Bab Pernikahan
Alternatif Sebelum Bercerai
ALTERNATIF SEBELUM BERCERAI
Pertanyaan:
Islam tidak menetapkan talak kecuali sebagai alternatif terakhir untuk mengatasi problema suami isteri. Islam telah menetapkan langkah-langkah pendahuluan sebelum memilih talak. Kami mohon perkenan Syaikh untuk membahas tentang cara-cara pemecahan yang digariskan Islam untuk mengatasi perselisihan antara suami isteri sebelum memilih talak (bercerai).
Jawaban:
Allah telah mensyariatkan perbaikan antara suami isteri dan menempuh cara-cara yang dapat menyatukan kembali mereka dan menghindari akibat buruk perceraian. Di antaranya adalah pemberian nasehat, pisah ranjang dan pukulan yang ringan jika nasehat dan pisah ranjang tidak berhasil, sebagaimana disebutkan dalam firman Allah سبحانه و تعالى,
"Wanita-wanita yang kamu khawatirkan nusyuznya, maka nasehatilah mereka dan pukullah mereka. Kemudian jika mereka mentaatimu, maka janganlah kamu mencari-cari jalan untuk menyusahkannya. Sesungguhnya Allah Mahatinggi lagi Mahabesar." (An-Nisa': 34).
Setelah cara itu, jika tidak berhasil juga, maka masing-masing suami dan isteri mengutus hakam (penengah) dari keluarga masing-masing saat terjadi persengketaan antara keduanya. Kedua hakam ini bertugas mencari solusi perdamaian bagi kedua suami isteri tersebut, sebagaimana disebutkan dalam firman Allah سبحانه و تعالى,
"Dan jika kamu khawatirkan ada persengketaan antara keduanya, maka kirimlah seorang hakam dari keluarga laki-laki dan seorang hakam dari keluarga perempuan. Jika kedua orang hakam itu bermaksud mengadakan perbaikan, niscaya Allah memberi taufik kepada suami isteri itu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal." (An-Nisa': 35).
Jika cara-cara tadi telah ditempuh namun perdamaian tidak kunjung terjadi, sementara perselisihan terus saja berlanjut, maka Allah mensyariatkan bagi suami untuk mentalak (isterinya), jika penyebabnya berasal darinya, dan mensyariatkan bagi isteri untuk menebus dirinya dengan harta jika suaminya tidak menceraikannya jika sebabnya berasal darinya, berdasarkan firman Allah سبحانه و تعالى,
"Talak (yang dapat dirujuk) dua kali. Setelah itu boleh rujuk lagi dengan cara yang ma'ruf atau menceraikan dengan cara yang baik. Tidak halal bagi kamu mengambil kembali sesuatu dari yang telah kamu berikan kepada mereka, kecuali kalau keduanya khawatir tidak akan dapat menjalankan hukum-hukum Allah. Jika kamu khawatir bahwa keduanya (suami isteri) tidak dapat menjalankan hukum-hukum Allah, maka tidak ada dosa atas keduanya tentang bayaran yang diberikan oleh isteri utuk menebus dirinya." (Al-Baqarah: 229).
Karena bercerai dengan cara yang baik adalah lebih baik daripada terus menerus dalam perselisihan dan persengketaan sehingga tidak tercapainya maksud-maksud pernikahan yang telah ditetapkan syariat. Karena itu, Allah سبحانه و تعالى berfirman,
"Jika keduanya bercerai, maka Allah akan memberi kecukupan kepada masing-masing dari limpahan karuniaNya. Dan adalah Allah Maha-luas (karuniaNya) lagi Maha Bijaksana." (An-Nisa': 130).
Benarlah apa yang diriwayatkan dari Rasulullah صلی الله عليه وسلم, bahwa ketika isteri Tsabit bin Qais al-Anshari menyatakan tidak bisa melanjutkan rumah tangga dengannya karena tidak mencintainya, dan ia bersedia menyerahkan kembali kebun kepadanya yang dulu dijadikan sebagai mahar pernikahannya, beliau menyuruh Tsabit untuk menceraikannya, maka Tsabit pun melaksanakannya. Demikian sebagaimana diriwayatkan oleh al-Bukhari dalam kitab shahihnya.
Hanya Allahlah pemberi petunjuk. Semoga shalawat dan salam dilimpahkan atas Nabi kita Muhammad, semua keluarga dan para sahabatnya.
Rujukan:
Majalah Ad-Da'wah, edisi 1318, Syaikh Ibnu Baz.
Via HijrahApp
Batasan Melihat Calon Isteri
BATASAN MELIHAT CALON ISTERI
Pertanyaan:
Apabila seorang pemuda datang untuk meminang seorang putri remaja apakah ia wajib melihatnya? Apakah juga boleh perempuan itu membuka kepalanya agar tampak lebih jelas kecantikannya bagi pelamar? Dengan hormat saya memohon penjelasannya.
Jawaban:
Tidak apa-apa, akan tetapi tidak wajib. Dan dianjurkan kalau ia melihat perempuan yang dilamar dan perempuan itu juga melihatnya, karena Nabi Muhammad صلی الله عليه وسلم memerintahkan kepada lelaki yang melamar seorang perempuan agar melihatnya. Yang demikian itu adalah lebih menumbuhkan rasa cinta kasih di antara keduanya. Jika perempuan itu membuka muka dan kedua tangannya serta kepalanya maka tidaklah mengapa.
