Biografi Ali bin Abi Thalib رضي الله عنه
1. Nasab dan Kedudukannya
Nama lengkap beliau, Ali binAbi Thalib bin Abdi Manaf bin Abdul Muththalib bin Hasyim bin Abdi Manaf bin Qushay bin Kilab bin Murrah bin Ka’ab bin Luay bin Ghalib bin Fihr bin Malik bin an-Nadhar bin Kinanah Abul Hasan dan Husein, digelari Abu Turab [874], keponakan sekaligus menantu Rasulullah ﷺ dari puteri beliau, Fathimah az-Zahra’.
Ibu beliau bernama Fathimah binti Asad bin Hasyim bin Abdi Manaf bin Qushay, ibunya digelari Wanita Bani Hasyim pertama yang melahirkan seorang putera Bani Hasyim. [875] Beliau memiliki beberapa orang saudara laki-laki; Thalib, Aqiel dan Ja’far. Mereka semua lebih tua dari beliau, masing-masing terpaut sepuluh tahun. Beliau memiliki dua orang saudara perempuan; Ummu Hani’ dan Jumanah. Keduanya adalah puteri Fathimah binti Asad, ia telah masuk Islam dan turut berhijrah. Ayah beliau bernama Abu Thalib. Dia adalah paman kandung yang sangat menyayangi Rasulullah ﷺ nama sebenarnya Abdi Manaf. Demikianlah disebutkan oleh Imam Ahmad dan ulama-ulama ahli nasab dan sejarah.
Kaum Rafidhah mengira Abu Thalib ini bernama Imran, bahwa dialah yang dimaksud dalam firman Allah سبحانه و تعالى.: ” Sesungguhnya Allah telah memilih Adam, Null, keluarga Ibrahim dan keluarga Imran melebihi segala umat (di masa mereka masing-masing).” (Ali Imran: 33).
Kaum Rafidhah ini telah jatuh dalam kesalahan yang amat besar. Mereka tidak memperhatikan ayat-ayat al-Qur’an lainya sebelum mereka mengucapkan kedustaan tersebut dengan menafsirkan ayat seenaknya. Karena setelah itu Allah سبحانه و تعالى mengatakan, ” (Ingatlah), ketika isteri Imran berkata, ‘ Ya Rabbku, sesungguhnya aku menazarkan kepada Engkau anak yang dalam kandunganku menjadi hamba yang saleh dan berkhidmat (di Baitul Maqdis)’.” (Ali Imran: 35). Allah سبحانه و تعالى menyebutkan kelahiran Maryam binti Imran. Begitulah zhahirnya, alhamdulillah.
Abu Thalib ini sangat menyayangi Rasulullah ﷺ namun ia tidak beriman kepada beliau. Bahkan ia mati di atas kekufuran seperti yang telah diriwayatkan dalam Shahih al-Bukhari. [876] Ali bin Abi Thalib ra. termasuk salah seorang sahabat yang dijamin masuk surga dan salah seorang dari enam orang ahli syura. Beliau termasuk sahabat yang Rasulullah ﷺ wafat dalam keadaan ridha kepadanya. Beliau adalah khalifah rasyid yang keempat.
2. Sifat Fisik Ali Bin Abi Thalib رضي الله عنه
Beliau memiliki kulit berwarna sawo matang, bola mata beliau besar dan berwarna kemerah-merahan,[877] berperut besar dan berkepala botak. Berperawakan pendek dan berjanggut lebat. Dada dan kedua pundak beliau padat dan putih, beliau memiliki bulu dada dan bahu yang lebat, berwajah tampan dan memiliki gigi yang bagus, ringan langkah saat berjalan.[878]
3. KeIslaman Ali bin Abi Thalib رضي الله عنه dan Peran Beliau Sebelum Diangkat Menjadi Khalifah
Ali binAbi Thalib ra. masuk Islam saat beliau berusia tujuh tahun, ada yang mengatakan delapan tahun, dan ada pula yang mengatakan sepuluh tahun. Dikatakan bahwa beliau adalah orang yang pertama kali masuk Islam. Namun yang shahih adalah beliau merupakan bocah yang pertama kali masuk Islam, sebagaimana halnya Khadijah adalah wanita yang pertama kali masuk Islam, Zaid bin Haritsah adalah budak yang pertama kali masuk Islam, Abu Bakar ra. adalah lelaki merdeka yang pertama kali masuk Islam. Ali bin Abi Thalib ra. Memeluk Islam dalam usia muda disebabkan ia berada di bawah tanggungan Rasulullah ﷺ Yaitu pada saat penduduk Makkah tertimpa paceklik dan kelaparan, Rasulullah ﷺ mengambilnya dari ayahnya. Ali bin Abi Thalib kecil hidup bersama Rasulullah ﷺ. Dan ketika Allah mengutus beliau menjadi seorang rasul yang membawa kebenaran, Khadijah serta ahli bait beliau, termasuk di dalamnya Ali bin Abi Thalib, segera memeluk Islam. Adapun keislaman yang bermanfaat dan menyebar manfaatnya kepada manusia adalah keislaman Abu Bakar ash-Shiddiq Diriwayatkan dari Ali bahwa ia berkata, “Aku adalah orang yang pertama kali masuk Islam.” namun sanadnya tidak shahih. Telah diriwayatkan juga hadits hadits yang semakna dengan ini yang diriwayatkan oleh Ibnu Asakir, namun kebanyakan dari hadits itu adalah munkar dan tidak shahih, wallahu a’lam.
Muhammad bin Ka’ab al-Qurazhi berkata, “Wanita pertama masuk Islam adalah Khadijah, kaum lelaki pertama yang masuk Islam adalah Abu Bakar dan Ali , hanya saja Abu Bakar menyatakan keislamannya sementara Ali menyembunyikannya.” Menurut saya, “Yang demikian itu karena ia takut kepada ayahnya, kemudian ayahnya memerintahkannya supaya mengikuti dan membela keponakannya.” Ali turut berhijrah setelah Rasulullah ﷺ keluar dari kota Makkah. Rasulullah ﷺ menugaskannya untuk memberaskan hutang piutang beliau dan mengembalikan barang-barang yang dititipkan kepada beliau. Kemudian Ali menyusul beliau setelah melaksanakan perintah beliau dan turut berhijrah. Rasulullah ﷺ. mempersaudarakannya dengan Sahal bin Hunaif .
Ibnu Ishaq dan penulis sejarah lainnya menyebutkan, “Rasulullah ﷺ mempersaudarakannya dengan diri beliau sendiri. Telah diriwayatkan banyak hadits tentangnya tapi tidak shahih, karena sanadnya dhaif. Dan sebagian matannya sangat ganjil, dalam sebuah matan disebutkan, ‘Engkau adalah saudaraku, pewarisku, khalifah setelahku, dan sebaik-baik amir sepeninggalku’.” Hadits ini maudhu‘ (palsu) dan bertentangan dengan hadits-hadits yang shahih dalam kitab Shahihain dan kitab-kitab hadits lainnya. Beliau ikut serta dalam perang Badar dan beliau memiliki jasa yang besar dalam peperangan tersebut. Beliau juga turut serta dalam peperangan Uhud, pada saat itu beliau tergabung dalam sayap kanan pasukan yang memegang panji setelah Mush’ab bin Umair. Beliau juga turut serta dalam perang Khandaq. Dalam peperangan ini beliau berhasil menewaskan jagoan Arab dan salah seorang pemberani mereka yang sangat populer, yakni Amru bin Abdi Wud al-‘Amiri. Beliau juga turut serta dalam perjanjian Hudaibiyah dan Bai’atur Ridhwan. Beliau juga mengikuti peperangan Khaibar. Dalam peperangan ini beliau menunjukkan aksi yang luar biasa dan kepahlawanan yang mengagumkan.
Allah member kemenangan lewat tangannya. Dan dalam peperangan ini beliau berhasil menewaskan Mirhab al-Yahudi. Beliau juga turut serta dalam Umrah Qadha’. Pada saat itulah Rasulullah ﷺ berkata kepadanya, “Engkau bagian dariku dan aku adalah bagian darimu. [879] Adapun kisah yang banyak diceritakan oleh para qushshash (tukang cerita) bahwa beliau pernah bertarung melawan jin di sumur Dzatul ilmi,[880] sebuah sumur di dekat Juhfah, adalah kisah yang tidak ada asal-usulnya. Kisah itu termasuk kisah yang diada-adakah oleh orang-orang jahil dan tukang cerita, janganlah terpedaya dengannya. Beliau juga mengikuti penaklukan kota Makkah, peperangan Hunain dan ath-Thaif. Beliau berperang dengan gagah berani lalu beliau berumrah bersama Rasulullah ﷺ dari al-Ji’ranah. Ketika Rasulullah berangkat ke Tabuk, beliau mengangkatnya sebagai pengganti beliau di Madinah. la berkata kepada Rasulullah ﷺ, “Wahai Rasulullah apakah engkau membiarkan aku bersama kaum wanita dan anak-anak?” Rasulullah ﷺ berkata kepadanya, ” Tidakkah engkau ridha kedudukanmu di sisiku seperti kedudukan Harun di sisi Musa, hanya saja tidak ada nabi setelahku. [881]
Rasulullah ﷺ mengutusnya sebagai amir dan hakim di negeri Yaman bersama dengan Khalid bin al-Walid. Kemudian beliau menyusul Rasul pada haji wada’ ke Makkah dengan membawa onta korban beliau. la bertahallul sebagaimana tahallulnya. Rasulullah ﷺ dan memberinya bagian dari hewan korban beliau.[882] Lalu ia tetap mengenakan kain ihramnya bersama Rasulullah ﷺ dan menyembelih hewan korban bersama beliau setelah menyelesaikan manasik haji. Ketika Rasulullah ﷺ sakit, al-Abbas berkata kepadanya, “Tanyalah kepada Rasulullah ﷺ , siapakah yang berhak meme-gang kepemimpinan setelah beliau?” Ali berkata, “Demi Allah aku tidak akan menanyakannya kepada beliau, sebab apabila beliau melarangnya dari kita maka orang-orang tidak akan menyerahkannya kepada kita selama-lamanya.[883]
Hadits-hadits yang shahih dan jelas menunjukkan bahwa Rasulullah ﷺ tidak mewasiatkan jabatan kekhalifahan kepadanya ataupun kepada selainnya. Bahkan beliau mengisyaratkan dengan menyebut Abu Bakar. Beliau member isyarat yang dapat dipahami dan sangat jelas sekali maksudnya. Seperti yang telah kami sebutkan dalam juz sebelumnya, alhamdulillah [884]
Adapun kebohongan yang dilontarkan oleh orang-orang jahil dari kalangan Syi’ah dan tukang cerita yang bodoh bahwa Rasulullah ﷺ telah mewasiatkan jabatan kekhalifahan kepada Ali jelas merupakan sebuah kedustaan dan kebohongan yang sangat besar yang menjerumuskan mereka ke dalam kesalahan yang sangat besar pula. Seperti tuduhan para sahabat telah berkhianat dan bersepakat menggagalkan wasiat Rasulullah saw. dan menahannya dari orang yang telah diberi wasiat. Lalu menyerahkannya kepada orang lain tanpa alasan dan sebab. Setiap mukmin yang beriman kepada Allah dan RasulNya, meyakini bahwa Dienul Islam adalah haq pasti mengetahui batil-nya kedustaan ini. Karena para sahabat adalah sebaik-baik manusia setelah para nabi. Mereka adalah generasi terbaik umat ini yang merupakan umat terbaik di dunia maupun di akhirat berdasarkan nash al-Qur’an serta berdasarkan ijma’ salaf dan khalaf, alhamdulillah.
