• Beribadalah kamu sampai datang "Haqqul Yakin" (kematian)
Minggu, 1 Juni 2025

Bab Khusus Wanita

Bagikan

BOLEHKAH MENGGUNAKAN WIG (RAMBUT PALSU)

Pertanyaan:
Bolehkah seorang wanita memakai wig (rambut palsu) untuk mempercantik dirinya atau untuk menyenangkan suaminya? Apakah ini termasuk di dalam larangan menyambung rambut dengan rambut yg lain?

Jawaban:
Memakai wig adalah dilarang dan termasuk dalam kategori menyambung rambut dengan rambut yg lain. Meskipun pada dasarnya (memakai wig) tidak terlihat seperti itu (menyambung rambut), akan tetapi ia menyebabkan rambut sang wanita terlihat lebih panjang dari aslinya dan bisa dikategorikan dalam menyambung rambut. Rasulullah صلی الله عليه وسلم melaknat orang yang menyambungkan rambut seseorang dan orang yang meminta rambutnya disambung.

Meskipun demikian, apabila wanita itu tidak memiliki sehelai rambut pun di kepalanya, misalnya botak, maka ia boleh menggunakan wig untuk menutupi kecacatan tersebut karena menutupi cacat seperti itu diperbolehkan. Sebagai contoh, Rasulullah صلی الله عليه وسلم mengizinkan seorang laki-laki yang hidungnya terpotong saat perang untuk memakai hidung palsu yg terbuat dari emas. Kasus-kasus semacam ini fleksible, seperti ada pula pertanyaan tentang dibolehkannya operasi plastik untuk 'membetulkan" hidung yang terlalu kecil, dan sebagainya.

Perlu diperhatikan bahwa mempercantik diri tidak sama dengan menutupi cacat/cela. Kalau sesuatu itu dilakukan untuk menutup cacat, maka tidak apa-apa. Akan tetapi, jika tujuannya bukan untuk menutupi cacat, misalnya memakai tato atau mencukur alis, maka yang seperti ini dilarang. Adapun memakai wig, meskipun si istri mendapat izin dari suaminya, tetap dilarang, karena termasuk hal-hal yang dilarang oleh Allah.

Sumber:
http://fatwa-online.com/fataawa/womensissues/beautification/bea001/0000206_38.htm/span

Via HijrahApp

BOLEHKAH WANITA KERJA DI KANTOR

Pertanyaan:
Apakah boleh wanita bekerja di kantor-kantor seperti kantor urusan agama dan perwakafan?

Jawaban:
Bekerjanya kaum wanita di kantor-kantor tidak telepas dari dua kemungkinan:

Pertama: Di kantor-kantor khusus wanita, misalnya kantor pembinaan sekolah-sekolah putri dan sejenisnya yang hanya di-kunjungi oleh kaum wanita. Bekerjanya wanita di kantor semacam ini tidak apa-apa.

Kedua: Jika di kantornya terjadi campur baur antara kaum laki-laki dengan kaum wanita, maka wanita tidak boleh bekerja di sana dengan mitra kerja laki-laki yang sama-sama bekerja di satu tempat bekerja. Demikian ini karena bisa terjadi fitnah akibat bercampur baurnya kaum laki-laki dengan kaum wanita.

Nabi صلی الله عليه وسلم telah memperingatkan umatnya terhadap fitnah kaum wanita, beliau mengabarkan bahwa setelah meninggalnya beliau, tidak ada fitnah yang lebih membahayakan kaum laki-laki dari-pada fitnahnya kaum wanita, bahkan di tempat-tempat ibadah pun Nabiصلی الله عليه وسلمsangat menganjurkan jauhnya kaum wanita dari kaum laki-laki, sebagaimana disebutkan dalam salah satu sabda beliau,
خَيْرُ صُفُوْفِ الْمَرْأَةِ آخِرُهَا وَشَرُّهَا أّوَّلُهَا

"Sebaik-baik shaf kaum wanita adalah yang paling akhir (paling belakang) dan seburuk-buruknya adalah yang pertama (yang paling depan)."

Karena shaf pertama (paling depan) adalah shaf yang paling dekat dengan shaf kaum laki-laki sehingga menjadi shaf yang paling buruk, sementara shaf yang paling akhir (paling belakang) adalah yang paling jauh dari shaf laki-laki. Ini bukti nyata bahwa syari'at menetapkan agar wanita menjauhi campur baur dengan laki-laki. Dari hasil pengamatan terhadap kondisi umat jelas sekali bahwa campur baurnya kaum wanita dengan kaum laki-laki me-rupakan fitnah besar yang mereka akui, namun kini mereka tidak bisa melepaskan diri dari itu begitu saja, kareka kerusakan mera-jalela.

Rujukan:
Nur 'ala Ad-Darb, Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin, hal. 82-83

Via HijrahApp

DANDANAN WANITA DI DEPAN SESAMA WANITA

Pertanyaan:
Apa hukum wanita mengenakan wewangian, berdandan dan keluar dari rumahnya langsung ke sekolahnya. Apa boleh ia melakukannya? Dandan seperti apa yang dibolehkan bagi wanita jika hendak berjumpa dengan sesama wanita, maksud saya, hiasan yang boleh ditampakkan kepada sesama wanita?

Jawaban:
Keluarnya wanita ke pasar dengan mengenakan wewangian hukumnya haram, berdasarkan sabda Nabi صلی الله عليه وسلم,

الْمَرْأَةُ إِذَا اسْتَعْطَرَتْ فَمَرَّتْ بِالْمَجْلِسِ فَهِيَ كَذَا وَكَذَا.

"Apabila seorang wanita mengenakan wewangin lalu melewati orang-orang, maka ia demikian dan demikian." (HR. At-Tirmidzi dalam Al-Adab (2786), ia mengatakan hasan shahih. Abu Dawud juga meriwayat seperti itu dalam At-Tarajjul (4174, 4175)).

