Capaian-Capaian Pada Zaman Abu Bakar ash-Shiddiq رضي الله عنه
1. Menciptakan Stabilitas
Kepergian Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menimbulkan kegoncangan hebat di tengah-tengah umat Islam. Sebagian kecil dari mereka ada yang berpandangan bahwa ketiadaan Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam meniscayakan ketiadaan hukum dan kewajiban.
Oleh karena itu banyak diantara mereka yang kemudian enggan membayar zakat, atau bahkan yang menyatakan keluar dari Islam. Bagi mereka Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah sumber dan penetap hukum satu-satunya. Setelah beliau tiada tidak ada lagi yang pantas menetapkan dan menjalankan hukum. Sebagian dari mereka ada yang mengikuti nabi-nabi palsu: Musailamah, Al-Aswad Al-Unsa, Thulaihah Ibn Khualid, dan Sajjah binti Al-Harits, serta Al-Jalandi.
Kondisi ini menjadikan Abu Bakar memusatkan seluruh perhatiannya untuk menciptakan stabilitas di tengah-tengah umat, mengembalikan aqidah mereka yang telah murtad, serta memaksa mereka yang enggan membayar zakat.
2. Menetapkan Beberapa Kebijakan Baru
2.1. Atas masukan beberapa sahabat pada masa Abu Bakar diputuskan kebijakan pemberian gaji bagi khalifah berupa sepotong daging domba setiap hari dan uang sebesar 250 dinar untuk satu tahun. Setelah itu mereka menaikkan pendapatan Khalifah menjadi seekor domba setiap hari dan uang sebesar 300 dinar diambil dari Baitul Mal.[11]
2.2. Pembentukan Dewan Syura pada masa Abu Bakar dan ia menunjuk Umar bin Khatab sebagai pemimpin dewan syura. Karena itulah Abu Bakar tidak membolehkan Umar keluar dari Madinah untuk memimpin peperangan.
2.3. Pembentukan Dewan Syariah sebagai embrio bagi lembaga peradilan Islam yang bertugas memutuskan berbagai perkara yang dihadapi umat Islam. Abu Bakar juga mengangkat Umar bin Khattab sebagai Qadhi untuk wilayah Madinah.
2.4. Dalam aspek struktur pemerintahan Abu Bakar mempertahankan kebijakan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dan mengembangkannya, ia mengutus beberapa sahabat untuk menjadi wakil khalifah di beberapa wilayah yang bertugas memelihara keamanan, menyebarkan Islam, berjihad di jalan Allah, mendidik agama, memelihara kesetiaan kepada khalifah, mendirikan shalat, menegakkan hukum, dan melaksanakan syariat Islam. Berikut ini diantaranya wakil-wakil khalifah (gubernur) pada masa Abu Bakar: Itab bin Asid (Makkah), Utsman Ibn Abi Al-Ash (Thaif), Al-Muhajir Ibn Abi Umayyah (Shana’a), Ya’la Ibn Umayyah (Khaulan), Abu Musa Al-Asy’ari (Zabid dan Rafa’), Abdullah Ibn Nur (Jarasy), Muadz bin Jabal (Yaman), Jarir Ibn Abdillah (Najran), Al-Ala Ibn Al-Khadrami (Bahrain), Hudzaifah Al-Ghalfani (Oman), Sulaith Ibn Qais (Yamamah).
3. Kodifikasi Al-Qur’an
Berdasarkan usulan Umar bin Khattab, pada masa pemerintahan Abu Bakar diadakanlah proyek pengumpulan Al-Qur’an. Hal ini dilatar belakangi oleh peristiwa gugurnya 70 orang penghafal Al-Qur’an dalam perang Yamamah. Pada 12 H Zaid bin Tsabit ditugaskan untuk melakukan pekerjaan tersebut. Ia kemudian mengumpulkan tulisan Al-Qur’an dari daun, pelapah kurma, batu, tanah keras, tulang unta atau kambing dan dari sahabat-sahabat yang hafal Al-Qur’an.