Adapun cerita yang disampaikan oleh orang-orang awam tukang cerita di pasar-pasar tentang wasiat-wasiat yang khusus diberikan kepada Ali dalam hal adab (etika), akhlak, adab makan dan minum, adab berpakaian, seperti cerita mereka, “Wahai Ali, janganlah pakai imamah (sorban) sambil duduk. Wahai Ali, janganlah pakai celanamu sambil berdiri. Wahai Ali, janganlah memegang tiang pintu. Dan janganlah duduk di depan pintu. Janganlah menjahit pakaian yang sedang engkau kenakan.” Dan wasiat-wasiat sejenis-nya. Semua itu adalah cerita kosong yang tidak ada asal-usulnya. Bahkan termasuk dusta, bohong dan palsu.
Kemudian, ketika Rasulullah ﷺ wafat, Ali termasuk salah seorang yang memandikan, mengkafani dan mengebumikan jenazah Rasulullah ﷺ. Ketika Abu Bakar ash-Shiddiq dibai’at menjadi khalifah pada hari Saqifah, Ali termasuk salah seorang yang berbai’at di masjid, seperti yang telah kami jelaskan sebelumnya. [885] Abu Bakar ash-Shiddiq dalam pandangan Ali bin Abi Thalib ra. sama seperti para umara’ dari kalangan sahabat yang lainnya, beliau berpandangan mentaati Abu Bakar merupakan kewajibannya dan merupakan perkara yang paling ia sukai. Ketika Fathimah wafat enam bulan setelah Rasulullah ﷺ ketika itu ia kurang puas terhadap beberapa keputusan Abu Bakar disebabkan warisan yang tidak ia peroleh dari ayahnya. Ia belum mengetahui nash khusus dalam masalah ini bagi para nabi, yakni mereka tidak mewariskan harta warisan kepada sanak famili.
Ketika hal itu sampai kepadanya ia meminta kepada Abu Bakar agar mengangkat suaminya sebagai pengawas sedekah (harta warisan) tersebut, akan tetapi Abu Bakar menolaknya. Maka ia terus memendam ketidak puasan terhadap Abu Bakar seperti yang telah kami jelaskan terdahulu. Maka Ali berusaha mengambil hati istrinya. Setelah Fathimah wafat, Ali memperbaharui kembali bai’atnya kepada Abu Bakar ash-Shiddiq Ketika Abu Bakar wafat lalu Umar memegang jabatan khalifah atas dasar wasiat Abu Bakar kepadanya, Ali bin Abi Thalib ra. termasuk salah seorang sahabat yang membai’at Umar. Ali selalu bersama Umar dan memberikan masukan positif kepadanya. Disebutkan bahwa Umar memintanya menjadi qadhi (hakim) pada masa kekhalifahannya. Beliau menyertai Umar bersama para tokoh dari kalangan sahabat ke negeri Syam dan menghadiri khutbah Umar di al-Jabiyah.
Ketika Umar ditikam dan beliau menyerahkan urusan musyarawah kepada enam orang sahabat, salah seorang di antaranya adalah Ali bin Abi Thalib ra. Lalu mereka menetapkan dua orang calon, yaitu Utsman dan Ali. Lalu Utsman terpilih menjadi khalifah. Namun begitu, Ali tetap mendengar dan taat kepada Utsman.
4. Keutamaan Ali bin Abu thalib رضي الله عنه
Imam Ahmad, Ismail al-Qadhi, An-Nasa’i dan Abu Ali an-Naisaburi berkata, “Belum ada riwayat-riwayat shahih berkenaan dengan keutamaan sahabat yang lebih banyak daripada riwayat tentang keutamaan Ali bin Abi Thalib ra. [886] Al-Hafizh Ibnu Hajar al-Asqalani berkata, “Sebabnya adalah karena beliau adalah yang terakhir, yaitu khalifah rasyid yang terakhir. Banyak terjadi perselisihan pada zaman beliau, sebagian orang membangkang terhadap beliau. Irulah sebabnya riwayat-riwayat tentang keutamaan beliau tersebar, bersumber dari penjelasan para sahabat sebagai bantahan terhadap orang-orang yang menyelisihi beliau. Oleh karena itu Ahlus Sunnah wal Jama’ah memandang penting untuk menyebarkan riwayat-riwayat tentang keutamaan beliau. Sehingga banyaklah para perawi yang menukilnya. Karena pada hakikatnya seluruh khalifah rasyid yang empat masing-masing memiliki banyak keutamaan-keutamaan. Dan apabila ditimbang dengan mizan yang adil pasti tidak akan keluar dari perkataan Ahlus Sunnah wal Jama’ah.[887]
Ibnu Katsir berkata,[888] Di antara keutamaannya, beliau merupakan salah satu dari sepuluh orang sahabat yang dijamin masuk sorga yang paling dekat hubungan nasabnya kepada Rasulullah ﷺ ” Di antara keutamaannya, khutbah Rasulullah ﷺ pada hari kedelapan belas Dzulhijjah pada haji wada di tempat yang bernama Ghadir Khum, dalam khutbahnya beliau berkata, ” Barang siapa yang menjadikan aku sebagai walinya maka sesungguhnya ia telah menjadikan Ali sebagai walinya. [889]
Dalam sebagian riwayat disebutkan: “Ya Allah belalah siapa saja yang membelanya (yakni Ali), musuhilah siapa saja yang memusuhinya dan hinakanlah siapa saja yang menghinakannya.“
Namun yang shahih adalah yang pertama. Ali termasuk salah seorang sahabat yang ikut serta dalam peperangan Badar. Rasulullah ﷺ telah berkata kepada Umar, “Tahukah kamu, sesungguhnya Allah telah mengetahui apa yang akan dilakukan oleh para peserta perang Badar. Allah mengatakan, ‘Lakukanlah sesukamu sesungguhnya Aku telah mengampuni kamu’.[890] Ali juga ikut serta dalam Bai’atur Ridhwan. Allah telah berfirman, “Sesunggidinya Allah telah ridha terhadap orang-orang mu’min ketika mereka berjanji setia kepadamu di bawah pohon.” (Al-Fath: 18).
Rasulullah ﷺ bersabda, “Tidak akan masuk neraka orang-orang yang ikut dalam bai’at di bawah sebuah pohon (yakni Bai ‘at Ridhwan). [891]
Berikut ini akan kami cantumkan keutamaan-keutamaan Ali bin Abi Thalib ra. yang lainnya yang kami ambil dari kitab Shahihain, berdasarkan metodologi yang kami pakai dalam menyebutkan keutamaan khalifah-khalifah sebelumnya . Imam al-Bukhari berkata dalam Shahihnya [892], Bab: Keutamaan Ali bin Abi Thalib al-Qurasyi al-Hasyimi Abul Hasan . Rasulullah ﷺ bersabda,
“Engkau bagian dariku dan aku adalah bagian darimu.”893 Umar berkata, “Rasulullah ﷺ wafat dalam keadaan beliau meridhainya.[894]
5. Ali Termasuk Orang yang Mencintai Allah dan RasulNya
Diriwayatkan dari Sahal bin Sa’ady bahwa Rasulullah ﷺ bersabda, “Demi Allah, niscaya akan kuserahkan bendera ini esok hari kepada seseorang yang mencintai Allah serta RasidNya dan dia dicintai Allah serta RasulNya. Semoga Allah memberikan kemenangan melalui tangannya.” Maka semalam suntuk orang orang membicarakan siapakah di antara mereka yang akan diserahi bendera itu. Keesokan harinya mereka mendatangi Rasulullah ﷺ masing-masing berharap dialah yang diserahi bendera itu. Lalu Rasulullah ﷺ. bersabda, “Di manakah Ali bin Abi Thalib ?” Dijawab, “Dia sedang sakit pada kedua matanya.” Rasulullah ﷺ bersabda, “Panggil dan bawa dia kemari.” Dan dibawalah Ali kehadapan Rasulullah ﷺ . Rasulullah ﷺ lalu meludah pada kedua belah matanya seraya berdoa untuknya. Seketika saja dia sembuh seakan-akan tidak pernah terkena penyakit. Kemudian Rasulullah ﷺ menyerahkan bendera itu kepadanya. Ali berkata, “Wahai Rasulullah, aku memerangi mereka hingga mereka menjadi seperti kita.” Rasulullah ﷺ bersabda, “Majulah ke depan dengan tenang! Sampai kami tiba ke tempat mereka, kemudian ajaklah mereka kepada Islam dan sampaikanlah kepada mereka hak-hak Allah yang wajib mereka tunaikan. Demi Allah, sekiranya Allah memberikan petunjuk kepada seseorang melalui dirimu, sungguh lebih baik (berharga) bagimu daripada memiliki unta-unta merah.[895]
6. Kelembutan Rasulullah ﷺ Kepada Ali رضي الله عنه dan Pemberian Kuniyah untuknya
Diriwayatkan dari Sahal bin Sa’ad ia berkata, “Ali menemui Fathimah kemudian keluar lalu berbaring di masjid. Rasulullah ﷺ bertanya, “Dimanakali putera pamanmu itu?” Fathimah menjawab, “Di masjid.” Maka Rasulullah ﷺ keluar menemuinya dan mendapati selendangnya terjatuh dari pungungnya sehingga tanah mengotori punggungnya. Rasulullah ﷺ menghapus tanah tersebut dari punggungnya seraya berkata, “Duduklah wahai Abu Turab.” Beliau mengucapkannya dua kali.[896]
7. Keterangan Abdullah bin Umar Tentang Keutamaan Ali bin Abi Thalib رضي الله عنه
Diriwayatkan dari Sa’ad bin Ubaidah, ia berkata, “Seorang lelaki datang menemui Abdullah bin Umar dan bertanya kepadanya tentang Utsman. Ibnu Umar menyebutkan kebaikan-kebaikan Utsman. Beliau berkata, ‘Barangkali kamu tidak menyukainya?’ ‘Benar!’ Sahutnya. ‘Semoga Allah menghinakanmu.’ Kemudian ia bertanya tentang Ali. Ibnu Umar menyebutkan kebaikankebaikannya. Beliau berkata, ‘Begitulah keutamaannya, rumahnya berada di tengah-tengah rumah-rumah Rasulullah ﷺ.’ Kemudian beliau berkata, ‘Barangkali kamu tidak menyukainya.’ ‘Benar!’ sahutnya. Abdullah bin Umar pun berkata, ‘Semoga Allah menghinakanmu, menjauhlah kamu dariku sejauh-jauhnya.”
