• Beribadalah kamu sampai datang "Haqqul Yakin" (kematian)
Kamis, 21 November 2024

Bab Jenazah

Bagikan

ANTARA HADITS {ALLAH MELAKNAT PARA WANITA PEZIARAH KUBUR) DAN HADITS (TAPI SEKARANG, ZIARAHILAH)

Pertanyaanke259:
Al-Lajnah Ad-Da'imah Lil Ifta 'ditanya: Saya pernah mendengar di radio dari seorang ulama, ia membacakanhadits (Allah melaknat para wanita peziarah kubur), kemudian ia juga membacakan hadits:

Aku pernah melarangkalian berziarah kubur, tapi kini ziarahilah, karena itu akan mengingatkan kalian tentang akhirat,

demikian sabda Nabi صلی الله عليه وسلم. Sayamenjadi bingung, bagaimana memadukan antara kedua hadits tersebut?

Jawaban:
Ziarah kubur bagi wanita adalah tidak boleh, adapun hadits (Aku pernah melarang kalian berziarah kubur, tapi kini ziarahilah) bukan sebagaipenghapus hadits. (Allah melaknat para wanita peziarah kubur). Keumuman hadits (Aku pernah melarang kalian ...dst) dikhususkan dengan hadits (Allah melaknat parawanita peziarah kubur), dengan begitu kedua hadits tersebut bisa dipadukan. Jadi, disyari'atkan ziarah kubur bagi kaum lelaki tapi tidak bagi kaum wanita.Demikian pendapat yang shahih di antara dua pendapat ulama.

Majalahal-Buhutsal-Islamiyyah, j. 27, h. 36.

Via HijrahApp

APAKAH DALAM MEMASUKKAN JASAD MAYAT WANITA DISYARATKAN MAHRAM

Pertanyaanke266:
Syaikh Abdul Aziz bin Baaz ditanya: Saya seorang laki-laki tanpa sebelah kaki. Ketika isteri sayasakit, saya berusaha membawanya ke salah satu rumah sakit di Saudi. Saya selalu menemaninya hingga ia meninggal. Setelah meninggal saya membawanya ke pekuburan dengan menggunakan mobil ambulan yang disertai oleh beberapa karyawan rumah sakit.

Hanya saya bersama mereka saat ituketika menurunkan jasadnya ke dalam kuburan mereka yang bukan mahramnya itulah yang melakukannya, adapun saya, karena kondisi kaki saya maka tidak ikut menurunkan. Saya bingung dalam hal ini, apakah saya berdosa karena hal ini, danapakah ada sesuatu bila jasad mayat wanita diturunkan oleh laki-laki yang bukan mahramnya?

Jawaban:
Tidak apa-apa menurunkan jasad mayat wanita ke dalam kuburannya oleh laki-laki yang bukan mahramnya. Adapun yang disyaratkan mahram bagi wanita adalah dalam safar, bukan saat menurunkan mayatnya ke dalam kuburan.

Kitab Ad-Da’wah. Syaikh Ibnu Baaz, 2/104.

Via HijrahApp

APAKAH ZIARAH KUBUR DISYARI'ATKAN BAGI WANITA

Pertanyaanke256:
Syaikh Abdul Aziz binBaaz ditanya: Apakah ziarah kubur disyari'atkan bagi wanita?

Jawaban:
Telah diriwayatkan dari Rasulullah صلی الله عليه وسلم, bahwa beliau melaknat para wanita yang berziarah kubur, ini dari hadits Ibnu Abbas,hadits Abu Hurairah dan hadits Hassan bin Tsabit Al-Anshari. Berdasarkan ini para ulama menyatakan bahwa ziarah kubur bagi wanita adalah haram.

Sebab tidak ada laknatkecuali untuk sesuatu yang diharamkan, bahkan ini menunjukkan bahwa perbuatan tersebut termasuk yang berdosa besar, sebab para ulama menyebutkan bahwa kemaksiatan yang mengandung laknat atau ancaman dianggap termasuk perbuatan yang berdosa besar. Jadi yang benar, bahwa ziarah kubur bagi wanita adalah haram, tidak hanya sekadar makruh.

Sebabnya -wallahu a'lam- bahwa kaum wanita biasanya kurangsabar, sehingga seringkali terjadi jeritan dan serupanya yang menunjukkan tidak terdapatriya kesabaran yang wajar. Lain dari itu, mereka juga bisa menjadi fitnah, sebab ziarah kubumya mereka dan ikut sertanya merekamengantar jenazah, bisa menimbulkan fitnah bagi kaum pria. Sementara syariat Islam yang sempuma telah menyertakan penangkal unsur-unsur penyebab timbulnya kerusakan danfitnah, dan ini merupakan rahmat dari Allahbagi para hambaNya.

Hadits shahih dari Rasulullah صلی الله عليه وسلمmenyebutkan:

"Aku tidak meninggalkan fitnah setelah aku (tiada) yang lebih berbahaya terhadap kaum pria daripada (fitnah) kaum wanita." (Muttafaq ala shihhahih).

Dengan demikian haruslah ditangkal faktor-faktor yang dapat menimbulkan fitnahtersebut Di antaranya adalah yang ditetapkan oleh syari’at yaitu berupa pengharaman tabarruj (bersolek) bagi wanita, berlemah lembut kepada pria, bersepi-sepian dengan laki-laki yang bukan mahramnya dan mengadakan safar tanpa disertai mahramnya. Semua ini termasuk penangkal faktor-faktor yang dapatmenyebabkan timbulnya fitnah oleh mereka.

Adapun pendapat sebagian fuqaha’, bahwa dalam hal ini dikecualikan berziarah ke kuburan Nabi صلی الله عليه وسلم dan kuburan kedua sahabat beliau (Abu Ba-karAsh-Shiddiq dan Umar bin Khaththab Al-Faruq), adalah pendapat yang tidak ada dalilnya. Yang benar, bahwa larangan itu mencakup semuanya, mencakup semua kuburan, bahkan kuburan Nabi صلی الله عليه وسلم dan kedua sahabatnya.

Pendapat ini yangdapat dipegang berdasarkan dalil tersebut Adapun bagi kaum pria, disukai untuk berziarah kubur, juga ziarah kubur Nabi صلی الله عليه وسلم dan kedua sahabatnya, akan tetapi tanpa dipaksakan,halini berdasarkan sabda Nabi صلی الله عليه وسلم:

"Berziarah kuburlah kalian, karena hal itu mengingatkan kalian pada akhirat.’’{HR. Mjslim dalam kitab shahihnya)

Namun memaksakan berziarah kubur tidak boleh, yang disyari'atkan untukdiusahakan diziarahi adalah khusus tiga masjid saja, sebagaimana sabda Nabi صلی الله عليه وسلم

"Tidaklah dikencangkan kendaraan kecuali kepada tiga masjid; Masjidil Haram, Masjidkudan Masjidil Aqsha "(Muttafaq ala shihhatih)

Jika seorang muslim berziarah ke masjid Nabi صلی الله عليه وسلم makadalam ziarahnya itu termasuk pula berziarah ke kuburan beliau dan kuburan kedua sahabatnya serta kuburan para syuhada dan penduduk Baqi'. Sedangkan ziarah keMasjid Kuba tidak harus ditekankan, jadi tidak pergi sekadar untuk ziarah, akan tetapi bila sedang di Madinah maka disyari'atkan untuk berziarah ke kubur Nabishalallahu alaihi wasallam dan kedua sahabatnya, juga penduduk Al-Baqi', para syuhada dan Masjid Kuba.