Maksudnya adalah pezina. Demikian itu karena mengandung fitnah. Tapi jika wanita itu akan menaiki mobil dan tidak tercium aromanya kecuali oleh mahramnya, maka ia boleh mengenakannya, lalu sesampainya di tempat tujuan, langsung turun dari kendaraan tanpa melewati laki-laki di sekitar sekolahnya, maka hal ini dibolehkan karena tidak mengandung bahaya, sebab keberadaannya di dalam mobil seperti halnya di dalam rumahnya.

Karena itu, seseorang tidak boleh membiarkan isterinya atau wanita yang di bawah tanggung jawabnya, untuk menaiki kendaraan sendirian hanya bersama supirnya, karena yang demikian ini termasuk khulwah.

Seorang wanita juga tidak boleh mengenakan wewangin bila akan melewati kaum laki-laki. Pada kesempatan ini saya ingin mengingatkan kaum wanita, bahwa di hari-hari bulan Ramadhan, sebagian mereka membawa wewangian dan memberikan kepada sesama wanita, lalu para wanita itu keluar dari masjid dengan mengenakan wewangian, padahal Nabi صلی الله عليه وسلم telah bersabda,

أَيُّمَا امْرَأَةٍ أَصَابَتْ بَخُوْرًا فَلاَ تَشْهَدْ مَعَنَا الْعِشَاءَ اْلآخِرَةَ.

"Wanita mana pun yang menyentuh wewangian, maka tidak boleh mengikuti shalat Isya bersama kami." (HR. Muslim dalam Ash-Shalah (444))

Namun demikian, dibolehkan membawa pewangi untuk mengharumkan masjid, adapun jika dimaksudkan untuk hiasan yang ditampakkan kepada sesama wanita, maka, setiap hiasan yang dibolehkan untuk ditampakkan kepada sesama wanita hukumnya halal, sedangkan yang tidak boleh maka hukumnya tidak halal, seperti; mengenakan pakaian yang sangat tipis sehingga menam-pakkan kulitnya, atau pakaian yang sangat ketat sehingga menampakkan lekuk tubuhnya. Semua ini termasuk dalam kategori yang telah disebutkan oleh Nabi صلی الله عليه وسلم,

 

صِنْفَانِ مِنْ أَهْلِ النَّارِ لَمْ أَرَهُمَا ... وَنِسَاءٌ كَاسِيَاتٌ عَارِيَاتٌ، مُمِيْلاَتٌ مَائِلاَتٌ، رُؤُوْسُهُنَّ كَأَسْنِمَةِ الْبُخْتِ الْمَائِلَةِ لاَ يَدْخُلْنَ الْجَنَّةَ وَلاَ يَجِدْنَ رِيْحَهَا.

"Dua golongan manusia yang termasuk penghuni neraka yang belum pernah aku lihat; ... dan kaum wanita yang berpakaian tapi telanjang, menarik perhatian dan berlenggak lenggok, seolah-olah di atas kepalanya punuk unta yang bergoyang-goyang. Mereka tidak akan masuk surga dan tidak akan mencium aromanya." (HR. Muslim dalam Al-Libas (2128))

Rujukan:
Minal Ahkam Al-Fiqhiyyah fil Fatawa An-Nisa'iyyah, hal. 53-54.

Via HijrahApp

HIJAB DI MASA NABI

Pertanyaan:
Alhamdulillah, saya merasa mantap dengan pensyari'atan hijab yang menutup seluruh badan, saya pun telah melaksanakannya dengan mengenakan hijab tersebut sejak beberapa tahun. Saya pernah membaca beberapa buku yang membahas hijab, terutama buku-buku tafsir pada bagian yang membahas hijab saat menafsirkan sebagian surat Al-Qur'an, seperti surat An-Nur dan Al-Ahzab.

Tapi saya tidak tahu bagaimana memadukan antara pakaian kaum muslimat pada masa Nabi, para Khulafaur Rasyidin, para khalifah Bani Umayyah dan urgensi hijab yang hampir saya anggap wajib atas semua wanita.

Jawaban:
Harus kita ketahui, bahwa masa Nabi a terbagi menjadi dua:

Pertama, Masa sebelum diwajibkannya hijab. Pada saat itu, kaum wanita tidak menutup wajah dan tidak diwajibkan berlin-dung di balik tabir.

Kedua, Masa setelah diwajibkannya hijab, yaitu setelah tahun keenam. Saat itu kaum wanita diwajibkan berhijab, sehingga mereka, sebagaimana yang diperintahkan Allah q kepada NabiNyaصلی الله عليه وسلمagar mengatakan kepada putri-putrinya, isteri-isterinya dan isteri-isteri kaum mukminin; Hendaknya mereka mengulurkan jilbab mereka, sehingga mereka mengenakan kain hitam dan tidak ada yang tampak dari tubuh mereka kecuali sebelah mata untuk melihat jalanan. Alhamdulillah, di negara kita sampai saat ini kondisinya masih tetap pada jalan ini, yakni Al-Kitab dan As-Sunnah.

Semoga Allah سبحانه و تعالى melanggengkan apa yang telah dianugerahkan kepada kaum wanita kita, yaitu hijab yang menutup seluruh tubuh sesuai dengan tuntunan Kitabullah, sunnah RasulNya صلی الله عليه وسلم dan pandangan yang benar.

Rujukan:
Fatwa Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin.

Via HijrahApp

HUKUM MEMPERCANTIK DIRI

Pertanyaan:
Bagaimanakah hukum mempercantik diri?

