Bab Niat, Taharah, Fitrah
Hukum Melafazkan Niat
HUKUM MELAFAZKAN NIAT
Pertanyaan:
Apa hukum melafazhkan niat di dalam shalat dan wudhu'?
Jawaban:
Hukumnya bid'ah sebab tidak pernah dinukil (melalui riwayat yang shahih) dari Nabi shalallahu 'alahi wasallam dan dari para sahabat. Oleh karena itu adalah wajib meninggalkannya. Sementara, niat tempatnya di hati sehingga tidak perlu sama sekali pelafazhan niat tersebut, wallahu a'lam.
[ Kumpulan Fatwa- Fatwa Tentanq Wanita dari Syaikh Ibnu Baz, hal. 29. ]
Via HijrahApp
Hukum Memakai Parfum-parfum Yang Mengandung Alkohol
HUKUM MEMAKAI PARFUM-PARFUM YANG MENGANDUNG ALKOHOL
Pertanyaan:
Apakah hukum menggunakan sebagian parfum yang mengandung sesuatu dari alkohol?
Jawaban:
Hukum asal penggunaan parfum dan wewangian yang biasa- nva dipakai oleh orang-orang adalah halal kecuali parfum yang memang sudah diketahui bahwa ia mengandung sesuatu yang men- cegah penggunaannya dikarenakan kondisinya memabukkan, memabukkan bilamana sudah banyak, terdapat najis atau semisalnya. Sebab bila tidak demikian, pada dasamya parfum- parfum yang banyak dipakai oleb orang-orang seperti kayu cendana, 'unbar, kasturi dan lain-lain adalah halal.
Bila seseorang mengetahui bahwa ada parfum yang mengandung bahan yang memabukkan atau bemajis sehingga mencegah penggunaannya, maka hendaknya dia meninggalkan hal itu, di antaranya adalah jenis 'Eau De Cologne' sebab berdasarkan kesaksian para dokter telah terbukti ia tidak luput dari komposisi bahan yang memabukkan. Di dalam komposisinya terdapat banyak sekali bahan dari 'spritus' yang memabukkan.
Maka, adalah wajib meninggalkannya kecuali seseorang mendapatkan ada jenis lain yang terhindar dari itu. Sebenamya, parfum-parfum yang telah dihalalkan oleh Allah sudah lebih dari cukup, alhamdulillah. Demikian pula bahwa minuman atau makanan yang dapat menyebabkan mabuk, wajib ditinggalkan. Dalam hal ini, kaedah yang berlaku adalah 'Sesuatu yang menyebabkan mabuk adalah haram, baik ia banyak ataupun sedikit " juga, sebagaimana disabdakan oleh Rasulullah shalallahu 'alaihi wasallam,
"Sesuatu yang (dalam jumlah) banyak dapat memabukan, maka (dalam jumlah) sedikitnya pun haram hukumnya." (Sunar an-Nasa'i, kitab al Asyribah (5607); Sunar Ibnu Majah, kitab al-Asyribah (3394).)
Wallahu Waliyut Taufiq.
[ Majalah al- Buhuts, Vol. 33, hal. 116 dari Syaikh Bin Baz. ]
Via HijrahApp
Hukum Memelihara Jenggot
HUKUM MEMELIHARA JENGGOT
Pertanyaan:
Apakah memelihara jenggot wajib hukumnya atau hanya boleh? Apakah mencukurnya berdosa atau hanya merusak Dien? Apakah mencukurnya hanya boleh bila disertai dengan memelihara kumis?
Jawaban:
Mengenai pertanyaan-pertanyaan di atas, kami katakan, terdapat hadits yang shahih dari Nabi صلی الله عليه وسلم yang dikeluarkan oleh Imam al-Bukhari dan Muslim di dalam kitab Shahih keduanya dari hadits Ibnu Umar رضي الله عنه, dia berkata, Rasulullah صلی الله عليه وسلم bersabda,
خَالِفُواالْمُشْرِكِيْنَأَحْفُواالشَّوَارِبَوَأَوْفُوااللِّحَى
"Selisihilah orang-orang musyrik; potonglah kumis (hingga habis) dan sempurnakan jenggot (biarkan tumbuh lebat-penj.)." (Shahih al-Bukhari, kitab al-Libas (5892, 5893); Shahih Muslim, kitab ath-Thaharah, (259))
Di dalam Shahih Muslim dari Abu Hurairah y, dia berkata, Rasulullah صلی الله عليه وسلم bersabda (artinya),
"Potonglah kumis dan biarkanlah jenggot memanjang, selisihilah orang-orang Majusi." (Shahih Muslim, kitab ath-Thaharah (260)).
