• Beribadalah kamu sampai datang "Haqqul Yakin" (kematian)
Rabu, 29 Januari 2025

Bab Haji

Bagikan

APA YANG SEBAIKNYA DILAKUKAN OLEH ORANG YANG BERKESEMPATAN MENUNAIKAN IBADAH HAJI

Pertanyaan:
Apa yang semestinya dilakukan oleh orang yang diberi kesempatan oleh Allah سبحانه و تعالى untuk menyempurnakan manasik haji dan umrah? Dan apa pula yang selaiknya ia kerjakan sesudah itu?

Jawaban:
Yang semestinya dia lakukan dan oleh orang-orang yang diberi karunia oleh Allah untuk menunaikan suatu ibadah adalah hendak-nya ia bersyukur kepada Allah سبحانه و تعالى atas taufiq dan karuniaNya untuk bisa beribadah, memohon kepadaNya semoga ibadahnya diterima dan hendaknya mengetahui bahwa taufiq dan karunia Allah kepadanya hingga ia bisa beribadah itu adalah merupakan nikmat besar yang harus diucap syukurkan kepada Allah.

Maka apabila ia bersyukur kepada Allah dan memohonNya semoga diterima, maka ia sangat layak untuk diterima. Dan hendaknya ia benar-benar bersungguh-sungguh untuk menjauhi perbuatan-perbuatan maksiat setelah Allah mengaruniakan kepadanya penghapusan dosa. Sebab Rasulullah صلی الله عليه وسلم telah bersabda,

 

اَلْحَجُّ الْمَبْرُوْرُ لَيْسَ لَهُ جَزَاءٌ إِلاَّ الْجَنَّةُ

"Haji Mabrur itu tidak ada balasannya kecuali surga." (Muttafaq 'Alaih)

Dan sabdanya,

 

اَلصَّلَوَاتُ الْخَمْسُ وَالْجُمُعَةُ إِلَى الْجُمُعَةِ وَرَمَضَانُ إِلَى رَمَضَانَ كَفَّارَةٌ لِمَا بَيْنَهُنَّ مَا اجْتُنِبَتِ الْكَبَائِرُ

"Shalat lima waktu, Shalat Jum'at ke shalat Jum'at berikutnya, puasa Ramadhan ke puasa Ramadhan berikutnya adalah penebus dosa-dosa yang terjadi di antaranya selagi dosa-dosa besar dijauhi." (Muslim, no. 233).

Dan beliau juga bersabda,

 

اَلْعُمْرَةُ إِلَى الْعُمْرَةِ كَفَّارَةٌ لِمَا بَيْنَهُمَا

"Umrah ke umrah berikutnya adalah penghapus (dosa-dosa yang terjadi) di antaranya." (Muttafaq 'Alaih).

Rujukan:
Ibnu Utsaimin: Dalilul akhtha' allati yaqa'u fihal hajju wal mu'tamir, hal. 114.

Via HijrahApp

FADHILAH IBADAH HAJI ITU SANGAT BESAR

Pertanyaan:
Syaikh yang terhormat, jiwa ini sangat merindukan untuk menunaikan ibadah haji, akan tetapi kami sering mendengar ungkapan-ungkapan banyak orang namun kami tidak mengetahui apakah ia benar atau tidak?

Mereka mengatakan, "Barangsiapa telah melakukan ibadah haji, maka hendaklah ia memberikan kesempatan kepada orang lain." Padahal kita ketahui bahwa Allah سبحانه و تعالى memerintahkan kepada kita agar selalu membekali diri (dengan ibadah). Apakah ungkapan itu benar? Lalu bagaimana kalau kepergiannya itu dapat memberi manfaat kepada banyak orang, baik orang itu baru datang dari luar negeri atau orang yang mendampingi (guide) dari negerinya sendiri. Bagaimana menurut Syaikh?

Jawaban:
Kami katakan, bahwa ungkapan seperti itu tidak benar. Yaitu ungkapan yang menyatakan bahwa barangsiapa yang telah menunaikan ibadah haji wajib "maka hendaknya ia memberikan kesempatan kepada orang lain". Karena banyak sekali nash-nash agama yang menjelaskan fadhilah (keutamaan) ibadah haji, seperti hadits yang menyebutkan bahwasanya Nabi صلی الله عليه وسلم telah bersabda,

 

تَابِعُوابَيْنَ الْحَجِّوَالْعُمْرَةِفَإِنَّهُمَايَنْفِيَانِالْفَقْرَوَالذُّنُوْبَكَمَايَنْفِيالْكِيْرُخَبَثَالْحَدِيْدِوَالذَّهَبِوَالْفِضَّةِ

"Kerjakanlah selalu ibadah haji dan umrah, karena keduanya dapat menghapus kefakiran dan dosa-dosa sebagaimana api melenyapkan karat-karat besi, emas dan perak." (HR. At- Tirmidzi, Nasa'i dan Imam Ahmad. at-Tirmidzi mengatakan: Ini hadits hasan shahih).