Jawaban:
Usaha mempercantik diri dapat dibagi menjadi dua bagian:

Pertama, Usaha mempercantik diri untuk menghilangkan aib yang terjadi karena suatu peristiwa dan karena sebab lain. Usaha mempercantik diri dalam kategori ini tidaklah menjadi masalah serta tidak berdosa. Karena Nabiصلی الله عليه وسلمpun mengizinkan seorang sahabat yang hidungnya terputus dalam suatu peperangan untuk membuat hidung palsu dari emas.

Kedua, Usaha mempercantik diri dengan maksud untuk menambah kecantikannya dan bukan untuk menghilangkan aib, akan tetapi semata-mata untuk menambah kecantikannya. Usaha mempercantik diri dalam kategori ini diharamkan dan tidak diperbolehkan.

Karena Rasulullah صلی الله عليه وسلم melaknat wanita yang men-cukur dan yang minta dicukur bulu alisnya, wanita yang mema-kai dan yang dipakaikan rambut palsu (wig atau sanggul), wanita yang membuat serta yang dibuatkan tatto (termasuk di dalamnya membuat serta dibuuatkan tahi lalat). Karena hal itu semata-mata mempercantik diri sesempurna mungkin, dan bukan dimaksudkan untuk menghilangkan aib.

Rujukan:
Kitab ad-Da'wah (5), 2/130-131.

Via HijrahApp

HUKUM SERING PERGI KE PASAR TANPA KEPERLUAN

Pertanyaan: Banyak wanita yang sering pergi ke pasar-pasar baik karena keperluan maupun tanpa keperluan, adakalanya mereka keluar tanpa disertai mahram, padahal di pasar-pasar itu banyak fitnahnya. Bagaimana pendapat Syaikh? Semoga Allah membalas Syaikh dengan kebaikan.

Jawaban:
Tidak diragukan lagi, bahwa tetap tinggalnya wanita di rumahnya adalah lebih baik, sebagaimana disebutkan dalam hadits,
وَبُيُوْتُهُنَّ خَيْرٌ لَهُنَّ.

"Rumah-rumah mereka itu lebih baik bagi mereka." (HR. Abu Dawud)

Dan tidak diragukan lagi, bahwa membebaskan wanita untuk keluar rumah bertolak belakang dengan ajaran syari'at yang memerintahkan untuk menjaga wanita dan sungguh-sungguh me-lindunginya dari fitnah. Seharusnya para wali benar-benar menjadi kaum lelaki sebagaimana yang disebutkan dalam firmanNya,
"Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita." (An-Nisa': 34).

Namun sayangnya, kaum muslimin mulai meniru musuh-musuh Allah dengan menyerahkan kepemimpinan kepada kaum wanita, sehingga kaum wanita pun menjadi para pemimpin dan pengatur berbagai urusan kaum laki-laki. Anehnya, mereka mengklaim bahwa mereka itu lebih maju dan beradab. Kasihan mereka, padahal Rasulullahصلی الله عليه وسلمtelah bersabda,

لَنْ يُفْلِحَ يَوْمٌ وَلَّوْا أَمْرَهُمُ امْرَأَةً.

"Tidak akan beruntung kaum yang menyerahkan urusan mereka kepada wanita." (HR. Bukhari)

Masing-masing kita tahu, bahwa kaum wanita itu, sebagaimana disebutkan oleh Rasulullah,

مَا رَأَيْتُ مِنْ نَاقِصَاتِ عَقْلٍ وَدِيْنٍ أَذْهَبَ لِلُبٍّ الرَّجُلِ الْحَازِمِ مِنْ إِحْدَاكُنَّ.

"Aku tidak melihat yang kurang akal dan agamanya, yang lebih meng-hilangkan akal laki-laki, daripada salah seorang kalian (wanita)." (HR. Bukhari dan Muslim)

Maka hendaknya kaum laki-laki melaksanakan kewajiban yang telah diembankan Allah kepada mereka, yaitu kewajiban ter-hadap wanita. Sebaliknya, terkadang ada laki-laki yang buruk akhlaknya sehingga melarang wanita pergi ke mana saja, termasuk pergi bersi-laturahmi dengan kerabat yang seharusnya menjalin silaturahmi dengan mereka, seperti; ibu, ayah, saudara, paman, bibi, dengan kondisi aman dari fitnah. Ia mengatakan, 'Engkau tidak boleh keluar selamanya. Kau tahanan rumah.' Lalu mengutip sabda Rasulullah,

هُنَّ عَوَانٌ عِنْدَكُمْ.

"Mereka itu adalah tawanan kalian." (HR. Tirmidzi)

Dan berkata, 'Engkau tawananku, jangan keluar, jangan beraktifitas, jangan bepergian, tidak boleh ada yang mengunjungi-mu dan engkau pun tidak boleh mengunjungi saudarimu fillah.' Padahal ketetapan agama di antara dua kondisi itu.

Rujukan:
Majmu' Durus Fatawa Al-Haram Al-Makki, juz 3, hal. 250-251.

Via HijrahApp

LARANGAN WANITA NAIK PESAWAT TANPA MAHRAM

Pertanyaan: Bolehkah wanita bepergian dengan menggunakan pesawat tanpa disertai mahram jika itu aman?

Jawaban:
Nabi صلی الله عليه وسلم telah bersabda,

لاَ تُسَافِرُ الْمَرْأَةُ إِلاَّ مَعَ ذِيْ مَحْرَمٍ

"Wanita tidak boleh bepergian jauh (safar) kecuali bersama mahramnya."

Beliau mengucapkan ini di atas mimbar pada saat haji, lalu seorang laki-laki berdiri dan berkata, "Wahai Rasulullah, isteriku pergi haji sementara aku tercantum sebagai peserta perang anu dan anu." Mendengar itu Nabi صلی الله عليه وسلم pun berkata,

اِنْطَلِقْ فَحُجَّ مَعَ امْرَأَتِكَ

"Berangkatlah engkau dan berhajilah bersama isterimu."

