• Beribadalah kamu sampai datang "Haqqul Yakin" (kematian)
Rabu, 30 Juli 2025

Bab Pakaian dan Perhiasan

Bagikan

ALASAN DIHARAMKANNYA EMAS BAGI LAKI-LAKI

Pertanyaan:
Apakah alasan diharamkannya memakai emas bagi kaum laki-laki, karena kita mengetahui bahwa agama Islam tidak mengharamkan atas seorang muslim kecuali segala suatu yang mengandung madharat (bahaya), jadi apakah madharat yang terkandung dalam pemakaian perhiasan emas bagi kaum laki-laki?

Jawaban:
Perlu diketahui oleh penanya dan setiap orang yang mendengar acara ini bahwa alasan hukum dalam menetapkan hukum-hukum syari'at bagi setiap orang mukmin adalah firman Allah dan sabda RasulNya. Hal itu berdasarkan firman Allah سبحانه و تعالى,
"Dan tidaklah patut bagi laki-laki yang mukmin dan tidak (pula) bagi perempuan yang mukminah, apabila Allah dan RasulNya telah menetapkan suatu ketetapan, akan ada bagi mereka pilihan (yang lain) tentang urusan mereka." (Al-Ahzab: 36).

Siapa saja yang bertanya kepada kami tentang pewajiban atau pengharaman sesuatu, niscaya kami akan menunjukkan hukumnya berdasarkan al-Qur'an dan as-Sunnah. Karena itu, berkenaan dengan pertanyaan tersebut di atas, maka dapat kami katakan, "Alasan diharamkannya emas bagi kaum laki-laki yang mukmin adalah firman Allah سبحانه و تعالى dan sabda RasulNya صلی الله عليه وسلم, dan alasan tersebut sudah dianggap cukup bagi setiap orang mukmin.

Karena itu, ketika Aisyah رضي الله عنها ditanya, 'Kenapa wanita yang haid diperintahkan mengqadha puasa dan tidak diperintahkan mengqadha shalat?' Ia menjawab, 'Allah telah menentukan kita mengalami hal tersebut, kemudian kita diperintahkan mengqadha puasa dan kita tidak diperintahkan mengqadha shalat, Karena nash hukum dari Kitab Allah (al-Qur'an) dan Sunnah RasulNya menjadi alasan diwajibkannya hal tersebut bagi setiap orang mukmin.

Tetapi tidak menjadi masalah bagi seseorang untuk mencari hikmah yang terkandung dalam hukum-hukum Allah, karena hal itu dapat menambah ketentraman bathin, menjelaskan ketinggian syari'at Islam karena ketentuan-ketentuan hukumnya sesuai dengan alasannya dan memungkinkan dilakukan qiyas (analogi), jika alasan hukum yang dinashkan itu memiliki kepastian terhadap masalah lain yang belum memiliki ketetapan hukum. Jadi tujuan mengetahui hikmah yang terkandung dalam ketentuan hukum syari'at adalah tiga faidah tersebut.

Kemudian dapat kami katakan juga berkenaan dengan pertanyaan saudara, bahwa Nabi صلی الله عليه وسلم telah menegaskan tentang haramnya memakai emas bagi kaum laki-laki, tidak bagi kaum wanita.

Alasannya; karena emas itu termasuk perhiasan yang memiliki nilai tinggi dalam mempercantik dan menghiasi seseorang, sehingga dikategorikan sebagai hiasan dan perhiasan, sedangkan orang laki-laki bukanlah peminat hal tersebut, yakni bukan sosok manusia yang menyempurnakan diri atau disempurnakan dengan sesuatu yang di luar dirinya, melainkan sempurna dengan sesuatu yang terdapat di dalam dirinya, karena ia mempunyai sifat kejantanan atau kelaki-lakian; sehingga ia tidak membutuhkan perhiasan untuk menarik perhatian lawan jenisnya.

