Bab Muamalat
Hukum Syariat Terhadap Suap
HUKUM SYARIAT TERHADAP SUAP
Pertanyaan:
Apa hukum syari'at terhadap risywah (suap)?
Jawaban:
Risywah (suap) haram hukumnya berdasarkan nash (teks syari'at) dan ijma' (kesepakatan para ulama). Ia adalah sesuatu yang diberikan kepada seorang Hakim dan selainnya untuk melencengkannya dari al-Haq dan memberikan putusan yang berpihak kepada pemberinya sesuai dengan keinginan nafsunya. Dalam hal ini, terdapat hadits yang shahih dari Nabiصلی الله عليه وسلم bahwasanya beliau: "Melaknat penyuap dan orang yang disuap." [1]
Terdapat riwayat yang lain, bahwa beliau melaknat ar-Ra'isy juga.[2] Yakni, perantara antara keduanya. Dan, tidak dapat diragukan lagi bahwa dia berdosa dan berhak mendapatkan cacian, celaan dan siksaan karena membantu di dalam melakukan perbuatan dosa dan melampaui batas, padahal Allah سبحانه و تعالى berfirman:
"Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan taqwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. Dan bertaqwalah kamu kepada Allah, sesungguhnya Allah amat berat siksaNya." (Al-Ma'idah:2).
Sumber:
Kitab ad-Da'wah, Juz.I, Hal.156 dari fatwa Syaikh Ibn Baz.
Disalin dari buku Fatwa-Fatwa Terkini Jilid 2, penerbit Darul Haq.
[1] HR. Abu Dawud, kitab Al-Aqdliyah (3580); At-Tirmidzi, kitab Al-Ahkam (1337) dan Ibn Majah, kitab Al-Ahkam (2313)
[2] HR. Ahmad (21893); Al-Bazzar (1353); Ath-Thabarani di dalam Al-Mu'jam Al-Kabîr (1415). Al-Haitsamiy berkata di dalam Majma'Az-Zawa`id (IV:199), "Di dalam riwayat tersebut terdapat Abul Haththab, seorang yang tidak diketahui identitasnya (anonim)."
Via HijrahApp
Implikasi Risywah (Budaya Suap) di Tengah Masyarakat
IMPLIKASI RISYWAH (BUDAYA SUAP) DI TENGAH MASYARAKAT
Pertanyaan:
Bagaimana jadinya kondisi suatu masyarakat ketika budaya suap menyebar di tengah mereka?
Jawaban:
Tidak dapat disangkal lagi bahwa munculnya berbagai perbuatan maksiat akan menyebabkan keretakan dalam hubungan masyarakat, terputusnya tali kasih sayang di antara individu-individunya dan timbulnya kebencian, permusuhan serta tidak saling menolong dalam berbuat kebajikan.
Di antara implikasi paling buruk dari merajalelanya budaya suap dan perbuatan-perbuatan maksiat lainnya di dalam lingkungan masyarakat adalah muncul dan tersebarnya perilaku-perilaku nista, lenyapnya perilaku-perilaku utama (akhlaq yang baik) dan sebagian anggota masya-rakat suka menganiaya sebagian yang lainnya. Hal ini sebagai akibat dari pelecehan terhadap hak-hak melalui perbuatan suap, mencuri, khianat, kecurangan di dalam mu'amalat, kesaksian palsu dan jenis-jenis kezhaliman dan perbuatan melampaui batas semisalnya.
Semua jenis-jenis ini adalah tindakan kejahatan yang paling buruk. Ia termasuk salah satu dari sebab-sebab mendapatkan kemurkaan dari Allah, timbulnya kebencian dan permusuhan antara sesama Muslim dan sebab-sebab terjadinya adzab menyeluruh lainnya. Hal ini sebagaimana sabda Nabiصلی الله عليه وسلم :
إِنَّ النَّاسَ إِذَا رَأَوْا اْلمُنْكَرَ فَلَمْ يُنْكِرُوْهُ أَوْشَكَ أَنْ يَعُمَّهُمُ اللهُ بِعِقَابِهِ
"Sesungguhnya bila manusia telah melihat kemungkaran lantas tidak mengingkarinya maka telah dekatlah Allah meratakan adzab-Nya terhadap mereka".[1]
Sumber:
Kitab ad-Da'wah dari fatwa Syaikh Ibn Baz.
keterangan
[1] HR. Imam Ahmad (1,17,30,54) dengan sanad shahih dari Abu Bakar ash-Shiddiq رضي الله عنه dan Abu Daud, kitab Al-Malahim (4338); At-Tirmidzy, kitab At-Tafsir (3057), dan Ibn Majah, kitab Al-Fitan (4005) semisalnya.
Via HijrahApp
Implikasi Suap
IMPLIKASI SUAP
Pertanyaan:
Apa implikasi dari budaya suap dalam merusak kepentingankaum muslimin, perilaku dan interaksi sesama mereka?
Jawaban:
Jawaban atas pertanyaan ini tampak dari hasil jawaban per-tanyaan sebelumnya, ditambah lagi implikasinya terhadap kepentingan kaum muslimin, yaitu kezhaliman terhadap kaum lemah, lenyap atau hilangnya hak-hak mereka, paling tidak, tertundanya mereka mendapatkan hak-hak tersebut tanpa cara yang benar (haq), bahkan semua ini demi suap.