Adapun mengusahakan datang dari jauh sekadar untuk berziarah saja adalahtidak boleh, demikian menurut pendapat yang benar di antara dua pendapat ulama, berdasarkan sabda Nabi صلی الله عليه وسلم:

"Tidaklahdikencangkan kendaraan kecuali kepada tiga rmsjid; Masjidil Haram, masjidku dan Masjidil Aqdia "

Adapun dalam menguasahakan berziarah ke Misjid Nabawi, maka akan tercakup pulaberziarah ke kubur Nabi صلی الله عليه وسلم dan kuburan-kuburan lainnya. Jika seseorang telah sampai ke masjid tersebut dan shalat di dalamnya, maka iapun bisa langsung berziarah ke kuburan Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam dan kuburan kedua sahabatnya, di situ ia mengucapkan shawalat dan salam kepadabeliau dan berdoa untuknya, kemudian mengucapkan salam kepada Abu Bakar Ash-Shiddiq dan berdoa untuknya, kemudian mengucapkan salam kepada Umar Al-Faruq dan berdoa untuknya.

Demikianlah sunnahnya, dan demikian pula padakuburan-kuburan lainnya bila -misalnya- berkunjung ke Damsyiq, Cairo, Riyadh atau negeri lainnya, maka disukai untuk sekalian berziarah kubur, karena dalam berziarah kubur itu terkandung nasihat dan kebaikan bagi yang telahmeninggal, yaitu dengan memberikan doa bagi mereka dan mengasihi mereka bila mereka itu kaum muslimin. Nabi صلی الله عليه وسلم telah bersabda:

"Berziarah kuburlah kalian, karena hal itu mengingatkankalian pada akhirat."

Ini adalah sunnah yang tidak harus ditekankan. Akan tetapi, hendaknya tidakberziarah ke kuburan mereka untuk merryeru mereka selain Allah, karena yang demikian ini berarti mempersekutukan Allah aza wajalla dan berarti pula beribadah kepada selainNya, padahal Allah telah mengharamkan itu, Allah berfirman:

"Dan sesungguhnya masjid-masjid itu adalah kepunyaan Allah.Maka janganlah kamu menyembah seseorang pun di dalamnya di samping (menyembah) Allah.”(Al-Jin: 18)

Dalam ayat lain disebutkan:

"(Yang berbuat) demikian itulah Allah Rabb-mu, kepunyaannyalah kerajaan. Dan orang-orang yang kamu seru (sembah) selain Allah tiadamerrpunyai apa-apa walaupun setipis kulit ari. Jika kamu meryeru mereka, mereka tiada mendengar seruanmu; dan kalau mereka mendengar, mereka tidak dapat memperkenankan permintaanmu. Dan di hari Kiamat mereka akan mengingkarikemusyrikanmu dan tidak ada yang dapat memberikan keterangan kepadamu sebagai yang diberikan oleh Yang Maha Mengetahui. (Fathin 13-14)

Allah aza wajalla menyatakan seruan para hamba kepada orang-orang yang telahmati dan serupanya adalah perbuatan syirik, yaitu mempersekutukanNya dengan itu dan menghamba kepada selainNya. Maka hendaknya seorang Muslim waspada terhadap hal ini. Dan hendaknya pula para ulama menjelaskan hal-hal ini kepada orang-orang agar mereka waspada terhadap perbuatan yang mempersekutukan Allah.

Sebab,banyak orang awam yang ketika melintas di kuburan orang yang dihormati, serta merta meminta pertolongan kepada yang telah meninggal itu, kadang dengan mengucapkan: "Wahai Fulan, bantulah aku, tolonglah aku, sembuhkan penyakitku".Pada-hal ini perbuatan syirik besar. Kita berlindung kepada Allah dari hal ini. Hal-hal semacam itu seharusnya diminta kepada Allah, bukan kepada orang yang telahmeninggal atau makhluk lainnya.

Adapun kepada orang yang masih hidup, dibolehkan meminta sesuatu yang ia mampu,demikian ini bila ia sedang ada dan dapat mendengar perkataan Anda, baik itu melalui tulisan, telepon ataupun lainnya. Bisa dengan mengirimnya warkat, surat atau berbicara langsung lewat telapon, misalnya Anda mengatakan; 'Tolonglahsaya", atau misalnya: Tolonglah saya dalam membangun rumah saya", atau merenovasi ladang. Karena dalam hal ini, antara dia dan Anda saling mengenai dan berarti bisa saling menolong, yang demikian ini boleh dilakukan. Allah Ta'ala berfirman:

"Makaorang yang dari golongannya meminta pertolongan kepadanya, untuk mengalahkan orang yang dari musuhnya." (Al-Qashash: 15)

Adapun meminta dari yang telah meninggal, orang yang sedang tidak ada (tidakhadir) atau benda, seperti patung, meminta kesembuhan atau pertolongan untuk mengalahkan musuh dan sebagainya, maka ini termasuk perbuatan syirik besar. Demikian juga meminta sesuatu kepada orang yang masih hidup yang hadir yangtidak ada yang mampu melakukannya kecuali Allah, dianggap mempersekutukan Allah aza wajalla Karena menyeru orang yang sedang tidak ada (tidak hadir) tanpaalat-alat tertentu, berarti meyakini bahwa yang diseru itu mengetahui yang ghaib, atau bisa mendengar seruan Anda dari jauh, keyakinan seperti ini adalah batil, dan orangyang meyakininya berarti kafir. Allah berfirman:

"Katakanlah, Tidak ada seorangpun di langit dan dibumi yang mengetahui perkara yang ghaib, kecuali Allah'.”( An-Naml: 65)

Atau meyakini bahwa orang yang diserunya itu mempunyai suatu rahasia yang dapatberlaku pada alam sehingga bisa memberi kepada yang dikehen-dakinya atau mencegah dari yang dikehendakinya, sebagaimana yang diyakini oleh sebagian orang-orang bodoh terhadap orang-orang yang disebut wali. Perbuatan yangseperti ini pun merupakan perbuatan syirik, dan syirik ini lebih besar dari pada syirik menyembah berhala.

Jadi, berziarah kepada yang telah meninggal yang disyari'atkan adalah yangmengandung kebaikan dan belas kasihan terhadap mereka serta mengingatkan akan akhirat dan mempersiapkan diri untuk itu. Dengan ziarah itu Anda teringat bahwa Anda pun akan mati seperti mereka sehingga bersiap-siap untuk kehidupan akhirat dan mendo'akan saudara-saudara Anda kaum muslimin yang telah meninggal, mengasihi mereka dan memohonkan ampunan untuk mereka. Itulah hikmah disyari'atkannya ziarah kubur.