Nabi صلی الله عليه وسلم menyuruhnya untuk meninggalkan perang lalu pergi haji menyertai isterinya. Saat itu beliau tidak mengatakan kepada laki-laki tersebut, "Apakah isterimu aman?" atau "Apakah ia bersama wanita-wanita lain?" atau "Apa ia bersama para tetangganya?" Hal ini menunjukkan umumnya larangan bepergian bagi wanita tanpa disertai mahram. Sementara bahaya itu bisa terjadi di mana saja, bahkan di pesawat sekalipun. Karena itu, hendaknya kita semua mengikuti ketetapan ini.

Laki-laki itu, yang isterinya hendak bepergian dengan pesawat, kapan ia kembali setelah mengantarkannya ke bandara? Ia akan kembali saat isterinya sedang menunggu pesawat, wanita itu akan berada di ruang tunggu tanpa mahramnya.

Anggaplah laki-laki itu masuk ke ruang tunggu menyertai isterinya sampai si isteri naik pesawat, lalu pesawat pun tinggal landas. Apakah tidak mungkin bila pesawat itu kembali lagi di tengah perjalanannya? Ini kenyataan, bisa saja pesawat itu kembali lagi karena gangguan teknis atau karena kondisi cuaca. Anggaplah pesawat itu penerbangannya lancar dan sampai di kota yang dituju si wanita, namun kondisi bandara yang dituju itu sangat sibuk atau kondisi cuaca di sekitarnya sedang buruk sehingga tidak bisa digunakan untuk landing, lalu pesawat itu terbang ke bandara lainnya.

Ini mungkin saja terjadi .. Anggaplah pesawat itu terbang tepat waktu dan landing juga tepat pada waktu yang direncanakan, tapi mahram-nya si wanita yang akan menjemputnya belum tiba di tempat karena suatu sebab .. Anggaplah hal ini tidak terjadi, si penjemput itu sudah datang pada waktu yang direncanakan.

Masih ada bahaya lain yang mungkin terjadi. Siapa yang duduk di samping wanita itu? Tidak mesti wanita. Bisa saja laki-laki, dan bisa saja itu laki-laki yang tidak menghormati hamba-hamba Allah, ia terse-nyum kepada si wanita itu, mengajaknya ngobrol, mencandainya, meminta nomor teleponnya dan memberikan nomor teleponnya. Bukankah semua ini bisa terjadi? Siapa yang menjamin selamat dari bahaya-bahaya tersebut?

Karena itu, anda temukan hikmah yang sangat besar dalam larangan Rasulullah صلی الله عليه وسلم tersebut yang melarang bepergiannya wanita tanpa disertai mahramnya yang beliau sampaikan tanpa rincian dan ikatan.

Mungkin anda akan mengatakan, bahwa Rasulullah صلی الله عليه وسلم tidak mengetahui yang ghaib, dan beliau pun tidak mengenal pesawat. Baik, sekarang kita arahkan perkataan beliau mengenai perjalanan dengan mengendarai unta, bukan dengan pesawat. Berarti, wanita tidak boleh bepergian dengan mengendarai unta tanpa disertai mahramnya, karena Rasulullah صلی الله عليه وسلم tidak mengetahui pesawat yang bisa menempuh perjalanan dari Thaif ke Riyadh hanya dalam waktu satu seperempat jam, padahal bila ditempuh dengan mengendarai unta bisa sebulan penuh.

Jawabannya:
Walaupun Rasulullah صلی الله عليه وسلم tidak mengetahui, tapi Rabb beliau mengetahui, sebagaimana firman-Nya,
"Dan Kami turunkan kepadamu Al-Kitab (Al-Qur'an) untuk menjelaskan segala sesuatu dan petunjuk serta rahmat bagi orang-orang yang berserah diri." (An-Nahl: 89)

Karena itu, saya peringatkan saudara-saudara sekalian terhadap fenomena berbahaya ini, yaitu meremehkan bepergiannya wanita tanpa mahram. Saya juga memperingatkan khulwahnya wanita dengan supir di dalam mobil, walaupun perjalanannya masih di dalam negeri (atau di dalam kota), karena masalah ini sangat berbahaya. Lain dari itu, saya juga memperingatkan tentang khulwahnya kerabat seseorang dengan isterinya di dalam rumah, karena ketika Nabi صلی الله عليه وسلم bersabda,
إِيَّاكُمْ وَالدُّخُوْلَ عَلَى النِّسَاءِ. فَقَالَ رَجُلٌ مِنَ اْلأَنْصَارِ: يَا رَسُوْلَ اللهِ أَفَرَأَيْتَ الْحَمْوَ. قَالَ: الْحَمْوُ الْمَوْتُ

"Janganlah kalian masuk ke tempat wanita" lalu seorang laki-laki Anshar bertanya, "Wahai Rasulullah, bagaimana kalau saudara ipar?" beliau menjawab, "Saudara ipar adalah maut." Maksudnya, harus lebih berhati-hati lagi.

Anehnya, ada sebagian ulama 'semoga Allah memaafkan mereka' yang menafsiri (Saudara ipar adalah maut) bahwa ipar itu mesti datang kepada isteri saudaranya, sebagaimana kematian itu pasti datang.

Rujukan:
Fatawa Syaikh Ibnu Utsaimin, juz 2, hal. 852-853.

Via HijrahApp

WANITA MEMANDANG LAKI-LAKI

Pertanyaan: Bagaimana hukumnya wanita memandang laki-laki melalui layar televisi atau dengan pandangan biasa di jalanan?