Orang yang berakal sehat bisa menunaikan ibadah haji tanpa mengganggu orang lain atau terganggu apabila ia pandai membaca situasi. Maka apabila ia mendapat tempat lowong, ia berjalan cepat, dan apabila terjadi penyempitan maka ia memperlakukan dirinya dan orang yang di sekitarnya sesuai dengan tuntutan kesempitan itu sendiri.

Maka dari itu Rasulullah صلی الله عليه وسلم ketika bertolak menuju Arafah, beliau perintahkan kepada para jamaah agar tenang, dan beliau menarik tali kekang untanya sehingga kepala unta itu hampir menyentuh barang-barang bawaannya di atas punggungnya karena kuatnya tarikan tali kendali yang beliau lakukan. Namun apabila beliau mendapatkan tempat yang longgar, maka beliau bergegas. (HR. Muslim, di dalam Kitabul Hajj. Ini bagian dari hadits panjang yang menjelaskan hajinya Nabi صلی الله عليه وسلم.)

Para ulama mengatakan: Maksudnya adalah apabila Nabi صلی الله عليه وسلم mendapatkan tempat yang lengang maka beliau bersegera. Hal ini berarti bahwa orang yang sedang menunaikan ibadah haji hendaknya pandai di dalam berinteraksi dengan kondisi yang dihadapinya, maka apabila ia berhadapan dengan kondisi sempit ia berhati-hati dan selalu memperhatikan kondisi orang banyak di dalam perjalanannya, hingga tidak terganggu dan tidak pula mengganggu orang lain.

Di dalam masalah di atas kami berpendapat bahwa siapa saja boleh menunaikan ibadah haji sambil meminta pertolongan kepada Allah q, ia tunaikan semua kewajiban yang harus ia lakukan sambil berupaya semaksimal mungkin untuk tidak mengganggu orang lain atau terganggu. Ya, kalau di sana ada maslahat yang lebih berguna daripada haji, seperti adanya sebagian kaum Muslimin yang sedang membutuhkan bantuan dana untuk kepentingan jihad fi sabilillah, maka berjihad fi sabilillah itu lebih utama daripada haji tathawwu' (sunnat).

Maka dalam keadaan seperti itu dana (yang tadinya disiapkan untuk ibadah haji sunnat) diberikan kepada para mujahid fi sabilillah itu. Atau di sana ada bencana kelaparan yang menimpa kaum Muslimin, maka mengeluarkan dana untuk menghilangkan bencana kelaparan itu lebih baik daripada mengeluarkannya untuk haji sunnat.

Rujukan:

Ibnu Utsaimin: al-lliqa' asy-Syahri, volume 16, hal. 18.

Via HijrahApp

KEWAJIBAN SESEORANG SEPULANG DARI HAJI

Pertanyaan:
Apa kewajiban seorang Muslim apabila sudah selesai melaksanakan ibadah haji dan telah pergi meninggalkan tanah suci? Apa pula kewajibannya terhadap keluarga dan masyarakatnya serta orang-orang yang hidup di sekitarnya?

Jawaban:
Kewajiban yang anda sebutkan di sini adalah kewajiban orang yang telah menunaikan ibadah haji, juga orang yang belum (tidak) menunaikannya dan kewajiban atas setiap orang yang dijadikan Allah sebagai pemimpin bagi rakyatnya, yaitu menunaikan hak-hak orang-orang yang berada di bawah kepemimpinannya. Rasulullah صلی الله عليه وسلم telah berabda,

اَلرَّجُلُ رَاعٍ فِيْ أَهْلِهِ وَمَسْؤُوْلٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ

"Seorang lelaki itu adalah pemimpin bagi keluarganya dan ia bertang-gung jawab atas kepemimpinannya." (Muttafaq 'Alaih).

Maka ia wajib memberikan pengajaran dan mendidik mereka sebagaimana diperintahkan oleh Nabi صلی الله عليه وسلم atau sebagaimana beliau perintahkan kepada para delegasi yang datang kepada beliau agar sekembalinya mereka kepada keluarga masing-masing memberikan pengajaran dan pendidikan kepada mereka.