Majma' Fatawa wa Maqalat Mutanawwi'ah lisy-Syaikh Ibnu Baaz, 5/105.

Via HijrahApp

APAKAH WANITA DILARANG MENZIARAHI KUBURAN RASULULLAH صلی الله عليه وسلم

Pertanyaanke260:
Syaikh Muhammad bin Ibrahim ditanya: Apakah para wanita dilarang juga berziarah ke kuburan Nabishalallahu alaihi wasallam?

Jawaban:
Yang shahih dalam masalah ini, bahwa dilarangnya para wanita itu karena dua hal:

Pertama: Keumuman dalil-dalil. Larangan itu bila bersifat umum maka tidak adaseorang pun yang boleh mengkhususkannya kecuali dengan dalil dan di situ harus pula ada alasannya. Kemudian dari itu, tentang kuburan Rasulullah shalallahu alaihi wasallam, ada ucapan yang khusus berkaitan dengan larangan untuk menjadikankuburannya sebagai tempat yang dikunjungi secara rutin dan bersifat ritual, bahkan ada juga do'a beliau karena berkaitan dengan kekhawatiran ini, yaitu:

Ya Allah, janganlah Engkaujadikan kuburanku sebagai berhala yang disembah.

Dan Allah telah mengabulkan do'a beliau, menjaga kuburannya dan tanahnya, yaitudengan menempatkan hal-hal yang dapat mencegah orang-orang bodoh yang jauh dari tuntunan sunnahnya.

Kedua: Kenyataannya, bahwa beliau dikuburkan di tempat yang terlindungi dantertutup, setelah itu ada penghalang pintu tempat tersebut, berikutnya ditambah lagi halhal lainnya, yaitu jendela dan dinding yang ditempatkan sebagai penjagabagi Nabi صلی الله عليه وسلم dan sebagai penghormatan terhadap kuburannya sehingga tidak langsung terkena najis, sebab beliau diutus untuk menghilangkannya.

Lain dari pada itu, ada hal lain, yaitu bahwa menziarahi kuburan Nabishalallahu alaihi wasallam tidak diperintahkan dan tidak menjadi ukuran. Tidak ada perintah untuk menziarahinya secara khusus, dan para sahabat pun tidak melakukan itu, bahkan Ibnu Umar yang sangat memelihara sunnah tidak datang ke kuburan beliau kecuali bila hendak bersafaratau kembali dari safar, dan ketika berada di Madinah ia cukup mengucapkan shalawat dan salam ketika memasuki masjidnya.

Namun yang dilakukan oleh orang-orangbodoh adalah berupa acara rutin ritual, padahal yang demikian ini tidak diperintahkan dan tidak menjadi ukuran, yakni tidak diizinkan bagi para wanita sebab mereka meyakini bahwa hal itu adalah ziarah, bahkan sekalipun mereka tidak meyakini bahwa hal itu adalah ziarah, pada kenyataannya mereka itu adalah para peziarah.

Fatawa wa Rasail Asy-Syaikh Muhammad bin Ibrahim, 3/239.

Via HijrahApp

BERZIARAH KE KUBURAN NABI صلی الله عليه وسلم DAN MEMBACA SURAT AL-FATIHAH

Pertanyaanke258:
Syaikh Ibnu Utsaimin ditanya: Apakah bisa saya berziarah ke kuburan Nabi Shallallahu Alaihi waSallam, sementara beliau telah wafat, kemudian menurut yang pernah saya dengar dari orang-orang, bahwa bila seorang ibu pergi ke kuburan sebelum terbitnya matahari tanpa menangis tapi membaca surat Al-Fatihah, maka anaknya dapat melihatnya seolah-olah jarak antara ke duanya seperti hanya terbatasi oleh tirai, tapi bila ia menangis maka akan tertutupi. Benarkah itu,dan bagaimana hukum ziarah kubur bagi wanita?

Jawaban:
Demikian yang disebutkan tentang wanita bila menziarahi kuburan anaknya pada hari Jum'at sebelum terbit matahari dan membaca surat Al-Fatihahtanpa menangis, bahwa hal itu akan membukakan penghalang baginya sehingga dapat melihat anaknya, seolah-olah ia melihat dari balik tirai. Kami katakansesungguhnya perkataan ini bathil dan tidak benar, dan ini perkataan yang sama sekali tidak ada dalilnya.

Adapun tentang hukum berzirah kubur bagi wanita, para ulama telah berbedapendapat, ada memakruhkan, ada yang membolehkan bila tidak mencakup hal yang terlarang, dan ada juga yang mengharamkan. Pendapat yang shahih dan kuat menurut saya di antara pendapat-pendapat para ahlul ilmi bahwa ziarah kuburnyawanita adalah haram, karena Nabi صلی الله عليه وسلم telah melaknat para wanita yang berzirah kubur dan orang-orang yang menjadikan di atas kuburanmasjid-masjid dan lampu-lampu.

Laknat ini tentu tidak untuk sesuatu yang dibolehkan, tidak pula untuk sesuatu yang makruh, akan tetapi untuk sesuatu yang haram. Bahkan kaidah yang diakui olehpara ahlul ilmi menuntut untuk dinyatakan, bahwa ziarah kuburnya wanita termasuk perbuatan yang berdosa besar karena perbuatan ini dapat melahirkan laknat. Sedangkan dosa yang dihukumi dengan laknat berarti termasuk kabair (perbuatan yang berdosa besar), demikian menurut mayoritas ahlul ilmi.

Berdasarkan ini saya nasihatkanuntuk wanita yang anaknya telah meninggal, hendaknya memperbanyak istighfar dan berdo'a untuknya di rumahnya. Bila Allah Ta'ala menerimanya, maka itu akan bermanfaatbagi anaknya, walaupun hal itu tidak dilakukan di kuburannya.

Fatawa Nur 'ala ad-Darb, Syaikh Ibnu Utsaimin, h. 20.

Via HijrahApp

HUKUM BERTERIAK DAN MENJERIT SAAT BERTA’ZIAH

Pertanyaanke274:
Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin ditanya: Sebagian wanita jika datang kepada keluarga yangditinggal mati untuk berta'ziah, hal yang mereka lakukan pertama kali adalah berteriak, menjerit dan menangis, apakah perbuatan itu termasuk meratap?

Jawaban:
Ya, tidak diragukan bahwa perbuatan seperti ini adalah bagian dari meratap, dan Rasulullah صلی الله عليه وسلم telah melaknat wanitayang meratap dan wanita yang menyengaja agar ratapannya terdengar. Karena itu, tidak boleh bagi wanita Muslimah melakukan hal ini dan tidak boleh bagi keluarga yang ditinggalkanuntuk memberi kesempatan seorang wanita untuk melakukan hal itu. Bahkan seharusnya keluarga yang ditinggalkan itu mengeluarkan wanita yang meratap tersebut jika ia tidakmau berhenti dari ratapannya itu.

Fatawa At-Ta’ziah, Syaikh Ibnu Utsaimin, halaman 37.

Via HijrahApp

HUKUM MELETAKKAN BESI PADA KAFAN MAYAT WANITA

Pertanyaanke276:
Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin ditanya: Apa hukumnya meletakkan besi di atas kafan mayatwanita dengan maksud untuk menutupi tampaknya lekukan-lekukan tubuhnya?