Sebagian Ahli ilmu (Ulama) berpendapat: Cukup muka dan kedua tangan saja. Pendapat yang shahih adalah tidak apa pelamar melihat kepala (perempuan yang dilamar), muka, kedua tangan dan kedua kakinya, berdasarkan hadits di atas. Akan tetapi hal itu tidak boleh dilakukan secara berduaan, melainkan harus didampingi oleh ayah perempuan itu atau saudaranya yang laki-laki atau lainnya. Sebab Rasulullah صلی الله عليه وسلم bersabda,
لاَ يَخْلُوَنَّ رَجُلٌ بِامْرَأَةٍ إِلاَّ وَمَعَهَا ذُوْ مَحْرَمٍ
"Jangan sampai seorang lelaki berduaan dengan seorang wanita, kecuali didampingi oleh mahramnya." (Muttafaq 'Alaih).
Sabda beliau juga,
لاَ يَخْلُوَنَّ رَجُلٌ بِامْرَأَةٍ إِلاَّ كَانَ ثَالِثَهُمَا الشَّيْطَانُ
"Tiada seorang laki-laki berduaan dengan seorang perempuan melainkan yang ketiganya adalah setan." (Riwayat Imam at-Tirmidzi dan Imam Ahmad dari hadits Ibnu Umar, dari hadits Jabir dan dari hadits 'Amir bin Rabi'ah).
Rujukan:
Majalah al-Buhuts al-Ilmiyah, edisi: 136 dan 137, fatwa Ibnu Baz.
Via HijrahApp
Hukum Asalnya Adalah Poligami
HUKUM ASALNYA ADALAH POLIGAMI
Pertanyaan:
Apakah hukum asal di dalam perkawinan itu poligami ataukah monogami?
Jawaban:
Hukum asal perkawinan itu adalah poligami (menikah lebih dari satu isteri) bagi lelaki yang mampu dan tidak ada rasa kekhawatiran akan terjerumus kepada perbuatan zhalim. (Yang demikian itu diperbolehkan) karena mengandung banyak maslahat di dalam memelihara kesucian kehormatan, kesucian kehormatan wanita-wanita yang dinikahi itu sendiri dan berbuat ihsan kepada mereka dan memperbanyak keturunan yang dengannya ummat Islam akan menjadi banyak dan makin banyak pula orang yang menyembah Allah سبحانه و تعالى semata. Dalil poligami itu adalah firman Allah,
"Dan jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil terhadap (hak-hak) perempuan yatim (bilamana kamu mengawininya), maka kawinilah wanita-wanita (lain) yang kamu senangi: dua, tiga atau empat. Kemudian jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil, maka (kawinilah) seoarang saja, atau budak-budak yang kamu miliki. Yang demikian itu adalah lebih dekat kepada tidak berbuat aniaya." (An-Nisa: 3).
Rasulullah صلی الله عليه وسلم pun mengawini lebih dari satu isteri, dan Allah سبحانه و تعالى telah berfirman,
"Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri tauladan yang baik bagimu." (Al-Ahzab: 21).
Rasulullah صلی الله عليه وسلم pun bersabda setelah ada beberapa orang shahabat yang mengatakan, "Aku akan selalu shalat malam dan tidak akan tidur". Yang satu lagu berkata: "Aku akan terus berpuasa dan tidak akan berbuka". Yang satu lagi berkata: "Aku tidak akan mengawini wanita". Tatkala ucapan mereka sampai kepada Nabi صلی الله عليه وسلم, beliau langsung berkhutbah di hadapan para sahabatnya, seraya memuji kepada Allah, kemudian beliau bersabda,
"Kaliankah tadi yang mengatakan "begini dan begitu?!" Demi Allah, aku adalah orang yang paling takut kepada Allah di antara kalian dan paling bertakwa kepadaNya. Sekali pun begitu, aku puasa dan aku juga berbuka, aku shalat malam tapi akupun tidur, dan aku mengawini wanita. Barangsiapa yang tidak suka kepada sunnahku ini, maka ia bukan dari (umat)ku." (Riwayat Imam al-Bukhari).
Ini adalah ungkapan luar biasa dari Rasulullah صلی الله عليه وسلم mencakup satu isteri dan lebih. Wabillahittaufiq
Rujukan:
Majalah al-Balagh, edisi: 1015, tanggal 19 R. Awal 1410 H. Fatwa Ibnu Baz.
Via HijrahApp
Mahar Berlebih-lebihan
MAHAR BERLEBIH-LEBIHAN
Pertanyaan:
Saya melihat dan semua juga melihat bahwa kebanyakan orang saat ini berlebih-lebihan di dalam meminta mahar dan mereka me-nuntut uang yang sangat banyak (kepada calon suami) ketika akan mengawinkan puterinya, ditambah dengan syarat-syarat lain yang harus dipenuhi. Apakah uang yang diambil dengan cara seperti itu halal ataukah haram hukumnya?
Jawaban:
Yang diajarkan adalah meringankan mahar dan menyederhanakannya serta tidak melakukan persaingan, sebagai pengamalan kita kepada banyak hadits yang berkaitan dengan masalah ini, untuk mem-permudah pernikahan dan untuk menjaga kesucian kehormatan muda-mudi.