Setiap orang akan dimintai pertanggungjawabannya tentang keluarganya di hari kiamat kelak, karena Allah سبحانه و تعالى telah mengamanahkan mereka kepadanya dan memberikan kekuasaan atas mereka, maka dari itu ia bertanggungjawab tentang mereka di hari kiamat kelak. Demikian Allah menegaskan di dalam firmanNya,
"Wahai orang-orang yang beriman, peliharalah diri kalian dan keluarga kalian dari api neraka yang kayu bakarnya adalah manusia (orang-orang kafir) dan batu." (At-Tahrim: 6).

Di dalam ayat ini Allah mensejajarkan diri sendiri dengan keluarga, yaitu kalaulah setiap orang bertanggungjawab atas dirinya sendiri dan bekerja keras untuk berbuat segala sesuatu yang dapat menyelamatkan dirinya, maka ia pun bertanggungjawab pula atas keluarganya, maka ia wajib berbuat semaksimal mungkin untuk melakukan segala sesuatu yang dapat mendatangkan manfaat bagi mereka dan menjauhkan mereka dari bahaya sesuai dengan kemampuan yang dimilikinya.

Rujukan:
Ibnu Utsaimin: Dalilul akhtha' allati yaqa'u fihal haajju wal mu'tamir, hal. 115.

Via HijrahApp

MENUNAIKAN IBADAH HAJI DENGAN HUTANG ATAU KREDIT

Pertanyaan:
Ada sebagian orang yang berhutang uang kepada perusahaan dan pembayarannya dikredit melalui potongan gaji, hal itu ia lakukan supaya dapat pergi haji. Bagaimana menurut Syaikh?

Jawaban:
Menurut pengetahuan saya, hendaknya ia tidak melakukan hal itu, sebab seseorang tidak wajib menunaikan ibadah haji jika ia sedang menanggung hutang.

Lalu bagaimana halnya dengan berhutang untuk menunaikan ibadah haji?! Maka saya berpandangan, jangan berhutang untuk menunaikan ibadah haji, karena ibadah haji dalam kondisi seperti itu hukumnya tidak wajib atasnya, seharusnya ia menerima rukhshah (keringanan) dari Allah سبحانه و تعالى dan kemurahan rahmatNya dan tidak memaksakan diri dengan berhutang yang ia sendiri tidak tahu kapan dapat melunasinya, bahkan barangkali ia mati dan belum sempat menunaikan hutangnya. Lalu jika begitu ia menanggung beban hutang selamalamanya.

Rujukan:
Fatawa nur 'alad darb: Ibnu Utsaimin, jilid 1, hal. 277.

Via HijrahApp

PEMALSUAN PASPORT TIDAK MEMPENGARUHI KESHAHAN IBADAH HAJI

Pertanyaan:
Apa hukum ibadah haji orang yang pergi haji dengan menggunakan pasport palsu?

Jawaban:
Ibadah hajinya sah, sebab pemalsuan pasport itu sama sekali tidak mempengaruhi sahnya ibadah haji, namun ia berdosa, wajib bertobat kepada Allah سبحانه و تعالى dan mengganti nama palsunya (di pasport) dengan nama aslinya agar tidak terjadi pengelabuan terhadap para petugas dan supaya kewajiban-kewajibannya yang harus ia tunaikan dengan nama aslinya tidak terabaikan lantaran nama kedua berbeda dengan nama pertamanya. Dengan cara seperti itu berarti ia telah memakan harta secara tidak benar (batil) yang dibarengi dengan kedustaan di dalam pemalsuan nama.

Pada kesempatan yang baik ini saya nasehatkan kepada saudara-saudaraku, bahwa masalah ini bukan masalah yang sederhana bagi mereka yang melakukan pemalsuan nama (pada pasport) dan menggunakan nama lain demi mendapatkan kemudahan dari negara atau kemudahan lainnya. Sebab itu adalah tindakan pengelabuan di dalam bermuamalah, kedustaan dan kecurangan, penipuan terhadap para petugas dan penguasa.

Hendaklah mereka ketahui bahwa barangsiapa yang bertakwa (takut) kepada Allah سبحانه و تعالى niscaya Allah memberikan jalan keluar baginya dan memberinya rizki dari arah yang tidak ia duga, barangsiapa yang bertakwa kepada Allah, niscaya Allah memudahkan urusannya, dan barangsiapa yang bertak-wa kepada Allah سبحانه و تعالى dan mengatakan yang benar niscaya Allah memperbaiki amalnya dan mengampuni dosa-dosanya.