Jawaban:
Tidak mengapa melakukan hal itu, karena hal itu lebih bisa menutupi tubuh jasad wanita itu.

Fatawa At-Taziyah, Syaikh Ibnu Utsaimin, halaman 36.

Via HijrahApp

HUKUM MENEMPATKAN DUA BATU NISAN DI ATAS KUBURAN WANITA SETELAH SELESAI PENGUBURAN

Pertanyaanke 267:
Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin ditanya: Bagaimana menurut Anda tentang menempatkan dua batu nisan pada kuburan laki-laki dan satu batu nisan pada kuburan wanita. Apakah pembedaan ini disyari'atkan?

Jawaban:
Pembedaan ini tidak disyari'atkan. Para ulama mengatakan, bahwa menempatkan satu atau dua batu nisan atau satu batu bata ataupun dua batu bata sekadar untuk tanda bahwa itu adalah kuburan agar di tempat tersebut tidak digali lagi adalah boleh. Adapun pembedaan antara tanda bagi kuburan laki-laki dan kuburanwanita tidak ada asalnya.

Fatawa At-Taziyah, Syaikh Ibnu Utsaimin, h. 30.

Via HijrahApp

HUKUM MENGUBURKAN WANITA OLEH LAKI-LAKI BUKAN MAHRAMNYA

Pertanyaanke264:
Syaikh Muhammad bin Ibrahim ditanya: Apakah memasukkan mayat wanita (ke dalam kubur) bolehdilakukan oleh yang bukan mahramnya, juga membuka ikatan kafannya. Dan bagaimana pula hukumnya bila di sana ada mahramnya?

Jawaban:
Ungkapannya yang mengisyaratkan kebutuhannya terhadap mahram:bila aku mati, siapa yang akan memasukkanku ke dalam kubur dan membukakan ikatan (kafan). Maka jawabnya, boleh bagi orang asing (bukan mahram) untuk memasukkan mayat wanita ke dalam kuburnya dan membukakan ikatan kain kafannya walaupun di sanaada mahramnya.

Fatawa Syaikh Muhammad bin Ibrahim, 3/196.

Via HijrahApp

HUKUM MENGUBURKAN WANITA DI PEKUBURAN LAKI-LAKI

Pertanyaanke268:
Al-Lajnah Ad-Daimah lit Ifta' ditanya: Ibu saya mengatakan, bahwa ia pernah mempunyai seorang anakperempuan yang meninggal, saat meninggalnya itu ia sedang tidak ada, orang-orang menguburkannya di pekuburan yang tidak ada wanitanya, setiap kuburan di situ adalah kuburan laki-laki. Apakah bolehmenguburkan anak perempuan itu di tempat pekuburan laki-laki, atau haruskah memindahkannya?

Jawaban:
Boleh menguburkan wanita di pekuburan laki-laki dan begitu pula sebaliknya, dengan syarat setiap mayat dikuburkan dalam satu kuburantersendiri.

Fatawa Al-Lajnah Ad-Daimah, 8/437, fatwa no 12592.

Via HijrahApp

HUKUM MENGUMUMKAN NAMA MAYAT SEBELUM DISHALATKAN

Pertanyaanke280:
Syaikh Ibnu Utsaimin ditanya: Apa hukumnya mengumumkan nama mayat pria atau wanita ketika akan dishalatkan jika jama'ah shalatnya banyak?

Jawaban:
Hal itu dibolehkan agar orang-orang yang menyalatkannya mendoakan mayat dengan doa pria jika si mayat pria atau dengan doa wanita jika mayatnya seorang wanita. Jika hal itu tidak dilakukanmaka tidak mengapa, dan bagi jama'ah shalat yang tidak mengetahui jenis kelamin mayat, cukup baginya untuk meniat shalat atas mayit yang ada di depannya, dan insyaallah mereka semua akan mendapat pahala dari shalatnya itu. Wallahu A'lam.

Ibid, 8/416, fatwa nomor 7916.

Via HijrahApp

HUKUM MENUTUPI JENAZAH WANITA DENGAN KAIN SAAT DIMASUKKAN KE LIANG LAHAT

Pertanyaanke263:
Syaikh Ibnu Utsaimin ditanya: Ada sebagian orang ketika memasukkan jenazah wanita ke liang lahat menutupinya dengan kain agar tidak terlihat oleh orang, bagaimana hukumnya?

Jawaban:
Ini yang dilakukan dan disukai oleh para ulama. Mereka mengatakan bahwa hal ini lebih bisa menutupi jenazah, sebab bila diletakkan diliang lahat tanpa penutup, bisa jadi akan terbuka. Namun orang-orang di sini, di Unaizah, menutupi mayat dengan kain penutup kemudian kain itu ditarik sedikit demisedikit, setiap kali menempatkan batu bata setiap kali itu pula ditarik sedikit, dengan demikian maksud untuk menutup bisa tercapai.

Fatawa At-Taziyah, Syaikh Ibnu Utsaimin, h. 37.

Via HijrahApp

HUKUM MENUTUPI KUBURAN SAAT PENGUBURAN

Pertanyaanke262:
Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin ditanya: Apa hukum menutupi kuburan wanita ketika menurunkanjasadnya ke dalam kuburan, dan berapa lama penutupan itu dilakukan?

Jawaban:
Para ahli ilmu menyebutkan, bahwa sebaiknya kuburan wanitaditutupi ketika meletakkan jasadnya ke dalam kuburan agar lekuk-lekuk tubuhnya tidak tampak. Tapi hal ini tidak wajib, dan penutupan ini dilakukan hingga ditutupkan batu bata pada kuburan tersebut.

Ahkamul Janaiz, Syaikh Ibnu Utsaimin, h. 25.

Via HijrahApp

HUKUM MERATAPI MAYAT

Pertanyaanke275:
Syaikh Shalih Al-Fauzan ditanya tentang hukum meratapi mayat?

Jawaban:
Haram hukumnya meratapi mayat, yaitu mengeraskan suara untuk menangisi mayat, merobek baju, menampar pipi, menarik rambut, menghitamkan wajah dan melukainya sebagai ungkapan sedih terhadap mayat serta untuk menunjukkan kesedihan terhadap apa yang telah Allah tetapkan, sebab perbuatan inimenunjukkan tidak adanya kesabaran. Perbuatan demikian adalah haram dan termasuk berdosa besar berdasarkan hadits yang terdapat dalam kitab Ash-Shahihain, bahwa Rasulullah صلی الله عليه وسلم bersabda:

"Bukan dari golongan kami orang yang menampar pipinya, merobek pakaiandan bersaut dengan sautan ala jahiliah.”

Juga berdasarkan riwayat, bahwa Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam berlepas diri dari wanita yang mengencangkan suaranya ketika tertimpa musibah, wanita yang memotong rambutnya ketika tertimpa musibah dan wanita yang merobek pakaiannya ketika tertimpa musibah. Dan dalam Shahih Muslim disebutkan bahwa Rasulullah صلی الله عليه وسلم bersabda:

"Terlaknatlah wanita yang meratap dan yang menyengaja agarterdengar ratapannya."

