Ikrimah
Ikrimah bin Abu Jahal radhiallahu ‘anhu
Siapakah diantara kita yang tidak mengenal nama ini, Abu Jahal ‘Amr bin Hisyam, lelaki yang dihormati kaumnya sebelum baligh? Memang benar jika kita mengatakan bahwa dia adalah junjungan bagi kaumnya, lelaki yang terhormat, ditaati, dan mempunyai pangkat dan kekuasaan.
Akan tetapi, dia telah mengubur dirinya dalam pasir-pasir kekafiran, padahal jika dia menghendaki, dia dapat menghidupkan dirinya itu dengan menggunakan cahaya iman. Karena itulah, ia berhak untuk mendapatkan laknat Tuhan daripada keridhaan-Nya.
Abu Jahal adalah Fir’aun umat ini. Ia hidup di Makkah sebagai musuh Allah dan Rasul-Nya. Ia selalu berusaha membunuh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Ia melihat sejumlah ayat (tanda kekuasaan) Allah dan sejumlah mukjizat, tetapi mata hatinya telah lebih dulu buta sebelum mata kepalanya. Karenanya,ia pun menjadi seperti setan yang sangat pembangkang.
Sering kali Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dan para sahabatnya merasakan gangguan dan pengingkarannya. Akan tetapi, suatu hari beliau berharap dia masuk Islam. Beliau bersabda:
“Ya Allah, kuatkanlah Islam dengan ‘Amr bin Hisyam atau ‘Umar bin Khattab.”
Allah mengabulkan doa Rasulullah ini, sehingga orang yang paling baik diantara kedua itu adalah ‘Umar bin Khattab yang pada akhirnya dia masuk Islam, sedangkan orang yang paling jahat diantara keduanya adalah Abu Jahal yang senantiasa memusuhi Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Sesungguhnya Abu Jahal adalah pengatur siasat perang Badar bagi musuh Islam. Ia berkeinginan memberikan pelajaran bagi umat Islam. Akan tetapi, ia telah tertipu setannya bahwa ia akan mengalahkan nabi dan para sahabatnya dan tiba-tiba ia mati terbunuh berlumuran darah; dan sebelum mati, ia sempat berkata: “Bagi siapakah kemenangan hari ini?” Maka dikatakan kepadanya: “Bagi Allah dan Rasul-Nya.”
Mendengar itu, Abu Jahal mencela kaum muslimin dan bertambah kafir. Hal ini membuat Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Sesungguhnya Fir’aun umat ini lebih parah daripada Fir’aun Musa.”
Memang benar, Fir’aun musa beriman saat akan meninggal dunia meskipun Allah tidak menerimanya. Adapun Fir’aun arab ini mati dalam keadaan kafir dan mencela Allah dan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Dalam kondisi yang buruk penuh dengan kedengkian terhadap Islam dan nabi-Nya, tumbuh seorang remaja yang bernama Ikrimah. Ikrimah melihat ayahnya di Makkah tidak henti-hentinya memusuhi umat Islam, kemudian melihat kaumnya kalah dalam perang Badar. Ia kembali ke Makkah tanpa disertai ayahnya seperti ketika dia berangkat ke Badar. Ia membiarkan ayahnya tewas di tangan pasukan Islam, bahkan sampai penguburannya pun ia membiarkannya.
Adapun dalam perang Uhud kondisi sedikit berbeda. Pasukan Quraisy keluar dengan membawa pasukan kuda dan kebesarannya. Ikrimah berada dalam pasukan inti bersama Khalid bin Walid yang menjadi pemimpin pasukan sayap kanan. Bahkan Ikrimah membawa istrinya, Ummu Hakim, yang bertugas menabuh rebana bersama dengan Hindun binti ‘Utbah. Saat itu, Ummu Hakim mendendangkan syair:
Ayolah, wahai bani ‘Abdid Dar
Ayolah, para pembela kaumnya
Pukulah musuhmu dengan pedang
Para pasukan kafir ini menjadi bersemangat. Ikrimah mengendarai kudanya yang dikendalikan setan dan kedengkiannya untuk memusuhi Allah dan Rasul-Nya. Tetapi, Ikrimah meletakkan di depan matanya peristiwa tewasnya sang ayah di tangan kaum muslimin pada perang Badar. Sampai akhirnya peperangan berakhir dengan kemenangan di tangan pasukan kafir. Akan tetapi, kemenangan mereka itu merupakan kemenangan yang tidak sempurna, sebab mereka takut serangan kaum muslimin, sehingga mereka lari menuju kota Makkah.