8. Kedudukan Ali di sisi Rasulullah ﷺ dan Apa yang Telah Rasulullah ﷺ Pilihkan Buat Beliau.
Diriwayatkan dari al-Hakam, ia berkata, “Aku mendengar Ibnu Abi Laila berkata, Ali bin Abi Thalib ra. ia bercerita kepada kami, ‘Fathimah datang menemui Rasulullah ﷺ untuk meminta pembantu (khadim) namun ia tidak bertemu dengan beliau. Ia bertemu dengan ‘Aisyah رَضِيَ اللَّهُ عَنْهَا dan mengabarkan maksud kedatangannya. Ali bin Abi Thalib ra. menuturkan, ‘Rasulullah ﷺ datang menemui kami ketika kami telah berada di pembaringan. Aku ingin bangkit menyambut beliau, namun beliau berkata, ‘Tetaplah ditempat kalian,’ beliau duduk di antara kami hingga aku merasakan dinginnya kedua telapak kaki beliau di dadaku. Beliau berkata, ‘Maukah kalian aku ajari sesuatu yang lebih baik daripada yang kalian minta? Apabila kalian mendatangi pembaringan kalian ucapkanlah Allahu akbar sebanyak 34 kali, subhanallah sebanyak 33 kali dan alhamdulillah sebanyak 33 kali. Sesungguhya itu lebih baik bagi kalian dari pada seorang khadim’.”
Diriwayatkan dari Sa’ad bin Ibrahim bin Abdurrahman bin ‘Auf ia berkata, Aku mendengar Ibrahim bin Sa’ad bin Abi Waqqash meriwayatkan dari ayahnya, dari Rasulullah ﷺ bahwa beliau berkata kepada Ali, “Apakah engkau tidak ridha kedudukanmu di sisiku seperti kedudukan Harun disisi Musa?[897]
9. Ali bin Abi Thalib رضي الله عنه Membenci Perselisihan.
Diriwayatkan dari Abidah bin Amru as-Salmani dari Ali bin Abi Thalib ra., ia berkata, “Putuskanlah hukum seperti kalian memutuskannya dahulu. Sesungguhnya aku membenci perselisihan. Upayakanlah agar kaum muslimin satu jama’ah, atau aku mati sebagaimana sahabat-sahabatku mati.” Ibnu Sirin menyimpulkan bahwa hampir seluruh riwayat yang dinukil dariAli adalah dusta.[898]
10. Wasiat Supaya Berpegang Teguh dengan Kitabullah dan Memelihara Hak Ahli Bait.
Imam Muslim berkata, “Zuhair bin Harb dan Syuja’ bin Makhlad telah menceritakan kepada kami dari Ibnu Ulayyah, Zuhair berkata, Ismail bin Ibrahim telah menceritakan kepada kami, ia berkata, Abu Hayyan telah menceritakan kepada kami, ia berkata, Yazid bin Hayyan telah bercerita kepada kami, ‘Aku bersama Hushain bin Sabrah dan Umar bin Muslim berangkat menemui Zaid bin Arqam. Ketika kami duduk bersamanya. Hushain berkata kepadanya, ‘Engkau telah memperoleh kebaikan yang sangat banyak wahai Zaid! Engkau telah melihat Rasulullah ﷺ engkau telah mendengar hadits-hadits beliau, berperang bersama beliau dan shalat di belakang beliau. Engkau telah memperoleh kebaikan yang sangat banyak wahai Zaid. Maka dari iru sampaikanlah kepada kami hadits-hadits yang engkau dengar dari Rasulullah ﷺ.’ Zaid pun berkata, ‘Wahai saudaraku, demi Allah usiaku telah lanjut, ajalku sudah dekat dan aku sudah lupa sebagian yang dahulu aku hafal dari Rasulullah ﷺ. Terimalah hadits yang aku sampaikan ini kepada kalian. Dan apa-apa yang tidak aku sampaikan maka janganlah kalian bebani aku dengannya.’ Kemudian Zaid berkata, ‘Pada suatu hari Rasulullah ﷺ menyampaikan khutbah di sebuah mata air bernama Khum[899] yang terletak antara Makkah dan Madinah. Setelah memanjatkan puja dan puji kepada Allah, memberi peringatan dan nasehat beliau berkata, ‘Amma ba’du, ketahuilah wahai sekalian manusia, sesungguhnya aku hanyalah seorang manusia, hampir tiba masanya kedatangan seorang utusan Rabbku dan aku akan menyambut panggilannya. Sungguh, aku telah tinggalkan padamu dua perkara, pertama Kitabullah, di dalamnya terdapat petunjuk dan cahaya. Ambillah pedoman dari Kitabullah dan pegang teguhlah ia. Beliau memerintahkan untuk berpegang teguh kepada Kitabullah dan mencintainya, kemudian beliau bersabda, ‘ Dan aku peringatkan kepada Allah agar kalian menjaga ahli baitku’ Beliau ulangi sebanyak tiga kali.’
Al-Husain berkata kepadanya, ‘Siapakah ahli bait nabi wahai Zaid? Bukankah istri beliau termasuk ahli bait?’ Zaid berkata, ‘Istri beliau termasuk. Ahli bait, dan juga termasuk ahli bait adalah karib kerabat beliau yang diharamkan menerima zakat’ ‘Siapakah mereka?’ Tanya al-Husain lagi. Zaid menjawab, ‘Keluarga Ali, keluarga Aqil, keluarga Ja’far dan keluarga Abbas. ‘Apakah mereka diharamkan menerima zakat?’ Tanya al-Husain lagi. ‘Benar!’ jawab Zaid.[900]
Diriwayatkan dari Zirr bin Hubaisy dari Ali bin Abi Thalib ra. ia ber-kata, “Demi Allah yang menumbuhkan biji-bijian dan menciptakan jiwa, ini merupakan pesan nabi yang ummi kepadaku bahwasanya tidaklah seseorang mencintaiku melainkan ia seorang mukmin dan tidaklah membenciku melainkan ia seorang munafik.[901]
11. Istri-istri dan Putra-putri Beliau
Istri pertama yang dinikahi Ali adalah Fathimah binti Rasulullah ﷺ. Ia berkumpul dengannya setelah pulang dari peperangan Badar. Beliau memperoleh dua orang putera, al-Hasan dan al-Husain. Ada yang mengatakan putera ketiga beliau bernama Muhasin, namun meninggal dunia saat masih bayi. Beliau memperoleh dua orang puteri, yaitu Zainab al-Kubra dan Ummu Kaltsum al-Kubra yang kemudian dinikahi oleh Umar bin al-Khaththab . Ali tidak menikahi wanita lain di samping Fathimah hingga ia wafat enam bulan setelah wafatnya Rasulullah ﷺ. Setelah Fathimah wafat, Ali menikahi beberapa wanita, di antara istri-istrinya ada yang wafat pada saat beliau masih hidup, ada yang beliau ceraikan dan ketika wafat beliau meninggalkan empat istri.
12. Di antara istri-istri beliau [902]
Ummul Banin binti Hizam. Hizam adalah Abul Muhill bin Khalid bin Rabi’ah bin al-Wahid bin Ka’ab bin Amir bin Kilab. Dari Ummul Banin beliau memperoleh empat orang putera, al-Abbas, Ja’far, Abdullah dan Utsman. Mereka semua terbunuh bersama saudara mereka, yakni al-Husein, di padang Karbala. Tidak ada generasi penerus keturunan ini kecuali al-Abbas. * Laila binti Mas’ud bin Khalid bin Malik dari Bani Tamim. Dari Laila beliau memperoleh dua orang putera, Ubaidullah dan Abu Bakar. Hisyam bin al-Kalbi berkata, “Keduanya juga terbunuh di padang Karbala. Menurut al-Waqidi, Ubaidullah dibunuh oleh Mukhtar bin Abi Ubaid pada pepe-rangan al-Madzar. * Asma’ binti ‘Umais al-Khats’amiyyah, darinya beliau memperoleh dua orang putera: Yahya dan Muhammad al-Ashghar. Demikian dikatakan oleh Ibnul Kalbi.
Al-Waqidi mengatakan, “Beliau memperoleh dua orang putera darinya, Yahya dan ‘Aun, adapun Muhammad al-Ashghar berasal dari ummul walad (budak wanita).” * Ummu Habib [903] binti Rabi’ah bin Bujair bin al-Abdi bin ‘Alqamah, ia adalah ummu walad (budak wanita) dari tawanan yang ditawan oleh Khalid bin Walid dari Bani Taghlib ketika ia menyerbu wilayah ‘Ainut Tamr. Darinya beliau memperoleh seorang putera bernama Umar yang diberi umur panjang 85 tahun dan seorang puteri bernama Ruqayyah.
(1). Ummu Sa’id binti Urwah bin Mas’ud bin Mu’attib bin Malik ats- Tsaqafi, darinya beliau memperoleh dua orang puteri, Ummul Hasan dan Ramlah al-Kubra.
(2). Binti Umru’ul Qais bin Ady bin Aus bin Jabir bin Ka’ab bin Ulaim bin
Kalb al-Kalbiyah. Darinya beliau memperoleh seorang puteri. Suatu ketika Ali membawanya saat ia masih kecil ke masjid, ditanyakan kepadanya, “Siapakah bibimu?” Ia menjawab, “Hugh, hugh!” Maksudnya Bani Kalb.
(3). Umamah binti Abil Ash bin ar-Rabi’ bin Abdil Uzza bin Abdi Syams bin Abdi Manaf bin Qushay, ibunya adalah Zainab binti Rasulullah ﷺ dialah yang digendong oleh Rasulullah ﷺ, dalam shalat, saat bangkit beliau menggendongnya dan saat sujud beliau meletakkannya. Darinya Ali memperoleh seorang putera bernama Muhammad al-Ausath.