Maka yang wajib bagi Anda wahai wanita Muslimah, adalah menghindari perbutanharam ini saat tertimpa musibah, hendaknya Anda bersabar dan instropeksi diri sehingga musibah yang menimpa Anda itu menjadi ampunan terhadap kesalahan-kesalahan yang telah Anda perbuat dan dapat menambahkan kebaikanAnda. Memang dibolehkan bagi wanita untuk menangis, tapi tidak disertai dengan ratapan dan tidak disertai perbuatan-perbuatan haram, serta tidak marah terhadap qadha dan qadar Allah.

AT-Tanbihat, Syaikh Al-Fauzan, halaman 34.

Via HijrahApp

HUKUM PRIA YANG MEMANDIKAN MAYAT WANITA

Pertanyaanke273:
Syaikh Shalih Al-Fauzan ditanya tentang hukumnya pria yang memandikan mayat wanita?

Jawaban:
Untuk memandikan mayat wanita harus dilakukan oleh para wanita, tidak boleh kaum pria memandikan mayat wanita kecuali suaminya, sebab suamiberhak untuk memandikan mayat istrinya.

Begitu pula sebaliknya, hendaknya yangmemandikan mayat pria adalah kaum pria pula dan tidak boleh bagi wanita untuk memandikan mayat pria kecuali jika si mayat adalah suaminya, sebab dibolehkan bagi seorang istri untuk memandikan mayat suaminya, karena Ali Radhiyallahu Anhu telah memandikan istrinya Fatimah putri Rasulullah صلی الله عليه وسلم dan Asma binti Umais telah memandikan suaminya yaitu Abu Bakar Ash-Shiddiq.

AT-Tanbihat, Syaikh Al-Fauzan, halaman 33.

Via HijrahApp

HUKUM WANITA YANG TURUT MENGANTAR JENAZAH

Pertanyaanke281:
Syaikh Shalih Al-Fauzan ditanya tentang hukumnya wanita mengantar jenazah.

Jawaban:
Diriwayatkan dari Ummu Athiah ia berkata: "Kami dilarang untuk mengantar jenazah, dan beliau tidak menekankan kepada kami" larangan ini zhahirnya adalah pengharaman.

Adapun mengenai ucapan wanita itu: "Dan beliau tidak menegaskannyakepada kami", Syaihkul Islam Ibnu Taimiyah mengatakan tentang maksud dari ungkapan ini dalam Majmu'ul Fatawa: "Maksud dari ungkapan wanita itu adalah, bahwa larangan itu tidak ditekankan, dengan demikian larangan itu tidak bersifat pengharaman, tapi mungkin juga wanita itu menduga bahwa larangan itu bukan pengharaman. Namun yang bisa dijadikan hujjah adalah sabda Rasul, bukan ucapan orang lain.

At-Tanbihat, Syaikh Al-Fauzan, halaman 33.

Via HijrahApp

HUKUM ZIARAH KUBURNYA WANITA SECARA UMUM

Pertanyaanke261:
Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin ditanya: Apa hukum ziarah wanita ke kubur Nabi shalallahualaihi wasallam dan apa hukum wanita yang menziarah kuburan secara umum disertai dalil?

Jawaban:
Ziarah kuburnya wanita adalah haram, bahkan termasuk perbuatan yang berdosa besar, karena Nabi صلی الله عليه وسلم melaknat para wanitapeziarah kubur, dan karena wanita itu akalnya lemah, mudah tersentuh perasaannya dan terpengaruh.

Kemudiandari itu, bila wanita menziarahi kuburan maka ia akan terharu, bahkan mungkin hal itu akan menyebabkannya berulang kali ziarah, akibatnya kuburan-kuburan akan dipunuhi oleh para wanita, dan hal ini tentunya akan mengundang para pelakukejahatan, mereka akan mengincar para wanita di kuburan, padahal biasanya pekuburan itu letaknya jauh dari perkampungan.

Karena itu, sangat mungkin akan terjadi kejahatan yang besar. Akan tetapi, bila wanita melewati kuburan tanpa disengaja menziarahinya, lalu berhenti untuk mengucapkan salam yang disyari'atkan, maka hal ini boleh. Adapun ziarahnya wanita ke kuburan Nabi صلی الله عليه وسلم, pada zhahirnya termasuk ziarah secara umum, yaitu bahwa wanita tidak boleh menziarahi kubur Nabi صلی الله عليه وسلم

Ada ulama yang mengatakan, bahwa wanita boleh menziarahi kubur Nabi shalallahu alaihi wasallam, karena kuburan beliau tidak tampak seperti kuburan- kuburan lainnya, bahkan kuburan beliau tertutupi oleh tiga dinding.

Jadi sebenarnya, ketika menziarahi kuburan beliau sebenarnyatidak menziarahinya, tetapi hanya berdiri di sekitarnya. Tapi secara zhahirnya bahwa itu adalah ziarah, dan cukup baginya mengucapkan: Assalamu ‘alaika ayyuhan nabi warahmatul-lah wa barakatuh. Lalu bershalawat, karena ucapan salamnya ini akan sampai kepada Nabi صلی الله عليه وسلم dan dengan itu akan mendapat pahala.

Durus wa Fatawa Al-Haram Al-Makki, Syaikh Ibnu Utsaimin, 3/238, secara rlngkas.

Via HijrahApp

MAKSUD HADITS 'AISYAH, "APA YANG DIUCAPKAN WANITA BILA BERZIARAH ATAU MELINTASI PEKUBURAN'

Pertanyaanke257:
Syaikh Muhammad Shalih Al-Utsaimin ditanya: Diriwayatkan oleh Muslim dari hadits Muhammad bin Qais, iaberkata: 'Aisyah berkata: "Wahai Rasulullah, apa yang aku ucapkan untuk mereka (yang telah meninggal)?" beliau menjawab:

"Semoga kesejahteraan atas para penghuni pekuburan(ini) dari kaum Mukminin dan Muslimin, dan semoga Allah mengasihi orang-orang yang lebih dahulu (meninggal) dari antara kami dan yang kemudian, dan sesungguhnya dengan kehendak Allah kami akan berjumpa dengan kalian.”

Bukankah hadits ini dan hadits yang disepakati keshahihannya dari hadits Ummu'Athiyyah, yaitu: "Kami (para wanita) dilarang mengantar jenazah tapi tidak ditekankan pada kami" serta hadits-hadits serupa lainnya dengan jelas menunjukkan bolehnya wanita berziarah kubur bila mereka tidak melakukan sesuatu yang diharamkamAllah? Jika tidak, bagaimana Anda menerangkan maksud hadits Muhammad bin Qais tersebut?

Jawaban:
Telah disebutkan dalam jawaban kami terdahulu yang menunjukkanhukum masalah ini, dalam hal ini kami merujuk kepada hadits 'Aisyah ini. Saya katakan, hadits tersebut menunjukkan wanita itu bila keluar dengan maksud berziarah kubur, maka perbuatannya ini termasuk kabair (yang berdosa besar). Tapi bila ia melewati kuburan tanpa sengaja, maka hendaknya ia berhenti dan mengucapkan salam, yang demikian ini tidak apa-apa. Karena sebab itulah keluarnya hadits 'Aisyahtersebut.