Dalam perang Khandaq atau Al-Ahzab, Ikrimah adalah salah satu dari ribuan anggota pasukan kafir yang mengepung kota Madinah, kota Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dan orang-oranng Islam. Akan tetapi, mereka tercengang ketika melihat parit besar yang belum pernha mereka lihat sebelumnya. Parit ini membuat senjata-senjata di tangan mereka tidak berguna. Mereka tidak tahu apa yang harus dilakukan.
Pengepungan pun berlangsung lama. Ikrimah tidak sabar, maka ia keluar bersama dengan ‘Amr bin Wud untuk mengajak pasukan Islam melakukan pertandingan jawara (duel satu lawan satu) dari kedua pasukan. ‘Ali radhiyAllahu ‘anhu keluar menanggapi ajakan ini. ‘Ali melawan ‘Amr bin Wud dan memperoleh kemenangan karena berhasil memenggal kepala ‘Amr bin Wud dan melemparkannya pada pasukan musyrik.
Melihat kejadian ini, Ikrimah takut sehingga ia lari seperti tikus yang ketakutan. Ikrimah meninggalkan peralatan perang dan barang-barang lainnya. Oleh karena itu, ‘Ali radhiyAllahu ‘anhu mengambilnya dan memberikannya sebagai hadiah untuk Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Allah memenangkan Islam dan kaum muslimin. Mereka berhasil menaklukkan kota Makkah. Akan tetapi, kemenangan ini tidak terlepas dari perlawanann kecil. Ikrimah bersama dengan Shafwan bin Umayyah, Suhail bin ‘Amr, dan seorang lelaki dari bani Bakar (namanya Hammas bin Qais) melakukan perlawanan terhadap kaum muslimin.
Ketika melihat apa yang dilakukan Qais, istrinya berkata: “Wahai Hammas, apa yang kamu persiapkan?”
“Aku mempersiapkannya untuk Muhammad,” ujar Hammas.
“Demi Allah, kamu tidak akan mampu melawan Muhammad dan para sahabatnya,” tukas istrinya.
Dengan sombong Hammas berkata: “Kami akan membunuh mereka dan kamu akan mempunyai pembantu dari mereka.”
Sementara itu Ikrimah bersama teman-temannya berkumpul di tempat yang dinamakan Al-Khandamah mereka ingin melakukan permusuhan dan perlawanan terhadap kaum muslimin. Akan tetapi, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam meladeni mereka dengan mengajukan pedanngnya yang terhunus, yaitu Khalid bin walid (yang mempunyai julukan Saifullah wa Rasulihi Al-Maslul yang berarti pedang Allah dan Rasul-Nya yang terhunus). Maka mereka kalah dan lari tunggang langgang, termasuk juga Hammas. Oleh karena itu, Hammas masuk ke rumahnya dan menutup pintunya, kemudian dia mengucapkan syair:
Sungguh andai kamu menyaksikan hari Al-Khandamah
Saat Shafwan dan Ikrimah lari kalah
Kami disambut pedang-pedang muslim
Yang memotong-motong setiap tengkorak kepala dan tangan
Pelarian Ikrimah bin Abu Jahal
Ikrimah lari, sementara Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah mengizinkan untuk membunuhnya bersama sembilan orang lainnya. Melihat ancaman mati dari Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam ini, Ikrimah melarikan diri ke Yaman. Pada saat itu istrinya yang bernama Ummu Hakim masuk Islam dan meminta perlindungan dan keamanan kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam untuk Ikrimah, maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda kepadanya: “Dia aman”
Ummu Hakim melakukan perjalanan untuk mengembalikan suaminya ke Makkah. Dalam perjalanannya ini, ia ditemani seorang lelaki Romawi. Lelaki ini melihat adanya kesempatan untuk berbuat mesum karena mereka hanya berdua saja, sementara jarak perjalanan sangat jauh. Akan tetapi, Ummu Hakim menolaknya hingga akhirnya mereka berdua sampai di suatu pantai. Disinilah takdir menundukkan Ikrimah.
Ikrimah berkata kepada salah satu seorang nahkoda kapal: “Bawalah aku sampai ke Yaman dan aku akan memberikan apa yang kamu inginkan.”
Nahkoda kapal berkata, “Tidak, kecuali kamu ikhlas.”
“Bagaimana cara berikhas?” Tanya Ikrimah.
“Kamu bersaksi bahwa tidak ada Tuhan yang berhak disembah selain Allah dan Muhammad utusan Allah.” Jawab nahkoda kapal.
Dengan kesal Ikrimah berrkata: “Ini adalah Tuhan Muhammad yang kami diajak kepada-Nya.” Ikrimah mengetahui bahwa tidak ada Tuhan selain Allah. Ia berputar. Ia kaget, karena di depannya terdapat istrinya. Istrinya berkata: “Aku datang kepadamu dari manusia yang paling baik, mannusia yang paling penyayang, manusia yang paling santun, dari Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Aku telah meminta perlindungan dan keamanan untukmu darinya. Beliau telah menjamin keamananmu, maka janganlah kamu binasakan dirimu sendiri! Kembalilah, karena sesungguhnya kamu akan aman.”