(4). Khaulah binti Ja’far bin Qais bin Maslamah bin Ubaid bin Tsa’lab bin Yarbu’ bin Tsa’labah. Ia ditawan oleh Khalid bin Walid pada masa kekhalifahan Abu Bakar ash-Shiddiq pada peperangan melawan kaum murtad. Ia berasal dari Bani Hanifah. Kemudian ia diserahkan kepada Ali bin Abi Thalib ra. Dari Khaulah ini Ali memperoleh seorang putera bernama Muhammad al-Akbar (lebih dikenal dengan sebutan Muhammad bin al-Hanafiyah). Di antara kaum Syi’ah ada yang menganggap beliau sebagai imam yang ma’shum. Ia memang termasuk tokoh kaum muslimin, namun bukanlah ma’shum, ayahnya juga tidak ma’shum bahkan orang yang lebih utama dari ayahnya, yaitu Khulafa’ur Rasyidin sebelum beliau, juga tidak ma’shum, wallahu a’lam.
Ali bin Abi Thalib ra. memiliki banyak anak keturunan lainnya dari sejumlah ummu walad (budak wanita). Saat wafat beliau meninggalkan empat istri dan sembilan belas budak wanita. Di antara putera puteri beliau yang tidak diketahui nama ibunya adalah: Ummu Hani’, Maimunah, Zainab ash-Shughra, Ramlah ash-Shughra, Ummu Kaltsum ash-Shughra, Fathimah, Umamah, Khadijah, Ummul Kiram, Ummu Ja’far, Ummu Salamah, Jumanah dan Nafisah. Ibnu Jarir berkata, “Jumlah keseluruhan anak kandung beliau adalah empat belas orang putera dan tujuh belas orang puteri.[904]
Al-Waqidi berkata, “Generasi penerus Ali ada lima; al-Hasan, al-Husain, Muhammad bin al-Hanafiyah, al-Abbas al-Kilabiyah dan Umar bin at-Taghlibiyah. [905]
13. Riwayat Hidup, Nasehat-nasehat, Khutbah-khutbah Beliau
Abdul Warits [906] meriwayatkan dari Abu Amru bin al-Ala’ dari ayahnya, ia berkata, “Ali berkata dalam khutbahnya, ‘Wahai sekalian manusia, demi Allah yang tiada ilah yang berhak disembah selain Dia. Aku tidaklah mengambil harta kalian sedikit maupun banyak kecuali ini.’ Kemudian beliau mengeluarkan botol kecil berisi parfum dari saku bajunya lalu beliau berkata, ‘Ad-Dihqaan menghadiahkan ini untukku.’
Diriwayatkan dari Abdullah bin Zurair al-Ghafiqi, ia berkata, “Kami datang menemui Ali pada hari ‘Iedul Adha. Lalu beliau menghidangkan khazirah [907] kepada kami. Kami berkata, ‘Semoga Allah memperbaiki keadaanmu, alangkah baik bila engkau hidangkan kepada kami bebek dan angsa ini. Karena Allah telah menurunkan kebaikan yang sangat banyak. Ali berkata, ‘Wahai Ibnu Zurair, sesungguhnya aku mendengar Rasulullah ﷺ bersabda, ” Tidak halal bagi khalifah mengambil bagian dari harta Allah (maksudnya harta baitul mal) kecuali dua piring saja. Satu piring untuk ia makan bersama keluarganya dan satu piring lagi untuk ia berikan kepada orang lain. [908]
Abu Ubaid [909] berkata,”Abad bin Awam telah menceritakan kepada kami dari Harun bin ‘Antarah dari ayahnya, ia berkata, ‘Aku datang menemui Ali bin Abi Thalib ra. di al-Khurnaq, beliau mengenakan selimut beludru sambil gemetar menahan dingin. Aku berkata, ‘Wahai Amirul Mukminin, sesungguhnya Allah telah memberikan bagian untukmu dan keluargamu dari harta ini (baitul mal), mengapa anda memilih selimut tipis ini untuk dirimu?’ Ali berkata, ‘Demi Allah, sesungguhnya aku tidak akan mengambil harta kalian sedikitpun. Selimut inilah yang kubawa dari rumahku atau beliau mengatakan, dari Madinah.”
Ya’qub bin Sufyan [910] berkata, “Abu Bakar al-Humaidi telah menyampaikannya kepada kami, ia berkata, Sufyan telah menyampaikannya kepada kami, ia berkata, Abu Hayyan telah menyampaikannya kepada kami, ia berkata, Dari Mujami’ bin Sam’an at-Taimi, ia berkata, ‘Ali keluar dari rumahnya ke pasar dengan membawa pedangnya. Beliau berkata, ‘Siapakah yang mau membeli pedangku ini? Sekiranya aku punya uang empat dirham untuk membeli sarung niscaya aku tidak akan menjualnya’.”
Imam Ahmad meriwayatkan dari Abad bin Awam dari Hilal bin Khabab dari Maula Abu ‘Ushaifir, ia berkata, “Aku melihat Ali bin Abi Thalib ra. Keluar menemui seorang lelaki penjual kain kasar. Ali berkata kepadanya, ‘Apakah engkau menjual gamis sunbulani Lelaki itu mengeluarkan sepotong gamis lalu Ali pun mengenakannya, ternyata panjang gamis itu sampai ke tengah betisnya. Beliau melihat ke kanan dan ke kiri lalu berkata, ‘Aku lihat ukurannya sudah cocok, berapa harganya?’ Lelaki itu berkata, ‘Empat dirham wahai Amirul Mukminin!’ Beliaupun mengeluarkan uang dari sarungnya dan menyerahkannya kepadanya kemudian beliau pergi1.[911]
Muhammad bin Sa’ad [912] berkata, “Al-Fadhl bin Dukkain telah menceritkan kepada kami, ia berkata, al-Hur bin Jurmur telah menceritakan kepada kami bahwa ayahnya berkata, ‘Aku melihat Ali keluar dari rumahnya dengan mengenakan dua helai kain Qithriyah [913], yaitu sarung sampai ke tengah betis dan selendang yang dilipat, beliau menuntun untanya di pasar sembari menganjurkan manusia agar bertakwa kepada Allah dan berjual beli dengan cara yang baik. Beliau berkata, ‘Sempurnakanlah takaran dan timbangan’.”
Amru bin Syimr [914] meriwayatkan dari Jabir al-Ju’fi dari Asy-Sya’bi, ia berkata, “Ali bin Abi Thalib ra. menemukan baju perangnya di tangan seorang lelaki Nasrani. Ali mengadukan lelaki itu kepada Syuraih. la mendatangi Syuraih lalu berkata, ‘Hai Syuraih, kalaulah lawanku itu seorang muslim niscaya aku akan duduk bersamanya. Akan tetapi ia adalah seorang Nasrani, Rasulullah ﷺ. Telah bersabda, ‘Jika kalian berpapasan dengan mereka di tengah jalan maka desaklah mereka ke pinggir jalan dan rendahkanlah mereka seperti Allah telah merendahkan mereka tanpa bersikap melampaui batas.’
Kemudian Ali berkata, ‘Baju perang ini adalah milikku, aku tidak pernah menjual dan tidak pernah pula menghadiahkannya.’ Syuraih berkata kepada lelaki Nasrani itu, ‘Bagaimana tanggapanmu terhadap tuduhan Amirul Muk-minin tadi?’ Lelaki Nasrani itu berkata, ‘Baju perang ini adalah milikku. Dan dalam pandanganku Amirul Mukminin bukanlah seorang pendusta.’ Syuraih menoleh kepada Ali dan berkata, ‘Wahai Amirul Mukminin; adakah bukti-bukti atas tuduhanmu?’ Ali tertawa sembari berkata, ‘Syuraih benar, aku tidak punya bukti.’ Syuraih memutuskan baju perang itu adalah milik lelaki Nasrani. Lalu lelaki Nasrani itu mengambilnya, ia berjalan beberapa langkah kemudian kembali dan berkata, ‘Aku bersaksi bahwa ini adalah hukum para nabi, Amirul Mukminin mengajukan diriku ke majelis hakim dan majelis hakim memutuskan hukum atas dirinya. Aku bersaksi bahwa tiada tuhan yang berhak disembah kecuali Allah dan aku bersaksi bahwa Muhammad adalah hamba dan utusanNya. Demi Allah, baju perang ini adalah milikmu wahai Amirul Mukminin, aku mengikuti pasukan ketika engkau berangkat ke peperangan Shiffin dengan mengendarai untamu yang berwarna abu-abu.’ Ali berkata, ‘Karena engkau sudah masuk Islam maka ambillah baju perang itu.’ Maka lelaki itupun membawanya dengan kudanya.”
Asy-Sya’bi berkata, “Orang-orang yang melihatnya menceritakan kepadaku bahwa ia ikut berperang bersama Ali melawan kaum Khawarij pada peperangan Nahrawan.” Sa’id bin Ubaid [915] meriwayatkan dari Ali bin Rabi’ah, ia berkata, “Ja’dah bin Hubairah datang menemui Ali dan berkata, ‘Wahai Amirul Mukminin, tadi datang dua orang lelaki kepadamu, yang pertama mencintaimu lebih daripada cintanya kepada keluarga dan hartanya. Sedang yang kedua, kalaulah ia sanggup menyembelihmu niscaya ia akan menyembelihmu. Lalu mengapa engkau putuskan memenangkan hukum untuk lelaki yang kedua atas lelaki yang pertama?!’ Ali menegurnya sembari berkata, ‘Kalaulah sekiranya hukum ini milikku tentu akan aku menangkan lelaki yang pertama. Namun hukum ini adalah milik Allah semata.’
Abul Qasim al-Baghawi [916] berkata, “Kakekku menceritakan kepadaku, ia berkata, Ali bin Hasyim telah bercerita kepadanya dari Shalih, penjual goni bahwa neneknya berkata, ‘Aku pernah melihat Ali membeli kurma seharga satu dirham. Lalu ia bawa dengan kain selimutnya. Seorang lelaki berkata, ‘Wahai Amirul Mukminin, biar aku saja yang memikulnya untukmu.’ Ali berkata, ‘Kepala keluarga lebih berhak untuk memikulnya’.”
Yahya bin Ma’in [917] meriwayatkan dari Ali bin al-Ja’d dari al-Hasan bin Shalih, ia berkata, “Orang-orang sedang membicarakan tentang para zuhad (orang-orang zuhud) di hadapan Umar bin Abdil Aziz. Salah seorang berkata, ‘Si Fulan.’ Yang lain berkata, ‘Si Fulan.’ Lalu Umar bin Abdul Aziz angkat bicara, ‘Orang yang paling zuhud di atas dunia adalah Ali bin Abi Thalib ra.