Jawaban:
Wanita memandang laki-laki tidak terlepas dari dua hal, baik itu di televisi ataupun lainnya:

1. Memandang disertai syahwat dan rasa senang. Ini hukumnya haram karena mengandung kerusakan dan fitnah.

2. Sekedar memandang tanpa disertai syahwat dan rasa senang. Ini tidak apa-apa menurut pendapat yang benar di antara beberapa pendapat para ahli ilmu. Pandangan yang seperti ini dibolehkan berdasarkan riwayat yang disebutkan dalam Shahihain, bahwa Aisyah رضي الله عنها pernah melihat laki-laki dari Habasyah yang sedang bermain-main, sementara posisi Nabi صلی الله عليه وسلم menghalanginya, lalu beliau mempersilahkannya.

Lagi pula, ketika kaum wanita sedang di pasar, mereka bisa melihat kaum laki-laki walaupun mereka mengenakan hijab, jadi wanita bisa melihat laki-laki tapi laki-laki tidak dapat melihatnya. Tapi yang demikian ini dengan syarat tidak ada syahwat dan tidak terjadi fitnah, jika disertai syahwat atau fitnah, maka pandangan itu pun haram, baik di televisi maupun lainnya.

Rujukan:
Fatawa Al-Mar'ah, Syaikh Ibnu Utsaimin, hal. 43. Disalin dari buku Fatwa-Fatwa Terkini Jilid 2, penerbit Darul Haq.

 

Via HijrahApp

WASIAT BUAT WANITA YANG MENYETIR MOBIL

Pertanyaan:
Mohon penjelasan tentang hukum wanita menyetir mobil, dan bagaimana pendapat Syaikh tentang pendapat yang menyatakan bahwa wanita menyetir mobil itu bahayanya lebih ringan daripada menaikinya bersama supir yang bukan mahramnya?

Jawaban:
Untuk mengetahui jawaban pertanyaan ini perlu melalui dua kaidah yang telah dikenal oleh ulama kaum muslimin.

Kaidah pertama: Bahwa apa yang mengarah kepada yang haram maka hukumnya haram.

Kaidah kedua: Bahwa mencegah suatu kerusakan, -meski mengharuskan hilangnya suatu maslahat baik yang setingkat atau yang lebih besar- lebih diutamakan dari-pada meraih beberapa maslahat. Dalil kaidah pertama adalah firman Allah سبحانه و تعالى,
"Dan janganlah kamu memaki sembahan-sembahan yang mereka sembah selain Allah, karena mereka nanti akan memaki Allah dengan melampaui batas tanpa pengetahuan." (Al-An'am: 108)

Allah سبحانه و تعالى melarang mencela sesembahan-sesembahan kaum musyrikin walaupun mencelanya itu suatu maslahat, tapi hal ini bisa menyebabkan dicelanya Allah سبحانه و تعالى. Dalil kaidah kedua, firman Allah سبحانه و تعالى,
"Mereka bertanya kepadamu tentang khamr dan judi. Katakanlah, 'Pada keduanya itu terdapat dosa besar dan beberapa manfaat bagi manusia, tetapi dosa keduanya lebih besar dari manfaatnya'." (Al-Baqarah: 219)

Allah سبحانه و تعالى mengharamkan khamr dan judi walaupun kedua hal ini mengandung manfaat, hal ini untuk mencegah kerusakan yang diakibatkan oleh kedua hal tersebut.

Berdasarkan kedua kaidah ini jelaslah hukum wanita menyetir mobil, bahwa wanita menyetir mobil mengandung banyak kerusakan, di antaranya; penanggalan hijab, karena menyetir mobil itu harus dengan membukakan wajah, padahal wajah itu bagian yang bisa menimbulkan fitnah; menjadi pusat pandangan kaum laki-laki, karena wanita itu tidak dianggap cantik atau jelek kecuali dengan wajahnya.

Maksudnya, jika disebut cantik (bagus) atau jelak, pikiran orang akan langsung tertuju kepada wajah, sebab, bila yang dimaksud itu hal lainnya, maka harus disertai dengan kata penentu, misalnya bagus tangannya, bagus rambutnya, bagus kakinya. Dengan begitu bisa diketahui bahwa wajah adalah titik yang dimaksud dengan ungkapan penilaian.

Boleh jadi seseorang mengatakan, Seorang wanita bisa menyetir mobil tanpa mengenakan penutup muka tapi dengan mengenakan kacamata hitam. Jawabannya, ini berbeda dengan kenyataan para wanita yang gemar menyetir mobil. Silahkan tanya orang yang pernah melihat mereka di negara-negara lain. Yang jelas, itu bisa diterapkan pada mulanya, namun tidak berlangsung lama, bahkan dalam waktu singkat akan segera berubah menjadi seperti kebiasaan para wanita di negara-negara lain.

Begitulah kebiasaan fase perubahan, mulanya dirasa enteng, namun kemudian berubah dan menyimpang menjadi marabahaya yang tidak bisa diterima.

Kerusakan lainnya: hilangnya rasa malu, padahal malu itu bagian dari iman, sebagaimana yang dinyatakan oleh Nabi صلی الله عليه وسلم. Lagi pula, malu adalah akhlak mulia yang sesuai dengan tabi'at wanita dan bisa menjaganya dari fitnah. Karena itu, ada pepatah mengatakan: Lebih malu daripada gadis perawan di rumahnya. Jika rasa malu telah sirna dari seorang wanita, jangan tanya lagi akibatnya.

Kerusakan lainnya: bisa menyebabkannya sering keluar rumah, padahal rumahnya itu lebih baik baginya, sebagaimana telah dinyatakan oleh Rasulullah صلی الله عليه وسلم. Sering keluarnya itu karena para penggemar nyetir itu memandangnya sebagai suatu kesenangan. Karena itu anda dapati mereka berjalan-jalan dengan mobil mereka ke sana ke mari tanpa kebutuhan karena mereka merasakan kese-nangan dengan menyetir.