Imam an-Nasa'i di dalam Sunannya mengeluarkan hadits dengan sanad yang shahih dari Zaid bin Arqam y, dia berkata, Rasulullah صلی الله عليه وسلم bersabda,
مَنْلَمْيَأْخُذْمِنْشَارِبِهِفَلَيْسَمِنَّا
"Barangsiapa yang tidak pernah mengambil dari kumisnya (memotongnya), maka dia bukan termasuk dari golongan kami." (Sunan at-Tirmidzi, kitab al-Adab (2761); Sunan an-Nasa'i, kitab ath-Thaharah (13) dan kitab az-Zinah (5047)).
Al-'Allamah Besar dan al-Hafizh terkenal, Abu Muhammad bin Hazm berkata, "Para ulama telah bersepakat bahwa memotong kumis dan membiarkan jenggot tumbuh adalah fardhu (wajib)." Hadits-hadits tentang hal ini dan ucapan para ulama perihal memotong habis kumis dan memperbanyak jenggot, memuliakan dan membiarkannya memanjang banyak sekali, sulit untuk mengkalkulasi kuantitasnya dalam risalah singkat ini.
Dari hadits-hadits di muka dan nukilan ijma' oleh Ibnu Hazm diketahui jawaban terhadap ketiga pertanyaan di atas, ulasan ringkas-nya; bahwa memelihara, memperbanyak dan membiarkan jenggot memanjang adalah fardhu, tidak boleh ditinggalkan sebab Rasulullah memerintahkan demikian sementara perintahnya mengandung makna wajib sebagaimana firman Allah سبحانه و تعالى (artinya),
"Dan apa yang dilarangnya bagimu maka tinggalkanlah." (Al-Hasyr: 7).
Demikian pula, menggunting (memotong) kumis wajib hukum-nya akan tetapi memotong habis adalah lebih afdhal (utama), sedang-kan memperbanyak atau membiarkanya begitu saja, maka tidak boleh hukumnya karena bertentangan dengan sabda Nabi صلی الله عليه وسلم, قصوا الشوارب (potonglah kumis); أحفوا الشوارب (potonglah kumis sampai habis); جزوا الشوارب (potonglah kumis); من لم يأخذ منشاربه فليس منا (Barangsiapa yang tidak mengambil dari kumisnya (memotongnya) maka dia bukan terma-suk dari golongan kami).
Keempat lafazh hadits tersebut, semuanya terdapat di dalam riwayat-riwayat hadits yang shahih dari Nabi صلی الله عليه وسلم, sedangkan pada lafazh yang terakhir tersebut terdapat ancaman yang serius dan peringatan yang tegas sekali. Hal itu kemudian mengandung konsekuensi wajibnya seorang Muslim berhati-hati terhadap larangan Allah dan RasulNya dan bersegera menjalankan perintah Allah dan RasulNya.
Dari hal itu juga diketahui bahwa memperbanyak kumis dan membiarkannya merupakan suatu perbuatan dosa dan maksiat. Demikian pula, mencukur jenggot dan memotongya termasuk perbuatan dosa dan maksiat yang dapat mengurangi iman dan memperlemahnya serta dikhawatirkan pula ditimpakannya ke-murkaan Allah dan azabNya.
Di dalam hadits-hadits yang telah disebutkan di atas terdapat petunjuk bahwa memanjangkan kumis dan mencukur jenggot serta memotongnya termasuk perbuatan menyerupai orang-orang majusi dan orang-orang musyrik padahal sudah diketahui bahwa menye-rupai mereka adalah perbuatan yang munkar, tidak boleh dilakukan berdasarkan sabda Nabi صلی الله عليه وسلم,
مَنْتَشَبَّهَبِقَوْمٍفَهُوَمِنْهُمْ
"Barangsiapa yang menyerupai suatu kaum, maka dia termasuk dari golongan mereka." (Sunan Abu Daud, kitab al-Libas (4031); Musnad Ahmad (5093, 5094, 5634)).
Saya berharap jawaban ini cukup dan memuaskan. Wallahu wa-liyyut taufiq. Washallallahu wa sallam 'ala Nabiyyina Muhammad wa alihi wa shahbih.