14. Petikan Kata-kata Mutiara Ali bin Abi Thalib رضي الله عنه.
Ibnu Abid Duniya [918] meriwayatkan bahwa Ali bin al-Ja’d meriwayatkan kepada kami, ia berkata, “Amru bin Syimr menceritakan kepada kami, ia berkata, Ismail as-Suddi berkata, Aku mendengar Abu Arakah berkata, ‘Aku pernah mengerjakan shalat fajar bersama Ali bin Abi Thalib ra. . Setelah ber-geser ke kanan beliau duduk sejenak seolah beliau sedang berduka. Ketika matahari meninggi di atas dinding masjid sejauh satu tombak beliau bangkit dan mengerjakan shalat dua rakaat. Kemudian beliau membalikkan tangan lalu berkata, ‘Demi Allah aku telah melihat sahabat Muhammad , namun sekarang aku tidak melihat seorangpun yang menyerupai mereka. Mereka mengerjakan shalat fajar dengan wajah coklat, rambut acak-acakan dan berdebu, di antara kedua mata mereka terdapat bekas kapalan (kulit yang mengeras) karena mereka melalui malam dengan sujud dan berdiri karena Allah. Mereka membaca Kitabullah, berdiri silih berganti antara dahi dan telapak kaki mereka. Pagi harinya mereka berdzikir mengingat Allah, mereka bergoyang seperti goyangnya pepohonan pada hari angin kencang. Air mata mereka berlinang hingga pakaian mereka basah.
Demi Allah, seolah-olah orang sekarang melewati malam dalam keadaan lalai.’ Kemudian beliau bangkit dan tidak pernah terlihat beliau berhenti ibadah dan tertawa hingga musuh Allah, al-Fasiq Ibnu Muljam, membunuh beliau.” Waki’[919] meriwayatkan dari Amru bin Munabbih dari Aufa bin Dalham dari Ali bin Abi Thalib ra. bahwa beliau berkata, “Tuntutlah ilmu niscaya kamu akan dikenal karenanya. Amalkanlah ilmu niscaya kamu akan menjadi ahlinya.
Sebab akan datang satu zaman suatu saat nanti yang mana sembilan puluh persen dari kebenaran akan diingkari. Tidak akan selamat darinya kecuali setiap nuwamah [920] yang memberantas penyakit. Merekalah imam di atas hidayah dan lentera ilmu, bukan orang yang sembrono dan madzayi’ budzur.[921]
Kemudian beliau berkata, “Sesungguhnya dunia telah pergi berlalu dan akhirat akan datang menyongsong. Masing-masing memiliki anak. Jadilah kamu anak akhirat dan janganlah menjadi anak dunia. Ketahuilah, sesungguhnya orang zuhud di dunia adalah yang menjadikan bumi sebagai tikarnya, tanah sebagai pembaringannya, air sebagai wewangiannya. Ketahuilah, barangsiapa rindu kepada akhirat maka ia akan menahan diri dari syahwat. Barangsiapa takut kepada api neraka maka ia akan meninggalkan perkara haram. Barangsiapa mengejar surga maka ia akan segera berbuat taat. Barangsiapa zuhud di dunia maka akan. terasa ringan musibah baginya. Ketahuilah, sesungguhnya Allah memiliki hambahamba yang seakan-akan mereka melihat penduduk surga kekal di dalam surge dan melihat penduduk neraka diadzab di dalamnya.
Keburukan mereka dapat diamankan, hati mereka senantiasa bersedih, diri mereka selalu terpelihara kesuciannya, kebutuhan mereka sedikit, mereka sabar melalui hari-hari yang tinggal sedikit dan pergi untuk memperoleh ketenangan abadi di akhirat. Pada malam hari mereka merapatkan kaki-kaki mereka dalam barisan shalat, air mata mereka mengalir di pipi mereka, mereka merintih memohon kepada Rabb mereka seraya berkata, ‘Ya Rabbi, ya Rabbi!’
Mereka meminta pembebasan diri mereka (dari api neraka). Siang hari mereka adalah ulama yang santun, orang baik lagi bertakwa. Seolah-olah mereka tonggak yang dilihat oleh orang-orang sembari berkata, ‘Orang sakit!’ Padahal mereka bukanlah orang yang sakit’.”
Waki’ [922] meriwayatkan dari Amru bin Munabbih dari Aufa bin Dalham, ia berkata, “Pada suatu hari Ali berkhutbah, ia berkata dalam khutbahnya, ‘Amma ba’du, sesungguhnya dunia akan segera pergi dan mengucapkan selamat tinggal. Dan sesungguhnya akhirat akan segera tiba dan mengucapkan selamat datang. Sesungguhnya start pada hari ini dan finish pada esok hari. Ketahuilah, sesungguhnya kalian hidup pada masa-masa penuh harapan, di hadapannya telah menunggu ajal. Barangsiapa menyia-nyiakan masa harapannya sebelum ajal tiba berarti sia-sialah amalnya. Beramallah hanya karena Allah pada saat senang sebagaimana kamu beramal pada saat takut. Ketahuilah, belum pernah aku melihat seperti surga, orang-orang yang ingin mengejarnya malah terlelap.
Dan belum pernah aku melihat seperti neraka, orang-orang yang ingin lari darinya malah terlena. Ketahuilah, sesungguhnya kalian telah diperintahkan untuk berangkat dan telah ditunjukkan perbekalan kepadamu. Ketahuilah wahai hadirin sekalian, sesungguhnya dunia adalah materi yang telah tersedia, yang dapat dinikmati oleh orang baik dan orang jahat. Dan sesungguhnya akhirat adalah janji yang benar. Raja Yang Mahakuasa akan menjatuhkan hukumNya. Ketahuilah, sesungguhnya setan menakut-nakuti kamu dengan kemiskinan dan menyuruh kamu berbuat jahat, sedang Allah menjanjikan untukmu ampunan dan karunia.
Dan Allah Maha luas karuniaNya dan Maha Mengetahui. Wahai sekalian manusia, berbuat baiklah sepanjang usiamu dan jagalah masa depanmu. Karena Allah telah menjanjikan surga bagi yang mentaatiNya dan mengancam dengan neraka terhadap orang yang mendurhakaiNya. Neraka yang tidak pernah tenang gejolaknya, tidak akan bisa lari tawanannya dan tidak akan dapat diperbaiki siapa saja yang hancur di dalamnya. Panasnya sangat tinggi, lubangnya sangat dalam dan airnya adalah nanah. Sesungguhnya perkara yang sangat aku takutkan atas kamu adalah mengikuti hawa nafsu dan panjang angan-angan.”
Dalam riwayat lain disebutkan, “Sesungguhnya mengikuti hawa nafsu dapat menghalanginya dari kebenaran dan panjang angan-angan dapat mem-buatnya lupa akhirat.”
15. Nash Wasiat Ali bin Abi Thalib رضي الله عنه
“Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang, ini adalah wasiat Ali bin Abi Thalib ra., bahwasanya dia bersaksi tiada ilah yang berhak disembah selain Allah semata tiada sekutu bagiNya. Dan bahwasanya Muhammad adalah hamba dan utusanNya. Yang telah mengutusnya dengan membawa hidayah dan dien yang haq agar mengatasi segala agama walaupun orang-orang musyrikin benci. Kemudian setelah itu, sesungguhnya shalatku, ibadahku (yakni penyembelihan korban), hidupku dan matiku hanyalah untuk Allah Rabb semesta alam, tiada sekutu bagiNya, demikian itulah yang diperintahkan kepadaku dan aku termasuk seorang muslim.
Aku wasiatkan kepadamu hai Hasan, juga kepada seluruh putera-puteri, istri-istriku dan siapa saja yang sampai kepadanya wasiatku ini agar bertakwa kepada Allah dan janganlah sekali-kali kamu mati melainkan dalam keadaan beragama Islam. Berpegang teguhlah kalian seluruhnya dengan tali Allah dan janganlah berpecah belah, sesungguhnya aku mendengar Abul Qasim bersabda, “Sesungguhnya mendamaikan dua pihak yang berselisih lebih utama daripada banyak ibadah shalat dan puasa.“
Perhatikanlah hak-hak karib kerabatmu, sambunglah tali silaturahim dengan mereka niscaya Allah akan meringankan hisabmu. Jagalah hak-hak anak yatim! Jangan sampai mulut mereka tidak berisi makanan [923] (jangan sampai mereka kelaparan). Janganlah mereka terlantar di hadapan kalian. Peliharalah hak-hak tetanggamu, sesungguhnya nabi kalian telah berwasiat agar berbuat baik kepada tetangga. Beliau senantiasa mewasiatkannya sehingga kami mengira beliau akan memberi hak waris bagi tetangga. Jagalah hak-hak al-Qur’an, janganlah kalian didahului orang lain dalam mengamal-kannya. Jagalah ibadah shalat, karena shalat adalah tiang agama kalian. Jagalah hak-hak rumah Rabb kalian (masjid), janganlah sampai kosong selama kalian masih hidup. Sesungguhnya apabila kalian meninggalkannya niscaya kalian tidak akan dihiraukan. Peliharalah ibadah bulan Ramadhan. Karena berpuasa pada bulan Ramadhan adalah perisai dari api neraka. Peliharalah jihad fi sabilillah dengan harta dan jiwa raga kalian. Jagalah pembayaran zakat, karena zakat dapat memadamkan kemarahan Ar-Rabb. Jagalah hak-hak orang yang dilindungi oleh nabi kalian, janganlah mereka dizhalimi dihadapan kalian. Jagalah hak-hak sahabat nabi kalian, sesungguhnya Rasulullah saw. telah mewasiatkan agar menjaga hak-hak mereka. Jagalah hak-hak kaum faqir miskin, berilah mereka dari sebagian rezeki kalian. Jagalah hak-hak budak yang kalian miliki, karena itulah pesan terakhir yang disampaikan oleh Rasulullah ﷺ. beliau bersabda, “Aku mewasiatkan agar kalian memperhatikan dua manusia yang letnah, yakni wanita dan budak-budak yang kalian miliki.“
Jagalah ibadah shalat, jagalah ibadah shalat, janganlah kalian takut terhadap celaan orang-orang yang suka mencela dalam menegakkan agama Allah niscaya kalian akan terhindar dari kejahatan orang-orang yang bermak-sud jahat kepadamu dan ingin berlaku semena-mena terhadapmu. Berkatalah kepada manusia dengan perkataan yang baik seperti yang telah Allah perin-tahkan kepadamu. Janganlah kalian tinggalkan amar ma’ruf nahi mungkar, jika tidak maka orang-orang yang jahat akan berkuasa atas kalian sehingga doa kalian tidak dikabulkan. Hendaklah kalian saling menyambung ikatan dan saling memberi, dan hindarilah saling membelakangi, saling memutus hubungan dan berpecah belah. Bertolongtolonganlah kamu dalam kebaikan dan ketakwaan, janganlah bertolong-tolongan dalam perbuatan dosa dan pelanggaran. Bertakwalah kepada Allah sesungguhnya Allah Mahakeras siksaNya. Semoga Allah menjaga kalian dari dan semoga Allah menjaga nabi kalian di tengah-tengah kalian, aku ucapkan selamat berpisah wassalamu ‘alaikum iva rahmatullah.[924]
16. Peristiwa terbunhnya Amirul Mukminin Ali bin Abu Tahlib رضي الله عنه
Amirul Mukminin menghadapi masalah yang berat, kondisi negara saat itu tidak stabil, pasukan beliau di Iraq dan di daerah lainnya membangkang perintah beliau, mereka menarik diri dari pasukan. Kondisi di wilayah Syam juga semakin memburuk. Penduduk Syam tercerai berai ke utara dan selatan. Setelah peristiwa tahkim penduduk Syam menyebut Mu’awiyah sebagai amir. Seiring bertambahnya kekuatan penduduk Syam semakin lemah pula kedudukan penduduk Iraq. Padahal amir mereka adalah Ali bin Abi Thalib ra. sebaik-baik manusia di atas muka bumi pada zaman itu, beliau yang paling taat, paling zuhud, paling alim dan paling takut kepada Allah. Namun walaupun demikian, mereka meninggalkannya dan membiarkannya seorang diri. Padahal Ali telah memberikan hadiah-hadiah yang melimpah dan harta-harta yang banyak. Begitulah perlakuan mereka terhadap beliau, hing-ga beliau tidak ingin hidup lebih lama dan mengharapkan kematian.