Ummu Hakim menceritakan hal ihwal pemuda Romawi yang bersamanya. Ia telah meminta bantuan kepada sebagian orang-orang pedalaman dan mereka mau memberikan bantuan. Ia masih tetap bersama dengan pemuda ini, sehingga nafsu pemuda ini tertuju kepadanya. Maka dalam perjalanan menuju Makkah, Ikrimah pun membunuh pemuda tersebut.
Saat diajak berduaan oleh Ikrimah, Ummu Hakim berkata: “Wahai Ikrimah, sesungguhnya kamu musyrik, sedang aku muslimah. Allah telah mengharamkan diriku atasmu.” Kata-kata yang seperti panah ini telah menancap di hati Ikrimah, sehingga hati Ikrimah pun terluka dan pikirannya menjadi kacau balau.
Sementara di Makkah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam berdiri diantara para sahabatnya sambil bersabda: “Sesungguhnya Ikrimah bin Abi Jahal akan datang kepadamu dalam keadaan beriman dan berhijrah, maka janganlah kamu mencela ayahnya, karena mencela orang yang sudah mati dapat menyakitkan orang yang masih hidup, walaupun celaan itu tidak sampai kepada orang yang sudah mati.”
Masuk islamnya Ikrimah bin Abu Jahal
Ikrimah pun datang. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Selamat datang, pengendara yang berhijrah.”Beliau berdiri kepadanya, meluaskan kain untuknya, dan menyambutnya dengan sebaik-baik sambutan.
Ikrimah berkata: “Aku mendengar bahwa engkau telah menjamin keamananku, wahai Muhammad ?”
“Ya sungguh kamu aman,” jawab Rasul
“Untuk apa kamu menngajakku ?” tanya Ikrimah.
“Untuk menyembah Allah Yang Maha Esa, tiada sekutu bagi-Nya, melaksanakan shalat, membayar zakat, menunaikan puasa, dan berhaji di Baitullah,” kata Rasul.
Ikrimah berkata: “Demi Allah, engkau tidak mengajakku, kecuali kepada kebenaran; dan engkau tidak memerintahku, kecuali kepada kebaikan.” Ikrimah mengulur tangannya dan bersaksi bahwa tidak ada Tuhan selain Allah dan Muhammad adalah utusan Allah.
Ikrimah berkata: “Wahai Rasulullah, aku memohon kepadamu untuk mengampuniku atas setiap permusuhanku terhadapmu, setiap jejak langkahku, setiap kesempatan aku bertemu denganmu, dan setiap perktaan yang aku ucapkan dihadapanmu atau tidak dihadapanmu.”
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam berdoa untuk Ikrimah:
“ Ya Allah ampunilah setiap permusuhan yang dilakukannya terhadapku, setiap jejak langkahnya yang ia inginkan untuk memadamkan cahaya-Mu. Ampunilah perkataan yang diucapkan guna merendahkan martabatku, baik ketika dia berada di hadapanku maupun tidak dihadapanku.”
Ikrimah berkata: “Wahai Rasulullah, tidaklah aku mengeiuarkan satu hartapun yang telah aku gunakan untuk memusuimu, kecuali aku juga akan menginfakkan harta yang sama di jalan Allah.”
Setelah masuk Islam, Ikrimah bersumpah: “Demi Dzat yang telah menyelamatkanku saat perang Badar.” Ia bersyukur kepada Tuhannya karena ia tidak mati terbunuh dalam perang Badar (karena pada waktu itu Ikrimah masih dalam keadaan kafir, red). Ia masih tetap hidup sampai akhirnya Allah pun memuliakannya dengan Islam. Ia selalu membawa mushaf sambil menangis: “Kitab Tuhanku ! Kitab Tuhanku !“
Syahidnya Ikrimah bin Abu Jahal
Pada saat perang Yarmuk meletus dengan hebatnya dan pasukan Romawi hampir mengalahkan pasukan Islam, maka singa buas Ikrimah pun bangkit dan berkata: “Minggirlah, wahai Khalid bin Walid, biarkan aku menebus apa yang telah aku dan ayahku lakukan. Dulu aku memusuhi Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Apakah sekarang aku akan lari dari pasukan Romawi ? Demi Allah tidak, selamanya tidak akan terjadi !”