Para wali tidak boleh menetapkan syarat uang atau harta (kepada pihak lelaki) untuk diri mereka, sebab mereka tidak mempunyai hak dalam hal ini; ini adalah hak perempuan (calon isteri) semata, kecuali ayah. Ayah boleh meminta syarat kepada calon menantu sesuatu yang tidak merugikan puterinya dan tidak mengganggu pernikahannya. Jika ayah tidak meminta persyaratan seperti itu, maka itu lebih baik dan utama. Allah سبحانه و تعالى berfirman,
وَأَنكِحُوا الْأَيَامَى مِنكُمْ وَالصَّالِحِينَ مِنْ عِبَادِكُمْ وَإِمَائِكُمْ إِن يَكُونُوا فُقَرَاء يُغْنِهِمُ اللَّهُ مِن فَضْلِهِ وَاللَّهُ وَاسِعٌ عَلِيمٌ
"Dan kawinkanlah orang-orang yang sendirian di antara kamu, dan orang-orang yang layak (berkawin) dari hamba-hamba sahayamu yang lelaki dan hamba-hamba sahayamu yang perempuan. Jika mereka miskin Allah akan memampukan mereka dengan karuniaNya." (An-Nur: 32).
Rasulullah صلی الله عليه وسلم telah bersabda yang diriwayatkan dari Uqbah bin Amir,
خَيْرُ الصَّدَاقِ أَيْسَرُهُ
"Sebaik-baik mahar adalah yang paling mudah." (Diriwayatkan oleh Abu Daud dengan redaksi "Sebaik-baik nikah adalah yang paling mudah". Dan oleh Imam Muslim dengan lafazh yang serupa dan di sahihkan oleh Imam Hakim dengan lafaz tersebut di atas).
Ketika Rasulullah صلی الله عليه وسلم hendak menikahkan seorang sahabat dengan perempuan yang menyerahkan dirinya kepada beliau, ia bersabda,
اِلْتَمِسْ وَلَوْ خَاتَمًا مِنْ حَدِيْدٍ
"Carilah sekalipun cincin yang terbuat dari besi." (Riwayat al-Bukhari).
Ketika sahabat itu tidak menemukannya, maka Rasulullah menikahkannya dengan mahar "mengajarkan beberapa surat al-Qur'an kepada calon isteri". Mahar yang diberikan Rasulullah صلی الله عليه وسلم kepada isteri-isterinya pun hanya bernilai 500 Dirham, yang pada saat ini senilai 130 Real (kira-kira Rp. 250.000,-), sedangkan mahar puteri-puteri beliau hanya senilai 400 Dirham, yaitu kira-kira 100 Real (Rp.200.000,-). Dan Allah سبحانه و تعالى telah berfirman:
لَقَدْ كَانَ لَكُمْ فِي رَسُولِ اللَّهِ أُسْوَةٌ حَسَنَةٌ لِّمَن كَانَ يَرْجُو اللَّهَ وَالْيَوْمَ الْآخِرَ وَذَكَرَ اللَّهَ كَثِيراً
"Sesungguhnya telah ada pada diri Rasulullah suri tauladan yang baik." (Al-Ahzab: 21).
Manakala beban biaya pernikahan itu semakin sederhana dan mudah, maka semakin mudahlah penyelamatan terhadap kesucian kehormatan laki-laki dan wanita dan semakin berkurang pulalah perbuatan keji (zina) dan kemungkaran, dan jumlah ummat Islam makin bertambah banyak. Semakin besar dan tinggi beban perkawinan dan semakin ketat perlombaan mempermahal mahar, maka semakin berkuranglah perkawinan, maka semakin menjamurlah perbuatan zina serta pemuda dan pemudi akan tetap membujang, kecuali orang dikehendaki Allah.
Maka nasehat saya kepada seluruh kaum Muslimin di mana saja mereka berada adalah agar mempermudah urusan nikah dan saling tolong-menolong dalam hal itu. Hindari, dan hindarilah prilaku menuntut mahar yang mahal, hindari pula sikap memaksakan diri di dalam pesta pernikahan. Cukuplah dengan pesta yang dibenarkan syariat yang tidak banyak membebani kedua mempelai.
Semoga Allah memperbaiki kondisi kaum Muslimin semuanya dan memberi taufiq kepada mereka untuk tetap berpegang teguh kepada Sunnah di dalam segala hal.
Rujukan:
Kitabud Da'wah, al-Fatawa: hal. 166-168, dan Fatawa Syaikh Ibnu Baz.
Via HijrahApp
Melaknat Isteri
MELAKNAT ISTERI
Pertanyaan:
Apa hukum laknat suami terhadap isterinya dengan sengaja? Apakah isterinya menjadi haram baginya karena laknat tersebut? Atau bahkan termasuk katagori talak? Lalu apa kaffarahnya (tebusannya)?
Jawaban:
Laknat seorang suami terhadap isterinya adalah perbuatan mungkar, tidak boleh dilakukan, bahkan termasuk dosa besar, sebagaimana sabda Nabi صلی الله عليه وسلم,
لَعْنُالْمُؤْمِنِكَقَتْلِهِ
"Melaknat seorang Mukmin adalah seperti membunuhnya." (Muttafaq 'Alaih. al-Bukhari, kitab al-Adab (6105) dan Muslim, kitab al-Iman (110)).
Dalam hadits lain disebutkan,
سِبَابُالْمُسْلِمِفُسُوْقٌوَقِتَالُهُكُفْرٌ
"Mencela seorang Muslim adalah suatu kefasikan dan membunuhnya adalah suatu kekufuran." (HR. Al-Bukhari, kitab al-Iman (48) dan Muslim, kitab al-Iman (64)).
