• Beribadalah kamu sampai datang "Haqqul Yakin" (kematian)
Kamis, 21 November 2024

Bab Jenazah

Bagikan

DILARANG MEMBUAT BANGUNAN DI ATAS KUBURAN

Pertanyaan:
Saya perhatikan, sebagian kuburan ada yang dibuatkan batu nisan dengan semen sekitar setengah meter kali satu meter dengan tulisan nama si mayat, tanggal meninggal dan kalimat lainnya seperti (Ya Allah, rahmatilah Fulan bin Fulan ..). Apa hukum perbuatan semacam ini?

Jawaban:
Tidak boleh membuat bangunan di atas kuburan, baik berupa batu nisan ataupun lainnya, dan tidak boleh menuliskan tulisan padanya, karena telah diriwayatkan secara pasti dari Nabi صلی الله عليه وسلم bahwa beliau melarang membuat bangunan pada kuburan dan menulisinya.

Imam Muslim -rahimahullah- meriwayatkan dari hadits Jabir, bahwa ia berkata, "Rasulullah صلی الله عليه وسلم melarang untuk memagari kuburan, duduk-duduk di atasnya dan membuat bangunan di atasnya." (HR. Muslim dalam Al-Jana'iz (970). Dikeluarkan juga oleh At-Tirmidzi dalam Al-Jana'iz (1052) dan lainnya dengan isnad shahih dengan tambahan (serta membuat tulisan di atasnya)).

Lagi pula, hal ini merupakan sikap berlebihan sehingga harus dicegah, dan karena tulisan itu bisa menimbulkan akibat yang mengerikan, yaitu berupa sikap berlebihan dan bahaya-bahaya syar'iyah lainnya. Seharusnya adalah dengan meratakan kuburan, boleh ditinggikan sedikit sekitar satu jengkal untuk diketahui bahwa itu adalah kuburan. Demikian yang disunnahkan mengenai kuburan yang pernah dilakukan oleh Rasulullah صلی الله عليه وسلم dan para sahabatnya.

Tidak boleh mendirikan masjid di atas kuburan, tidak boleh membungkusnya dan tidak boleh pula membuatkan kubah di atasnya, karena Nabi صلی الله عليه وسلم telah bersabda,

 

لَعَنَ اللهُ الْيَهُوْدَ وَالنَّصَارَى اتَّخَذُوْا قُبُوْرَ أَنْبِيَائِهِمْ مَسَاجِدَ

"Allah melaknat kaum Yahudi dan Nashrani karena mereka menjadikan kuburan-kuburan para nabi mereka sebagai masjid-masjid." (Disepakati keshahihannya: Al-Bukhari dalam Al-Jana'iz (1330), Muslim dalam Al-Masajid (529)).

Imam Muslim dalam Shahihnya meriwayatkan, dari Jundab bini Abdullah Al-Bajali, bahwa ia berkata, "Lima hari sebelum Rasulullah صلی الله عليه وسلم meninggal, aku mendengar beliau bersabda,

إِنِّيْ أَبْرَأُ إِلَى اللهِ أَنْ يَكُوْنَ لِيْ مِنْكُمْ خَلِيْلٌ فَإِنَّ اللهَ تَعَالَى قَدْ اتَّخَذَنِيْ خَلِيْلاً كَمَا اتَّخَذَ إِبْرَاهِيْمَ خَلِيْلاً، وَلَوْ كُنْتُ مُتَّخِذًا مِنْ أُمَّتِيْ خَلِيْلاً لاَتَّخَذْتُ أَبَا بَكْرٍ خَلِيْلاً، أَلاَ وَإِنَّ مَنْ كَانَ قَبْلَكُمْ كَانُوْا يَتَّخِذُوْنَ قُبُوْرَ أَنْبِيَائِهِمْ وَصَالِحِيْهِمْ مَسَاجِدَ، أَلاَ فَلاَ تَتَّخِذُوا الْقُبُوْرَ مَسَاجِدَ إِنِّيْ أَنْهَاكُمْ عَنْ ذَلِكَ
'Sesungguhnya aku telah meminta kepada Allah agar aku mem-punyai khalil di antara kalian, karena Allah telah menjadikan aku sebagai khalil(Nya) sebagaimana Allah telah menjadikan Ibrahim sebagai khalil(Nya). Seandainya aku (dibolehkan) mengambil seorang khalil dari umatku, tentu aku menjadikan Abu Bakar sebagai khalil(ku).-

Ingatlah, sesungguhnya orang-orang sebelum kalian telah menjadikan kuburan-kuburan para nabi dan orang-orang shalih mereka sebagai maasjid-masjid. Ingatlah, janganlah kalian menjadikan kuburan-kuburan sebagai masjid-masjid, sesungguhnya aku melarang kalian melakukan itu.' (HR. Muslim dalam Al-Masajid (532)).

Dan masih banyak lagi hadits-hadits lain yang semakna dengan ini. Semoga Allah menunjukkan kaum muslimin untuk senantaisa berpegang teguh dengan sunnah Nabi mereka صلی الله عليه وسلم dan konsisten padanya serta mewaspadai semua yang menyelisihinya. Sesungguhnya Allah Maha Mendengar lagi Mahadekat. Wassalamu'alaikum warahmatullahi wa barakatuh.

Rujukan:
Majmu' Fatawa wa Maqalat Mutanawwi'ah, juz 4, hal. 329, Syaikh Ibnu Baz.

Via HijrahApp

HUKUM MEMBUAT TULISAN PADA KUBURAN

Pertanyaan:
Bolehkah meletakkan sepotong besi atau spanduk pada kuburan seseorang dengan bertuliskan ayat-ayat Al-Qur'an di samping tulisan nama si mayat, tanggal meninggalnya dst.?

