kilab bin Murrah bin Ka’ab bin Lu’ay Al-Quraisyi Al-Asadiy. Al-Asadiy merupakan bagian dari Quraisy.
Nasab
Ayah Zubair adalah Al-‘Awwam bin Khuwailid bin Asad bin Abdul ‘Uzza bin Qushay. Al-‘Awwam merupakan salah satu yang terbunuh pada perang Fijar. Al-‘Awwam merupakan saudara laki-laki dari Khadijah radhiyallahu ‘anha sehingga merupakan keponakan dari Khadijah.
Ibunya adalah Shafiyyah binti Abdi Muthalib bin Hasyim. Shafiyyah masuk Islam dan turut berjuang di atas jalan Allah. Shafiyyah merupakan bibi Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Pada saat jahiliah, beliau menikah sebanyak dua kali. Yang pertama dengan Al-Harits bin Harb bin Umayyah. Dan setelah cerai dengan Al-Harits, menikah dengan Al-‘Awwam bin Khuwailid. Zubair memiliki dua saudara laki-laki, yaitu Abdul Ka’bah dan Sa’ib.
Nasab Az-Zubair bertemu dengan nasab Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam di Qushay bin Kilab dari jalur ayahnya. Sedangkan dari jalur ibunya, bertemu di Abdul Muthalib, kakek Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam.
Kunyah
Pada mulanya, Shafiyyah (ibu Zubair) memberikan kunyah Zubair dengan Abu Thahir. Kemudian diberi kunyah Abu Abdillah (Abdullah merupakan anak dari Zubair) dan kemudian terkenal dengan kunyah tersebut sebagaimana yang banyak ditulis Adz-Dzahabi, Ibnu Katsir, dan selain mereka.
Lakab (Julukan)
Az-Zubair bin Al ‘Awwam memiliki 2 lakab, yaitu (حواري رسول الله) yang artinya adalah “Pengikut setia Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam” atau “Penolong Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam” dan gelar (فارس الإسلام) yang artinya adalah “Kesatria Islam penunggang kuda”.
KeIslamannya
Az-Zubair bin Al-‘Awwam merupakan di antara para sahabat yang awal-awal masuk Islam. Az-Zubair masuk Islam melalui perantara dakwah Abu Bakar Ash-Shiddiq. Ketika Zubair mendengarkan dakwah Abu Bakar, Zubair langsung menemui Rasulullah bersama dengan Abu Bakar dan para sahabat yang menerima dakwahnya untuk masuk Islam. Zubair tidak merasa ragu sedikit pun untuk masuk Islam dan sama sekali tidak merasa takut. Terdapat perbedaan pendapat di kalangan ahli sirah mengenai usia Zubair ketika masuk Islam. Ada beberapa pendapat waktu Zubair masuk Islam, yaitu: pada usia 16 tahun, ada yang mengatakan 12 tahun, dan ada pula yang mengatakan 8 tahun.
Ketika kabar keislaman Zubair terdengar sampai ke telinga pamannya, yaitu Naufal bin Khuwailid, pamannya langsung marah besar kepada Zubair karena meninggalkan agama nenek moyangnya dan memberikan siksaan yang kejam kepada Zubair. Selain itu, sang paman juga memaksa beliau untuk kembali memeluk agama nenek moyang mereka. Namun, di tengah beratnya siksaan yang diterima Zubair dari pamannya, Zubair tetap bersabar dan teguh dengan Islam sampai pada akhirnya pamannya menyerah dan meninggalkan Zubair.
Ciri fisik
Az-Zubair bin Al-‘Awwam merupakan sahabat yang memiliki postur tubuh yang tinggi ketika mengendarai kuda atau unta, kedua kakinya sampai menyentuh dan menyapu tanah, memiliki kulit berwana putih, dan memiliki jambang yang tipis, namun memiliki banyak rambut di tubuhnya.
Sifat-sifat
Az-Zubair bin Al-‘Awwam merupakan seorang sahabat yang menjadi pengusaha sukses dan dermawan. Tidak hanya itu, Az-Zubair bin Al-‘Awwam memiliki sifat-sifat yang mulia, di antaranya:
Keberanian Zubair
Zubair merupakan sahabat yang tidak mengenal rasa takut di semua peperangan yang diikutinya bersama Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Zubair merupakan sahabat yang pertama kali menghunuskan pedangnya di jalan Allah ‘Azza Wajalla. Bahkan, dalam perang Uhud, dia melakukan duel tanding melawan Thalhah bin Abi Thalhah Al-Abdari dan berhasil mengalahkannya.
Ketawadukan
Zubair merupakan sahabat yang tawaduk. Sebagai contoh, saat Perang Jamal, seusai Zubair sadar akan kesalahannya, Zubair pergi meninggalkan area peperangan sendirian tanpa ditemani seorang pun, padahal beliau memiliki budak-budak ketika itu. Dan ketika sampai di lembah Saba’, beliau istirahat dan tidur di sana.