Dalam hadits lainnya lagi disebutkan,
لاَيَكُوْنُاللَّعَّانُوْنَشُفَعَاءَوَلاَشُهَدَاءَيَوْمَالْقِيَامَةِ
"Orang-orang yang suka melaknat itu tidak akan menjadi pemberi syafaat dan tidak pula menjadi saksi pada hari kiamat." (HR. Muslim, kitab al-Birr (2598)).
Maka yang wajib atasnya adalah bertaubat dari perbuatannya itu dan membebaskan isterinya dari celaan yang telah dilontarkan terhadapnya. Barangsiapa yang bertaubat dengan sungguh-sungguh, niscaya Allah menerima taubatnya. Sementara isterinya, tetap dalam tanggung jawabnya, ia tidak menjadi haram baginya lantaran laknat tersebut. Lain dari itu, yang wajib atasnya adalah memperlakukannya dengan baik dan senantiasa menjaga lisannya dari setiap perkataan yang dapat menimbulkan kemurkaan Allah صلی الله عليه وسلم.
Demikian juga sang isteri, hendaknya memperlakukan suami dengan baik dan menjaga lisannya dari apa-apa yang dapat menimbulkan kemurkaan Allah dan kemarahan suaminya, kecuali berdasarkan kebenaran. Allah صلی الله عليه وسلم berfirman,
"Dan bergaullah dengan mereka secara patut." (An-Nisa': 19).
Dalam ayat lain disebutkan,
"Akan tetapi para suami, mempunyai satu tingkatan kelebihan daripada isterinya. " (Al-Baqarah: 228).
Hanya Allahlah pemberi petunjuk.
Rujukan:
Fatawa Hai'ati Kibaril Ulama, juz 2 hal. 687-688, Syaikh Ibnu Baz.
Via HijrahApp
Memakai Dablah (semacam cincin)
MEMAKAI DABLAH (SEMACAM CINCIN)
Pertanyaan:
Apa hukumnya memakai dablah (semacam cincin) pada tangan kanan bagi laki-laki pelamar dan pada tangan kiri bagi laki-laki yang sudah menikah, dan dablah tersebut tidak terbuat dari emas?
Jawaban:
Kami tidak mengetahui dasar perbuatan ini di dalam syariat (ajaran) Islam, maka sebaiknya ditinggalkan saja, apakah dablah tersebut terbuat dari perak ataupun lainnya. Akan tetapi apabila terbuat dari emas, maka hukumnya haram bagi laki-laki, karena Rasulullah صلی الله عليه وسلم telah melarang laki-laki memakai cincin emas. (Diriwayatkan oleh Imam al-Bukhari dan Imam Muslim).
Rujukan:
Ibnu Baz: Fatawa Islamiyah, vol. 2 hal. 370.
Via HijrahApp
Onani = Zina
ONANI = ZINA
Pertanyaan:
Ada seseorang yang berkata: Apabila seorang lelaki perjaka melakukan onani, apakah hal itu bisa disebut zina dan apa hukumnya?
Jawaban:
Ini yang disebut oleh sebagian orang "kebiasaan tersembunyi" dan disebut pula "jildu 'umairah" dan "istimna" (onani). Jumhur ulama mengharamkannya, dan inilah yang benar, sebab Allah سبحانه و تعالى ketika menyebutkan orang-orang Mukmin dan sifat-sifatnya berfirman,
وَالَّذِينَ هُمْ لِفُرُوجِهِمْ حَافِظُونَ. إِلَّا عَلَى أَزْوَاجِهِمْ أوْ مَا مَلَكَتْ أَيْمَانُهُمْ فَإِنَّهُمْ غَيْرُ مَلُومِينَ .فَمَنِ ابْتَغَى وَرَاء ذَلِكَ فَأُوْلَئِكَ هُمُ الْعَادُونَ
"Dan orang-orang yang menjaga kemaluannya, kecuali terhadap isteri-isteri mereka atau budak-budak yang mereka miliki; maka sesungguhnya mereka dalam hal ini tiada tercela. Barangsiapa mencari yang di balik itu maka mereka itulah orang-orang yang melampaui batas." (Al-Mukminun: 5-7).
Al-'adiy artinya orang yang zhalim yang melanggar aturan-aturan Allah. Di dalam ayat di atas Allah memberitakan bahwa barangsiapa yang tidak bersetubuh dengan isterinya dan melakukan onani, maka berarti ia telah melampaui batas; dan tidak syak lagi bahwa onani itu melanggar batasan Allah. Maka dari itu, para ulama mengambil kesimpulan dari ayat di atas, bahwa kebiasaan tersembunyi (onani) itu haram hukumnya.
Kebiasaan rahasia itu adalah mengeluarkan sperma dengan tangan di saat syahwat bergejolak. Perbuatan ini tidak boleh ia lakukan, karena mengandung banyak bahaya sebagaimana dijelaskan oleh para dokter kesehatan. Bahkan ada sebagian ulama yang menulis kitab tentang masalah ini, di dalamnya dikumpulkan bahaya-bahaya kebiasaan buruk tersebut.
Kewajiban anda, wahai penanya, adalah mewaspadainya dan menjauhi kebiasaan buruk itu,karena sangat banyak mengandung bahaya yang sudah tidak diragukan lagi, dan juga karena bertentangan dengan makna yang gamblang dari ayat al-Qur'an dan menyalahi apa yang dihalalkan oleh Allah bagi hamba-hamba-Nya. Maka ia wajib segera meninggalkan dan mewaspadainya.