Jadi seorang suami tidak membutuhkan perhiasan untuk menarik perhatian isterinya supaya mencintainya. Berbeda sekali dengan wanita, karena ia memiliki kekurangan; sehingga ia membutuhkan berbagai perhiasan yang bernilai tinggi, di mana perhiasan itu dibutuhkannya hingga di dalam pergaulan di antara mereka dan di depan suaminya. Karena itu, maka wanita diperbolehkan memakai perhiasan emas dan tidak bagi laki-laki. Allah سبحانه و تعالى berfirman dalam menyifati keberadaan wanita,
"Dan apakah patut (menjadi anak Allah) orang yang dibesarkan dalam keadaan berperhiasan sedang dia tidak dapat memberi alasan yang terang dalam pertengkaran." (Az-Zukhruf: 18).

Dengan demikian, jelaslah mengenai hikmah syara' (agama) mengharamkan memakai perhiasan emas bagi kaum laki-laki. Berkaitan dengan hal itu, maka saya nasehatkan kepada kaum mukminin yang memakai perhiasan emas, bahwa mereka telah berbuat maksiat kepada Allah dan RasulNya dan menjadikan diri-nya sebagai bagian dari kaum wanita serta mereka telah meletakkan bara api neraka di atas tangannya, kemudian memakainya sebagai perhiasan; sebagaimana hal itu ditegaskan oleh Nabi صلی الله عليه وسلم. Karena itulah, hendaklah mereka bertaubat kepada Allah سبحانه و تعالى

Sedangkan jika mereka memakai perhiasan dari perak dengan memperhatikan batas-batas ketentuan syari'at, maka hal itu tidak menjadi masalah dan tidak berdosa. Demikian juga; tidak berdosa dan tidak menjadi masalah memakai perhiasan dengan sejumlah barang tambang yang lainnya selain emas di mana mereka tidak berdosa memakai cincin dari barang-barang tambang tersebut, jika dilakukan tanpa melebihi batas-batas kewajaran dan tidak menimbulkan fitnah.

Segala puji bagi Allah, Tuhan semesta alam. Shalawat dan salam semoga dicurahkan kepada Nabi kita Muhammad صلی الله عليه وسلم, kepada keluarganya serta para sahabatnya seluruhnya.

Sumber:
Syaikh Ibn Utsaimin, As'ilah Fi Bai' Wa Syira' adz-Dzahab, hal. 38.

Via HijrahApp

HUKUM PAKAIAN KETAT ATAU TERBELAH

Pertanyaan:
Akhir-akhir ini sering terlihat dalam pesta perkawinan bahwa sebagian wanita memakai pakaian yang keluar dari adat kebiasaan masyarakat kita, dan mereka beralasan bahwa pakaian itu hanya dipakai di antara kaum wanita saja.

Di antara model pakaian tersebut ada yang ketat yang memperlihatkan lekuk-lekuk tubuh dan ada model yang memiliki belahan pada bagian atas hingga batas yang memperlihatkan dada atau punggung serta ada model yang memiliki belahan pada bagian bawah hingga bagian lutut atau kurang sedikit, bagaimana ketentuan hukum syara' tentang memakai pakaian tersebut? dan apakah yang mesti dilakukan oleh wali wanita berkenaan dengan hal tersebut?

Jawaban:
Dalam hadits Shahih yang diriwayatkan Imam Muslim dari Abu Hurairah رضي الله عنه, ia berkata, "Rasulullah صلی الله عليه وسلم bersabda,

 

صِنْفَانِ مِنْ أَهْلِ النَّارِ لَمْ أَرَهُمَا : قَوْمٌ مَعَهُمْ سِيَاطٌ كَأَذْنَابِ الْبَقَرِ يَضْرِبُوْنَ بِهَا النَّاسُ، وَنِسَاءٌ كَاسِيَاتٌ عَارِيَاتٌ مُمِيْلاَتٌ مَائِلاَتٌ رُؤُوْسَهُنَّ كَأَسْنِمَةِ الْبُخْتِ اْلمَائِلَةِ لاَ يَدْخُلْنَ اْلجَنَّةَ وَلاَ يَجِدْنَ رِيْحَهَا وَإِنَّ رِيْحَهَا لَيُوْجَدُ مِنْ مَسِيْرَةِ كَذَا وَكَذَا