Jawaban:
Tidak boleh membuat tulisan pada kuburan seseorang, baik itu berupa ayat-ayat Al-Qur'an maupun lainnya, baik itu pada besi, kayu maupun lainnya, karena telah diriwayatkan secara pasti dari Nabi صلی الله عليه وسلم, dari hadits Jabir -radhiallaahu'anhu-, bahwa ia berkata, "Rasulullah صلی الله عليه وسلم melarang untuk memagari kuburan, duduk-duduk di atasnya dan membuat bangunan di atasnya."[1] Hadits ini diriwayatkan oleh Imam Muslim dalam Shahihnya, sementara dalam riwayat At-Tirmidzi dan An-Nasa'i ada tambahan dengan isnad shahih, "serta membuat tulisan di atasnya."[2]

keterangan
[1] HR. Muslim dalam Al-Jana'iz (970).
[2] HR. At-Tirmidzi dalam Al-Jana'iz (1052).

Rujukan:
Majmu' Fatawa wa Maqalat Mutanawwi'ah, juz 4, hal. 337, Syaikh Ibnu Baz.

Via HijrahApp

HUKUM MENAMPAR-NAMPAR PIPI DAN MEROBEK-ROBEK PAKAIAN KETIKA TERTIMPA MUSIBAH

Pertanyaan:
Apa hukum syari'at tentang para wanita yang menampar-nampar pipi karena kematian?

Jawaban:
Menampar-nampar pipi dan merobek-robek pakaian serta meratapi musibah hukumnya haram, tidak boleh dilakukan, hal ini berdasarkan sabda Nabi صلی الله عليه وسلم,
لَيْسَ مِنَّا مَنْ ضَرَبَ الْخُدُوْدَ أَوْ شَقَّ الْجُيُوْبَ أَوْ دَعَا بِدَعْوَى الْجَاهِلِيَّةِ

 

"Tidaklah termasuk golongan kami orang yang menampar pipi atau merobek-robek pakaian atau berteriak dengan teriakan jahiliyah."[1]

Dan sabda beliau,
أَنَا بَرِيْءٌ مِنَ الصَّالِقَةِ وَاْلحَالِقَةِ وَالشَّاقَّةِ

 

"Aku berlepas diri dari wanita yang berteriak-teriak, mencukur rambut dan merobek-robek pakaian."[2]

Maksudnya adalah saat tertimpa musibah. Juga berdasarkan sabda Nabi صلی الله عليه وسلم,
أَرْبَعٌ فِيْ أُمَّتِيْ مِنْ أَمْرِ الْجَاهِلِيَّةِ لاَ يَتْرُكُوْنَهُنَّ: الْفَخْرُ فِي اْلأَحْسَابِ وَالطَّعْنُ فِي اْلأَنْسَابِ وَاْلاِسْتِسْقَاءُ بِالنُّجُوْمِ وَالنِّيَاحَةُ

 

"Empat hal pada umatku yang termasuk kebiasaan jahiliyah yang belum mereka tinggalkan; membanggakan kekayaan, menghinakan keturunan, meminta hujan kepada bintang-bintang dan meratapi musibah."[3]

Dalam sabda beliau lainnya disebutkan,
النَّائِحَةُ إِذَا لَمْ تَتُبْ قَبْلَ مَوْتِهَا تُقَامُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ وَعَلَيْهَا سِرْبَالٌ مِنْ قَطِرَاٍن وَدِرْعٌ مِنْ جَرَبٍ

 

"Wanita yang meratapi kematian, jika ia tidak bertaubat sebelum kematiannya, maka pada Hari Kiamat nanti ia akan diberdirikan sementara di atasnya besi panas dan baju koreng."[4]

Seharusnya, ketika tertimpa musibah, hendaknya bersabar dan mengharapkan balasan pahala serta mewaspadai perkara-perkara mungkar itu serta bertaubat kepada Allah dari perbuatan-perbuatan semacam itu yang pernah dilakukan. Allah سبحانه و تعالى berfirman,
"Dan berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang sabar, (yaitu) orang-orang yang apabila ditimpa musibah, mereka mengucapkan, 'Innaa lillahi wa innaa ilaihi raaji'un'." (Al-Baqarah: 155-156).

Allah menjanjikan bagi mereka kebaikan yang banyak, sebagaimana firmanNya,
"Mereka itulah yang mendapatkan keberkatan yang sempurna dan rahmat dari Rabbnya, dan mereka itulah orang-orang yang mendapat petunjuk." (Al-Baqarah: 157).

 

keterangan
[1] Disepakati keshahihannya: Al-Bukhari dalam Al-Jana'iz (1294), Muslim dalam Al-Iman (103).
[2] Disepakati keshahihannya: Al-Bukhari dalam Al-Jana'iz (1296), Muslim dalam Al-Iman (104).
[3] HR. Muslim dalam Al-Jana'iz (934).
[4] HR. Muslim dalam Al-Jana'iz (934).

Rujukan:
Fatawa Al-Mar'ah, hal. 40-41, Syaikh Ibnu Baz.

Via HijrahApp

HUKUM MENYELENGGARAKAN UPACARA DUKA

Pertanyaan:
Upacara duka dilaksanakan dengan dihadiri oleh orang-orang di luar rumah orang yang meninggal dengan menempatkan lampu-lampu listrik (seperti pesta kebahagiaan), lalu keluarga si mayat berbaris, sementara orang-orang yang hendaknya mengucapkan bela sungkawa berbaris pula melintasi mereka satu persatu, masing-masing meletakkan tangannya di dada setiap keluarga si mayat sambil mengucapkan: (semoga Allah memberimu pahala yang besar).