Kerusakan lain lagi: bahwa wanita bisa bebas pergi ke mana saja, kapan saja, semaunya, bahkan tanpa tujuan yang jelas, karena ia sendirian di dalam mobil, kapan saja, jam berapa pun, baik siang maupun malam, bahkan mungkin bisa sampai larut malam. Jika mayoritas orang tidak bisa menerima hal ini pada para pemuda, lebih-lebih lagi pada para pemudi yang pergi semaunya, ke kanan dan ke kiri, seluas negerinya, bahkan mungkin hingga keluar.

Kerusakan lainnya: bisa menyebabkannya mudah ngambek terhadap keluarga dan suaminya karena sebab sepele di rumah, lalu keluar rumah dan pergi dengan mobilnya ke tempat mana saja yang dianggap bisa menenangkan jiwanya. Ini sering terjadi pada sebagian pemuda, padahal mereka lebih tabah daripada wanita.

Kerusakan lainnya: bisa menyebabkan terjadinya fitnah di berbagai tempat perhentian, misalnya, berhenti saat lampu lalu lintas menyala merah, berhenti di pom bensin, berhenti di tempat pemeriksaan, berhenti di tengah kerumunan kaum laki-laki karena terjadi pelanggaran atau kecelakaan, berhenti di tengah jalan karena ada kerusakan sehingga ia harus memperbaikinya. Apa yang terjadi saat itu? Bisa jadi ia berjumpa dengan seorang laki-laki yang menawarkan jasa untuk membantunya, lebih-lebih jika si wanita memang sangat butuh bantuan.

Kerusakan lainnya: semakin ramainya kendaraan di jalanan atau terhalanginya sebagian pemuda dalam menyetir mobil, padahal mereka lebih berhak dan lebih layak daripada wanita. Kerusakan lainnya: Banyak terjadi kecelakaan, karena pada dasarnyaa, tabiat wanita itu lebih lemah dan lebih pendek pertimbangannya dari-pada laki-laki, jika terancam bahaya ia akan bingung bertindak.

Kerusakan lainnya: bisa menjadi penyebab pemborosan, karena tabiat wanita selalu ingin melengkapi dirinya, baik berupa pakaian maupun lainnya. Tidakkah anda lihat kecenderungan wanita ter-hadap pakaian? Setiap kali muncul desain baru, yang lama dicampakkannya dan segera beralih kepada yang baru, walaupun yang baru itu modelnya tidak lebih bagus dari yang lama.

Tidakkah anda lihat kamarnya, hiasan-hiasan apa yang digantungkan pada dinding-dindingnya? Tidakkah anda lihat kosmetik-kosmetiknya dan alat-alat kecantikan lainnya? Dengan mengkiaskan ke situ, dalam urusan mobil juga bisa begitu, setiap kali muncul model baru, ia segera meninggalkan yang lama dan beralih kepada yang baru.

Adapun mengenai ungkapan dalam pertanyaan tadi yang menyebutkan: "Bahwa wanita menyetir mobil itu bahayanya lebih ringan daripada menaikinya bersama supir yang bukan mahramnya?" Menurut saya, keduanya sama-sama berbahaya, salah satunya memang lebih membahayakan, tapi tidak ada bahaya yang harus ditempuh di antara keduanya itu.

Saya merasa cukup panjang dalam memberikan jawaban ini, karena memang cukup banyak kekacauan seputar menyetirnya wanita, di samping tekanan yang bertubi-tubi terhadap masyarakat (Saudi, khususnya) yang dikenal memelihara agama dan akhlaknya untuk mendukung dan membolehkan wanita menyetir mobil. Ini tidak aneh jika dilakukan oleh musuh yang mengincar negara ini yang menjadi sumber Islam, musuh-musuh Islam itu memang ingin menguasainya.

Tapi sungguh sangat aneh bila itu dilakukan oleh kaum dari bangsa kita sendiri, yang berbicara dengan bahasa kita dan sama-sama bernaung di bawah bendera kita, mereka itu kaum yang terpesona dengan kamajuan materi negera-negara kafir, kagum dengan moral bangsa-bangsa kafir yang melepaskan diri dari norma-norma yang mulia ke norma-norma yang nista, sehingga mereka menjadi kaum yang sebagai-mana dikatakan Ibnul Qayyim dalam bukunya An-Nuniyah: "Lari dari naluri yang mereka diciptakan dengan itu lalu menuruti naluri nafsu dan setan"

Orang-orang itu mengira, bahwa negara-negara kafir itu telah mencapai kemajuan materi karena kebebasan tersebut, padahal kebebasan itu hanya karena kejahilan mereka dan ketidak tahuan sebagian besar mereka tentang hukum-hukum syari'at dan dalil-dalilnya baik yang berupa nash maupun pandangan, serta ketidaktahuan mereka tentang hikmah-hikmah yang mengandung kemaslahatan bagi makhluk dalam kehidupannya saat kembalinya (kepada Tuhan) dan tercegahnya berbagai kerusakan.

Semoga Allah memberikan petunjuk kepada kita dan mereka ke jalan yang mengandung kesejahteraan dunia dan akhirat.

Rujukan:
Fatwa Syaikh Ibnu Utsaimin. Disalin dari buku Fatwa-Fatwa Terkini Jilid 2, penerbit Darul Haq.

Via HijrahApp

WASPADAI SALON KECANTIKAN

Pertanyaan:
Dewasa ini sebagian pemudi muslimah sering mendatangi salon-salon kecantikan. Di mana mereka memotong rambut dengan model potongan rambut bermacam-macam. Di antara model potongan rambut yang sangat populer di kalangan kaum pemudi ialah model potongan rambut pelontos yang mereka tiru dari majalah Italia yang sekarang beredar luas di pasar-pasar. Kemu-dian model potongan rambut kriting yang meniru gaya wanita Amerika, padahal tidak perlu diragukan lagi bahwa perbuatan tersebut termasuk perbuatan menyerupai kaum wanita yang kafir.