Karena banyaknya fitnah dan merebaknya pertumpahan darah. Beliau sering berkata, ” Apakah gerangan yang menahan peristiwa yang dinanti-nanti itu? Mengapa ia belum juga terbunuh?” Kemudian beliau berkata, “Demi Allah, aku akan mewarnai ini sembari menunjuk jenggot beliau dari sini!” sembari menunjuk kepala beliau-.[925]
17. Kronologis Terbunuhnya Ali رضي الله عنه
Ibnu Jarir dan pakar-pakar sejarah lainnya926 menyebutkan bahwa tiga orang Khawarij berkumpul, mereka adalah Abdurrahman bin Amru yang dikenal dengan sebutan Ibnu Muljam al-Himyari al-Kindi sekutu Bani Jaba-lah dari suku Kindah al-Mishri, al-Burak bin Abdillah at-Tamimi dan Amru bin Bakr at-Tamimi. [927] Mereka mengenang kembali perbuatan Ali bin Abi Thalib ra. yang membunuh teman-teman mereka di Nahrawan, mereka memo-hon rahmat buat teman-teman mereka itu. Mereka berkata, “Apa yang kita lakukan sepeninggal mereka? Mereka adalah sebaik-baik manusia dan yang paling banyak shalatnya, mereka adalah penyeru manusia kepada Allah. Mereka tidak takut celaan orang-orang yang suka mencela dalam menegakkan agama Allah. Bagaimana kalau kita tebus diri kita lalu kita da tangi pemimpin-pemimpin yang sesat itu kemudian kita bunuh mereka sehingga kita membe-baskan negara dari kejahatan mereka dan kita dapat membalas dendam atas kematian teman-teman kita.”
Ibnu Muljam berkata, “Aku akan menghabisi Ali bin Abi Thalib ra.!”
Al-Burak bin Abdillah berkata, “Aku akan menghabisi Mu’awiyah bin Abi Sufyan.”
Amru bin Bakr berkata, “Aku akan menghabisi Amru bin al-Ash.” Merekapun berikrar dan mengikat perjanjian untuk tidak mundur dari niat semula hingga masing-masing berhasil membunuh targetnya atau terbunuh. Merekapun mengambil pedang masing-masing sambil menyebut nama sahabat yang menjadi targetnya. Mereka sepakat melakukannya serempak pada tanggal 17 Ramadhan tahun 40 H. Kemudian ketiganya berangkat menuju tempat target masing-masing.
Adapun Ibnu Muljam berangkat ke Kufah. Setibanya di sana ia menyembunyikan identitas, hingga terhadap teman-temannya dari kalangan Khawarij yang dahulu bersamanya. Ketika ia sedang duduk-duduk bersama beberapa orang dari Bani Taim ar-Ribab, mereka mengenang teman-teman mereka yang terbunuh pada peperangan Nahrawan. Tiba-tiba datanglah seorang wanita bernama Qatham binti Asy-Syijnah, ayah dan abangnya dibunuh oleh Ali pada peperangan Nahrawan. La adalah wanita yang sangat cantik dan populer. Dan ia telah mengkhususkan diri beribadah dalam masjid jami’. Demi melihatnya Ibnu Muljam mabuk kepayang. Ia lupa tujuannya datang ke Kufah. Ia meminang wanita itu. Qatham mensyaratkan mahar tiga ribu dirham, seorang khadim, budak wanita dan membunuh Ali bin Abi Thalib ra. untuk dirinya. Ibnu Muljam berkata, “Engkau pasti mendapatkannya, demi Allah tidaklah aku datang ke kota ini melainkan untuk membunuh Ali.”
Lalu Ibnu Muljam menikahinya dan berkumpul dengannya. Kemudian Qathami mulai mendorongnya untuk melaksanakan tugasnya itu. Ia meng-utus seorang lelaki dari kaumnya bernama Wardan, dari Taim Ar-Ribab, untuk menyertainya dan melindunginya. Lalu Ibnu Muljam juga menggaet seorang lelaki lain bernama Syabib bin Bajrah al-Asyja’i al-Haruri. Ibnu Muljam berkata kepadanya, “Maukah kamu memperoleh kemuliaan dunia dan akhirat?” “Apa itu?” Tanyanya. “Membunuh Ali!” Jawab Ibnu Muljam. Ia berkata, “Celaka engkau, engkau telah mengatakan perkara yang sangat besar! Bagaimana mungkin engkau mampu membunuhnya?” Ibnu Muljam berkata, “Aku mengintainya di masjid, apabila ia keluar untuk mengerjakan shalat subuh, kita mengepungnya dan kita membunuhnya. Apabila berhasil maka kita merasa puas dan kita telah membalas dendam.
Dan bila kita terbunuh maka apa yang tersedia di sisi Allah lebih baik dari-pada dunia.” Ia berkata, “Celaka engkau, kalaulah orang itu bukan Ali tentu aku tidak keberatan melakukannya, engkau tentu tahu senioritas beliau dalam Islam dan kekerabatan beliau dengan Rasulullah saw. Hatiku tidak terbuka untuk membunuhnya.”
Ibnu Muljam berkata, “Bukankah ia telah membunuh teman-teman kita di Nahrawan?”
“Benar!” jawabnya. “Marilah kita bunuh ia sebagai balasan bagi teman-teman kita yang telah dibunuhnya” kata Ibnu Muljam.
Beberapa saat kemudian Syabib menyambutnya. Masuklah bulan Ramadhan. Ibnu Muljam membuat kesepakatan dengan teman-temannya pada malam Jum’at 17 Ramadhan. Ibnu Muljam berkata, “Malam itulah aku membuat kesepakatan dengan teman-temanku untuk membunuh target masing-masing. Lalu mulailah ketiga orang ini bergerak, yakni Ibnu Muljam, Wardan dan Syabib, dengan menghunus pedang masing-masing. Mereka duduk di hadapan pintu [928] yang mana Ali biasa keluar dari-nya. Ketika Ali keluar, beliau membangunkan orang-orang untuk shalat sembari berkata, “Shalat….shalat!” Dengan cepat Syabib menyerang dengan pedangnya dan memukulnya tepat mengenai leher beliau. Kemudian Ibnu Muljam menebaskan pedangnya ke atas kepala beliau.[929] Darah beliau mengalir membasahi jenggot beliau . Ketika Ibnu Muljam menebasnya, ia berkata, “Tidak ada hukum kecuali milik Allah, bukan milikmu dan bukan milik teman-temanmu, hai Ali!” Ia membaca firman Allah:
“Dan di antara manusia ada orang yang mengorbankan dirinya karena mencari keridhaan Allah; dan Allah Maha Penyantun kepada hamba-hambaNya.” (Al-Baqarah: 207).
Ali berteriak, “Tangkap mereka!” Adapun Wardan melarikan diri namun berhasil dikejar oleh seorang lelaki dari Hadhramaut lalu membunuhnya. Adapun Syabib, berhasil menyelamatkan diri dan selamat dari kejaran manusia. Sementara Ibnu Muljam berhasil ditangkap. Ali menyuruh Ja’dah bin Hubairah bin Abi Wahab930 untuk mengimami Shalat Fajar. Ali pun dibopong ke rumahnya. Lalu digiring pula Ibnu Muljam kepada beliau dan dibawa kehadapan beliau dalam keadaan dibelenggu tangannya ke belakang pundak, semoga Allah memburukkan rupanya. Ali berkata kepadanya,” Apa yang mendorongmu melakukan ini?” Ibnu Muljam berkata, “Aku telah mengasah pedang ini selama empat puluh hari. Aku memohon kepada Allah agar aku dapat membunuh dengan pedang ini makhlukNya yang paling buruk!”
Ali berkata kepadanya, “Menurutku engkau harus terbunuh dengan pedang itu. Dan menurutku engkau adalah orang yang paling buruk.” Kemudian beliau berkata, “Jika aku mati maka bunuhlah orang ini, dan jika aku selamat maka aku lebih tahu bagaimana aku harus memperlakukan orang ini!”