"Dua golongan manusia termasuk ahli neraka dan aku belum pernah melihatnya yaitu; kaum yang membawa cambuk seperti ekor sapi yang mereka pukulkan kepada orang-orang serta wanita yang memakai pakaian tapi telanjang yang berjalan lenggak-lenggok serta bergoyang-goyang, kepalanya seperti punuk seekor unta yang besar. Niscaya mereka tidak akan masuk surga serta tidak akan mencium bau harumnya. Sesungguhnya bau harum surga itu dapat tercium dari jarak perjalanan sekian dan sekian." (HR. Muslim, bab pakaian; dan bab surga serta kenikmatannya, (2128))

Adapun yang dimaksud sabda Nabi صلی الله عليه وسلم, "Berpakaian tapi telanjang" yakni mereka memakai suatu pakaian yang tidak menutupi bagian tubuh yang telah diperintahkan; baik karena pendek, tipis atau ketat. Berkenaan dengan hal tersebut; Imam Ahmad telah meriwayatkan dalam Musnadnya dengan sanad yang agak lemah dari Usamah bin Zaid رضي الله عنه, seraya berkata, "Suatu ketika Rasulullah صلی الله عليه وسلم memberiku pakaian buatan daerah Qibthi -salah satu jenis pakaian- dan aku memakaikannya kepada istriku, maka Rasulullah صلی الله عليه وسلم bersabda,
مُرْهَا فَلْتَجْعَلْ تَحْتَهَا غِلاَلَةً إِنيِّ أَخَافُ أَنْ تَصِفَ حَجْمَ عِظَامِهَا

"Perintahkanlah kepadanya supaya memakai kain tebal di bawahnya (sebagai lapisannya), karena aku khawatir lekuk tulang-tulangnya akan tampak." (HR. Ahmad (21279))

Selain itu, pakaian tersebut memperlihatkan bagian atas dada, dan hal itu bertentangan dengan perintah Allah سبحانه و تعالى dalam firmanNya,
"Dan hendaklah mereka menutupkan kain kudung ke dadanya." (An-Nur: 31).

Al-Qurthubi berkomentar dalam tafsirnya, "Hendaklah seorang muslimah menutupkan kerudungnya ke dadanya supaya menutupinya." Selanjutnya al-Qurthubi mengutip sebuah atsar dari Aisyah رضي الله عنها, bahwa Hafshah puteri saudara perempuannya Abdurrahman bin Abi Bakar رضي الله عنه datang kepadanya dalam keadaan memakai kerudung yang memperlihatkan lehernya, maka tidak ada tindakan yang dilakukan Aisyah selain merobeknya, seraya berkata, "Kerudung yang semestinya dipakai adalah kerudung yang tebal dan menutupi dada."

Jadi tidak diperbolehkan memakai pakaian yang ada belahan pada bagian bawahnya jika di bawahnya tidak dilapisi dengan pa-kaian lain yang menutupi kaki, tetapi jika di bawahnya dilapisi dengan pakaian lain yang menutupi kaki, maka hal itu tidak menjadi masalah, kecuali jika pakaian itu menyerupai pakaian kaum laki-laki, maka pakaian itu haram dipakai bagi wanita dengan alasan menyerupai kaum laki-laki.

Berdasarkan uraian di atas, maka diwajibkan kepada wali anak perempuan untuk mencegahnya dari segala jenis pakaian yang diharamkan dan keluar rumah dalam keadaan terbuka serta memakai wewangian, karena kelak pada hari kiamat niscaya wali-nya akan dimintai pertanggungan jawab tentangnya, yaitu pada suatu hari di mana pada hari itu,
"Seseorang tidak dapat membela orang lain, walau sedikitpun; dan (begitu pula) tidak diterima syafa'at dan tebusan daripadanya, dan tidaklah mereka akan ditolong." (Al-Baqarah: 48)

Rujukan:
Fatawa Mu'ashirah, hal. 23-24.

Via HijrahApp

[11.19, 29/8/2023] Abu Ikhsan: MAKNA HADITS,BERPAKAIAN TAPI TELANJANG

Pertanyaan:
Apakah makna sabda Nabi صلی الله عليه وسلم, "Berpakaian tapi telanjang?"

Jawaban:
Adapun makna sabda Nabi صلی الله عليه وسلم, "Berpakaian tapi telanjang," yakni wanita-wanita tersebut memakai pakaian, akan tetapi pakaian mereka tidak tertutup rapat (menutup seluruh tubuhnya atau auratnya).