Perbuatan lainnya yang dilakukan di salon kecantikan adalah memoles muka dengan alat-alat kecantikan, mencukur bulu alis serta mencukur bulu (rambut) halus yang tumbuh di wajah. Semuanya itu lama kelamaan, niscaya dapat menenggelamkan mereka ke dalam sikap berlebihan serta gaya hidup yang konsumtif. Kami mengharapkan penjelasan yang rinci mengenai hukum hal itu, karena hal itu telah tersebar luas di kalangan kaum pemudi Islam.

Jawaban:
Segala puji bagi Allah, Tuhan semesta alam. Shalawat dan salam semoga dicurahkan kepada Nabi kita Muhammad صلی الله عليه وسلم, kepada keluarganya dan para sahabatnya seluruhnya.

Sebelum menjawab pertanyaan di atas, sudah semestinya setiap orang muslim mengetahui dan menyadari bahwa musuh-musuh kaum muslimin akan selalu membuat tipu daya terhadap Islam dan kaum muslimin dari berbagai arah dan sepanjang masa. Sudah jelas bagi kita bahwa orang-orang kafir telah menjajah negara-negara Islam dengan kekuatan senjata.

Ketika Allah سبحانه و تعالى mengeluarkan mereka dari negara-negara Islam, maka mereka bermaksud memeranginya dengan pikiran yang rusak dan peri-laku yang tercela, sebagaimana hal itu disinyalir oleh Allah سبحانه و تعالى dalam firmanNya,
"Dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu orang-orang yang telah sesat dahulunya (sebelum kedatangan Muhammad) dan mereka telah menyesatkan kebanyakan (manusia) dan mereka tersesat dari jalan yang benar." (Al-Maidah: 77)

Allah سبحانه و تعالى berfirman,
"Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengambil musuhKu dan musuhmu menjadi teman-teman setia yang kamu sampaikan kepada mereka (berita-berita Muhammad), karena rasa kasih sayang; padahal sesungguhnya mereka telah ingkar kepada kebenaran." (Al-Mumtahanah: 1)

Allah سبحانه و تعالى berfirman,
"Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengambil orang-orang Yahudi dan Nasrani menjadi pemimpin-pemimpin(mu); sebagian mereka adalah pemimpin bagi sebagian yang lain. Barangsiapa di antara kamu mengambil mereka menjadi pemimpin, maka sesungguhnya orang itu termasuk golongan mereka. Sesungguhnya Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang zhalim." (Al-Ma'idah: 51)

Saya mengutip kedua ayat terakhir, bukan karena mereka telah menjadikan orang Yahudi dan Nasrani sebagai pemimpin atau menjadikan musuh-musuh Allah sebagai pemimpin, tetapi karena mereka telah menyerupai perbuatan kedua kaum itu dan perbuatan musuh-musuh Allah dalam berpakaian dan berperilaku yang pada akhirnya akan menjadikan golongan tersebut sebagai pemimpin yang mereka cintai, mereka agungkan dan mereka tiru seluruh perilakunya di manapun berada. Berkenaan dengan hal tersebut, maka Nabi صلی الله عليه وسلم telah mewanti-wanti dalam sabdanya,

 

مَنْ تَشَبَّهَ بِقَوْمٍ فَهُوَ مِنْهُمْ

"Barangsiapa menyerupai suatu kaum, maka ia termasuk dari golongan mereka." (HR. Abu Dawud dalam bab Pakaian (4031); Ahmad (5093, 5094 dan 5634))

Sudah semestinya kaum muslimin -khususnya kaum laki-lakinya yang cerdas dan berakal- bertakwa kepada Allah سبحانه و تعالى dalam masalah wanita, sebagaimana disinyalir oleh Nabi صلی الله عليه وسلم dalam sabdanya yang ditujukan kepada kaum wanita,

 

مَا رَأَيْتُ مِنْ نَاقِصَاتِ عَقْلٍ وَدِيْنٍ أَذْهَبَ لِلُبِّ الرَّجُلِ اْلحَازِمِ مِنْ إِحْدَاكُنَّ

"Aku tidak melihat orang yang kurang akal dan agama; yang dapat menghilangkan akal seorang laki-laki yang memiliki keteguhan hati selain salah seorang darimu (yakni kaum wanita)."

Kepada kaum muslimin hendaklah mencegah kaum muslimat berjalan di atas jalan yang diliputi hal-hal yang menjauhkan dan melupakan mereka dari Allah سبحانه و تعالى yang selalu dikuman-dangkan oleh orang-orang kafir dan musuh-musuh Allah sebagai modernisasi. Tujuan busuk di balik seruan itu adalah melupakan kita dari hal-hal yang semestinya kita kerjakan sebagai muslim dalam mengabdikan diri kepadaNya.

Jika kita menyadari bahwa kebingungan yang selalu menghantui diri kita sebenarnya tidak perlu terjadi kecuali jika kita berpegang teguh hal-hal yang mungkar, dan ketertarikan kita kepada mode pakaian yang sengaja mereka pertontonkan kepada kita hanya akan membuahkan berbagai bencana, kejahatan dan kerusakan, di mana seseorang tidak mempunyai cita-cita dalam hidupnya selain memuaskan keinginan nafsu seksnya serta mengenyangkan perutnya.

Menurut hemat saya, salon kecantikan mempunyai banyak sekali bahaya, di antaranya:
1) Salon yang senantiasa menampilkan gaya orang-orang kafir, baik dalam model potongan rambut atau hal lainnya. Perlu diketahui, bahwa hal-hal tersebut diharamkan, karena menyerupai mereka, sedang seseorang yang menyerupai suatu kaum niscaya ia termasuk dari mereka, sebagaimana hal itu telah ditegaskan dalam hadits Rasulullah صلی الله عليه وسلم.

