Hal-hal yang dibolehkan dalam Shalat
1. Berjalan untuk keperluan
Dari ‘Aisyah Radhiyallahu anhuma, dia berkata, “Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah shalat di dalam rumah sedangkan pintunya tertutup. Lalu aku datang dan minta dibukakan. Kemudian beliau berjalan dan membukakan pintu untukku. Setelah itu beliau kembali ke tempat shalatnya. ‘Aisyah menyifatkan bahwa pintu tersebut berada di arah Kiblat.”[13]
2. Menggendong anak kecil
Dari Abu Qatadah: “Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah shalat sambil menggendong Umamah, puteri Zainab binti Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan Abu al-‘Ash bin ar-Rabi’. Jika beliau berdiri, beliau menggendongnya. Namun jika sujud, beliau meletakkannya.”[14]
3. Membunuh al-aswadain (kalajengking dan ular)
Dari Abu Hurairah Radhiyallahu anhu : “Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam menyuruh agar membunuh dua binatang hitam dalam shalat, yaitu kalajengking dan ular.”[15]
4. Menoleh dan memberi isyarat untuk keperluan
Dari Jabir Radhiyallahu anhu, dia berkata, “Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam menderita sakit. Lalu kami shalat di belakang beliau yang shalat dalam keadaan duduk. Kemudian beliau menoleh dan melihat kami berdiri. Kemudian beliau mengisyaratkan kepada kami (untuk duduk), lalu kami pun duduk.”[16]
5. Meludah di baju atau mengeluarkan sapu tangan dari saku
Dalilnya telah disebutkan dalam hadits Jabir tentang larangan meludah ke arah kiblat.
6. Memberi isyarat untuk menjawab salam
Dari ‘Abdullah bin ‘Umar Radhiyallahu anhuma, dia berkata, “Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam keluar menuju Quba’ untuk shalat di sana. Tak lama kemudian datanglah orang-orang Anshar dan mengucapkan salam kepada beliau yang sedang shalat. Lalu aku berkata pada Bilal, “Bagaimana engkau melihat Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab salam ketika mereka memberi salam kepada beliau padahal beliau sedang shalat?” Dia berkata, “Beliau memberi isyarat seperti ini.” Dia membuka telapak tangannya. Ja’far bin ‘Aun (perawi hadits) pun membuka telapak tangannya. Ia jadikan bagian dalamnya menghadap ke bawah dan bagian luarnya ke atas.”[17]
7. Mengucapkan tasbih bagi laki-laki dan bertepuk tangan bagi wanita jika terjadi sesuatu dalam shalat
Dari Sahl bin Sa’d Radhiyallahu anhu, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
يَا أَيُّهَا النَّاسُ مَا لَكُمْ حِيْنَ نَابَكُمْ شَيْءٌ فِي الصَّلاَةِ أَخَذْتُمْ فِي التَّصْفِيْقِ، إِنَّمَا التَّصْفِيْقُ لِلنِّسَاءِ، مَنْ نَابَهُ شَيْءٌ فِي صَلاَتِهِ فَلْيَقُلْ: سُبْحَانَ اللهِ، فَإِنَّهُ لاَ يَسْمَعُهُ أَحَدٌ حِيْنَ يَقُوْلُ سُبْحَانَ اللهِ إِلاَّ الْتَفَتْ…
“Wahai manusia, kenapa jika terjadi sesuatu dalam shalat kalian bertepuk tangan? Sesungguhnya bertepuk tangan adalah untuk wanita. Barangsiapa menemui kejadian dalam shalatnya, hendaklah ia mengucapkan: subhaanallah. Karena sesungguhnya tidaklah seseorang mendengarnya ketika ia mengucap: subhaanallah melainkan ia telah berpaling…[18]
8. Mengingatkan imam
Dari Ibnu ‘Umar Radhiyallahu anhuma : “Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam mengerjakan suatu shalat lalu membaca surat dan bacaannya tercampur (keliru). Ketika selesai beliau berkata pada Ubay, “Apakah engkau shalat bersama kami?” Dia berkata, “Ya.” Beliau berkata, “Lalu, apakah yang menghalangimu (untuk membenarkan bacaanku tadi?”[19]
9. Mencolek kaki orang yang sedang tidur
Dari ‘Aisyah Radhiyallahu anhuma, dia berkata, “Aku menyelonjorkan kakiku pada kiblat Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam yang sedang shalat. Jika sujud, beliau mencolekku dan aku pun mengangkatnya. Jika beliau berdiri aku menyelonjorkannya lagi.”[20]
10. Menahan orang yang ingin lewat di depannya
Dari Abu Sa’id Radhiyallahu anhu, dia berkata, “Aku mendengar Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
إِذَا صَلَّى أَحَدُكُمْ إِلَى شَيْءٍ يَسْتُرُهُ مِنَ النَّاسِ، فَأَرَادَ أَحَدٌ أَنْ يُجْتَـازُ بَيْنَ يَدَيْهِ فَلْيَدْفَعْ فِي نَحْرِهِ، فَإِنْ أَبَى فَلْيُقَاتِلْهُ، فَإِنَّمَا هُوَ شَيْطَانٌ.