18. Pemakaman Jenazah Ali bin Abi Thalib رضي الله عنه
Setelah Ali wafat, kedua puteranya yakni al-Hasan dan al-Husein memandikan jenazah beliau dibantu oleh Abdullah bin Ja’far. Kemudian jenazahnya dishalatkan oleh putera tertua beliau, yakni al-Hasan. Al-Hasan bertakbir sebanyak sembilan kali. [931] Jenazah beliau dimakamkan di Darul Imarah di Kufah, karena kekhawa-tiran kaum Khawarij akan membongkar makam beliau. Itulah yang masyhur. Adapun yang mengatakan bahwa jenazah beliau diletakkan di atas kendaraan beliau kemudian dibawa pergi entah ke mana perginya maka sungguh ia telah keliru dan mengadaada sesuatu yang tidak diketahuinya. Akal sehat dan syariat tentu tidak membenarkan hal semacam itu. Adapun keyakinan mayoritas kaum Rafidhah yang jahil bahwa makam beliau terletak di tempat suci Najaf, maka tidak ada dalil dan dasarnya sama sekali. Ada yang mengatakan bahwa makam yang terletak di sana adalah makam al-Mughirah bin Syu’bah. Al-Khathib al-Baghdadi [932] meriwayatkan dari al-Hafizh Abu Nu’aim dari Abu Bakar Ath-Thalahi dari Muhammad bin Abdillah al-Hadhrami al-Hafizh Muthayyin, bahwa ia berkata, “Sekiranya orang-orang Syi’ah menge-tahui makam siapakah yang mereka agung-agungkan di Najaf niscaya mereka akan lempari dengan batu. Sebenarnya itu adalah makam al-Mughirah bin Syu’bah [933]
Al-Hafizh Ibnu Asakir [934] meriwayatkan dari al-Hasan bin Ali, ia berkata, “Aku mengebumikan jenazah Ali di kamar sebuah rumah milik keluarga ja’dah.” Abdul Malik bin Umair [935] bercerita, “Ketika Khalid bin Abdullah menggali pondasi di rumah anaknya bernama Yazid, mereka menemukan jenazah seorang Syaikh yang terkubur di situ, rambut dan jenggotnya telah memutih. Seolah jenazah itu baru dikubur kemarin. Mereka hendak membakarnya, namun Allah memalingkan niat mereka itu. Mereka membungkusnya dengan kain Qubathi, lalu diberi wewangian dan dibiarkan terkubur di tempat semula. Tempat itu berada dihadapan pintu al-Warraqin setelah kiblat masjid di rumah tukang sepatu. Hampir tidak pernah seorang pun bertahan di tempat itu melainkan pasti akan pindah dari situ.
Diriwayatkan dari Ja’far bin Muhammad ash-Shadiq, ia berkata, “Jenazah Ali dishalatkan pada malam hari dan dimakamkan di Kufah, tem-patnya sengaja dirahasiakan, namun yang pasti di dekat gedung imarah (istana kepresidenan). [936]
Ibnu Kalbi [937] berkata, “Turut mengikuti proses pemakaman jenazah Ali pada malam itu al-Hasan, al-Husain, Ibnul Hanafiyyah, Abdullah bin Ja’far dan keluarga ahli bait beliau yang lainnya. Mereka memakamkannya di dalam kota Kufah, mereka sengaja merahasiakan makam beliau karena kekhawa-tiran terhadap kebiadaban kaum Khawarij dan kelompok-kelompok lainnya.
19. Tanggal Terbunuhnya Ali bin Abi Thalib رضي الله عنه dan Usia Beliau
Ali ra, terbunuh pada malam Jum’at waktu sahur pada tanggal 17 Ramadhan tahun 40 H. Ada yang mengatakan pada bulan Rabi’ul Awwal. Namun pendapat pertama lebih shahih dan populer.Ali ditikam pada hr Jum’at 17 Ramadhan tahun 40 H, tanpa ada perselisihan. [938]
Ada yang mengatakan beliau wafat pada hari beliau ditikam, ada yang mengatakan pada hari Ahad tanggal 19 Ramadhan. Al-Fallas berkata, “Ada yang mengatakan, beliau ditikam pada malam dua puluh satu Ramadhan dan wafat pada malam dua puluh empat dalam usia 58 atau 59 tahun. [939]
Ada yang mengatakan, wafat dalam usia 63 tahun. 940] Itulah pendapat yang masyhur, demikian dituturkan oleh Muhammad bin al-Hanafiyah, Abu Ja’far al-Baqir, Abu Ishaq as-Sabi’i dan Abu Bakar bin ‘Ayasy. Sebagian ulama lain mengatakan, wafat dalam usia 63 atau 64 tahun. Diriwayatkan dari Abu ja’far al-Baqir, katanya, “Wafat dalam usia 65 tahun.” Masa kekhalifahan Ali lima tahun kurang tiga bulan. Ada yang mengatakan empat tahun sembilan bulan tiga hari. Ada yang mengatakan empat tahun delapan bulan dua puluh tiga hari, semoga Allah meridhai beliau.[941]
Referensi :
[874] Kuniyah beliau yang masyhur adalah Abul Hasan, Rasulullah ﷺ menggelarinya Abu Turab dalam sebuah klsah yang masyhur yang diriwayatkan oleh imam al-Bukhari dalam Shahihnyz, hadits nomor441, 3703 dan 3280 dan Muslim dalam Shahihnya, hadits nomor 2409.
[875] Yang mengatakan demikian adalah az-Zubair bin Bakkar seperti yang disebutkan dalam kitab SiyarA’lam an-Nubala’, 2/118 dan al-Bidayah wan Nihayah, 11/29. Kalimat yang dicantumkan oleh Ibnu Hajar dalam kitab al-Ishabah adalah: “Dia adalah wanita Bani Hasyim pertama yang melahirkan khalifah, kemudian setelah itu Fathimah az-Zahra’ «§&.” Saya katakan, “Barangkali kalimat di atas itulah yang benar.”
[876] Shahih al-Bukharinomor: 3884 dalam kitab Manaqib al-AnsharBab: Kisah Abu Thalib.
[877] Asykalal Ainain yakni berbola mata kemerah-merahan. Silakan lihat Lisanul Arab materi syakala, 11/358.
[878] Silakan lihat penjelasan tentang sifat jasmani beliau dalam kitab ath-ThabaqatuIKubra karanqan Ibnu Sa’ad, 3/25 dan 27, dan Tarikh ath-Thabari,5/153.
[879] Diriwayatkan oleh al-Bukhari dalam Shahltmya nomor 4251 dalam kisah hadhanah {pemeWbaran) puteri Hamzah, saat itu Rasulullah saw. memutuskan bahwa hak pemeliharan jatuh ke tangan bibinya, yaitu istri Ja’far. Beliau mengatakan perkataan ini kepada Ali dan mengatakan kepada Ja’far, “Perawakan dan watakmu sangat mirip denganku.” Dan beliau berkata kepada Zaid bin Haritsah , “Engkau adalah saudara dan maula kami.”
[880] Aku belum menemukan sumbemya
[881] Muttafaqun ‘alaih, diriwayatkan oleh al-Bukhari, 3706 dan Muslim, 2404.
[882] Silakan lihat al-Bidayah wan Nihayah, 7/556.
[883] Hadits riwayat al-Bukhari dalam Shahihnya nomor 4447.
[884] Silakan lihat Khilafah ash-Shiddiq dalam kitab al-Bidayah wan Nihayah halaman 64 dan setelahnya yang telah kami susun
[885] Silakan lihat juz pertama, Khilafah Abu Bakar ash-Shiddiq halaman 61 dari kitab al-Bidayah wan Nihayah yang telah kami susun
[886] Fathu/Ban, 7/71.
[887] FathulBari, yakni tingkat keutamaan mereka sama seperti posisi mereka dalam urutan khilafah.
[888] Al-Bidayah wan Nihayah, 11/29.
[889] Diriwayatkan melalui beberapa jalur sanad dan jalan-jalan yang banyak hingga adz-Dzahabi berkata, “Hadits yang berbunyi: “Barangsiapa menjadikan aku sebagai walinya maka sesungguhnya ia telah menjadikan Ali sebagai walinya” adalah hadits mutawatir, kami yakin Rasulullah ﷺ telah mengucapkannya.” Lihat al-Bidayah wan Nihayah, 7/681, akan tetapi di dalamnya terdapat tambahan-tambahan yang mungkar. Al-Hafizh adz-Dzahabi dan Ibnu Katsir telah memperingatkannya. Silahkan lihat Silsilah al-ahadits ash-Shahihah karya Syaikh al-Albani hadits nomor 1750.
[890] Hadits muttafaqun ‘alaihiriwayat al-Bukhari, 3983 dan Muslim, 2494.
[891] Hadits muttafaqun ‘alaihi riwayat al-Bukhari, 4840 dan Muslim, 1856.
[892] Yakni dalam kitab Shahih, kitab Fadhail’ ash-Shahabah Bab FadhailAli, 7/70-71 dari kitab FathulBari.
[893] Al-Hafizh Ibnu Hajar berkata dalam kitab Fathul Ban, 7/72, “Riwayat ini telah diriwayatkan secara maushul(tersambung sanadnya) oleh penulis dalam kisah perjanjian Hudaibiyah dan kisah Umratul Qadha’ secara lengkap. Dan ini bukanlah keistimewaan yang hanya dimiliki oleh beliau seperti yang dikira oleh sebagian orang. Sebab Rasulullah saw. fe.juga berkata kepada kaum Asy’ariyyin, ‘Mereka adalah bagian dariku dan aku adalah bagian darl mereka.’ Rasulullah ﷺ gjuga berkata kepada Julaibib, ‘Engkau adalah bagian dariku dan aku adalah bagian darimu’.”
[894] Hadits riwayat al-Bukhari nomor 37 dalam bab Manaqib Utsman
[895] Hadits riwayat Muslim dari hadits Abu Hurairah «$a nomor 4205 dan dari hadits Sahal bin Sa’ad nomor 2406.
[896] Hadits riwayat Muslim dalam Shahihnya nomor 2409.
[897] Diriwayatkan oleh al-Bukhari dalam kitab al-Maghazi Bab Perang Tabuk hadits nomor 4416 dengan lafal yang lebih lengkap dari ini, di dalamnya ditambahkan, “Hanya saja tidakada nabi setelafiku.” Diriwayatkan juga oleh Muslim nomor 2404. Al-Qadhi Iyadh berkata, “Hadits ini termasuk dalil yang dipakai oleh kaum Rafidhah, Imamiyah dan seluruh kelompok Syi’ah bahwasanya kekhalifahan adalah hak Ali , dan bahwasanya Rasulullah saw. Sl§ telah mewaslatkan jabatan khalifah kepadanya.Kemudian mereka berselisih pendapat. Kaum Rafidhah mengkafirkan seluruh sahabat karena telah mendahulukan selain Ali. Sebagian mereka bahkan mengkafirkan Ali bin Abi Thalib karena menurut anggapan mereka Ali tidak menuntut haknya. Mereka ini adalah kelompok yang paling buruk madzhabnya dan paling rusak akalnya, ucapan mereka tidak perlu dibantah lagi dan tidak perlu didebat.” Al-Qadhi melanjutkan, ‘Tidak syak lagi tentang kafirnya orang yang mengatakan seperti itu. Karena orang yang mengkafirkan seluruh umat dan generasi pertamanya berarti ia telah membatalkan penukilan syariat dan telah merubuhkan Islam. Adapun selain kelompok radikal ini tidaklah berpandangan seperti itu. Kaum Imamiyah dan sebagian Mu’tazilah mengatakan, ‘Mereka (para sahabat) telah keliru karena mendahulukan selain Ali, bukan kafir.’ Sebagian kaum Mu’tazilah bahkan mengatakan bahwa mereka (para sahabat) tidak keliru, karena menurut mereka boleh saja mendahulukan yang tidak utama daripada yang utama.”