Apakah pertemuan dan perbuatan ini sesuai dengan sunnah? Jika tidak sesuai sunnah, apa yang disunnahkan dalam hal ini? Kami mohon jawaban. Semoga Allah membalas Syaikh dengan kebaikan.

Jawaban:
Perbuatan ini tidak sesuai dengan sunnah, dan kami tidak mengetahui asalnya dalam syari'at yang suci. Yang sunnah adalah ta'ziyah (mengucapkan bela sungkawa) kepada keluarga yang tertimpa musibah, namun bukan dengan cara tertentu dan tidak pula dengan pertemuan tertentu seperti pertemuan tersebut, tetapi disyari'atkan bagi setiap muslim, untuk mengucapkan bela sungkawa kepada saudaranya setelah keluarnya ruh si mayat, baik itu rumah, di jalanan, di masjid, atau di kuburan.

Ta'ziyah itu bisa dilakukan sebelum menshalatkan dan bisa juga setelahnya. Jika mengunjunginya, maka disyari'atkan untuk menjabat tangannya (tangan keluarga si mayat) dan mendoakannya dengan doa yang sesuai, misalnya: (semoga Allah memberimu pahala yang besar dan membaikkan keduaanmu serta menguatkanmu pada musibahmu). Jika yang meninggal itu seorang muslim, maka hendaknya memohonkan ampunan dan rahmat baginya.

Begitu pula para wanita, bisa saling mengucapkan bela sungkawa. Boleh juga laki-laki kepada wanita dan wanita kepada laki-laki, tapi tidak dengan khulwah (bersepi-sepian) dan tidak menjabat tangan jika wanita itu bukan mahramnya. Semoga Allah memberikan petunjuk kepada semua kaum muslimin untuk memahami agamanya dan konsisten dalam menjalankannya. Sesungguhnya Allah sebaik-baik tempat meminta.

Rujukan:
Majmu' Fatawa wa Maqalat Mutanawwi'ah, juz 5, hal. 345, Syaikh Ibnu Baz.

Via HijrahApp

HUKUM MENZIARAHI KUBURAN MEMBACAKAN SURAT AL-FATIHAH DI KUBURAN

Pertanyaan:
Apa hukumnya orang-orang yang menziarahi kuburan lalu membacakan surat Al-Fatihah, terutama pada kuburan-kuburan para wali (yang mereka anggap wali) di beberapa negara Arab. Sementara sebagian mereka mengatakan, "Saya tidak bermaksud melakukan syirik, tapi jika saya tidak menziarahi kuburan wali ini, ia akan datang dalam mimpi saya dan mengatakan, 'Kenapa kamu tidak menziarahiku'?" Bagaimana hukumnya. Semoga Allah membalas Syaikh dengan kebaikan.

Jawaban:
Disunnahkan bagi kaum laki-laki muslimin untuk ziarah kubur sebagaimana disyari'atkan Allah سبحانه و تعالى berdasarkan sabda Nabi,

 

زُوْرُوا الْقُبُوْرَ فَإِنَّهَا تُذَكِّرُكُمُ اْلآخِرَةَ

 

"Ziarahilah kuburan karena sesungguhnya itu bisa mengingatkan kalian kepada akhirat."[1]

Imam Muslim juga meriwayatkan dalam Shahihnya, dari Buraidah bin Al-Hashib -rodhiallaahu'anhu-, bahwa ia berkata, "Nabi صلی الله عليه وسلم mengajarkan kepada para sahabatnya, apabila menziarahi kuburan agar mengucapkan,

 

اَلسَّلاَمُ عَلَيْكُمْ أَهْلَ الدِّيَارِ مِنَ الْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُسْلِمِيْنَ وَإِنَّا إِنْ شَاءَ اللهُ لَلاَحِقُوْنَ. أَسْأَلُ اللهَ لَنَا وَلَكُمُ الْعَافِيَةَ

 

"(Semoga kesejahteraan dilimpahkan kepada kalian wahai para penghuni kubur dari kalangan kaum mukminin dan muslimin. Sesungguhnya kami, insya Allah, akan bertemu dengan kalian. Kami mohon kesejahteraan kepada Allah untuk kami dan kalian)."[2]

Diriwayatkan pula dengan derajat shahih dari Nabi صلی الله عليه وسلم, dalam hadits Aisyah -rodhiallaahu'anha-, bahwa apabila beliau menziarahi kuburan, beliau mengucapkan:

 

اَلسَّلاَمُ عَلَيْكُمْ دَارَ قَوْمٍ مُؤْمِنِيْنَ وَإِنَّا إِنْ شَاءَ اللهُ لاَحِقُوْنَ. اَللَّهُمَّ اغْفِرْ لأَهْلِ بَقِيْعِ الْغَرْقَدِ

 

"(Semoga kesejahteraan dilimpahkan kepada kalian wahai para penghuni kuburan kaum mukminin. Sesungguhnya kami, insya Allah, akan bertemu dengan kalian. Ya Allah, ampunilah para penghuni kuburan Baqi' Gharqad)."[3]

Ketika menziarahi kuburan beliau tidak membacakan surat Al-Fatihah atau surat lainnya dari Al-Qur'an. Karena itu, membacakan surat Al-Fatihah saat ziarah kubur hukumnya bid'ah, begitu juga membacakan surat-surat lainnya dari Al-Qur'an, hal ini berdasarkan sabda Nabi صلی الله عليه وسلم,

 

مَنْ أَحْدَثَ فِيْ أَمْرِنَا هَذَا مَا لَيْسَ فِيْهِ فَهُوَ رَدٌّ

 

"Barangsiapa membuat sesuatu yang baru dalam urusan kami (dalam Islam) yang tidak terdapat (tuntunan) padanya, maka ia tertolak."[4]

Dalam riwayat Muslim disebutkan, bahwa beliau bersabda,

 