Dengan demikian hadits ini jelas maksudnya dan tidak bertolak belakang. Adapunhadits Ummu 'Athiyyah: "Kami (para wanita) dilarang mengantar jenazah tapi tidak ditekankan pada kami", mayoritas ahlul ilmi mengatakan, bahwa ungkapan ("Kami (para wanita) dilarang mengantar jenazah") yang disusul denganungkapan ("tapi tidak ditekankan pada kami") adalah pemahaman darinya sendiri.

Bisa jadi memangitu yang dimaksud oleh Rasulullah shalallahu alaihi wasallam, maka mengantar di sini bukan berarti berziarah, karena dalam mengantar itu adalah yang dikhawatirkan, sebab di sana banyak pula kaum lelaki yang mengantar jenazah. Untuk itu beliau melarang mereka masuk ke dalam hal yang dikhawatirkan itu bila mereka ingin melakukannya. Ini berbeda dengan masalah ziarah.

Ahkamul Janaiz, Syaikh Ibnu Utsaimin, h. 48.

Via HijrahApp

MEMBEDAH PERUT UNTUK MENGELUARKAN BAYI

Pertanyaanke269:
Syaikh Abdurrahman As Sa'di ditanya: Apakah boleh membedah perut mayat wanita hamil untukmengeluarkan bayi yang masih hidup?

Jawaban:
Boleh demi kemaslahatan dengan tidak menimbulkan kerusakan, dan perbuatan itu tidak termasuk melakukan penyiksaan terhadap mayat. Saya pernahditanya tentang seorang wanita yang meninggal yang di dalam perutnya terdapat bayi yang masih hidup, apakah perut wanita itu harus dibedah untuk mengeluarkan bayi ituatau tidak?

Saat itu saya menjawab: Hal ini telah diketahui dari apa yang dikatakanoleh para ulama -rahimahumullah-, mereka mengatakan: Jika seorang wanita hamil meninggal dan di dalam perutnya terdapat bayi yang masih hidup maka haram hukumnya membedah perut wanita itu, akan tetapi dengan cara pengobatan dan memasukkan tangan untuk mengambil janin bayi jika masih ada harapan untuk hidupnya.

Jika terdapat halangan dalam melaksanakan hal itu maka mayat itutidak dikubur dahulu hingga bayi yang di dalam perutnya itu mati. Jika sebagian tubuh bayi itu telah keluar dalam keadaan hidup maka untuk mengeluarkan bagian lainnya,boleh dengan cara membedah perut mayat jika diperlukan.

Pendapat para ahli fiqh inididasari dengan suatu ketetapan hukum, bahwa perbuatan semacam itu berarti penyiksaan terhadap mayat yang pada dasarnya diharamkan melakukan penyiksaan terhadap mayat, kecuali jika dalam melakukan perbuatan ini terdapatkemaslahatan yang besar dan nyata, yaitu jika sebagian tubuh bayi telah keluar dan dalam keadaan hidup, maka boleh mengeluarkan bagian lainnya dengan cara membedahperut, karena dengan demikian berarti ada kemaslahatan bagi bayi yang akan dilahirkan.

Artinya, jika bedah tidak dilakukan maka akan menimbulkan bahaya baru yaitu kematian si bayi, dalam keadaan seperti ini kepedulian terhadap yang hidup harus lebih banyak dan lebih besar dari pada terhadap yang telah meninggal.Akan tetapi pada zaman ini ilmu kedokteran telah semakin canggih, di mana proses pembedahan perut atau sebagian tubuh lainnya tidak termasuk penyiksaan terhadap mayat, sehingga hal itu dapat dilakukan pada manusia hidup dengan seizin dan kehendak mereka yang kemudian disertai dengan berbagai macam pengobatannya.

Maka kemungkinan besar para ahli fiqh itu, bila menyaksikan kecanggihan ilmu kedokteran saat ini, akan menetapkan hukum dibolehkannya membedah perut mayatwanita hamil yang di dalamnya terdapat bayi yang masih hidup, terutama bila telah selesai masa kehamilannya dan diketahui atau diduga bahwa sang bayi masihhidup.

Di antara alasan yang membolehkan membedah perut mayat hamil untuk mengeluarkan janin bayi yang masih hidup adalah kaidah Ushul Fiqh (Kaidah-kaidah Umum Fiqh) yang mengatakan: Jika ada tolak belakang antara beberapa kemaslahatan dan beberapa kerusakan, maka yang harus didahulukan adalah kemaslahatan yang lebihbesar di antara dua kemaslahatan dan melaksanakan yang paling ringan resikonya di antara dua kerusakan.

Ini artinya bahwa tidak membedah perut adalah suatukemaslahatan, dan selamatnya bayi untuk tetap hidup adalah suatu kemaslahatan yang lebih besar, begitu juga sebaliknya bahwa membedah perut adalah suatu kerusakansementara membiarkan bayi hidup di dalam perut ibunya yang telah meninggal hingga bayi mati tercekik adalah suatu kerusakan yang lebih besar. Dengan demikian,membedah perut adalah kerusakan yang lebih ringan.

Kita kembali kepada masalahnya, kami berpendapatbahwa membedah pada zaman ini tidak termasuk penyiksaan terhadap mayat dan tidak termasuk kerusakan, maka dengan demikian tidak ada hal yang menghalangi pembedahan mayat untuk mengeluarkan bayi yang masih hidup, Wallahu A'lam.

Al-Majmu'ah Al-Kamilah, Syaikh Abdurrahman As-Sa’di, 7/136.

Via HijrahApp

MEMBERI ZAKAT KEPADA PEDAGANG KECIL

Pertanyaanke282:
Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin ditanya: Ada beberapa kaum wanita yamg duduk di pinggir jalan dekat para pedagang dan tampaknya mereka adalah kaum fakir miskin, apakah sah memberikan zakat kepada mereka?

Jawaban:
Boleh bagi seorang Muslim untuk memberikan zakat hartanya dan zakat fitrahnya kepada orang yang diduganya sebagai orang yang termasuk golongan yang berhak menerima zakat, jika harta zakat itu diberikan kepadanya maka zakat itu dapat diterima (zakat yang dikeluarkannya adalah sah) meskipun ternyata dia itu bukan orang yang berhak atas zakat, dalil yang menunjukkan hal itu adalah hadits Rasulullah shalallahu alaihi wasallam, dalam hadits tersebut beliau bersabda:

"Tentang seorang pria yang keluar dengan membawa harta yangdisedekahkan lalu ia bersedekah dengan harta sedekah itu sehingga orang-orang mengatakan, Tadi malam engkau memberi sedekah kepada orang kaya', maka orang yang bersedekah itu berkata, 'Segala puji bagi Allah karena orang kaya!' Seakan-akan ia menduga bahwa zakatnya itu tidak diterima, kemudian pada malam kedua, pria itu keluar dengan membawa harta untuk disedekahkan, lalu ia bersedekah hinggasedekah itu jatuh di tangan pencuri.