Ibadah Zubair bin Al-‘Awwam
Zubair bin Al-‘Awwam merupakan sahabat yang banyak melalukan ibadah dan bersungguh-sungguh untuk melakukannya. Zubair banyak melaksanakan ibadah puasa, salat sunah, dan sedekah.
Zubair juga membersamai Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam ketika haji. Dan setelah Rasulullah wafat, Zubair senantiasa berhaji dan melakukan umrah berulang kali. Tidak hanya itu, Zubair juga banyak berinfak di jalan Allah ‘Azza Wajalla.
Istri-istri
Dikisahkan bahwa Az-Zubair Al-‘Awwam semasa hidupnya menikah dengan tujuh istri, sebagian di antaranya adalah Asma’ binti Abu Bakar, Ummu Khalid binti Khalid bin Sa’id bin Ibnu Al-Ash bin Umayyah, Ummu Kultsum binti ‘Uqbah bin Abu Mu’aythin, dan ‘Atikah binti Zaid bin ‘Amr bin Nufail.
Anak-anak
Az-Zubair bin Al-‘Awwam merupakan sahabat yang Allah ‘Azza Wajalla karuniai memiliki banyak anak. Di antaranya adalah Abdullah, ‘Amr, Khalid, Mush’ab, Hamzah, ‘Ubaidah, Ja’far, ‘Ashim, Al-Muhajir, ‘Urwah, Al-Mundzir, Habibah, Saudah, Hindun, Ramlah, Hafshah, Zainab, Khadijah Kubra, Khadijah Sughra, dan ‘Aisyah.
Wafat
Zubair bin Awwam wafat dibunuh oleh Amr bin Jurmuz saat sedang salat pada bulan Rabiul awal tahun 36 H. Zubair wafat di usia 66 atau 67 tahun. Berikut adalah beberapa hal yang terjadi setelah Zubair bin Awwam wafat:
Pertama: Amr bin Jurmuz membawa pedang Zubair kepada Ali bin Abi Thalib.
Kedua: Ali bin Abi Thalib langsung mengusir Amr bin Jurmuz setelah mengetahui dalang pembunuhan Zubair.
Ketiga: Ali bin Abi Thalib mencium pedang Zubair sambil menangis dan berkata, “Demi Allah, pedang ini telah banyak berjasa, digunakan oleh pemiliknya untuk membela Rasulullah dari marabahaya.”
Keempat: Kabar wafatnya Zubair bin Awwam menjadi duka yang sangat mendalam bagi Ali bin Abi Thalib.
***
Penulis: Gazzeta Raka Putra Setyawan
Artikel: Muslim.or.id
Sumber: https://muslim.or.id/98428-biografi-az-zubair-bin-al-awwam.html
Copyright © 2025 muslim.or.id
Keberanian az-Zubeir Bin Awwâm Radhiyallahu Anhu
Namanya adalah az-Zubeir bin Awwâm bin Khuwailid bin Asad bin Abdul Uzza bin Qushai Radhiyallahu anhu. Nasabnya bersambung dengan Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam pada Qushai. Sedangkan ibunya bernama Shafiyah binti Abdul Muthallib Radhiyallahu anhuma, bibi Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam . Dia memiliki kunyah (nama panggilan) Abu `Abdillâh. Az-Zubeir bin Awwâm masuk Islam ketika berumur delapan tahun.[1]
Az-Zubeir bin Awwâm Radhiyallahu anhu adalah Sahabat yang pemberani. Dia termasuk salah satu Sahabat yang mendapat janji masuk surga. Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
أَبُو بَكْرٍ فِي الْجَنَّةِ وَعُمَرُ فِي الْجَنَّةِ وَعُثْمَانُ فِي الْجَنَّةِ وَعَلِيٌّ فِي الْجَنَّةِ وَطَلْحَةُ فِي الْجَنَّةِ وَالزُّبَيْرُ فِي الْجَنَّة
Abu Bakar berada di surga, Umar berada di surga, Utsmân berada di surga, Ali berada di surga, Thalhah berada di surga, Zubeir berada di surga
Dia juga termasuk salah satu dari enam Sahabat ahli syura` dalam pemilihan khalifah setelah Umar Radhiyallahu anhu.
Dia adalah orang yang pertama kali menghunus pedangnya di jalan Allah Azza wa Jalla [2] ; mengikuti perang Badar, perang Uhud serta seluruh peristiwa bersama Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Dia termasuk orang yang menarik dan banyak memiliki usaha. Dia memiliki 1000 budak yang selalu membayar upeti kepadanya. Dari segi fisik dia sangat tinggi hingga apabila dia berkendaraan, kakinya menyapu tanah. Az-Zubeir Radhiyallahu anhu meninggal dunia di tangan Ibnu Jurmuz dalam suatu pembunuhan yang licik setelah perang Jamal di lembah as-Saba`, yaitu nama daerah sejauh tujuh farsakh (kurang lebih 35 KM) dari Bashrah pada bulan Jumadil ula tahun 36 H [3].