مَنْ عَمِلَ عَمَلاً لَيْسَ عَلَيْهِ أَمْرُنَا فَهُوَ رَدٌّ

 

"Barangsiapa yang melakukan suatu amal yang tidak kami perintahkan maka ia tertolak."[5]

Disebutkan pula dalam shahih Muslim, dari Jabir bin Abdullah Al-Anshari -rodhiallaahu'anhu-, dari Nabi صلی الله عليه وسلم, bahwa dalam salah satu khutbah Jum'at beliau mengatakan,

 

أَمَّا بَعْدُ فَإِنَّ خَيْرَ الْحَدِيْثِ كِتَابُ اللهِ وَخَيْرَ الْهُدَى هُدَى مُحَمَّدٍ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَشَرُّ اْلأُمُوْرِ مُحْدَثَاتُهَا وَكُلُّ بِدْعَةٍ ضَلاَلَةٌ

 

"Amma ba'du. Sesungguhnya sebaik-baik perkataan adalah Kitabullah, sebaik-baik tuntunan adalah tuntunan Muhammad صلی الله عليه وسلم, seburuk-buruk perkara adalah hal-hal baru yang diada-adakan dan setiap hal baru adalah sesat."

An-Nasa'i pun mengeluarkan hadits ini dengan tambahan,

 

وَكُلُّ ضَلاَلَةٍ فِي النَّارِ

"dan setiap yang sesat itu (tempatnya) di neraka."[6]

Maka hendaknya kaum muslimin berpegang teguh dengan syari'at yang suci serta mewaspadai perbuatan-perbuatan bid'ah dalam ziarah kubur dan lainnya. Ziarah yang disyari'atkan adalah ziarah kuburan kaum muslimin, baik yang disebut wali ataupun lainnya, karena setiap mukmin dan mukminah adalah para wali Allah, sebagaimana yang difirmankan Allah سبحانه و تعالى,
"Ingatlah, sesungguhnya wali-wali Allah itu, tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati. (Yaitu) orang-orang yang beriman dan mereka selalu bertaqwa." (Yunus: 62-63).

Dalam ayat lain disebutkan,
"Dan mereka bukanlah para walinya (orang-orang yang berhak menguasainya). Orang-orang yang berhak menguasai(nya), hanyalah orang-orang yang bertaqwa, tetapi kebanyakan mereka tidak mengetahui." (Al-Anfal: 34).

Bagi orang yang berziarah dan lainnya, tidak boleh berdoa kepada orang-orang yang telah mati atau meminta pertolongan kepada mereka, bernadzar atau menyembelih untuk mereka di kuburan mereka atau tempat lainnya sebagai bentuk mendekatkan diri kepada mereka agar mereka memberikan syafa'at atau menyembuhkan penyakitnya atau menolongnya terhadap musuh-nya atau maksud-maksud lainnya, karena semua ini merupakan ibadah, padahal ibadah itu semuanya hanya untuk Allah saja, sebagaimana firmanNya,
"Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan keta'atan kepadaNya dalam (menjalankan) agama yang lurus." (Al-Bayyinah: 5).

Dalam ayat lain disebutkan,
"Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka menyembahKu." (Adz-Dzariyat: 56).

Dalam ayat lainnya disebutkan pula,
"Dan sesungguhnya masjid-masjid itu adalah kepunyaan Allah. Maka janganlah kamu menyembah seseorang pun di dalamnya di samping (menyembah) Allah." (Al-Jin: 18).

Dalam ayat lainnya lagi disebutkan,
"Dan Rabbmu telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain Dia." (Al-Isra': 23).

Dalam ayat lainnya disebutkan,
"Maka sembahlah Allah dengan memurnikan ibadat kepadaNya, meskipun orang-orang kafir tidak menyukai(nya)." (Ghafir: 14).

Dan dalam ayat lainnya lagi disebutkan,
"Katakanlah, 'Sesungguhnya shalatku, ibadatku, hidupki dan mati-ku hanyalah untuk Allah, Rabb semesta alam, tiada sekutu baginya; dan demikian itulah yang diperintahkan kepadaku dan aku adalah orang yang pertama-tama menyerahkan diri (kepada Allah)'." (Al-An'am: 162-163).

Diriwayatkan secara shahih dari Rasulullah صلی الله عليه وسلم, bahwa beliau bersabda,

 

حَقُّ اللهِ عَلَى الْعِبَادِ أَنْ يَعْبُدُوْهُ وَلاَ يُشْرِكُوْا بِهِ شَيْئًا

 

"Hak Allah atas para hambaNya adalah mereka menyembahNya dan tidak mempersekutukanNya dengan apa pun."[7]

Ini mencakup semua ibadah, termasuk shalat, puasa, ruku', sujud, haji, doa, sembelihan, nadzar dan ibadah-ibadah lainnya sebagaimana ditunjukkan oleh ayat-ayat tadi yang mencakup semua jenis ibadah. Disebutkan dalam Shahih Muslim, dari Ali -rodhiallaahu'anhu-, dari Nabi صلی الله عليه وسلم, bahwa beliau bersabda,

 

لَعَنَ اللهُ مَنْ ذَبَحَ لِغَيْرِ اللهِ

 

"Allah melaknat orang yang menyembelih bukan karena Allah."[8]

Disebutkan juga dalam Shahih Al-Bukhari, dari Umar bin Khaththab -rodhiallaahu'anhu-, dari Nabi صلی الله عليه وسلم, bahwa beliau bersabda,

 

لاَ تُطْرُوْنِيْ كَمَا أَطْرَتِ النَّصَارَى ابْنَ مَرْيَمَ فَإِنَّمَا أَنَا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ فَقُوْلُوْا عَبْدُ اللهِ وَرَسُوْلُهُ

 

"Janganlah kalian berlebih-lebihan menyanjungku sebagaimana berlebih-lebihannya kaum Nashrani dalam menyanjung putra Maryam. Sesungguhnya aku adalah hambaNya, maka katakanlah (bahwa aku) adalah hambaNya dan utusanNya."[9]

Dan masih banyak lagi hadits-hadits memerintahkan beribadah hanya untuk Allah saja serta melarang mempersekutukan-Nya dan perantara-perantaranya.