Keesokan harinya orang-orang berkata, Tadi malam engkau memberi sedekah kepada seorang pencuri', maka orang yang bersedekah itu berkata, 'Segala puji Allah karena seorang pencuri!'. Kemudian pada malam ketiga, pria itu keluar dengan harta sedekah dan harta sedekah itu jatuhditangan seorang wanita pezina, hingga pada pagi harinya orang-orang berkata, Tadi malam engkau memberi sedekah itu kepada wanita pezina',

maka pria itu merasa bersedih karena sedekahnya jatuh kepada orang kaya, kepada seorang pencuri dan kepada seorang pezina, maka dikatakan kepada orang ini, Sesungguhnya sedekahmu itu telah diterima. Sedekah yang jatuh di tangan orang kaya, maka semoga ia menyadari dirinya hingga ia mau bersadaqah, dan sedekah yang jatuh di tangan pencuri maka semoga sedekah itu mencukupinya hingga ia berhenti dari mencuri, dan sedekah yang jatuh di tangan wanita pezina maka semoga ia menyadari pula hingga ia mengahentikan dirinya (dari perbuatan zina)'."

Hadits ini menunjukkan, bahwa seorang pria jika ia mengeluarkan sedekahnyakepada orang yang diduganya dengan kuat bahwa orang itu termasuk dalam golongan orang yang berhak menerima zakat, maka boleh baginya untuk mengeluarkan zakat kepadanya walaupun setelah itu diketahui bahwa orang yang menerima zakat itu bukan orang yang berhak menerima zakat.

Dan berdasarkan pada kaidah ini yangmerupakan kemudahan syari'at, maka kami katakan: Jika Anda membeli untuk zakat fithrah dan engkau menshadaqahkan kepada orang yang duduk-duduk di sekitar pedagang yang sangat mengharap, maka zakat yang Anda keluarkan itu adalah sah.

Durus wa Fatawa Al-Haram M-Makki, Syaikh Ibnu Utsaimin, 2/412.

Via HijrahApp

PRIA MEMANDIKAN WANITA DAN SEBALIKNYA ISTRI MEMANDIKAN SUAMINYA

Pertanyaanke270:
Al-Lajnah Ad-Da’imah Lil Ifta’ ditanya: Apakah dibolehkan bagi wanita untuk melihat suaminya yang telah meninggal atau haram baginya untuk melihat mayat suaminya itu, dan bolehkah bagi istrinya itu untuk memandikan mayat suaminya jikatidak ada orang yang memandikannya?

Jawaban:
Boleh bagi wanita untuk melihat suaminya yang telah meninggal, dan hendaknya ia memandikan suaminya menurut pendapat yang benar di antarapendapat para ulama dalam hukum memandikan antara suami dan istri bila salah satu di antara keduanya meninggal walaupun ada orang lain yang memandikan mayat ituselain suami atau istri si mayat, berdasarkan ucapan Aisyah Radhiyallahu Anha:

"Jika kami bisa mengulangi masa lalu yang sudah lewat, tentu Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam tidak pernah memandikan (mayat wanita) kecualiistri-istri beliau."(HR.AbuDaud)

Juga dikarenakan Abu Bakar Ash-Shiddiq telah berwasiat kepada istrinya yaituAsma binti Umais untuk memandikannya (jika telah meninggal) lalu sang istri melaksanakan wasiat suaminya itu, juga karena Abu Musa dimandikan oleh istrinya yaitu Ummu Abdullah.

Dan dibolehkan pula bagi pria untuk memandikan istrinya yangmeninggal menurut pendapat yang benar di antara pendapat para ulama, berdasarkan apa yang diriwayatkan oleh Ibnu Al-Mundzir bahwa Ali bin Abu Thalib memandikan Fathimah saat istrinya itu meninggal, berita ini telah masyhur di antara para sahabat dan tak ada seorang pun di antara mereka yang mengingkari hal itu, dengandemikian ini merupakan ijma'.

Fatawa A-Lajnah Ad-Da’imah Lil Ifta', 3/367, fatwa nomor 2273.

Via HijrahApp

SIAPAKAH YANG LEBIH UTAMA UNTUK MEMANDIKAN MAYAT WANITA

Pertanyaanke271:
Al-Lajnah Ad-Da'imah Lil Ifta’ ditanya: Siapakah yang lebih utama untuk memandikan mayat wanita danbagaimana urutannya?

Bolehkah pria kafir memandikan mayat wanita Muslimah atau tidak? Dalam hal memasukkan mayat wanita ke dalam kubur, apakah disya'riatkan bagi yang memasukkannya harus darikalangan kerabatnya, atau boleh siapa saja melaksanakan tugas ini, karena di pemakaman biasanya terdapat orang-orang yang khusus melaksanakan tugas ini, bolehkah para petugas pria itu memasukkan mayat wanita ke dalam kubur?

Jawaban:
Yang lebih utama untuk memandikan mayat wanita adalah saudara-saudara wanita terdekat dari si mayat yang dapat melakukan pekerjaanitu dengan baik, dan boleh pula melaksanakan tugas itu wanita Muslimah lainnya yang bisa memandikan mayat walaupun bukan dari kalangan kerabat si mayat. Dibolehkan juga bagisuaminya untuk memandikan mayat istrinya, sebagaimana dibolehkan bagi sang istri untuk memandikan mayat suaminya.

Adapun orang kafir yang memandikan mayat Muslim maka hal itu tidak boleh,karena memandikan mayat adalah suatu proses ibadah, dan ibadah yang dilakukan oleh orang kafir adalah tidak sah. Kemudian mengenai masalah yang ketiga, yaitu: Siapakah yang boleh memasukkan mayat wanita ke dalam kubur? Maka yang boleh memasukkan mayat wanita itu adalah para pria Muslim yang bisa melakukan tugas itu dengan baik walaupun bukan mahram si mayat.

Al-Majmu'ah Al-Kamilah, Syaikh Abdurrahman As-Sa’di, 7/136.

Via HijrahApp

SUAMI MEMASUKKAN MAYAT ISTERINYA KE DALAM KUBUR

Pertanyaanke265:
Al-Lajnah Ad-Daimah ditanya: Saya dan ayah saya datang setelah meninggalnya isteri saya, namun kamihanya menghadiri jenazahnya, adapun penguburannya kami dibantu. Saya sendiri yang memasukkan jasadnya ke dalam kuburan, saya beserta anak laki-laki saya dan seorang sepupu isteri saya. Sayapernah mendengar dari orang lain, bahwa saya tidak berhak memasukkan jasadnya ke dalam kuburnya. Benarkan ucapan ini, bila benar, apakah ada kafarah atau hal lainyang harus saya lakukan?

Jawaban:
Anda boleh memasukkan jasadnya ke dalam kuburannya. Adapun yang mengatakan bahwa Anda tidak berhak dalam hal ini adalah pendapat yang salah.Untuk itu pula tidak ada kafarah bagi Anda, bahwa Insya Allah Anda mendapat pahala."

Fatawa Al-Lajnah Ad-Daimah, 8/368, fatwa no. 3340.