Para ulama berpendapat bahwa di antara yang termasuk berpakaian tapi telanjang, yaitu pakian tipis, sehingga terlihat kulit yang terbungkus di belakangnya, sehingga secara lahiriyah pemakainya terlihat berpakaian, tetapi pada hakikatnya telanjang. Juga termasuk pakaian transparan, yaitu pakaian yang tebal, tetapi pendek (mini), pakaian yang ketat sehingga menempel pada kulit dan memperlihatkan lekuk tubuh pemakainya, sehingga seakan-akan tidak berpakaian.

Semua pakaian tersebut termasuk jenis pakaian telanjang. Makna tersebut, jika yang dimaksud adalah pakaian transparan dalam pengertian inderawi.

Sedangkan jika yang dimaksud adalah pakaian transparan dalam pengertian maknawi, maka yang dimaksud dengan pakaian adalah memelihara kesucian diri dan rasa malu. Kemudian yang dimaksud dengan telanjang adalah menganggap sepele perbuatan dosa dan memperlihatkan aib kepada orang lain. Dengan demikian dilihat dari satu sisi wanita-wanita tersebut berpakaian, tetapi dilihat dari sisi lain mereka telanjang.

Rujukan:
Majmu' Durus Fatawa al-Haram al-Makki, Juz 3, hal. 219

Via HijrahApp
[11.20, 29/8/2023] Abu Ikhsan: WAJIBKAH KAOS KAKI DAN SARUNG TANGAN BAGI WANITA

Pertanyaan:
Apakah wajib bagi seorang wanita muslimah memakai kaos kaki dan sarung tangan ketika keluar rumah atau hukumnya hanya sunnah?

Jawaban:
Hal yang wajib dilakukan oleh seorang wanita muslimah ketika keluar rumah atau bepergian adalah menutup kedua telapak tangannya, kedua telapak kakinya serta mukanya dengan kain penutup apa saja, tetapi yang lebih utama adalah memakai sarung tangan sebagaimana yang biasa dilakukan oleh isteri-isteri para sahabat saat mereka keluar rumah. Adapun dalilnya adalah sabda Nabi صلی الله عليه وسلم yang ditujukan kepada seorang wanita yang sedang menunaikan ihram,

لاَ تَلْبَسِ الْقَفَّازَيْنِ

"Janganlah kamu memakai sarung tangan." (HR. Al-Bukhari bab Jazaush Shaid (1838))

Hadits ini menunjukkan bahwa kebiasaan kaum muslimat pada saat itu adalah memakai sarung tangan.

Rujukan:
Dalil li ath-Thalabah al-Mukminah, hal. 41.

Via HijrahApp

WAJIBKAH KAOS KAKI DAN SARUNG TANGAN BAGI WANITA

Pertanyaan:
Apakah wajib bagi seorang wanita muslimah memakai kaos kaki dan sarung tangan ketika keluar rumah atau hukumnya hanya sunnah?

Jawaban:
Hal yang wajib dilakukan oleh seorang wanita muslimah ketika keluar rumah atau bepergian adalah menutup kedua telapak tangannya, kedua telapak kakinya serta mukanya dengan kain penutup apa saja, tetapi yang lebih utama adalah memakai sarung tangan sebagaimana yang biasa dilakukan oleh isteri-isteri para sahabat saat mereka keluar rumah. Adapun dalilnya adalah sabda Nabi صلی الله عليه وسلم yang ditujukan kepada seorang wanita yang sedang menunaikan ihram,

لاَ تَلْبَسِ الْقَفَّازَيْنِ

"Janganlah kamu memakai sarung tangan." (HR. Al-Bukhari bab Jazaush Shaid (1838))

Hadits ini menunjukkan bahwa kebiasaan kaum muslimat pada saat itu adalah memakai sarung tangan.

Rujukan:
Dalil li ath-Thalabah al-Mukminah, hal. 41.

Via HijrahApp

Luas Tanah+/- 740 M2
Luas Bangunan+/- 500 M2
Status LokasiWakaf dari almarhum H.Abdul Manan
Tahun Berdiri1398H/1978M