Bagi kaum wanita, tidak disyari'atkan ziarah kubur, karena Rasulullah صلی الله عليه وسلم telah melaknat kaum wanita yang menziarahi kuburan.[10] Di antara hikmahnya, wallahu a'lam, bahwa ziarahnya mereka bisa menimbulkan fitnah bagi mereka dan yang lainnya (kaum laki-laki). Di awal masa Islam, ziarah kubur itu dilarang untuk mencegah timbulnya syirik, namun setelah Islam tersebar dan tauhid pun telah meluas, Rasulullah صلی الله عليه وسلم mengizinkan ziarah kubur, hanya saja beliau mengkhususkan larangan bagi kaum wanita karena dikhawatirkan terjadinya fitnah.

Adapun kuburan orang-orang kafir, boleh saja diziarahi sekedar untuk mengingatkan dan mengambil pelajaran, tapi tidak mendoakan dan tidak memohonkan ampunan bagi mereka, karena telah diriwayatkan secara pasti dari Nabi صلی الله عليه وسلم, sebagaimana disebutkan dalam Shahih Muslim, bahwa beliau pernah meminta izin kepada Allah untuk memohonkan ampunan bagi ibunya, namun tidak diizinkan, lalu memohon izin untuk menziarahi kuburannya, Allah pun mengizinkannya.[11] Hal ini karena ibunya beliau meninggal ketika masih jahiliyah dengan menganut agama kaumnya.

Semoga Allah menunjuki semua kaum muslimin, laki-laki dan perempuan, agar memahami agamanya dan konsisten dalam menjalankannya baik berupa perkataan maupun perbuatan. Dan semoga Allah melindungi semua kaum muslimin dari setiap perkara yang menyelisihi syari'atNya nan suci. Sesungguhnya Allah Mahakuasa atas itu. Shalawat dan salam semoga dilimpahkan kepada Nabi kita Muhammad, keluarga dan para sahabatnya.

keterangan
[1] HR. Muslim dalam Al-Jana'iz seperti itu (108-976).
[2] HR. Muslim dalam Al-Jana'iz (975).
[3] HR. Muslim dalam Al-Jana'iz (974).
[4] Disepakati keshahihannya: Al-Bukhari dalam Ash-Shulh (2697), Muslim dalam Al-Aqdhiyah (1718).
[5] Al-Bukhari menyatakan mu'allaq. Sementara Muslim menyambungnya dalam Al-Aqdhiyah (18-1718).
[6] HR. Muslim dalam Al-Jumu'ah (867), An-Nasa'i dalam Al-'Idain (3/118-189).
[7] Disepakati keshahihannya dari hadits Mu'adz -rodhiallaahu'anhu-: Al-Bukhari dalam Al-Jihad (2856). Muslim dalam Al-Iman (30).
[8] HR. Muslim dalam Al-Adhahi (1987).
[9] HR. Al-Bukhari dalam Ahaditsul Anbiya' (2445).
[10] HR. At-Tirmidzi dalam Al-Jana'iz (1056), Ibnu Majah dalam Al-Jana'iz (1576). Ahmad (2/337), (3/443).
[11] HR. Muslim dalam Al-Jana'iz (976).

Rujukan:
Majalah Al-Buhuts, nomor 42, hal. 132-134, Syaikh Ibnu Baz.

Via HijrahApp

HUKUM WANITA BERZIARAH KUBUR BAGI WANITA

Pertanyaan:
Apakah ziarah kubur disyari'atkan bagi kaum wanita?

Jawaban:
Telah diriwayatkan secara pasti dari Rasulullah صلی الله عليه وسلم, bahwa beliau melaknat para wanita yang menziarahi kuburan, ini disebutkan dalam hadits Ibnu Abbas, hadits AbuHurairah dan hadits Hassan bin Tsabit Al-Anshari -rodhiallaahu'anhum-. Berdasarkan hadits-hadits ini para ulama menyimpulkan bahwa ziarah kuburnya kaum wanita hukumnya haram, karena laknat itu hanya terhadap sesuatu yang haram, bahkan adanya laknat menunjukkan bahwa perbuatan ini termasuk perbuatan yang berdosa besar.

Jadi, yang benar adalah bahwa ziarah kuburnya kaum wanita hukumnya haram, bukan sekedar makruh. Sebabnya, wallahu a'lam, karena kaum wanita pada umumnya kurang sabar, adakalanya mereka meratap dan sebagainya yang bertolak belakang dengan keharusan bersabar.

Lain dari itu, mereka juga bisa menjadi fitnah, yang mana ziarahnya mereka ke kuburan dan ikut sertanya mereka mengantar jenazah bisa menimbulkan fitnah pada kaum laki-laki dan sebaliknya kaum laki-laki pun bisa menimbulkan fitnah bagi mereka. Karena itu, syari'at Islam yang sempurna telah menutup pintu ke arah kerusakan dan fitnah. Semua ini merupakan rahmat Allah bagi para hamba-Nya.
Telah diriwayatkan secara shahih dari Rasulullah صلی الله عليه وسلم, bahwa beliau bersabda,

 

مَا تَرَكْتُ بَعْدِيْ فِتْنَةً أَضَرَّ عَلَى الرِّجَالِ مِنَ النِّسَاءِ.