Dan bagi siapa saja yang dorongan syahwatnya terasa makin dahsyat dan merasa khawatir terhadap dirinya (perbuatan yang tercela) hendaknya segera menikah, dan jika belum mampu hendaknya berpuasa, sebagaimana arahan
Rasulullah صلی الله عليه وسلم,
يَا مَعْشَرَ الشَّبَابِ مَنِ اسْتَطَاعَ مِنْكُمُ الْبَاءةَ فَلْيَتَزَوَّجْ فَإِنَّهُ أَغَضُّ لِلْبَصَرِ وَأَحْصَنُ لِلْفَرْجِ. وَمَنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَعَلَيْهِ بِالصَّوْمِ فَإِنَّهُ لَهُ وِجَاءٌ.
"Wahai sekalian para pemuda, barangsiapa di antara kamu yang mempunyai kemampuan hendaklah segera menikah, karena nikah itu lebih menundukkan mata dan lebih menjaga kehormatan diri. Dan barangsiapa yang belum mampu hendaknya berpuasa, karena puasa itu dapat membentenginya." (Muttafaq 'Alaih).
Di dalam hadits ini beliau tidak mengatakan: "Barangsiapa yang belum mampu, maka lakukanlah onani, atau hendaklah ia mengeluarkan spermanya", akan tetapi beliau mengatakan: "Dan barangsiapa yang belum mampu hendaknya berpuasa, karena puasa itu dapat membentenginya."
Pada hadits tadi Rasulullah صلی الله عليه وسلم menyebutkan dua hal, yaitu:
Pertama, Segera menikah bagi yang mampu.
Kedua, Meredam nafsu syahwat dengan melakukan puasa bagi orang yang belum mampu menikah, sebab puasa itu dapat melemah-kan godaan dan bisikan setan.
Maka hendaklah anda, wahai pemuda, beretika dengan etika agama dan bersungguh-sungguh di dalam berupaya memelihara kehormatan diri anda dengan nikah syar'i sekalipun harus dengan berhutang atau meminjam dana. Insya Allah, Dia akan memberimu kecukupan untuk melunasinya. Menikah itu merupakan amal shalih dan orang yang menikah pasti mendapat pertolongan, sebagaimana Rasulullah tegaskan di dalam haditsnya,
ثَلاَثَةٌ حَقٌّ عَلَى اللهِ عَزَّ وَجَلَّ عَوْنُهُمْ: الْمُكَاتَبُ الَّذِيْ يُرِيْدُ اْلأَدَاءَ وَالنَّاكِحُ الَّذِيْ يُرِيْدُ الْعَفَافَ وَالْمُجَاهِدُ فِيْ سَبِيْلِ اللهِ.
"Ada tiga orang yang pasti (berhak) mendapat pertolongan Allah سبحانه و تعالى: al-mukatab (budak yang berupaya memerdekakan diri) yang hendak menunaikan tebusan dirinya, Lelaki yang menikah karena ingin menjaga kesucian dan kehormatan dirinya, dan mujahid (pejuang) di jalan Allah." (Diriwayatkan oleh at-Tirmidzi, Nasa'i dan Ibnu Majah).
Rujukan:
Fatwa Syaikh Bin Baz, dimuat di dalam majalah al-Buhuts, edisi 26, hal. 129-130.
Via HijrahApp
Poligami itu Sunnah
POLIGAMI ITU SUNNAH
Pertanyaan:
Apakah berpoligami itu mubah di dalam Islam ataukah Sunnah?
Jawaban:
Berpoligami itu hukumnya sunnah bagi yang mampu, karena firmanNya,
"Dan jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil terhadap (hak-hak) perempuan yatim (bilamana kamu mengawininya), maka kawinilah wanita-wanita (lain) yang kamu senangi: dua, tiga atau empat. Kemudian jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil, maka (kawinilah) seorang saja, atau budak-budak yang kamu milki. Yang demikian itu adalah lebih dekat kepada tidak berbuat aniaya." (An-Nisa: 3)
Dan praktek Rasulullah صلی الله عليه وسلم itu sendiri, dimana beliau mengawini 9 wanita dan dengan mereka Allah memberikan manfaat besar bagi ummat ini. Yang demikian itu (9 isteri) adalah khusus bagi beliau, sedang selain beliau dibolehkan berpoligami tidak lebih dari 4 isteri.
Berpoligami itu mengandung banyak maslahat yang sanagat besar bagi kaum laki-laki, kaum wanita dan Ummat Islam secara keseluruhuan. Sebab, dengan berpoligami dapat dicapai oleh semua pihak tunduknya pandangan (ghaddul bashar), terpeliharanya kehormatan, keturunan yang banyak, lelaki dapat berbuat banyak untuk kemaslahatan dan kebaikan para isteri dan melindungi mereka dari berbagai faktor penyebab keburukan dan penyimpangan.
Tetapi orang yang tidak mampu berpoligami dan takut kalau tidak dapat berlaku adil, maka hendaknya cukup kawin dengan satu isteri saja, karena Allah berfirman,
"Kemudian jika kamu tidak akan dapat berlaku adil, maka (kawinilah) seorang saja." (An-Nisa: 3).
Semoga Allah memberi taufiq kepada segenap kaum Muslimin menuju apa yang menjadi kemasalahatan dan keselamatan bagi mereka di dunia dan akhirat.
Rujukan:
Majalah al-Balagh, edisi: 1028, Fatwa Ibnu Baz.