Rujukan:
Kumpulan Fatwa-fatwa, Juz III, hal. 362, 363 dari Syaikh Bin Baz.
Via HijrahApp
Hukum Memikirkan Sesuatu yang Haram Tanpa Melakukannya
HUKUM MEMIKIRKAN SESUATU YANG HARAM TANPA MELAKUKANNYA
Pertanyaan:
Apakah hukum berfikir untuk melakukan sesuatu yang diharamkan, seperti bila seseorang berfikir untuk mencuri atau berfikir untuk berzina padahal dia mengetahui dari kondisi dirinya tidak akan melakukan hal itu bila kebetulan peluang ke arah itu terbuka?
Jawaban:
Pikiran- pikiran jelek yang timbul pada diri manusia, seperti berfikir untuk berbuat zina, mencuri, meminum sesuatu yang memabukkan dan semisalnya sedangkan dia tidak melakukan sesuatu apapun darinya; maka hal ini dimaafkan dan orang tersebut tidak mendapatkan dosa, berdasarkan sabda Rasulullah shalallahu 'alaihi wasallam,
"Sesungguhnya Allah telah mengganggap lewat (boleh dan tidak tercatat dosa/ memaafkan) dari umatku hal- hal yang dibisikkan oleh jiwa mereka selama mereka tidak berbicara tentangnya (membeberkannya) atau melakukannya." (Muttafaq 'Alaih; Shahih al- Bukhari, kitab ath- Thalaq (5269); Shahih Muslim, kitab al- Iman (127).)
Dan sabda beliau yang lain (hadits Qudsi -penj.);
"Barangsiapa yang berkeinginan untuk melakukan suatu kejahatan sedangkan dia tidak melakukannya, niscaya Aku (Allah) tidak mencatatkan (dosa) atasnya." (Shahih Muslim, kitab al-Iman (128) )
Di dalam lafazh yang lain disebutkan,
"Catatkan baginya satu pahala, sebab dia hanya meninggalkannya (tidak melakukan hal itu-penj.) karena demi Aku." (Shahih Muslim, kitab al-Iman (129) dari hadits yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah) (Hadits ini diriwayatkan secara sepakat oleh Imam Bukhari dan Muslim (Muttafaq 'Alaih) dari hadits yang diriwayatkan oleh Ibnu Abbas radiyallahu anhu.
Makna hadits tersebut adalah barangsiapa yang meninggalkan kejahatan yang ingin sekali dia lakukan demi Allah, maka Allah akan mencatatkan baginya sebagai satu kebaikan; dan jika dia meninggalkannya karena faktor-faktor yang lain, maka tidak akan dicatat sebagai satu kejahatan baginya namun tidak pula dicatat sebagai satu kebaikan. Inilah karunia Allah subhahanu wata'ala dan rahmatNya kepada para hambaNya. Segala puji dan rasa syukur hanya untukNya, tiada Tuhan dan Rabb yang haq untuk disembah selainNya.
[ Kumputan Fatwa- Fatwa dan Beraqam Artikel, juz V, hal. 424 dari Syaikh Bin Baz. ]
Via HijrahApp
Memakai Parfum Dari lenis ‘Eau De Cologne’ [Doklonyo)
MEMAKAI PARFUM DARI LENIS 'EAU DE COLOGNE' [DOKLONYO)
Pertanyaan:
Terjadi perdebatan tajam seputar hukum memakai parfum dari komposisi bahan 'Eau De Cologne'; apakah disyariatkan bagi seorang Muslim yang sudah berwudhu agar memperbarui wudhu karenanya atau dia harus membasuh bagian tubuhnya yang terkena olehnya saja?
Jawaban:
Parfum yang dikenal dengan 'Cologne', tidak terlepas pembuatannya dari komposisi bahan yang dikenal dengan 'spritus' dan merupakan bahan yang dapat memabukkan berdasarkan rekomendasi para dokter. Karena itu, wajib meninggalkan penggunaannya dan menggantinya dengan parfum- parfum yang terbebas dari itu.
Adapub berwudhu kembali karena menggunakannya, maka hal itu tidaklah wajib, demikian pula tidak wajib membasuh anggota badan yang terkena olehnya karena tidak ada dalil yang jelas terhadap kenajisannya. Wallahu Waliyut Taufiq.
[ Kumpulan Fatwa- Fatwa Islam dari Syaikh Bin Baz, Jilid. I, hal. 135, 136. ]
Via HijrahApp