 

"Tidaklah aku meninggalkan fitnah setelah aku tiada, yang lebih berbahaya terhadap kaum laki-laki daripada (fitnahnya) kaum wanita."[1]

Karena itu, pintu yang mengarah ke situ harus ditutup, di antaranya adalah yang telah ditetapkan oleh syari'at yang suci berupa pengharaman bersolek bagi kaum wanita, lemah gemulainya mereka dalam berbicara kepada kaum laki-laki, bersepi-sepiannya wanita dengan laki-laki yang bukan mahramnya dan bepergiannya wanita tanpa disertai mahram.

Semua ini termasuk mencegah sarana-sarana yang mengarah kepada terjadinya fitnah yang diakibatkan oleh mereka. Ungkapan sebagian ahli fiqih, bahwa dalam hal ini dikecualikan ziarah pada kuburan Nabi صلی الله عليه وسلم dan kuburan kedua sahabatnya -rodhiallaahu'anhum-. Ungkapan ini tidak ada dalilnya. Yang benar, bahwa larangan itu mencakup semua kuburan, termasuk kuburan Nabi صلی الله عليه وسلم dan kedua sahabat beliau. Ini yang pendapat yang bisa dipegang berdasarkan dalil yang ada.

Adapun bagi kaum laki-laki, dianjurkan untuk berziarah kubur, termasuk kuburan Nabi صلی الله عليه وسلم dan kedua sahabat beliau, tapi tidak boleh mengusahakan perjalanan berat untuk itu, berdasarkan sabda Nabi صلی الله عليه وسلم,

 

زُوْرُوا الْقُبُوْرَ فَإِنَّهَا تُذَكِّرُكُمُ اْلآخِرَةَ.

 

"Ziarahilah kuburan karena sesungguhnya itu bisa mengingatkan kalian kepada akhirat."[2]

Sedangkan mengusahakan perjalanan berat untuk ziarah kubur, tidak dibolehkan, karena yang disyari'atkan dengan itu hanya untuk menziarahi tiga masjid, berdasarkan sabda Nabi صلی الله عليه وسلم,

 

لاَ تُشَدُّ الرِّحَالَ إِلاَّ إِلَى ثَلاَثَةِ مَسَاجِدَ: مَسْجِدِ الْحَرَامِ وَمَسْجِدِ اْلأَقْصَى وَمَسْجِدِيْ.

 

"Tidak boleh mengusahakan perjalanan berat kecuali kepada tiga masjid; Masjidil Haram, Masjidil Aqsha dan Masjidku (Masjid Nabawi)."[3]

Jika seorang muslim mengunjungi Masjid Nabawi, maka ia pun bisa sekalian menziarahi kuburan Nabi صلی الله عليه وسلم dan kuburan kedua sahabat beliau, kuburan para syuhada, kuburan Baqi' dan menziarahi Masjid Quba' tanpa harus mengadakan perjalanan berat, sehingga dengan begitu ia tidak mengusahakan perjalanan berat untuk menziarahi kuburan, namun ketika ia telah berada di Madinah, disyari'atkan untuk menziarahi kuburan Nabi صلی الله عليه وسلم, kuburan kedua sahabatnya, kuburan Baqi', para syuhada' dan Masjid Quba'.

Adapun sengaja mengadakan perjalanan berat dari jauh sekedar untuk menziarahi kuburan, ini tidak dibolehkan menurut pendapat yang benar di antara dua pendapat ulama berdasarkan sabda Nabi صلی الله عليه وسلم tadi,

 

لاَ تُشَدُّ الرِّحَالَ إِلاَّ إِلَى ثَلاَثَةِ مَسَاجِدَ: مَسْجِدِ الْحَرَامِ وَمَسْجِدِ اْلأَقْصَى وَمَسْجِدِيْ.

 

"Tidak boleh mengusahakan perjalanan berat kecuali kepada tiga masjid; Masjidil Haram, Masjidil Aqsha dan Masjidku (Masjid Nabawi)."

Jika perjalanan berat itu dilakukan untuk menziarahi Masjid Nabawi, maka boleh menyertakan ziarah ke kuburan Nabi صلی الله عليه وسلم dan kuburan-kuburan lainnya. Ketika sampai di Masjid Nabawi, hendaknya shalat sesukanya, lalu menziarahi kuburan Nabi صلی الله عليه وسلم, sambil mendoakan dan mengucapkan salam kepada beliau, lalu kuburan kedua sahabat beliau sambil mendoakan dan mengucapkan salam bagi Abu Bakar Ash-Shiddiq dan Umar Al-Faruq. Begitulah yang disunnahkan.

Demikian juga pada kuburan-kuburan lainnya, misalnya saat berkunjung ke Damaskus, Kairo, Riyadh atau lainnya, dianjurkan untuk menziarahi kuburan yang ada di sana, karena menziarahi kuburan mengandung doa dan kebaikan bagi yang dikubur di sana serta mengasihi mereka jika mereka itu orang-orang Islam. Nabi صلی الله عليه وسلم bersabda,

 

زُوْرُوا الْقُبُوْرَ فَإِنَّهَا تُذَكِّرُكُمُ اْلآخِرَةَ.

 

"Ziarahilah kuburan karena sesungguhnya itu bisa mengingatkan kalian kepada akhirat."[4]

Beliau pun mengajarkan kepada para sahabatnya apabila menziarahi kuburan agar mengucapkan:

 

اَلسَّلاَمُ عَلَيْكُمْ أَهْلَ الدِّيَارِ مِنَ الْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُسْلِمِيْنَ وَإِنَّا إِنْ شَاءَ اللهُ لَلاَحِقُوْنَ. أَسْأَلُ اللهَ لَنَا وَلَكُمُ الْعَافِيَةَ وَيَرْحَمُ اللهُ الْمُسْتَقْدِمِيْنَ مِنَّا وَالْمُسْتَأْخِرِيْنَ.