Dalam upaya pengumpulan Al-Qur’an ini, Zaid bin Tsabit bekerja sangat teliti. Sekalipun beliau hafal Al-Qur’an seluruhnya tetapi masih memandang perlu mencocokkan hafalannya dengan hafalan atau catatan sahabat-sahabat yang lain dengan disaksikan dua orang saksi. Selanjutnya, Al-Qur’an ditulis oleh Zaid bin Tsabit dalam lembaran-lembaran yang diikatnya dengan benang, tersusun menurut urutan ayat-ayatnya sebagaimana yang telah ditetapkan Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam.[12]
4. Membuat Baitul Mal
Abu Bakar memiliki Baitul Mal (rumah perbendaharaan negara) di Sunkhi yang tidak dijaga. Semua pemasukan negara dimasukkan ke Baitul Mal ini, diantaranya pajak dari Bani Juhainah dan Bani Sulaim.
Ia selalu memberikan isi Baitul Mal itu kepada orang-orang yang membutuhkan sehingga tidak ada yang tersisa di dalamnya. Setiap 100 orang penduduk mendapatkan sejumlah bagian tertentu dari harta negara. Ia menyamakan jumlah pembagian kepada orang-orang: laki-laki, wanita, orang merdeka, budak belian, anak-anak, dan orangtua.
Ia juga membeli unta, kuda, dan persenjataan untuk jihad. Pernah pula membeli beludru dari perajin di pedesaan dan kemudian pada musim dingin ia membagi-bagikan beludru itu untuk penduduk Madinah.
Ia pun menyamakan pembagian untuk para sahabat, yang terdahulu maupun yang akhir masuk Islam. Hal ini pernah dikritisi oleh Umar. Saat itu Abu Bakar menjawab, “Aku menyamakan bagian mereka karena mereka mendapatkan kelebihan berupa pahala akhirat.”[13]
Ketika Umar menggantikan Abu Bakar menjadi Khalifah, ia merubah kebijakan Abu Bakar tersebut, tapi setelah beberapa lama Umar berkata, “Lebih baik aku menjalankan kebijakan Abu Bakar.”
5. Ekspedisi Militer Khalid bin Walid
Setelah menuntaskan misi dalam perang Yamamah (peperangan melawan Nabi palsu Musailamah Al-Kadzab), Khalid bin Walid bergerak ke wilayah Irak pada 12 H. Abu Bakar berpesan kepada Khalid agar menyeru penduduk negeri-negeri yang ia lewati untuk mengikuti agama Allah. Ia juga harus bersikap lemah lembut kepada mereka. Jika mereka menjawab seruannya, mereka harus dilindungi dan diambil jizyahnya. Jika menolak, mereka layak diperangi.
Sebelum mengutus Khalid, Abu Bakar membentuk beberapa peleton untuk memuluskan jalan bagi pasukan Khalid. Ia juga mengutus beberapa orang ke daerah-daerah yang menjadi tujuan perjalanan Khalid.
Setelah memasuki Irak, penduduk daerah Baniqiya dan Burusma memilih berdamai. Kemudian Khalid bergerak ke Hirah dan disambut pemimpin mereka yaitu Qubaishah Ibn Iyas Ibn Hayyah al-Thaysi. Khalid berkata kepada mereka: “Aku menyeru kalian kepada Allah dan agama Islam. Jika kalian menjawab seruan ini berarti kalian termasuk kaum muslimin. Kalian mendapatkan hak-hak dan kewajiban seperti muslim lainnya. Jika kalian enggan maka kalian harus membayar jizyah. Jika kalian menolak maka sesungguhnya di hadapan kalian ada orang-orang yang lebih mencintai kematian sebagaimana kalian mencintai kehidupan. Jika kalian enggan, kami akan memerangi kalian hingga Allah menetapkan takdir yang berlaku antara kami dan kalian.”.
Mereka akhirnya memilih berdamai. Kemudian Khalid mengirim surat kepada para amir yang ada di bawah kekuasaan Kisra dan para pembantunya.
Dalam misi ke Irak tersebut pasukan Khalid terlibat peperangan dengan pasukan Persia yang dipimpin Hormus. Perang ini dikenal dengan Perang Dzatu Salasil karena banyaknya rantai yang dipergunakan untuk melindungi pasukan Persia.
Khalid kemudian memerintahkan pasukannya bergerak ke Bashrah. Ia juga mengirim beberapa kelompok pasukan untuk mengambil alih beberapa benteng di Irak.
Selama peperangan di Irak, Khalid tidak pernah menyerang kalangan sipil. Ia hanya menyerang pasukan Persia yang melawan di medan perang.
