Bab Adab
Hukum Berdiri Menyambut Orang yang Datang
HUKUM BERDIRI MENYAMBUT ORANG YANG DATANG
Pertanyaan:
Ketika seseorang masuk, sementara kami sedang duduk di suatu majlis, para hadirin berdiri untuknya, tapi saya tidak ikut berdiri. Haruskah saya ikut berdiri, dan apakah orang-orang itu berdosa?
Jawaban:
Bukan suatu keharusan berdiri untuk orang yang datang, hanya saja ini merupakan kesempurnaan etika, yaitu berdiri untuk menjabatnya (menyalaminya) dan menuntunnya, lebih-lebih bila dilakukan oleh tuan rumah dan orang- orang tertentu. Yang demikian ini termasuk kesempurnaan etika. Nabi صلی الله عليه وسلم pernah berdiri untuk menyambut Fathimah, Fathimah pun demikian untuk menyambut kedatangan beliau. (HR. Abu Daud dalam al-Adab (5217); At-Tirmidzi dalam al-Manaqib (3871)).
Para sahabat juga berdiri untuk menyambut Sa'd bin Mu'adz atas perintah beliau, yaitu ketika Sa'd tiba untuk menjadi pemimpin Bani Quraizah. (HR. Al-Bukhari dalam al-Jihad (3043); Muslim dalam al-Jihad (1768)).
Thalhah bin Ubaidillah juga berdiri dan beranjak dari hadapan Nabi صلی الله عليه وسلم ketika Ka'b bin Malik datang setelah Allah menerima taubatnya, hal itu dilakukan Thalhah untuk menyalaminya dan mengucapkan selamat kepadanya, kemudian duduk kembali. (HR. Al-Bukhari dalam al-Maghazi (4418); Muslim dalam at-Taubah (2769)). (Peristiwa ini disaksikan oleh Nabi صلی الله عليه وسلم dan beliau tidak mengingkarinya). Hal ini termasuk kesempurnaan etika. Permasalahannya cukup fleksible.
Adapun yang mungkar adalah berdiri untuk pengagungan. Namun bila sekedar berdiri untuk menyambut tamu dan menghormatinya, atau menyalaminya atau mengucapkan selamat kepadanya, maka hal ini disyari'atkan. Sedangkan berdirinya orang- orang yang sedang duduk untuk pengagungan, atau sekedar berdiri saat masuknya orang dimaksud, tanpa maksud menyambutnya atau menyalaminya, maka hal ini tidak layak dilakukan. Yang lebih buruk dari itu adalah berdiri untuk menghormat, sementara yang dihormat itu duduk. Demikian ini bila dilakukan bukan dalam rangka menjaganya tapi dalam rangka mengagungkannya.
Berdiri untuk seseorang ada tiga macam:
Pertama: Berdiri untuknya sebagai penghormatan, sementara yang dihormat itu dalam keadaan duduk, yaitu sebagaimana yang dilakukan oleh rakyat jelata terhadap para raja dan para pembesar mereka. Sebagaimana dijelaskan oleh Nabi صلی الله عليه وسلم, bahwa hal ini tidak boleh dilakukan, karena itulah Nabi صلی الله عليه وسلم menyuruh para sahabatnya untuk duduk ketika beliau shalat sambil duduk, -
beliau menyuruh mereka supaya duduk dan shalat bersama beliau sambil duduk. (Silakan lihat, di antaranya pada riwayat al-Bukhari dalam al-Adzan (689); Muslim dalam ash-Shalah (411) dari hadits Anas). Seusai shalat beliau bersabda,
"Hampir saja tadi kalian melakukan seperti yang pernah dilakukan oleh bangsa Persia dan Romawi, mereka (biasa) berdiri untuk para raja mereka sementara para raja itu duduk. " (HR. Muslim dalam ash-Shalah (413) dari hadits Jabir).
Kedua: Berdiri untuk seseorang yang masuk atau keluar tanpa maksud menyambut/mangantarnya atau menyalaminya, tapi sekedar menghormati. Sikap seperti ini minimal makruh. Para sahabat tidak pernah berdiri untuk Nabi صلی الله عليه وسلم apabila beliau datang kepada mereka, demikian ini karena mereka tahu bahwa beliau tidak menyukai hal tersebut.
Ketiga: Berdiri untuk menyambut yang datang atau menuntunnya ke tempatnya atau mendudukkannya di tempat duduknya dan sebagainya. Yang demikian ini tidak apa-apa, bahkan termasuk sunnah, sebagaimana yang telah dijelaskan di muka.
[ Majmu' Fatawa Ibn Baz, juz 4, hal. 394. ]
Via HijrahApp
Mengatasi Kemarahan
MENGATASI KEMARAHAN
Pertanyaan:
Saya orang yang cepat marah. Saya telah berusaha menguasai diri saat marah, tapi seringkali saya marah tak terkendali. Saya mohon Syaikh berkenan memberi terapinya.