Di antara implikasinya yang lain, bejatnya akhlaq orang yang mengambil suap tersebut, baik dari kalangan hakim, pegawai ataupun selain mereka; takluknya diri orang tersebut terhadap hawa nafsunya; lenyapnya hak orang yang tidak membayar dengan menyuap atau hilangnya haknya tersebut secara keseluruhan, ditambah lagi iman si penerima suap akan menjadi lemah dan dirinya terancam mendapatkan kemurkaan Allah dan adzab yang amat pedih di dunia maupun di akhirat.
Sesungguhnya Allah mengulur-ulur tetapi Dia tidak pernah lalai. Bisa jadi, Allah mempercepat adzab di dunia terhadap si pelaku kezhaliman sebelum dia mendapatkannya di akhirat kelak sebagaimana terdapat di dalam hadits yang shahih dari Nabi صلی الله عليه وسلم,bahwasanya beliau bersabda:
مَا مِنْ ذَنْبٍ أَجْدَرُ أَنْ يُعَجِّلَ اللهُ تَعَالىَ لِصَاحِبِهِ الْعُقُوْبَةَ فيِ الدُّنْيَا مَعَ مَا يَدَّخِرُ لَهُ فيِ اْلآخِرَةِ مِثْلُ الْبَغْيِ وَقَطِيْعَةِ الرَّحِمِ
"Tidak ada dosa yang paling pantas untuk disegerakan siksaannya oleh Allah سبحانه و تعالى terhadap pelakunya di dunia, di samping apa yang Dia simpan baginya di akhirat kelak, seperti 'al-Baghyu' (perbuatan melampaui batas seperti kezhaliman, dsb) dan memutuskan sila-turahim."[1]
Tidak dapat diragukan lagi bahwa budaya suap dan seluruh bentuk kezhaliman adalah termasuk al-Baghyu (perbuatan melampaui batas) yang telah diharamkan oleh Allah. Di dalam kitab Ash-Shahihain dari Nabiصلی الله عليه وسلم bahwasanya beliau bersabda:
إِنَّ اللهَيُمْلِيْ لِلظَّالِمِ فَإِذَا أَخَذَهُ لَمْ يُفْلِتْهُ
"Sesungguhnya Allah سبحانه و تعالى mengulur-ulur bagi orang yang zhalim; maka bila Dia mengadzabnya, tidak akan melenceng sama sekali."
Kemudian, beliau membaca firman Allah سبحانه و تعالى:
"Dan begitulah adzab Rabbmu, apabila Dia mengadzab penduduk negeri-negeri yang berbuat zhalim. Sesungguhnya adzabNya itu adalah sangat pedih lagi keras." (Hud:102).
Sumber:
Kitab ad-Da'wah dari fatwa Syaikh Ibn Baz.
Via HijrahApp
Implikasi dari Budaya Suap Terhadap Aqidah Seorang
IMPLIKASI DARI BUDAYA SUAP TERHADAP AQIDAH SEORANG
Pertanyaan:
Apa implikasi dari budaya suap terhadap aqidah seorang muslim?
Jawaban:
Suap dan perbuatan maksiat selainnya dapat melemahkan iman dan membuat Rabbq murka serta menyebabkan setan mampu memperdayai seorang hamba untuk kemudian menjerumuskannya ke jurang maksiat-maksiat yang lain.
Oleh karena itu, adalah wajib bagi setiap muslim dan muslimah untuk berhati-hati terhadap suap dan seluruh perbuatan maksiat. Di samping, harus mengembalikan suap tersebut kepada pemiliknya bila memang dapat dia lakukan. Jika tidak, maka dia sedekahkan senilainya mewakili pemiliknya kepada kaum fakir, disertai dengan taubat yang tulus, semoga saja Allah berkenan menerima taubatnya.
Sumber:
(Kitab ad-Da'wah, Juz.I, Hal.157 dari fatwa Syaikh Ibn Baz)
Via HijrahApp
Jabat Tangan Dengan Wanita Menggunakan Pelapis
JABAT TANGAN DENGAN WANITA MENGGUNAKAN PELAPIS
Pertanyaan:
Apa hukum berjabatan tangan dengan wanita yang bukan mahram? Dan bagaimana hukumnya jika dengan menggunakan pelapis pada tangannya, misalnya dengan kain pakaiannya atau lainnya? Apakah ada perbedaan jika yang berjabatan tangan itu orang yang masih muda dan orang yang sudah tua?
Jawaban:
Tidak boleh berjabatan tangan dengan kaum wanita yang bukan mahram, ini mutlak, baik dengan wanita yang masih muda ataupun yang sudah tua, laki-laki muda maupun yang sudah tua, karena hal ini bisa menimbulkan fitnah bagi kedua belah pihak. Telah diriwayatkan dari Rasulullah صلی الله عليه وسلم, bahwa beliau bersabda,
إِنِّيْ لاَ أُصَافِحُ النِّسَاءَ
"Sesungguhnya aku tidak pernah menjabat tangan kauam wanita." (HR. An-Nasa’i dalam Al-Bai’ah (4181), Ibnu Majah dalam Al-Jihad (2784), Ahmad (26466))
Aisyah رضي الله عنها mengatakan, "Tangan Rasulullah صلی الله عليه وسلم tidak pernah menyentuh tangan seorang wanita pun, beliau membai'at mereka hanya dengan perkataan." Dalam hal ini pun tidak ada perbedaan apakah menjabat dengan menggunakan pelapis ataupun tidak, hal ini karena keumuman dalil-dalil yang ada dan untuk mencegah faktor yang bisa menimbulkan fitnah.
Rujukan:
Majalah Ad-Da’wah, edisi 885.
Via HijrahApp