Via HijrahApp
Tabdzir dan berlebih-lebihan
TABDZIR DAN BERLEBIH-LEBIHAN
Pertanyaan:
Apa itu tabdzir dan berlebih-lebihan?
Jawaban:
Kewajiban mensyukuri segala kinikmatan dan tidak menggunakannya bukan pada tempatnya.
Segala puji bagi Allah semata, shalawat dan salam semoga Allah mencurahkan kepada Rasulullah, keluarga dan para sahabatnya. Amma ba'du:
Adakalanya Allah سبحانه و تعالى menguji hambaNya dengan kefakiran dan kemiskinan, sebagaimana terjadi pada penduduk negeri ini (Saudi Arabia) pada awal abad 14 Hijriah. Allah سبحانه و تعالى telah berfirman,
وَلَنَبْلُوَنَّكُمْ بِشَيْءٍ مِّنَ الْخَوفْ وَالْجُوعِ وَنَقْصٍ مِّنَ الأَمَوَالِ وَالأنفُسِ وَالثَّمَرَاتِ وَبَشِّرِ الصَّابِرِينَ
الَّذِينَ إِذَا أَصَابَتْهُم مُّصِيبَةٌ قَالُواْ إِنَّا لِلّهِ وَإِنَّـا إِلَيْهِ رَاجِعونَ
"Dan sungguh akan Kami berikan cobaan kepadamu, dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan. Dan berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang sabar. Yaitu orang-orang yang apabila ditimpa musibah, mereka mengucapkan "Sesungguhnya kami adalah milik Allah dan hanya kepadaNya lah kami kembali." (Al-Baqarah: 155-156).
Allah سبحانه و تعالى juga memberikan cobaanNya berupa kenikmatan dan kelapangan rizki, sebagaimana realita kita saat ini, untuk menguji iman dan kesyukuran mereka. Dia berfirman sebagai berikut:
إِنَّمَاأَمْوَالُكُمْ وَأَوْلَادُكُمْ فِتْنَةٌ وَاللَّهُ عِندَهُ أَجْرٌ عَظِيمٌ
"Sesungguhnya harta dan anak-anak kamu adalah cobaan. Dan Allah, di sisiNya ada pahala yang sangat besar." (At-Taghabun: 15).
Kesudahan yang terpuji di dalam semua cobaan itu adalah bagi orang-orang yang bertakwa, yaitu orang-orang yang amal perbuatan mereka sejalan dengan apa yang disyariatkan Allah, seperti sabar dan hanya mengharap pahala di dalam kondisi fakir, bersyukur kepada Allah atas segala karuniaNya dan menggunakan harta pada penggunaan yang tepat di waktu kaya dan sederhana di dalam membelanjakan harta kekayaan pada tempatnya, baik untuk keperluan makan dan minum, dengan tidak pelit terhadap diri dan keluarga, dan tidak pula israf (berlebih-lebihan) di dalam menghabiskan harta kekayan pada sesuatu yang tidak ada perlunya.
Allah سبحانه و تعالى telah melarang sikap buruk tersebut, seraya berfirman,
وَلاَ تَجْعَلْ يَدَكَ مَغْلُولَةً إِلَى عُنُقِكَ وَلاَ تَبْسُطْهَا كُلَّ الْبَسْطِ فَتَقْعُدَ مَلُومًا مَّحْسُورًا
"Dan jangalah kamu jadikan tanganmu terbelenggu pada lehermu (kikir) dan janganlah kamu terlalu mengulurkannya (israf) karena itu kamu menjadi tercela dan menyesal." (Al-Isra': 29).
Dan firmanNya,
وَلاَ تُؤْتُواْ السُّفَهَاء أَمْوَالَكُمُ الَّتِي جَعَلَ اللّهُ لَكُمْ قِيَاماً وَارْزُقُوهُمْ فِيهَا وَاكْسُوهُمْ وَقُولُواْ لَهُمْ قَوْلاً مَّعْرُوفًا
"Dan janganlah kamu serahkan kepada orang-orang yang belum sempurna akalnya, harta mereka (yang dalam kekuasaanmu) yang dijadikan Allah sebagai pokok kehidupan." (An-Nisa': 5).
Pada ayat di atas Allah melarang menyerahkan harta kekayaan kepada orang-orang yang belum sempurna akalnya, sebab mereka akan membelanjakannya bukan pada tempatnya. Maka hal itu berarti bahwa membelanjakan harta kekayaan bukan pada tempatnya (yang syar'i) adalah merupakan perkara yang dilarang.nAllah سبحانه و تعالى juga berfirman,
يَا بَنِي آدَمَ خُذُواْ زِينَتَكُمْ عِندَ كُلِّ مَسْجِدٍ وكُلُواْ وَاشْرَبُواْ وَلاَ تُسْرِفُواْ إِنَّهُ لاَ يُحِبُّ الْمُسْرِفِينَ
"Hai anak Adam (manusia), pakailah pakaianmu yang indah di setiap (memasuki) masjid, makan dan minumlah, dan jangan berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berlebih-lebihan." (Al-A'raf: 31).
وَآتِ ذَا الْقُرْبَى حَقَّهُ وَالْمِسْكِينَ وَابْنَ السَّبِيلِ وَلاَ تُبَذِّرْ تَبْذِيرًا إِنَّ الْمُبَذِّرِينَ كَانُواْ إِخْوَانَ الشَّيَاطِينِ وَكَانَ الشَّيْطَانُ لِرَبِّهِ كَفُورًا
"Dan janganlah kamu menghambur-hamburkan (hartamu) secara boros. Sesungguhnya pemboros-pemboros itu adalah saudara-saudara setan." (Al-Isra': 26-27).