Jawaban:
Hendaknya anda banyak-banyak memohon perlindungan kepada Allah dari godaan setan yang terkutuk dan berwudhu seperti wudhu untuk shalat saat anda menghadapi kemarahan, karena Rasulullah صلی الله عليه وسلم menunjukkan dua hal ini kepada seseorang yang sedang memuncak kemarahannya. Di samping itu, hendaknya menghindari faktor-faktor penyebab kemarahan semampunya. Allah سبحانه و تعالى telah berfirman,
"Dan barangsiapa bertakwa kepada Allah niscaya Allah menjadikan baginya kemudahan dalam urusannya." (Ath-Thalaq: 4).
[ Fatawa Islamiyah, Syaikh Ibnu Baz, 4/497. ]
Via HijrahApp
Menghormati Lembaran Bertuliskan Nama Allah
MENGHORMATI LEMBARAN BERTULISKAN NAMA ALLAH
Pertanyaan:
Kami dapati sebagian ayat-ayat al-Quranul Karim pada sejumlah koran atau lembar catatan. Di antaranya kami dapati lafazh bismillahirrahmanirrahim di awal sebagian kertas atau makalah. Apa yang harus kami lakukan terhadap ayat- ayat tersebut setelah selesai membaca koran atau catatan atau makalah tersebut? Apakah kami harus merobeknya, membakarnya, atau bagaimana?
Jawaban:
Yang harus dilakukan setelah selesai membaca koran atau lembar catatan adalah menyimpannya atau membakarnya atau menguburnya di tanah yang baik sebagai sikap memelihara ayat- ayat al- Qur'an dan asma' Allah سبحانه و تعالى agar tidak dihinakan. Tidak boleh membuangnya ke tempat sampah atau melemparkannya ke pasar, tidak boleh dijadikan pembungkus atau alas untuk makan dan sebagainya. Karena memperlakukan begitu berarti menghinakannya dan tidak memeliharanya. Hanya Allahlah yang mampu memberi petunjuk.
[ Majalah ad-Da'wah, nomor 1063, Syaikh Ibnu Baz. ]
Via HijrahApp
Nasehat Bukanlah Gunjingan
NASEHAT BUKANLAH GUNJINGAN
Pertanyaan:
Seseorang hendak menugaskan orang lain dengan suatu pekerjaan. Saya tahu bahwa orang tersebut tidak mampu melaksanakannya karena tidak mempunyai keahlian di bidang tersebut. Bolehkah saya memberitahu orang yang hendak memberinya tugas itu tentang kekurangan- kekurangan orang yang hendak diberi tugas itu. Apakah ini termasuk menggunjing?
Jawaban:
Jika maksudnya nasehat maka bukan berarti menggunjing. Hal ini berdasarkan sabda Nabi صلی الله عليه وسلم,
اَلدِّيْنُ النَّصِيْحَةُ
"Agama adalah nasehat."
Ditanyakan kepada beliau, "Bagi siapa ya Rasulullah?" beliau menjawab,
لله وَلِكِتَابِهِ وَلِرَسُوْلِهِ وَلأَئِمَّةِ اْلمُسْلِمِيْنَ وَعَامَّتِهِمْ
"Bagi Allah, KitabNya, RasulNya, para pemimpin kaum muslimin dan kaum muslimin umumnya. " (HR. Muslim dalam kitab shahihnya, bab al-Iman (55)).
Disebutkan dalam ash-Shahihain dari Jabir bin Abdullah al-Bajali ia berkata,
"Aku berbai'at kepada Rasulullah صلی الله عليه وسلم untuk mendirikan shalat, menunaikan zakat dan memberi nasehat kepada setiap muslim." (HR. Al-Bukhari dalam al-Iman (74); Muslim dalam al-Iman (56)).
Dan masih banyak lagi hadits- hadits lainnya yang semakna dengan ini. Hanya Allah lah yang mampu memberi petunjuk.
[ Majalah ad-Da'wah, nomor 1172, Syaikh Ibn Baz. ]
Via HijrahApp
Tidak Boleh Menyapa Dengan Isyarat Tangan
TIDAK BOLEH MENYAPA DENGAN ISYARAT TANGAN
Pertanyaan:
Apa hukumnya salam dengan isyarat tangan?
Jawaban:
Tidak boleh salam dengan isyarat, yang disunnahkan adalah salam dengan ucapan, baik yang memulai maupun yang membalas.
Tidak bolehnya salam dengan isyarat adalah karena menyerupai sebagian orang- orang kafir dalam ucapan salam mereka, dan ini bertentangan dengan apa yang telah disyari'atkan Allah. Tapi bila memberi isyarat salam kepada yang diberi salam agar difahami bahwa itu adalah salam, karena berjauhan, dengan tetap mengucapkannya, maka ini tidak apa-apa, karena ada riwayat yang menyebutkan demikian. Begitu juga bila orang yang diberi salam sedang shalat, maka ia membalasnya dengan isyarat, sebagaimana diriwayatkan secara shahih dari Nabi صلی الله عليه وسلم.
[ Majmu' Fatawa wa Maqalat Mutanawwi'ah, Syaikh Ibnu Baz, 6/352. ]
Via HijrahApp