Rujukan:

Syaikh Ibnu Utsaimin: Fatwa seputar rukun Islam, hal. 572.

Via HijrahApp

TANDA HAJI DAN UMRAH DI TERIMA

Pertanyaan:
Apakah ada tanda-tandanya bagi orang-orang yang ibadah haji dan umrahnya diterima?

Jawaban:
Kadang-kadang ada tanda-tandanya bagi orang yang haji, puasa, sedekah dan shalatnya diterima, yaitu kelapangan dada, kebahagiaan hati dan wajah ceria. Sebab ibadah-ibadah itu mempunyai tanda-tanda yang tampak pada orang yang melakukannya, bahkan pada lahir dan batinnya juga.

Sebagian ulama salaf ada yang menyebutkan bahwa di antara tanda diterimanya suatu kebajikan itu adalah Allah memberikan karunia kepadanya berupa kesanggupan melakukan kebajikan sesudahnya, sebab karunia berupa kesanggupan melakukan kebajikan sesudahnya itu menunjukkan bahwasanya Allah سبحانه و تعالى menerima amalnya yang terdahulu, maka Dia karuniakan kepadanya amal kebajikan yang lain dan meridhainya.

Rujukan:
Ibnu Utsaimin: Dalilul akhtha' allati yaqa'u fihal haajju wal mu'tamir, hal. 115.

Via HijrahApp

TIDAK WAJIB MELAKUKAN IBADAH HAJI KECUALI ORANG YANG MAMPU

Pertanyaan:
Syaikh yang mulia, saya seorang pelajar yang sudah mencapai usia baligh, namun tidak mempunyai harta. Apakah boleh saya meminta dana kepada orang tua saya untuk menunaikan ibadah haji saat ini, atau saya menunggu sampai saya selesai belajar dan telah bekerja agar saya menunaikan ibadah haji dengan harta saya sendiri, dan ini akan memakan waktu yang cukup lama. Apa nasehat Syaikh kepada saya.

Jawaban:
Haji itu tidak wajib atas seseorang bila ia tidak mempunyai harta, sekalipun ayahnya adalah orang kaya; dan tidak perlu meminta kepada ayahnya sejumlah dana yang cukup untuk dapat menunaikan ibadah haji. Para ulama telah mengatakan, "Andaikata ayahmu memberimu sejumlah uang agar kamu menunaikan ibadah haji, maka kamu tidak harus menerimanya. Kamu boleh menolaknya sambil mengatakan: Aku belum ingin menunaikan ibadah haji, karena haji belum wajib atasku."

Sebagian ulama juga ada yang mengatakan, "Kalau ada seseorang (seperti ayah atau saudara kandung) yang memberimu uang agar dengannya kamu dapat beribadah haji, maka kamu wajib me-nerima pemberian itu dan menunaikan ibadah haji dengannya. Tetapi kalau kamu diberi uang oleh orang lain yang kamu khawatirkan ia akan mengungkit-ungkit pemberian itu di hari kemudian, maka kamu tidak harus menerimanya." Ini adalah pendapat yang shahih.

Yang jadi masalah adalah seseorang diberi uang oleh orang lain agar ia menunaikan ibadah haji wajib, apakah ia wajib menerima uang pemberian itu dan menuaikan haji wajib dengannya?

Jawabnya: Tidak wajib. Ia boleh menolaknya karena khawatir diungkit-ungkit kembali. Sebab haji belum wajib atasnya karena belum mempunyai kemampuan. Tetapi jika yang memberi uang itu adalah ayahnya atau saudara kandungnya, maka kami katakan: Silahkan terima pemberian itu dan laksanakanlah ibadah haji dengannya, karena ayahmu dan saudara kandungmu tidak akan mengungkit-ungkit kembali pemberian itu.

Berdasarkan itu semua kami katakan kepada saudara penanya (pelajar): Tunggu hingga Allah menjadikan kamu orang yang mampu dan kamu dapat menunaikan ibadah haji dengan hartamu sendiri, dan kamu tidak berdosa apabila kamu terlambat menunaikan ibadah haji (karena belum mampu).

Rujukan:

Ibnu Utsaimin: al-Liqa' asy-Syahri, vol. 16, hal. 22.

Via HijrahApp

Luas Tanah+/- 740 M2
Luas Bangunan+/- 500 M2
Status LokasiWakaf dari almarhum H.Abdul Manan
Tahun Berdiri1398H/1978M