Israf adalah membelanjakan harta kekayaan melebihi kebutuhan yang semestinya. Sedangkan tabdzir adalah membelanjakannya bukan pada tempat yang layak. Sungguh, banyak sekali manusia saat ini yang diberi cobaan, yaitu berlebih-lebihan di dalam hal makanan dan minuman, terutama ketika mengadakan pesta-pesta dan resepsi pernikahan, mereka tidak puas dengan sekedar kebutuhan yang diperlukan, bahkan banyak sekali di antara mereka yang membuang makanan yang tersisa dari makanan yang telah dimakan orang lain, dibuang di dalam tong sampah dan di jalan-jalan.
Ini merupakan kufur nikmat dan merupakan faktor penyebab hilangnya kenikmatan. Orang yang berakal adalah orang yang mampu menimbang semua perkara dengan timbangan kebutuhan, maka apabila ada sedikit kelebihan makanan dari yang dibutuhkan, ia segera mencari orang yang membutuhkannya, dan jika ia tidak mendapkannya, maka ia tempatkan sisa tersebut jauh dari tempat yang menghinakan, agar dimakan oleh binatang melata atau siapa saja yang Allah kehendaki, dan supaya terhindar dari penghinaan.
Maka wajib atas setiap Muslim berupaya maksimal menghindari larangan Allah سبحانه و تعالى dan menjadi orang yang bijak di dalam segala tindakannya seraya mengharap keridhaan Allah, mensyukuri karuniaNya, agar tidak meremehkan atau menggunakannya bukan pada tempat yang tepat. Allah سبحانه و تعالى berfirman,
وَإِذْ تَأَذَّنَ رَبُّكُمْ لَئِن شَكَرْتُمْ لأَزِيدَنَّكُمْ وَلَئِن كَفَرْتُمْ إِنَّ عَذَابِي لَشَدِيدٌ
"Dan ingatlah, tatkala Tuhanmu memaklumkan: "Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah (nikmat) kepadamu, dan jika kamu mengingkari (nikmatKu), maka sesungguhnya adzabKu sangat pedih." (Ibrahim: 7).
فَاذْكُرُونِي أَذْكُرْكُمْ وَاشْكُرُواْ لِي وَلاَ تَكْفُرُونِ
"Karena itu, ingatlah kamu kepadaKu, niscaya Aku ingat pula kepada-Mu, dan bersyukurlah kepadaKu dan jangan kamu mengingkari (nik-mat)Ku." (Al-Baqarah: 152).
Allah سبحانه و تعالى juga menginformasikan bahwa bersyukur (terimakasih) itu haruslah dengan amal, tidak hanya sekedar dengan lisan. Dia berfirman,
يَعْمَلُونَ لَهُ مَا يَشَاء مِن مَّحَارِيبَ وَتَمَاثِيلَ وَجِفَانٍ كَالْجَوَابِ وَقُدُورٍ رَّاسِيَاتٍ اعْمَلُوا آلَ دَاوُودَ شُكْرًا وَقَلِيلٌ مِّنْ عِبَادِيَ الشَّكُورُ
"Bekerjalah hai keluarga Daud untuk bersyukur (kepada Allah). Dan sedikit sekali dari hamba-hambaKu yang bersyukur" (Saba': 13).
Jadi, bersyukur kepada Allah itu dilakukan dengan hati, lisan dan perbuatan. Barangsiapa yang bersyukur kepadaNya dalam bentuk ucapan dan amal perbuatan, niscaya Allah tambahkan kepadanya sebagian dari karuniaNya dan memberinya kesudahan (nasib) yang baik; dan barangsiapa yang mengingkari nikmat Allah dan tidak menggunakannya pada jalan yang benar, maka ia berada dalam posisi bahaya yang sangat besar, karena Allah سبحانه و تعالى telah mengancamnya dengan adzab yang sangat pedih.
Semoga Allah berkenan memperbaiki kondisi kaum Muslimin dan membimbing kita serta mereka untuk bisa bersyukur kepadaNya dan mempergunakan semua karunia dan nikmatNya untuk ketaatan kepadaNya dan kebaikan bagi hamba-hambaNya. Hanya Dialah yang Mahakuasa melakukan itu semua. Shalawat dan salam semoga tetap dilimpahkan kepada Nabi kita, Muhammad, keluarga dan para sahabatnya.
Rujukan:
Ibnu Baz: Majmu' Fatawa wa Maqalat Mutanawwi'ah, jilid 4, hal. 37.
Via HijrahApp
Usia ideal menikah
USIA IDEAL MENIKAH
Pertanyaan:
Berapa usia ideal untuk menikah bagi perempuan dan laki-laki, karena ada sebagian remaja puteri yang menolak dinikahi oleh lelaki yang lebih tua darinya? Dan demikian pula banyak laki-laki yang tidak mau menikahi perempuan yang lebih tua daripada mereka. Kami memohon jawabannya. Jazakumullahu khairan.