Kemudian terjadilah Perang Madzar, yang dikenal Perang Tsana nama sebuah sungai. Dalam perang ini gugur 30.000 pasukan Persia dan beberapa pemimpin mereka. Ibnu Jarir mengatakan bahwa orang-orang berkata: “Bulan Safar yang sarat kebahagiaan. Di dalamnya terbunuh setiap penguasa zalim. Dan mereka dikumpulkan di tepian sungai.”
Berikutnya Perang Walijah yang lebih dahyat dari perang sebelumnya. Khalid menerapkan strategi membagi pasukannya satu di depan dan satu lagi bergerak ke arah musuh menjadi pasukan penyergap. Pasukan Persia akhirnya kocar-kacir dan berhasil dilumpuhkan.
Usai peperangan Khalid berpidato: “Tidakkah kalian lihat betapa banyak makanan di negeri-negeri asing ini? Demi Allah seandainya kita tidak diharuskan berjihad di jalan Allah dan menyeru manusia kepada Islam, dan seandainya kita hanya memiliki kehidupan seperti yang kita jalani, niscaya kita terdorong untuk menaklukkan negeri-negeri ini sehingga kita menguasainya, membantu orang-orang yang kelaparan dan memakmurkan kehidupan penduduk yang selama ini dilanda kesulitan.”
Selanjutnya adalah Perang Ullays yang terjadi karena sekelompok orang dari Bani Bakr Ibn Wail kabilah Arab Nasrani yang bergabung dengan pasukan Persia terbunuh dalam perang Walijah. Keluarga mereka kemudian berkumpul untuk menuntut balas dan meminta bantuan pasukan dari Persia. Terjadilah peperangan seru selama tiga hari, dan pasukan yang terbunuh mencapai 70.000 orang. Setelah itu Khalid bergerak ke Kota Amghisiya dan menyeru penduduknya kepada Islam, merekapun tunduk kepada pasukan Islam.
Setelah itu Khalid dan pasukannya bergerak hingga tiba di Anbar. Penguasa kota membangun parit untuk menghalangi laju pasukan Khalid. Pasukan Khalid berhasil mengalahkan pasukan Anbar dan menguasai sumber-sumber air mereka, maka perang ini disebut Perang Dzatul Uyun Perang Mata Air. Pasukan Khalid dapat melintasi parit setelah menyembelih banyak unta dan menumpukkannya di parit. Akhirnya Anbar pun dapat ditaklukkan.
Setelah Anbar dapat ditaklukkan, Khalid bergerak menuju Ainu Tamar yang dikuasai Mahran ibn Bahram yang berlindung di tengah-tengah bangsa Arab Nasrani (Tamar, Iyad, Taghallub). Pada saat itu sebagian pasukan mereka bergerak dipimpin oleh Iqqah ibn Abi Iqqah dan Khalid berhasil mengalahkannya, lalu segera menuju benteng Ainu Tamar dan menguasainya, sementara penduduknya menyerah. Disinilah mereka mendapati 40 anak yang sedang mempelajari injil. Anak-anak ini lalu diserahkan kepada para pemimpin pasukan dan para pemimpin muslim.
Selanjutnya Khalid bergerak ke Daumatul Jandal. Penduduknya segera memobilisasi massa dan meminta bantuan kepada beberapa suku dan kabilah serta sekutu-sekutu mereka dari Bahra, Tanukh, Kalb, Ghassan, dan Daja’im. Perang pun berkecamuk, pasukan musuh terdesak dan berlindung ke dalam benteng. Setelah dikepung beberapa saat pintu utama benteng pun dapat dibuka dan ditaklukkan.
Berturut-turut setelah itu terjadi peperangan antara pasukan Islam dengan bangsa Arab Nasrani yang bersekutu dengan orang Persia, yaitu Perang Hashid dan Mudhayyah. Selanjutnya Perang Tsana dan Zumail.
Selanjutnya Khalid bergerak menuju Faradh, sebuah tempat berbatasan dengan Syiria, Irak, dan Jazirah Arab. Pasukan Romawi murka ketika pasukan Khalid semakin mendekati wilayah mereka. Lalu mereka memobilisasi pasukan, juga menghubungi suku Taghallub, Iyad, dan Tamar. Setelah mengumpulkan jumlah pasukan yang besar mereka lalu menyeberangi sungai Efrat pada pertengahan Dzulqa’dah 12 H dan bertempur melawan pasukan Khalid.