2) Berkenaan dengan perbuatan sebagian pemudi muslimah sebagaimana yang ditanyakan oleh penanya mengenai mencukur bulu alis; bahwa Nabi صلی الله عليه وسلم melaknat kaum wanita yang mencukur dan yang dicukurkan bulu alisnya. Adapun pengertian laknat adalah terusir atau dijauhkan dari rahmat Allah. Saya tidak yakin, bahwa seorang mukmin dan seorang mukminah akan sudi melakukan perbuatan yang dapat menyebabkannya terusir atau dijauhkan dari rahmat Allah سبحانه و تعالى.

3) Sesungguhnya dalam perbuatan-perbuatan tersebut di atas terkandung unsur penyia-nyiaan harta tanpa memperoleh manfaat yang berarti, bahkan dalam menyia-nyiakan harta yang banyak justru dapat mendatangkan kemadaratan. Adapun perias atau penata rambut yang merias atau menata rambut seorang wanita mukminah dengan model potongan rambut wanita kafir atau wanita nakal telah meraup keuntungan dalam jumlah yang sangat besar, sedang kita kaum muslimin hanya memetik buah kebu-rukan yang menggiring kita kepada kebinasaan.

4) Sesungguhnya dalam perbuatan-perbuatan tersebut di atas terkandung rangsangan yang menggiring pikiran seorang wanita muslimah untuk memakai perhiasan yang dipakai wanita kafir, kemudian pada gilirannya nanti dapat menggiringnya ke-pada kerusakan yang jauh lebih besar daripada kerusakan sebelumnya, yaitu menghalalkan sesuatu yang diharamkan dan berperilaku yang tercela.

5) Sebagaimana diceritakan oleh penanya bahwa salon kecantikan telah menggiring kaum wanita muslimah untuk mela-kukan perbuatan yang tidak lagi memperhatikan rasa malu dengan mempertontonkan aurat mereka yang tidak semestinya dilakukan oleh kaum wanita muslimah. Kerusakan berikutnya yang akan ditimbulkan oleh salon kecantikan adalah melakukan suatu perbuatan yang mereka sebut dengan meneguk manisnya paha-paha wanita dan wilayah di sekitar kemaluannya di mana kaum wanita muslimah mempertontonkan aurat mereka yang tidak sepatutnya mereka lakukan.

Perlu diketahui bahwa Nabi صلی الله عليه وسلم telah melarang seorang wanita melihat aurat wanita lain, dan seorang wanita tidak halal melihat aurat wanita lain kecuali karena ada sesuatu yang mengharuskannya untuk melihatnya. Jadi yang dilarang di sini ialah melihat aurat tanpa sesuatu alasan atau kebutuhan yang mem-bolehkan untuk melihatnya.

Tidak ada manfaatnya bagi kita dalam menjadikan seorang wanita muslimah berpenampilan dalam model rambut pelontos; dan tidak ada sehelai rambut pun yang melekat di kepalanya. Kita juga tidak mengetahui bahwa dalam menghilangkan bulu alis yang telah ditumbuhkan Allah menurut kehendakNya dapat mendatangkan bahaya pada kulit meskipun bahaya tersebut baru akan terjadi setelah jangka waktu yang cukup lama.

Kita pun tidak mengetahui bahwa barangkali yang benar adalah pendapat orang yang mengatakan, "Tidak boleh mencukur atau menghilangkan bulu kedua betis, bulu kedua paha serta bulu perut, karena bulu-bulu tersebut adalah ciptaan Allah, dan meng-hilangkannya dianggap merubah ciptaan Allah. Di mana Allah telah mengabarkan bahwa merubah ciptaan Allah termasuk perbuatan yang mengikuti perintah setan. Allah dan RasulNya tidak pernah memerintahkan supaya mencukur dan menghilangkan bulu alis dan bulu-bulu tersebut.

Jadi asal hukumnya adalah haram dan tidak boleh mencukur atau menghilangkannya. Itulah pendapat yang dipegang teguh sebagian ulama, sedang sebagian ulama yang membolehkan mencukurnya tidak pernah mengata-kan bahwa mencukur atau membiarkannya tumbuh hukumnya sama saja, tetapi mereka lebih bersikap hati-hati dan memandang utama membiarkannya tumbuh meskipun mencukur atau menghilangkannya bukan hal yang diharamkan karena dalil yang mengharamkannya tidak kuat.

Saya ingin menguatkan nasehat kepada kaum muslimin dan kaum muslimat, hendaklah mereka tidak melakukan tipu daya dan rekayasa dalam hal-hal tersebut. Pembahasan tentang salon kecantikan saya pandang cukup. Selanjutnya hendaknya kaum wanita mempercantik diri (berdandan) dengan menggunakan sesuatu benda yang tidak mendatangkan bahaya bagi agama serta tidak akan menggiring pelakunya ke dalam hal-hal yang diharam-kan karena menyerupai perbuatan kaum kufar.

Jika Allah menghendaki terciptanya rasa saling mencinta di antara suami isteri, maka hal itu tidak boleh dihasilkan dengan melakukan perbuatan maksiat kepadaNya, tetapi harus dihasilkan dengan melakukan ketaatan kepadaNya dan selalu memelihara rasa malu serta memperhatikan kesopanan.

Seraya memohon kepada Allah, semoga generasi muda kita dihindarkan dari tipu daya musuh-musuh kita sambil berusaha mengembalikan serta membimbing mereka ke jalan yang ditem-puh salafush shalih kita yang selalu memperhatikan kesopanan dan memelihara rasa malu.

Rujukan:
Fatawa wa Rasa'il al-Afrah, hal. 27-36. Disalin dari buku Fatwa-Fatwa Terkini Jilid 3, penerbit Darul Haq.

Via HijrahApp

Luas Tanah+/- 740 M2
Luas Bangunan+/- 500 M2
Status LokasiWakaf dari almarhum H.Abdul Manan
Tahun Berdiri1398H/1978M