 

"(Semoga kesejahteraan dilimpahkan kepada kalian wahai para penghuni kubur dari kalangan kaum mukminin dan muslimin. Sesungguhnya kami, insya Allah, akan bertemu dengan kalian. Kami mohon kesejahteraan kepada Allah untuk kami dan kalian. Semoga Allah merahmati orang-orang yang lebih dulu meninggal di antara kami dan yang kemudian)."[5]

Itulah yang disunnahkan tanpa disertai dengan mengusahakan perjalanan berat. Namun dalam hal ini, hendaknya tidak mengunjungi mereka untuk berdoa kepada mereka di samping kepada Allah, karena perbuatan ini termasuk mempersekutukan Allah سبحانه و تعالى dengan selainNya, Allah telah mengharamkan perbuatan ini atas para hambaNya, sebagaimana disebutkan dalam firmanNya,
"Dan sesungguhnya masjid-masjid itu adalah kepunyaan Allah. Maka janganlah kamu menyembah seseorang pun di dalamnya di samping (menyembah) Allah." (Al-Jin: 18).

Dalam ayat lainnya disebutkan,
"Yang (berbuat) demikian itulah Allah Rabbmu, kepunyaanNya-lah kerajaan. Dan orang-orang yang kamu seru (sembah) selain Allah tiada mempunyai apa-apa walaupun setipis kulit ari. Jika kamu menyeru mereka, mereka tiada menmendengar seruanmu; dan kalau mereka mendengar, mereka tidak dapat memperkenankan permintaanmu. Dan di hari kiamat mereka akan mengingkari kemusyrikanmu dan tidak ada yang dapat memberikan keterangan kepadamu sebagai yang diberikan oleh Yang Maha Mengetahui." (Fathir: 13-14).

Allah menjelaskan, bahwa memohonnya hamba kepada orang-orang yang telah mati atau lainnya termasuk memperseku-tukanNya dengan selainNya dan termasuk beribadah kepada selainNya, demkianlah firmanNya menyebutkan,
"Dan barangsiapa menyembah ilah yang lain di samping Allah, padahal tidak ada suatu dalilpun baginya tentang itu, maka sesungguhnya perhitungannya di sisi Rabbnya. Sesungguhgnya orang-orang yang kafir itu tiada beruntung." (Al-Mukminun: 117).

Allah menyebutnya (berdoa kepada selain Allah [menyembah selain Allah]) sebagai suatu kekufuran. Maka hendaknya seorang muslim mewaspadainya, dan hendaknya para ulama menerangkan kepada masyarakat tentang masalah-masalah ini agar mereka waspada terhadap perbuatan syirik, karena banyak orang awam yang saat melewati kuburan, mereka malah memuliakan para penghuni kuburan itu, memohon pertolongan kepada mereka dan mengatakan, 'Tambahkan, tambahkan wahai fulan. Tolonglah aku, bantulah aku, sembuhkanlah penyakitku' Padahal ini syirik akbar, na'udzu billah.

Semua ini seharusnya dimohonkan kepada Allah سبحانه و تعالى, bukan kepada orang-orang yang telah mati, dan tidak pula kepada makhluk lainnya. Adapun kepada orang yang masih hidup, boleh meminta sesuatu yang mampu dilakukannya, jika ia hadir dan bisa mendengar ucapan anda maka dengan cara berbicara langsung, atau jika jauh bisa melalui tulisan, melalui telepon atau cara-cara lainnya yang memungkinkan, boleh meminta pertolongan yang mampu dilakukannya.

Misalnya anda mengirimkan telegram atau surat atau berbicara melalui telepon dengan mengatakan, 'Bantulah saya untuk membangun rumah, atau, untuk memperbaiki ladang.' Ini karena telah terjalin perkenalan dan kerja sama antara anda dengannya, yang demikian ini boleh, tidak apa-apa, sebagaimana yang disebutkan Allah سبحانه و تعالى dalam kisah Musa,
"Maka orang yang dari golongannya meminta pertolongan kepadanya, untuk mengalahkan orang yang dari musuhnya." (Al-Qashash: 15).

Adapun meminta kepada orang yang telah mati, atau yang tidak ada, atau benda-benda semacam berhala dan sebagainya, meminta disembuhkan penyakitnya atau meminta pertolongan untuk mengalahkan musuh dan sebaginya, perbuatan ini ter-masuk syirik akbar.

Demikian juga meminta kepada yang masih hidup sesuatu yang tidak bisa dilakukan kecuali oleh Allah سبحانه و تعالى termasuk mempersekutukan Allah سبحانه و تعالى, karena menyeru yang tidak ada tanpa menggunakan alat-alat yang memungkinkan sama arti dengan berkeyakinan bahwa yang diserunya itu mengetahui yang ghaib atau mendengar seruan anda walaupun dari kejauhan. Semua keyakinan ini batil dan menyebabkan kufurnya orang yang meyakininya, Allah سبحانه و تعالى telah berfirman,
"Katakanlah, 'Tidak ada seorang pun di langit dan di bumi yang mengetahui perkara yang ghaib, kecuali Allah'." (An-Naml: 65).

Atau anda berkayakinan bahwa yang diserunya mempunyai peran terhadap alam semesta sehingga bisa memberi sesuatu kepada yang dikehendakinya dan mencegah sesuatu dari yang dikehendakinya, sebagaimana yang diyakini oleh sebagian orang-orang jahil yang mereka sebut 'para wali'. Ini termasuk syirik dalam segi rububiyah yang lebih besar daripada kesyirikan para penyembah berhala.