Pasukan besar tersebut berhasil dikalahkan oleh kaum muslimin sehingga terbunuh 100.000 orang pasukan. Setelah itu Khalid bergerak bersama segelintir pasukan menuju Mekah dan tiba disana bertepatan dengan saat berhaji, lalu melaksanakan haji.
Abu Bakar marah ketika mengetahui Khalid meninggalkan pasukannya, maka ia mengalihkan misi Khalid dari Irak ke Syiria. Dalam suratnya kepada Khalid Abu Bakar berkata: “Keselamatan pasukanmu adalah berkat pertolongan Allah, bukan hanya karena kecakapanmu. Karena itu kuatkanlah niat dan tekadmu wahai Abu Sulaiman. Sempurnakanlah sehingga Allah menyempurnakan urusanmu. Jangan bersikap sombong sehingga kau merugi dan terhina, dan jauhilah sikap mementingkan diri sendiri, sesungguhnya Allah memiliki kekuasaan dan Dia adalah Pelindung yang sempurna.”
Penaklukan Syiria
Di awal tahun 13 H, Abu Bakar berniat mengumpulkan seluruh pasukannya yang tercecer di beberapa tempat dan memusatkannya untuk menyerang Syiria. Pasukan Islam dibagi ke dalam tiga kelompok: Pasukan Yazid ibn Abu Sufyan, Pasukan Syurahbil ibn Hasanah dan Pasukan Amr bin Ash. Ketiga panglima perang itu diangkat pada Safar 13 H bertepatan dengan April 634 M. Masing-masing pasukan mengambil rute berbeda.
Ketika datang pasukan Abu Ubaidah Amir ibn al-Jarrah ke Madinah, Abu Bakar segera mengirim mereka untuk membantu pasukan yang hendak menggempur Syiria. Sehingga jumlah total pasukan Islam saat itu sekitar 24.000 orang, termasuk di dalamnya 1.000 orang sahabat, 100 diantaranya adalah veteran Perang Badar.
Pasukan Islam diuntungkan dengan situasi internal Syiria, dimana penduduknya tidak puas dan merasa benci kepada penguasa Romawi yang sering bertindak zalim. Mereka malah berharap pasukan Islam akan membebaskan mereka dari cengkeraman Romawi. Saat itu penduduk Syiria juga sedang dilanda konflik sosial yang tak kunjung usai akibat pertentangan faham agama.
Para pemimpin Romawi di Syiria mengabarkan pergerakan pasukan Islam ini kepada Kaisar Heraklius di Roma. Heraklius memberikan masukan agar berdamai dengan kaum muslimin. Namun hal ini ditentang oleh para pimpinan Romawi di Syiria. Mereka lalu memobilisasi pasukan menuju Homs.
Pasukan Khalid bergerak dari Irak bersama 9.000 pasukan yang banyak didalamnya adalah para sahabat Nabi. Dalam perjalanan menuju Syiria pasukan muslimin ini dan berhasil menaklukkan beberapa daerah yang dilaluinya: Qurair, Arak, Tadmir, Qaryatin, Hiwaren, dan Qusham; hingga tiba di Bukit Uqab yang disucikan oleh penduduk Damaskus. Penduduk Uqab menyerah. Pasukan bergerak ke Marjarahit dan menundukkannya, lalu Khalid tiba di Bushra dan menundukkannya. Pasukan di bawah pimpinan Khalid ini terus bergerak hingga sampai di Yarmuk bertemu dengan pasukan Islam lainnya pada bulan Rabi’ul Awwal 13 H.
Ketika melihat pasukan Islam bergerak sendiri-sendiri di bawah komandannya, Khalid mengusulkan agar pasukan digabungkan di bawah satu komando, yakni diangkat komandan pasukan tertinggi secara bergilir setiap harinya. Pada hari pertama Khalid berhasil memenangkan peperangan, dan saat pasukan muslim bergembira dengan kemenangan itu, terdengar kabar bahwa Abu Bakar wafat dan telah digantikan Umar bin Khattab.
Umar lalu mengangkat Abu Ubaidah sebagai satu-satunya komando tertinggi. Khalid pun diturunkan dari garis komando. Surat penurunan itu disampaikan kepada Khalid, dan ia meminta agar hal itu jangan dikabarkan terlebih dahulu kepada pasukannya untuk menjaga semangat mereka. Khalid dan pasukannya dapat mengalahkan pasukan Romawi dan membunuh hampir 100.000 pasukan Romawi, setelah itu barulah ia menyerahkan komando kepada Abu Ubaidah.