“Jika salah seorang di antara kalian shalat menghadap ke sesuatu yang menjadi pembatas baginya dari manusia, kemudian seseorang hendak lewat di depannya, maka doronglah pada lehernya. Jika dia menolak, maka perangilah (lawanlah) dia. Karena sesungguhnya dia adalah syaitan.”[21]
11. Menangis
Dari ‘Ali Radhiyallahu anhu, dia berkata, “Tidak ada seorang penunggang kuda pun di antara kami pada hari perang Badar selain al-Miqdad. Aku tidak melihat seorang pun di antara kami melainkan sedang tidur (malam). Kecuali Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Beliau shalat sambil menangis di bawah sebuah pohon hingga Shubuh.”[22]
[Disalin dari kitab Al-Wajiiz fii Fiqhis Sunnah wal Kitaabil Aziiz, Penulis Syaikh Abdul Azhim bin Badawai al-Khalafi, Edisi Indonesia Panduan Fiqih Lengkap, Penerjemah Team Tashfiyah LIPIA – Jakarta, Penerbit Pustaka Ibnu Katsir, Cetakan Pertama Ramadhan 1428 – September 2007M]
_______
Footnote
[13] Hasan: [Shahiih Sunan an-Nasa-i (no. 1151)], Sunan at-Tirmidzi (II/56 no. 598), Sunan Abi Dawud (‘Aunul Ma’buud) (III/190 no. 910), dan Sunan an-Nasa-i (III/11).
[14] Muttafaq ‘alaihi: [Shahiih al-Bukhari (Fat-hul Baari) (I/590 no. 516)], Shahiih Muslim (I/385 no. 543), Sunan Abi Dawud (‘Aunul Ma’buud) (III/185 no. 904), dan Sunan an-Nasa-i (II/45).
[15] Shahih: [Shahiih al-Jaami’ush Shaghiir (no. 1147)] dan Shahiih Ibni Khuzaimah (II/41 no. 869)
[16] Shahih: [Shahiih Sunan an-Nasa-i (no. 1145)], Shahiih Muslim (I/309 no. 413), Sunan an-Nasa-i (III/9), Sunan Abi Dawud (‘Aunul Ma’buud) (II/313 no. 588).
[17] Hasan shahih: [Shahiih Sunan Abi Dawud (no. 820)] dan Sunan Abi Dawud (‘Aunul Ma’buud) (III/195 no. 915).
[18] Muttafaq ‘alaihi: [Shahiih al-Bukhari (Fat-hul Baari) (III/107 no. 1234)], Shahiih Muslim (I/316/421), dan Sunan Abi Dawud (‘Aunul Ma’buud) (III/216 no. 926).
[19] Shahih: [Shahiih Sunan Abi Dawud (no. 803)] dan Sunan Abi Dawud (‘Aunul Ma’buud) (III/175 no. 894).
[20] Muttafaq ‘alaihi: [Shahiih al-Bukhari (Fat-hul Baari) (III/80 no. 1209)], ini adalah lafazhnya, serta Shahiih Muslim (I/367 no. 512 (272)), dengan lafazh serupa
[21] Shahih: [Shahiih al-Jaami’ush Shaghiir (no. 638)] dan Shahiih Muslim (I/362 no. 505 (259)).
[22] Sanadnya shahih: [Ahmad (al-Fat-hur Rabbaani) (XXI/36 no. 225)], dan Shahiih Ibni Khuzaimah (II/52 no. 899).
Referensi : https://almanhaj.or.id/589-dimakruhkan-diperbolehkan-dan-membatalkan-shalat.html