Berikut ini adalah kisah keberanian az-Zubeir:
Dalam perang Uhud, dia melakukan perang tanding melawan Thalhah bin Abi Thalhah al-Abdari, kisahnya demikian : Dua fihak yang bermusuhan itu saling mendekat untuk memulai tahapan-tahapan perang yang akan berkecamuk. Yang pertama kali menyulut bara pertempuran itu adalah pembawa bendera dari kalangan musyrikin, yang bernama Thalhah bin Abu Thalhah al-Abdari. Dia adalah penunggang kuda suku Quraisy yang paling berani. Orang-orang Muslim menyebutnya kabsyul katîfah (panglima berkuda terhebat). Dia keluar dengan menunggang unta, lalu menantang untuk perang tanding. Namun tak seorang pun yang segera menyambut tantangannya, karena takut terhadap keberaniannya itu. Akhirnya, az-Zubair maju menghampirinya ; dia tidak maju dengan perlahan-lahan melainkan langsung melompat seperti seekor singa. Az-Zubair pun berada di atas unta Thalhah ; kemudian mereka jatuh. Az-Zubair membanting Thalhah, lalu membunuhnya.
Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam menyaksikan perang tanding yang sangat mengagumkan ini ; seketika beliau bertakbir yang kemudian diikuti oleh semua orang Muslim. Beliau memuji Zubeir Radhiyallahu anhu dan bersabda: “Sesungguhnya setiap nabi itu memiliki hawâri [4] (pengikut setia), adapun pengikut setiaku adalah az-Zubeir Radhiyallahu anhu [5] ”
Pada perang Badar al-Kubra, Zubeir Radhiyallahu anhu berkata: “Aku berjumpa Ubâdah bin Sa`d al-Ash pada perang Badar. Saat itu ia membawa senjata, dan bagian badannya tidak ada yang terlihat kecuali kedua matanya. Aku pun membawa tombak ke arahnya. Kemudian aku tusuk kedua matanya hingga dia mati. Saat itu aku meletakkan kakiku pada tubuhnya, sungguh susah sekali bagiku untuk menusuknya. [6]”
Az-Zubeir juga mengikuti perang Yarmuk. Dia adalah Sahabat yang paling utama dalam perang tersebut. Dia termasuk tokoh pasukan kuda dan orang yang pemberani di antara mereka. Sekelompok pasukannya berkumpul di hadapannya dan berkata: “Pimpinlah kami untuk menerobos barisan musuh, kami akan ikut di belakangmu. Zubeir Radhiyallahu anhu bertanya: “Apakah kalian sudah mantap?” mereka menjawab: “Ya” kemudian Zubeir Radhiyallahu anhu dan mereka pun berangkat menggempur pasukan musuh. Tatkala mereka menghadapi dan barisan-barisan pasukan Rum, mereka pun mundur dan Zuberi Radhiyallahu nahu pun maju. Belum lama dia menerobos barisan-barisan pasukan, Zubeir Radhiyallahu anhu muncul kembali dari sisi yang lain dan kemudian kembali menuju para Sahabatnya. Kemudian mereka datang kepadanya kedua kalinya dan dia pun melakukan hal sama hingga ketika itu ia pun terkena dua luka pada bahunya. (al-Bidâyah wan Nihâyah 3-4/14)”
Zubeir Radhiyallahu anhu termasuk orang yang mentaati panggilan Allah Azza wa Jalla dan Rasul-Nya setelah tertimpa luka Dalam perang Uhud. Allah Azza wa Jalla berfirman:
الَّذِينَ اسْتَجَابُوا لِلَّهِ وَالرَّسُولِ مِنْ بَعْدِ مَا أَصَابَهُمُ الْقَرْحُ ۚ لِلَّذِينَ أَحْسَنُوا مِنْهُمْ وَاتَّقَوْا أَجْرٌ عَظِيمٌ
(yaitu) orang-orang yang mentaati perintah Allah dan Rasul-Nya sesudah mereka mendapat luka (dalam peperangan Uhud). bagi orang-orang yang berbuat kebaikan di antara mereka dan yang bertakwa ada pahala yang besar.[al-Imrân/3:172]
Aisyah Radhiyallahu anhuma berkata kepada Urwah bin Zubeir Radhiyallahu anhuma (anaknya Zubeir): “Wahai anak saudariku, ketika Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam mengalami sesuatu seperti dalam perang Uhud, yaitu ketika orang-orang musyrik mundur, beliau khawatir mereka akan kembali. Kemudian beliau berkata: “Siapa yang akan menghadapi mereka.” Di antara mereka dipilih 70 orang termasuk Abu Bakar dan Zubeir Radhiyallahu anhuma [7] ”