Perang Yarmuk berkobar dengan dahsyat, jumlah pasukan muslimin yang terdiri dari 39.000 orang melawan pasukan Romawi yang terdiri dari 240.000 orang. Pasukan muslimin berhasil memenangkan perang dengan gemilang.
Heraklius merasa heran, bingung, kaget, dan sedih mendengar kekalahan ini. Ketika sisa pasukannya datang menghadap Heraklius berkata, “Ceritakanlah kepadaku kaum yang mengalahkan kalian itu, bukankah mereka manusia biasa seperti kalian?” Mereka menjawab, “Benar.”
“Apakah jumlah mereka lebih banyak ataukah kalian yang lebih banyak?” tanya Heraklius.
“Di setiap lapis, jumlah kami jauh lebih banyak dari mereka.” Heraklius bertanya lagi, “Lalu mengapa kalian kalah?”
Salah seorang pemimpin pasukan yang tersisa itu berkata, “Kami kalah karena mereka adalah kaum yang selalu shalat di malam hari dan berpuasa di siang hari; mereka menepati janji, serta menyuruh kepada kebaikan dan mencegah kemungkaran; mereka saling menolong dan saling berbagi di antara mereka. Sebaliknya kami adalah sekumpulan orang yang suka minum arak, berzina, melakukan segala yang diharamkan, mengkhianati janji, saling memurkai, menzalimi, dan menyuruh kepada keburukan serta mencegah manusia dari segala yang diridhai Allah. Kami juga selalu membuat kerusakan di muka bumi.”
Heraklius berkata, “Engkau benar.”[14]
Itulah sekilas tentang capaian-capaian yang diraih kaum muslimin pada masa kepemimpinan Abu Bakar As-Shidiq. Cahaya Islam menebar ke seluruh penjuru bumi dengan berbekal keuatan iman.
Referensi :
[1] H.R. Ahmad, jilid 1, hal. 5; dikutip oleh Dr. Musthafa Murad dalam Abu Bakar, hal. 113
[2] Al-Bidayah wa al-nihayah, jilid 6, hal. 305-306. Diriwayatkan dari Anas radhiyallahu ‘anhu.
[3] Lihat: Al-Baqilani, al-inshaf, hal. 64
[4] Lihat: Al-Jurjani, Syarh al-Mawaqif, jilid 3, hal. 275.
[5] HR. Bukhari dalam Fadhail al-Shahabah, Bab Manaqib Utsman ibn Affan, jilid 7, hal. 66, No. 3697.
[6] HR. Bukhari dalam Fadhail al-Shahabah, Bab Fadhl Abu Bakar, jilid 7, hal. 20, No. 3655.
[7] Diriwayatkan oleh Abdullah ibn al-Imam Ahmad dalam al-Sunnah, jilid 2, hal. 577
[8] HR. Al-Bukhari dalam kitab Fadha’il al-Shahabah, bab sabda Nabi saw, “Walaw kuntu muttakhidza khalila Seandainya aku harus memilih seorang sebagai sahabat karib, jilid 7 hal. 24, hadits no. 3671; dan juga diriwayatkan oleh Ahmad dalam Fadha’il al-Shahabah, jilid 1 hal. 153-154, hadits no. 136.
[9] HR. Ahmad, jilid 1, hal. 106, dan banyak riwayat lain yang semakna dengan ini. Al-Sa’ati berkata dalam Bulugh al-Amani, jilid 22, hal. 181. Semua sanadnya shahih, namun hadits ini maukuf pada Ali, hadits ini dianggap marfu karena banyak hadits lain yang menguatkannya.
[10] Lihat: Ibnu Katsir, al-Bidayah wa al-Nihayah
[11] Dikutip oleh DR. Mushafa Murad dari al-tabshirah, Ibnul Jauziy, jilid 1, hal. 344
[12] Madah Tarbiyah; Ushulul Islam: Ma’rifatul Islam, Ma’rifatul, Insan, dan Ma’rifatul Qur’an, M. Indra Kurniawan, hal. 372
[13] HR. Ahmad dalam Bab Zuhud, hal. 137.
[14] Al-Bidayah wa al-Nihayah, jilid 7, hal. 15 – 16.
Sumber : https://risalah.id/capaian-capaian-pada-zaman-abu-bakar/