Via HijrahApp

TEMPAT BERDIRINYA IMAM DALAM MENYALATKAN JENAZAH WANITA

Pertanyaanke279:
Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin ditanya: Di manakah Imam berdiri pada saat melaksanakanshalat jenazah pada jenazah pria, pada jenazah wanita dan pada jenazah anak-anak?

Jawaban:
Imam berdiri pada bagian kepala bila mayatnya pria dan pada bagian tengah (perut) bila mayatnya wanita, baik mayat itu dewasa ataupun masihkecil. Pada mayat bayi lelaki maka imam berdiri pada bagian kepalanya sedangkan pada mayat bayi perempuan maka imam berdiri pada bagian perutnya.

Fatawa Al-Lajnah Ad-Da’imah, 8/215-216, fatwa nomor 1752.

Via HijrahApp

WANITA BERDIRI SATU SHAF DENGAN PRIA DALAM MELAKSANAKAN SHALAT JENAZAH

Pertanyaanke278:
Al-Lajnah Ad-Da'imah Lil Ifta’ ditanya: Apakah boleh bagi wanita untuk berdiri bersama pria dalam satushaf ketika melaksanakan shalat jenazah?

Jawaban:
Tidak boleh bagi wanita untuk berdiri sejajar dengan pria dalam melakukan shalat jenazah atau dalam shalat-shalat lainnya. Disya'riatkan bagiwanita untuk melaksanakan shalat jenazah dengan menempati shaf di belakang kaum pria sebagaimana yang dilakukan kaum wanita ketika melaksanakan shalat bersama kaumpria pada shalat-shalat lainnya.

Fatawa At-Taziyah, Syaikh Ibnu Utsaimin, halaman 36.

Via HijrahApp

WANITA HAIDH MEMANDIKAN MAYAT

Pertanyaanke272:
Al-LajnahAd-Da'imah lil ifta'ditanya: Bolehkah bagi wanita yang sedang haidh memandikan dan mengkafani mayat?

Jawaban:
Boleh bagi wanita yang sedang haidh untuk memandikan dan mengkafani mayat wanita, dan dibolehkan pula untuk memandikan mayat suaminya.Haidh tidak bisa menghalanginya untuk memandikan jenazah.

Fatawa Al-Lajnah Ad-Da’imah Lil Ifta’, 8/369, fatwa nomor 6193.

Via HijrahApp

WANITA MELAKUKAN SHALAT JENAZAH

Pertanyaanke277:
Al-Lajnah Ad-Da’imah Lil Ifta’ ditanya: Bolehkah wanita turut serta bersama kaum pria dalam melaksanakanshalat jenazah?

Jawaban:
Pada dasarnya semua ibadah-ibadah yang disyari'atkan Allah dalam kitabnya atau yang diterangkan Rasulnya dalam sunnahnya adalah bersifatumum bagi kaum pria dan wanita hingga terdapat dalil yang menunjukkan bahwa ibadah itu dikhususkan bagi kaum pria atau kaum wanita. Shalat jenazah adalah ibadah yangsyari'atkan Allah dan Rasulnya, maka ibadah itu bersifat umum bagi kaum wanita dan juga kaum pria, hanya saja shaf-shaf wanita harus berada di belakang shaf-shaf pria.

Dan dalam Sunnah telah disebutkan bahwa kaum wanita melakukan shalat jenazah pada jenazah Nabi shalallahu alaihi wasallam sebagaimana kaum pria melakukan shalat jenazah pada jenazah beliau, akan tetapi kaum wanitaitutidakturutmengantar jenazah beliau ke pemakaman, karena Nabi shalallahu alaihi wasallam melarang wanita untuk mengantar jenazah.

Fatawa Al-Lajnah Ad-Da’imah, 8/215-216, fatwa nomor 1752.

Via HijrahApp

ZIARAHNYA WANITA KE KUBUR

Pertanyaanke255:
Syaikh Muhammad bin Ibrahim ditanya tentang hukum ziarahnya wanita ke kubur.

Jawaban:
Sesungguhnya para wanita dilarang berziarah kubur, karena ziarah kubur mereka cenderung kepada sikap meratap dan histeris serta hal-haltidak baik lainnya, karena pada dasarnya wanita itu lemah, kurang tenang dan kurang sabar. Mengenai hal ini para ulama berdalih dengan hadits Ibnu Abbas:

"Rasulullah صلی الله عليه وسلم melaknat para wanita peziarah kuburan dan orang-orang yang menjadikan masjid di atasnya serta mereka yang menempatkan lampu-lampu di atasnya." (Diriwayatkan oleh Ahlus Sunan).

Mengenai hal ini ada juga dalil dari hadits Abu Hurairah dan hadits Hassan binTsabit yang khusus mengenai wanita.

Kenapa hanya para wanita?

Pendapat yang lebih kuat, bahwa dalil ini menunjuk haram, karena dalam haditstersebut terdapat laknat, dan laknat tersebut bukan ditujukan kepada sesuatu yang dibenci, akan tetapi karena para wanita itu memiliki sifat meratap, lemah dan tidak sabar. Jika Anda mengatakan bahwa terkadang wanita itu lebih kuat hatinyadari pada laki-laki, dan bahkan sebaliknya dari sebagian laki-laki, jika hukum dikaitkan kepada sumber dugaannya, maka sama saja keberadaan dan ketidakberadaannya.

Dan telah diklaim pula bahwa hadits (maka ziarahilah) mencakup para wanita. Ini adalah pendapat yang bodoh dan keliru. Sebenarnya larangan itu mengandung duasegi, masing-masing mempunyai alasan; Larangan pertama berlaku untuk semua, yaitu larangan berziarah secara mutlak, kemudian diizinkan bagi kaum pria karenahilangnya alasan tersebut di samping di dalam pembolehannya terkandung kebaikan bagi yang meninggal serta doa untuknya dan teringat akan akhirat, namun tidak diizinkanbagi para wanita karena alasannya tidak hilang.

Alasan pertama hilang dengankemantapan iman dan terputusnya ketergantungan kepada kuburan yang pernah menyebabkan timbulnya wat-saniah (dalam hal ini adalah pengagungan terhadap kuburan), hal ini pernah dilarang oleh Rasulullah (Aku melarang kalian), dan disini ada larangan lain yang khusus berlaku untuk para wanita Juga terkandung alasan lain, yaitu karena wanita bersifat peka, lemah dan kurang sabar, karena itu disebutkan dalamhadits:

"Kembalilah kalian karena akan berdosa dan tidak mendapat pahala, sebabkalian dapat menimbulkan fitnah bagi yang hidup dan menyakiti yang telah mati.”

Fitnah terhadap yang hidup sangat jelas, lebih-lebih terhadap para pemuda,sedangkan sikap yang menyakiti dari mereka adalah tangisan dan teriakan histeris mereka.

Fatawa wa Wasa’il asy-Syaikh Muhammad bin Ibrahim, 3/237.

Via HijrahApp

Luas Tanah+/- 740 M2
Luas Bangunan+/- 500 M2
Status LokasiWakaf dari almarhum H.Abdul Manan
Tahun Berdiri1398H/1978M