Imam al-Bukhâri meriwayatkan perkataan `Urwah bin az-Zubeir Radhiyallahu anhu bahwa “Pada waktu perang Ahzab (yaitu tatkala kaum Quraisy dan orang-orang yang bersamanya melakukan pengepungan terhadap kaum Muslimin di Madinah dengan cara membuat parit), aku dan Umar bin Maslamah bin `Abdul Asad ditempatkan dibenteng bersama para wanita dan anak-anak[8] . Umar bin Maslamah menundukkan punggungnya, dan aku pun bisa melihat. Aku melihat ayahku datang dan pergi’ ke bani Quraidzah sebanyak dua atau tiga kali. Tatkala sore hari dia datang kepada kami, aku berkata: “Wahai ayah, aku melihatmu datang dan pergi”. Zubeir Radhiyallahu anhu menjawab, “Apakah engkau melihatku, wahai anakku.?”. Aku menjawab, “Ya”. Ia berkata lagi, “Dahulu Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah bersabda, “Barang siapa yang mendatangi bani Quraidzah, hendaknya dia datang kepadaku dengan membawa berita mereka. Aku pun berangkat.” Ketika aku pulang, Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam mengumpulkan kedua orang tuanya untukku. Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata, “Tebusanmu adalah ayah dan ibuku”[9] “
Di antara manaqibnya, Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam memberikan syahâdah (rekomendasi) kepadanya dengan mati syahid. (ash-Shahâbah 278). Dia memperoleh syahid sebagaimana dikatakan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bahwa tatkala perang jamal Ali mengingatkan apa yang dia ingat. Kemudian dia kembali dari peperangan dan pulang ke Madinah. Di tengah perjalanannya dia dibunuh oleh Ibnu Jurmûz laknatullâh dan kepalanya pun terpotong. Ia membawanya ke Ali Radhiyallahu anhu dan dia mengira akan memperoleh kedudukan darinya. Ia minta izin. Ali menjawab: “Jangan engkau berikan izin kepadanya, berilah kabar gembira dengan api neraka. Dalam riwayat dikatakan kepada Ali Radhiyallahu anhu : “Sesungguhnya pembunuh Zubeir Radhiyallahu anhu berada di depan pintu. Kemudian Ali Radhiyallahu anhu berkata. Sungguh pasti pembunuh Ibnu Shafiyah di neraka [ash-Shahâbah 278]”
Inilah sekelumit kisah tentang keberanian az-Zubeir bin al-Awwâm dalam beberapa peperangan untuk membela Islam dan kaum Muslimin. Semoga bermanfaat. Wallâhu a`lam
Marâji`:
1. Fadlush Shahâbah Lil Imâm Ahmad
2. ar-Rakhîqul Makhtûm
3. ash-Shahâbah
4. Fathul Bâri
5. al-Bidâyah Wan Nihâyah
[Disalin dari majalah As-Sunnah Edisi 05/Tahun XIII/1430H/2009M. Diterbitkan Yayasan Lajnah Istiqomah Surakarta, Jl9 Solo – Purwodadi Km.8 Selokaton Gondangrejo Solo 57183 Telp. 0271-761016]
_______
Footnote
[1]. Lihat Fathul Bâri Juz 7 hlm 93
[2]. Peristiwa itu terjadi ketika dia di Mekah, tatkala terdengar berita bahwa Rasulullah n terbunuh. Ia pun datang dengan menghunuskan/menampakkan pedangnya, hingga setelah dia melihat Rasulullah n , ia pun memasukkan pedangnya kembali
[3]. Fadhâilus Shahâbah Lil Imâm Ahmad hlm 914
[4]. Kata hawâri memiliki beberapa arti. Menurut adh-Dhahâk, hawâri artinya, “Orang yang berhak memperoleh khilafah/ atau menteri”. Ibnu Uyainah t mengatakan, hawâri adalah, “penolong” sedangkan Zubeir mengutib dari Muhammad bin Salâm bahwa hawâri adalah orang yang ikhlas/bersih
[5]. Lihat Ar-Rakhîqul Makhtûm hlm 258-259
[6]. Kitab Ash-Shahâbah hlm 279
[7]. Kitab ash-Shahîhul Musnad min Fadhâil ash-Shahâbah hlm 278-279
[8]. Lihat Al-Bidayah wan Nihâyah 3-4/491
[9]. Lihat Fathul Bâri hlm 94
Referensi : https://almanhaj.or.id/3800-keberanian-az-zubeir-bin-awwam-radhiyallahu-anhu.html