Hadits ini bukanlah hujjah bagi mereka. Bahkan ini merupakan penetapan keutamaan Ali bin Abi Thalib. Karena Rasulullah ﷺ telah menunjuk beliau sebagai khalifah sementara di kota Madinah saat beliau mengikuti perang Tabuk.
Hal ini dikuatkan pula dengan kenyataan bahwa Harun bukanlah khalifah setelah Musa, bahkan Harun wafat pada saat nabi Musa masih hidup, yakni beliau wafat empat puluh tahun sebelum nabi Musa wafat. Berdasarkan keterangan yang masyhur dari pakar sejarah, mereka berkata, “Nabi Musa menunjuknya sebagai khalifah ketika beliau pergi untuk bermunajat kepada Rabbnya.”
Saya katakan, Penunjukan Ali sebagai khalifah pengganti di Madinah adalah bersifat khusus untuk mengurus dan memelihara keluarga beliau saat beliau pergi ke peperangan Tabuk. Adapun khalifah pengganti yang bersifat umum untuk kota Madinah kala itu adalah Muhammad bin Maslamah al-Anshari seperti yang telah disebutkan oleh ulama sejarah.
[898] Ibnu Hajar berkata dalam FathulBart, 7/73, “Maksudnya adalah ucapan-ucapan yang diriwayatkan oleh kaum Rafidhah dari Ali bin Abi Thalib, di antaranya yang berisi penyelisihan beliau terhadap Abu Bakar ra. dan Umar ra. Maksudnya bukanlah
[899] riwayat-riwayat yang dinukil dari beliau tentang masalah-masalah hukum syar’i. Ibnu Sa’ad telah meriwayatkan dengan sanad yang shahih dari Abdullah bin Abbas ia berkata, “Jika seorang tsiqah menyampaikan kepada kami dari Ali sebuah fatwa maka kami tidak akan melangkahinya.” 2a Khum adalah mata air yang terletak tiga mil dari Juhfah, mata air yang dikenal dengan sebutan Ghadir Khum. Silahkan lihat Mu’jam al-Buldan, 2/389
[900] Saya katakan, Mereka adalah Bani Hasyim, Rasulullah saw. memasukkan Bani Abdul Muthailib bin Abdi Manaf ke dalam bagian karib kerabat, tidak seluruh anak keturunan Abdi Manaf. Karena mereka adalah sekutu Bani Hasyim yang tidak pernah terpisahkan baik pada masa jahiliyah maupun setelah datangnya Islam. Silakan lihat Tafsirlbnu Katsir, 3/63 dan 64.
[901] Diriwayatkan oleh Muslim dalam Shah/hnya dalam Kitabul Iman nomor 78 dan dalam Sunan an-Nasa’i kitab Fadhailash-Sahabah nomor 50.
[902] Ath-Thabaqatal-Kubra, 3/19-20 dan Tarikh ath-Thabari, 5/153-155.
[903] Namanya ash-Shahba’ seperti yang disebutkan dalam kitab ath-Thabaqat, 3/20 dan Nasab Quraisy karangan az-Zubairi halaman 42.
[904] Dalam kitab Ibnu Sa’ad 3/20 disebutkan: Sembilan belas orang puteri, sesuai dengan yang disebutkan secara rinci di sini.Ibnu Katsir menukilnya dari ath-Thabari dalam Tarikhnys, 5/155, “Barangkali perkataannya Tujuh belas orang puteri adalah kesalahan tulis.”
[905] Dalam kitab Ath-Thabaqat al-Kubra, 3/20 Muhammad bin Sa’ad mengatakan, ‘Tidak ada riwayat yang shahih yang sampai kepada kami tentang putera puteri Ali selain mereka yang telah kami sebutkan tadi.”
[906] Diriwayatkan oleh Ibnu Asaakir dalam Tarikh Dimasyq, 12/373-374 (Manuskrip asli) dari jalur Abdul Warits.
907 Khazirah adalah daging yang diiris kecil-kecil kemudian di masak dengan air yang banyak dan garam, apabila sudah matang ditaburkan gandum di atasnya lalu diaduk sampai rata kemudian dihidangkan dengan lauk yang lainnya. Disebutjuga alhisaa’yang terbuat dari lemak dan gandum. Silakan lihat Kamusal-Wasith.
908 Hadits riwayat Ahmad dalam al-Musnad, 1/78, sanadnya shahih, sebagaimana juga diriwayatkan oleh Ibnu Asakir dalam Tarikh Dimasyq, 12/374 dari jalur Imam Ahmad.
909 Diriwayatkan oleh Abu Nu’aim dalam Hilyatul Auliya’, 1/82 dan Ibnu Asakir dalam Tarikh Dimasyq, 12/374 keduanya dari jalur Abu Ubaid.
910 Al-Ma’rifah wat Tarikh, 2/683 sebagaimana juga diriwayatkan oleh Ibnu Asakir dalam Tarikh Dimasyq, 12/375 dari jalu Ya’qub bin Sufyan.
911 Diriwayatkan oleh Ibnu Asakir dalam Tarikh Dimasyq, 12/375 dari jalur Imam Ahmad.
912 Ath-Thabaqatul Kubra, 3/28.
913 Qithriyah adalah sejenis kain berwarna merah yang berasal dari wilayah Bahrain, silakan lihat Lisanul Arab.
914 Diriwayatkan oleh Ibnu Asakir dalam Tarikh Dimasyq, X2I111 dari jalur Amru bin Syimr. Ketika mengomentari haditshadits dalam kitab al-Muhadzdzab Ibnu Asakir berkata, “Sanadnya majhul.” Demikian disebutkan dalam kitab al-Irwaa’. Al-Albani berkata, “Sanadnya sangat lemah sekali, Amru dan Jabir, yakni Jabir bin Yazid al-Ju’fi adalah dua orang perawi matruk. Silakan lihat Irwaul Ghalil, 8/243.
915 Diriwayatkan oleh Ibnu Asakir dalam Tarikh Dimasyq, 12/378 dari jalur Sa’id bin Ubaid
916 Tarikh Dimasyq, 12/378 dari jalur Abul Qasim al-Baghawi
917 Tarikh Dimasyq, 12/379 dari jalur Yahya bin Ma’in.
918 Diriwayatkan oleh Ibnu Asakir dalam Tarikh Dimasyq, 12/380 dari jalur Ibnu Abid Dunya.
919 Tarikh Dimasyq, 12/380-381 dari jalur Waki’.
920 Nuwamah maksudnya adalah orang-orang yang menahan diri pada saat terjadi fitnah (pertumpahan darah), ia tidak melibatkan diri sedikitpun. Silahkan lihat Lisanul Arab.
921 Madzayi’ artinya orang yang suka menyiarkan berita. Budzur attirtya orang yang suka membuka rahasia dan tidak dapat menyembunyikannya. Silahkan lihat Lisanul Arab
922 Diriwayatkan oleh Ibnu Asakir dalam Tarikh Dimasyq, 12/383 dari jalur Waki’.
923 Dalam Tarikh ath-Thabaridiriwayatkan dengan lafal: wa la tu’nuu. Wa laa ta’fuu afwahahum artinya jangan kosongkan mulut mereka dari makanan
[924] Al-Bidayah wan Nihayah, 11/16-17.
[925] Rasulullah saw. H telah mengabarkan bahwa Ali ra. akan mati terbunuh seperti yang disebutkan dalam MusnadImam Ahmad, 1/102-130-156 dan kitab Dala’il an-Nubuwwah karangan al-Baihaqi, 6/438 dengan sanad shahih seperti yang dikatakan oleh Ahmad Syakir.
[926] Silahkan lihat Tarikh ath-Thabari, 5/143-146, ath-Thabaqat karangan Ibnu Sa’ad, 3/36-37, al-Muntazham, 5/172-173, al- Kamil, 3/388-389 dan Tarikh Islam juz Khulafaur Rasyidin halaman 607-608.
[927] Dalam kitab ath-Thabaqat Ibnu Sa’ad disebutkan bahwa mereka berkumpul di Makkah.
[928] As-Suddah adalah pintu rumah dan atap yang menutupi pintu rumah, atau pekarangan di depan rumah, lihat kamus al-Wasith.
[929] Qarnulinsan, adalah bagian atas kepala. Silakan lihat kamus Muhith.
[930] Ibnu Hajar menyebutkan biografinya dalam al-Ishabah, 1/484 dan 527, dan menyebutkan kontroversi tentang statusnya apakah termasuk sahabat atau bukan. Ibunya adalah Ummu Hani’ binti Abi Thalib, berarti Ali adalah pamannya.
[931] Dalam sejumlah riwayat lainnya disebutkan empat kali takbir, barangkali itulah yang benar, silakan lihat ath-Thabaqat al-Kubra, 3/38.
[932] Tarikh Baghdad, 1/138.
[933] Karena mereka sangat membenci al-Mughirah bin Syu’bah *&>, pent.
[934] Tarikh Dimasyq, 12/420.
[935] Silahkan lihat Tarikh Baghdad, 1/137.
[936] Silatrkan lihat Tarikh Is/am karangan Adz-D*at\abi juz Khutafaur Rasyidin halaman 650.
[937] Silakan lihat Tarikh Dimasyq, 12/421.
[938] Perkataan beliau, “Tanpa ada perselisihan,” maksudnya tahunnya, adapun bulan dan tanggalnya telah terjadi perselisihan di dalamnya.
[939] Silakan lihat Tarikh ath-Thabari, 5/151.
[940] Ibnu Sa’ad menukil dalam kitab ath-Thabaqat, 3/381 dari al-Waqidi bahwasanya ia berkata, “Itulah pendapat yang shahih menurut kami.” Saya katakan, Ini bersesuaian dengan pendapat yang mengatakan bahwa tahun kelahirannya adaiah dua puluh tahun sebelum Rasulullah saw. diangkat menjadi rasul.
[941] Silakan lihat Tarikh ath-Thabari, 5/152-153, demikian pula Tarikh Dimasyq, 12/423 dan 428. Pendapat-pendapat ini saling berdekatan, perbedaan antara pendapat pertama, kedua dan ketiga didasarkan atas perbedaan penentuan tanggal pembai’atan beliau dan tanggal wafat beliau setelah ditikam.
Sumber : https://hbis.wordpress.com/2010/02/26/biografi-khalifah-ali-bin-abi-thailib-karromallohu-wajhah/