Jawaban:
Saya berpesan kepada para remaja puteri agar tidak menolak lelaki karena usianya yang lebih tua dari dia, seperti lebih tua 10, 20 atau 30 tahun. Sebab hal itu bukan alasan. Rasulullah صلی الله عليه وسلم sendiri menikahi Aisyah -rodliallaahu'anha-, ketika beliau berusia 53 tahun, sedangkan Aisyah baru berusia 9 tahun. Jadi, usia lebih tua itu tidak berbahaya, maka tidak apa-apa perempuannya yang lebih tua dan tidak apa-apa pula kalau laki-lakinya yang lebih tua.
Rasulullah صلی الله عليه وسلم pun menikahi Khadijah -rodliallaahu'anha- yang pada saat itu berumur 40 tahun, sedangkan Rasulullah masih berusia 25 tahun sebelum beliau menerima wahyu. Itu artinya Khadijah lebih tua 15 tahun dari Rasulullah صلی الله عليه وسلم. Kemudian menikahi Aisyah radiallahu anha sedang umurnya baru enam atau tujuh tahun dan beliau menggaulinya ketika dia berumur sembilan tahun sedang beliau lima puluh tiga tahun.
Banyak sekali mereka yang berbicara di radio-radio atau di televisi-televisi menakut-nakuti orang karena kesenjangan usia antara suami dan isteri. Ini adalah keliru besar! Mereka tidak boleh berbicara demikian! Kewajiban setiap perempuan adalah melihat dan memperhatikan laki-laki yang akan menikahinya, lalu jika dia seorang yang shalih dan cocok, maka hendaknya ia menerima lamarannya, sekalipun lebih tua darinya.
Demikian pula bagi laki-laki, hendaknya lebih memperhatikan perempuan yang shalihah yang komit dalam beragama, sekalipun lebih tua darinya selagi perempuan itu masih dalam batas usia remaja dan produktif. Wal hasil, bahwa masalah usia itu tidak boleh dijadikan sebagai penghalang dan tidak boleh dijadikan sebagai cela, selagi laki-laki atau perempuan itu adalah sosok lelaki shalih dan sosok perempuan shalihah. Semoga Allah memperbaiki kondisi kita semua.
Rujukan:
Fatawal mar'ah, hal. 54. oleh Syaikh bin Baz.
Via HijrahAp
Utamakan menikah
UTAMAKAN MENIKAH
Pertanyaan:
Ada suatu kebiasaan yang sudah menyebar, yaitu adanya gadis-gadis remaja atau orang tuanya menolak orang melamarnya, dengan alasan masih hendak menyelesaikan studinya di SMU atau di Perguruan Tinggi, atau sampai karena untuk mengajar dalam beberapa tahun. Apa hukumnya? Apa nasehat Syaikh bagi orang-orang yang melakukannya, bahkan ada wanita yang sudah mencapai usia 30 tahun atau lebih belum menikah?
Jawaban:
Nasehat saya kepada semua pemuda dan pemudi agar segera menikah jika ada kemudahan, karena Nabi صلی الله عليه وسلم telah bersabda,
يَا مَعْشَرَ الشَّبَابِ مَنِ اسْتَطَاعَ مِنْكُمُ الْبَاءةَ فَلْيَتَزَوَّجْ فَإِنَّهُ أَغَضُّ لِلْبَصَرِ وَأَحْصَنُ لِلْفَرْجِ. وَمَنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَعَلَيْهِ بِالصَّوْمِ فَإِنَّهُ لَهُ وِجَاءٌ
"Wahai sekalian pemuda, barangsiapa di antara kamu yang mampunyai kesanggupan, maka menikahlah, karena menikah itu lebih menundukkan pandangan mata dan lebih memelihara kesucian farji; dan barangsiapa yang tidak mampu, maka hendaklah berpuasa, karena puasa dapat men-jadi perisai baginya." (Muttafaq 'Alaih).
Sabda beliau juga,
إِذَا خَطَبَ إِلَيْكُمْ مَنْ تَرْضَوْنَ دِيْنَهُ وَخُلُقَهُ فَزَوِّجُوْهُ إِلاَّ تَفْعَلُوْا تَكُنْ فِتْنَةٌ فِي اْلأَرْضِ وَفَسَادٌ عَرِيْضٌ
"Apabila seseorang yang kamu ridhai agama dan akhlaknya datang kepadamu untuk melamar, maka kawinkahlah ia (dengan puterimu), jika tidak, niscaya akan terjadi fitnah dan kerusakan besar di muka bumi ini." (Diriwayatkan oleh at-Tirmidzi, dengan sanad hasan).
Sabda beliau lagi,
تَزَوَّجُوا الْوَدُوْدَ الْوَلُوْدَ، فَإِنِّي مُكَاثِرٌ بِكُمُ اْلأُمَمَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ
"Kawinilah wanita-wanita yang penuh kasih-sayang lagi subur (banyak anak), karena sesungguhnya aku akan menyaingi ummat-ummat yang lain dengan jumlah kalian pada hari kiamat kelak."
Menikah juga banyak mengandung maslahat yang sebagiannya telah disebutkan oleh Rasulullah صلی الله عليه وسلم, seperti terpalingnya pandangan mata (dari pandangan yang tidak halal), menjaga kesucian kehormatan, memperbanyak jumlah ummat Islam serta selamat dari kerusakan besar dan akibat buruk yang membinasakan. Semoga Allah memberi taufiqNya kepada segenap kaum Muslimin menuju kemaslahatan urusan agama dan dunia mereka, sesungguhnya Dia Maha Mendengar lagi Mahadekat.
Rujukan:
Fatwa Syaikh Bin Baz di dalam Majalah al-Da'wah, edisi: 117.
Via HijrahAp