Jadi, ziarah yang disyari'atkan untuk mengunjungi orang-orang yang telah mati adalah ziarah kebaikan, mendoakan rahmat bagi mereka, serta untuk mengingatkan kepada akhirat dan mempersiapkan diri untuk kehidupan akhirat, yang mana dengan begitu anda akan teringat, bahwa setelah mati anda nanti seperti mereka yang telah mati, sehingga anda bersiap-siap untuk menyongsong kehidupan akhirat, dan karena itu anda mendoakan saudara-saudara anda sesama muslim yang telah meninggal, memohonkan rahmat dan ampunan bagi mereka.

Inilah di antara hikmah disyari'atkannya menziarahi kuburan. Wallahu waliut taufiq.

keterangan
[1] Disepakati keshahihannya: Al-Bukhari dalam An-Nikah (5096). Muslim dalam Adz-Dzikr (2740).
[2] HR. Muslim dalam Al-Jana'iz seperti itu (108-976). Ibnu Majah dalam Al-Jana'iz (1569). Lafazh ini riwayat Ibnu Majah.
[3] Disepakati keshahihannya: Al-Bukhari dalam Fadhlush Shalah (1197). Muslim dalam Al-hajj (827).
[4] HR. Muslim seperti itu dalam Al-Jana'iz (108-976).
[5] HR. Muslim dalam Al-Jana'iz (975).

rujukan:
Majmu' Fatawa wa Maqalat Mutanawwi'ah, juz 5, hal. 332-335, Syaikh Ibnu Baz.

Via HijrahApp

MEMBACAKAN AL-QUR'AN UNTUK MAYAT

Pertanyaan:
Bolehkah membacakan Al-Qur'an untuk mayat, yaitu dengan menempatkan mushaf di rumah si mayat, lalu para tetangga dan kenalannya berdatangan, kemudian masing-masing membacakan satu juz umpamanya, setelah itu kembali kepada pekerjaan masing-masing, namun untuk bacaan itu mereka tidak diberi upah.

Selesai bacaan, si pembaca mendoakan si mayat dan menghadiahkan pahala bacaannya kepada si mayat. Apakah bacaan doa itu sampai kepada si mayit dan mendapat pahala? Saya mohon penjelasan. Terima kasih. Perlu diketahui, bahwa saya pernah mendengar sebagian ulama yang mengharamkan perbuatan ini secara mutlak, namun sebagian lagi ada yang memakruhkan dan sebagian lainnya membolehkan.

Jawaban:
Perbuatan ini dan yang serupa itu tidak ada asalnya, tidak diketahui bahwa itu berasal dari Nabi صلی الله عليه وسلم dan tidak diriwayatkan pula dari para sahabat beliau bahwa mereka membacakan Al-Qur'an untuk mayat, bahkan Nabi صلی الله عليه وسلم telah bersabda,

 

مَنْ عَمِلَ عَمَلاً لَيْسَ عَلَيْهِ أَمْرُنَا فَهُوَ رَدٌّ.

"Barangsiapa yang melakukan suatu amal yang tidak kami perintahkan maka ia tertolak." (Dikeluarkan oleh Muslim dalam Al-Aqdhiyah (18-1718) dan Al-Bukhari menganggapnya mu'allaq namun menguatkannya).

Disebutkan dalam Ash-Shahihain, dari Aisyah -rodliallaahu'anha-, dari Nabi صلی الله عليه وسلم, bahwa Nabi صلی الله عليه وسلم bersabda,

 

مَنْ أَحْدَثَ فِيْ أَمْرِنَا هَذَا مَا لَيْسَ فِيْهِ فَهُوَ رَدٌّ.

"Barangsiapa membuat sesuatu yang baru dalam urusan kami (dalam Islam) yang tidak terdapat (tuntunan) padanya, maka ia tertolak." (HR. Al-Bukhari dalam Ash-Shulh (2697), Muslim dalam Al-Aqdhiyah (1718)).

Dalam Shahih Muslim disebutkan, dari Jabir, dalam salah satu khutbah Jum'at, Nabi صلی الله عليه وسلم mengatakan,

 

أَمَّا بَعْدُ فَإِنَّ خَيْرَ الْحَدِيْثِ كِتَابُ اللهِ وَخَيْرَ الْهُدَى هُدَى مُحَمَّدٍ وَشَرُّ اْلأُمُوْرِ مُحْدَثَاتُهَا وَكُلُّ بِدْعَةٍ ضَلاَلَةٌ.

"Amma ba'du. Sesungguhnya sebaik-baik perkataan adalah Kitabullah, sebaik-baik tuntunan adalah tuntunan Muhammad صلی الله عليه وسلم, seburuk-buruk perkara adalah hal-hal baru yang diada-adakan dan setiap hal baru adalah sesat." (HR. Muslim dalam Al-Jumu'ah (867)).

An-Nasa'i menambahkan pada riwayat ini dengan isnad yang shahih,

 

وَكُلُّ ضَلاَلَةٍ فِي النَّارِ.

"Dan setiap yang sesat itu (tempatnya) di neraka." (HR. An-Nasa'i dalam Al-'Idain (1578)).

Adapun bersedekah atas nama si mayat dan mendoakannya, bisa berguna baginya dan sampai kepadanya menurut ijma' kaum musimin. Hanya Allah-lah yang kuasa memberi petunjuk dan Hanya Allah-lah tempat meminta.

Rujukan:
Kitab Ad-Da'wah, juz 1, hal. 215, Syaikh Ibnu Baz.

Via HijrahApp

Luas Tanah+/- 740 M2
Luas Bangunan+/- 500 M2
Status LokasiWakaf dari almarhum H.Abdul Manan
Tahun Berdiri1398H/1978M