Hadits Tadliis Taswiyyah
Tadliis Taswiyyah (تَدْلِيسُ التَّسوِيّة)
Diantara tadlis isnad ada yang dikenal dengan tadlis taswiyyah. Yang memberi nama demikian adalah Abu Al-Hasan bin Qaththan. Definisnya adalah : Periwayatan rawi akan sebuah hadits dari Syaikhnya, yang disertai dengan pengguguran perawi yang dla’if yang terdapat di antara dua perawi tsiqah yang pernah bertemu, demi memperbaiki hadits tersebut.
Gambarannya adalah : Seorang perawu meriwayatkan dari seorang syaikh yang tsiqah, dan syaikh yang tsiqah ini meriwayatkan dari perawi yang tsiqah pula namun diantarai oleh perawi yang dla’if. Dan kedua perawi tsiqah ini pernah berjumpa satu sama lainnya. Maka datanglah sang mudallis yang mendengarkan hadits itu dari syaikh tsiqah tersebut, ia kemudian menggugurkan perawi yang dla’if dalam sanad, dan langsung menyambung jalur sanad antara syaikhnya dengan perawi tsiqah lainnya dengan menggunakan lafadh yang mengecoh agar sanad hadits tersebut menjadi tsiqah semua.
Contohnya
Diriwayatkan Ibnu Abi Hatim dalam kitab Al-‘Ilal, dia berkata,”Aku mendengar bapakku – lalu ia menyebutkan hadits yang diriwayatkan Ishaq bin Rahawaih dari Baqiyyah [Baqiyyah bin Al-Walid dikenal sebagai salah seorang perawi yang banyak melakukan tadlis.], (ia mengatakan) telah menceritakan kepadaku Abu Wahb Al-Asady dari Nafi’ dari Ibnu ‘Umar sebuah hadits : ”Janganlah engkau memuji keislaman seseorang hingga engkau mengetahui simpul pendapatnya”.
Bapakku berkata : “Hadits ini mempunyai masalah yang jarang orang memahaminya. Hadits ini diriwayatkan oleh ‘Ubaidillah bin ‘Amru dari Ishaq bin Abi Farwah dari Ibnu ‘Umar dari Nabi shallallaahu ‘alaihi wasallam. Dan ‘Ubaidillah bin ‘Amru ini gelarnya adalah Abu Wahb dan dia seorang asady (dari Kabilah Asad). Maka Baqiyyah sengaja menyebutkan namanya hanya dengan gelar dan penisbatannya kepada Bani Asad agar orang-orang tidak mengetahuinya. Sehingga apabila dia meninggalkan Ishaq bin Abi Farwah, ia tidak dapat dilacak.”
Hukumnya
Tadlis taswiyyah meskipun termasuk tadlis isnad, namun ia termasuk yang paling buruk di antara macam-macam tadlis. Al-‘Iraqy berkata,”(Jenis tadlis) ini mencemarkan siapa yang sengaja melakukannya”. Dan diantara orang yang paling sering melakukannya adalah Baqiyyah bin Al-Walid. Abu Mishar berkata,”Hadits-hadits Baqiyyah tidaklah bersih, maka berjaga-jagalah engkau darinya”.
Riwayat Seorang Mudallis
a. Sebagian ahli hadits dan fuqahaa menolak riwayat mudallis secara muthlaq, baik dia menegaskan bahwa ia mendengarkan hadits itu atau tidak. Meskipun dia hanya melakukan tadlis sekali, sebagaimana dikutip dari pendapat Imam Asy-Syafi’I rahimahullah.
b. Adapun Ibnu Shalah memerinci dalam masalah ini :
Apa yang diriwayatkan oleh mudallis dengan lafadh yang memiliki banyak kemungkinan (muhtamal) dan tidak menjelaskan bahwa ia telah mendengar atau bersambung sanadnya, maka hukumnya adalah mursal, ditolak, dan tidak dijadikan sebagai hujjah.
Sedangkan bila lafadh periwayatannya jelas menunjukkan bahwa sanadnya bersambung, seperti ”Aku mendengar”, “Telah menceritakan padaku”, “Telah mengkhabarkan padaku”; maka diterima dan dijadikan hujjah.
Dalam kitab Shahih Bukhari dan Muslim dan kitab-kitab lainnya, banyak hadits yang sang mudallis berkata di dalamnya : “Telah menceritakan kepadaku”, “Aku telah mendengar”, “Telah mengkhabarkan kepadaku”; semua itu datang dari Sufyan bin ‘Uyainah, Sufyan Ats-Tsauri, Al-A’masy, Qatadah, dan Hasyim bin Basyir.
Ibnu Shalah berkata : “Dan yang benar adalah membedakan antara keduanya. Apa yang dijelaskan di dalamnya adanya pendengaran langsung adalah diterima. Sedangkan yang menggunakan lafadh muhtamal adalah ditolak.
Dia berkata,”Dan di dalam Shahih Bukhari dan Muslim terdapat semacam ini dari sejumlah perawi, seperti Dua Sufyan (Ats-Tsauri dan Ibnu ‘Uyainah), Al-A’masy, Qatadah, Hasyim, dan selain mereka”.