Ikrimah berteriak: “Siapa yang akan membaiatku untuk mati ? “
Pamannya Harits bin Hisyam, dan juga Dhirar bin Al-Azwar berdiri untuk membaiatnya. Ikut bersama mereka 400 pasukan muslim. Mereka memasuki arena peperangan hingga mereka dapat mengalahkan pasukan Romawi, dan Allah pun memberikan kemenangan dan kemuliaan bagi pasukan-Nya.
Perang pun selesai. Ikrimah tergeletak terkena 70 tikaman di dadanya, sedang disampingnya adalah Al-Harits bin Hisyam dan Ayyasy bin Abi Rabi’ah. Al-Harits memanggil-manggil meminta air namun ia melihat Ikrimah sangat kehausan maka ia berkata: “Berikanlah air kepada Ikrimah.” Ikrimah melihat Ayyasy bin Abi Rabi’ah juga sangat kehausan, lalu ia berkata: “Berikanlah air kepada Ayyasy.” Ketika air hampir diberikan, Ayyasy sudah tidak bernyawa. Para pemberi air dengan cepat menuju Ikrimah dan Al-Harits, namun keduanya pun sudah tiada untuk meminum air surga dan sungai-sungainya.
Sumber: Kisah Teladan 20 Sahabat Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam untuk Anak, Dr. Hamid Ahmad Ath-Thahir, Irsyad Baitus Salam, 2006 (Dipublikasikan ulang oleh KisahMuslim.com)
Artikel www.KisahMuslim.com
Sumber : https://kisahmuslim.com/1574-ikrimah-bin-abi-jahal.html
MURID Sang Penerjemah AL QURAN
Ilmu agama adalah karunia yang Allah azza wajalla berikan kepada siapa saja yang dikehendaki dari hamba-hamba-Nya. Itulah keutamaan besar yang Allah anugerahkan kepada siapa saja yang Dia kehendaki. Dengannya terangkatlah derajat hamba di hadapan manusia dan di hadapan Rabbnya kelak. Banyak manusia bersimpuh duduk di hadapannya untuk menuntut ilmu agama. Namanya dikenang baik dan didoakan kaum muslimin dari masa ke masa hingga kebaikannya terus mengalir.
AHLI TAFSIR
Pembaca mungkin pernah mendengar nama Ikrimah Maula (bekas budak) Ibnu Abbas sosok ulama tabiin yang dikenal sebagai pakar ilmu tafsir. Tahukah Anda bahwa beliau sebelum menjadi ulama adalah hamba sahaya yang acap kali diremehkan dan dipandang sebelah mata oleh manusia. Namun budak tidak selamanya identik dengan kehinaan dan kerendahan martabat di mata manusia. Siapa sangka Ikrimah rahimahullah yang dikenal sebagai budak ini kelak menjadi ahli tafsir dan menjadi salah satu murid terbaik Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhu.
Dialah Ikrimah Abu Abdillah Al Qurasyi Al Madani Al Barbari rahimahullah yang dahulunya adalah budak milik Hushain bin Abil Hurr lantas dihibahkan kepada Ibnu ‘Abbas radhiyallahu ‘anhu. Kunyahnya adalah Abu Abdillah dan beliau berasal dari Barbar wilayah Maghrib yang sekarang wilayahnya mencakup Maroko, Tunisia, Libya, dan beberapa negara lainnya. Rupanya Allah azza wajalla menghendaki kebaikan untuk Ikrimah tatkala memilihkan majikan untuknya dari kalangan ulama besar sahabat. Ya, dialah Ibnu Abbas yang bergelar Turjumanul Qur’an (sang penerjemah Al Quran). Sungguh sangat beruntung memang jika Ikrimah menjadi budaknya. Bagaimana tidak, ia berkesempatan untuk belajar langsung dari beliau baik dalam meriwayatkan hadis, tafsir, maupun akhlak keseharian. Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhu adalah guru yang pertama kali mengajarkan ilmu tafsir dan hadis kepadanya, sekaligus guru yang paling berpengaruh terhadap perkembangan ilmunya.
SAFAR ILMIAH
Ikrimah rahimahullah suka merantau ke berbagai negeri dan wilayah seperti Maghrib (Maroko) untuk menimba ilmu dari ulama-ulamanya lalu kembali lagi ke Madinah. Pernah pula singgah di Mekah, Mesir, dan bahkan dalam satu riwayat pernah sampai ke Afrika. Sehingga tidak mengejutkan jika Ikrimah mempunyai guru yang sangat banyak. Sebagian ulama menyebut-nyebutnya sebagai tabiin yang paling mumpuni dalam bidang ilmu tafsir.
Bisa dibayangkan beliau belajar secara langsung dari Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhu dan bermulazamah (belajar) dengannya selama sekian tahun. Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhu mengetahui bahwa Ikrimah memiliki potensi untuk menjadi ahli tafsir sehingga beliau pun semangat dalam mewariskan ilmunya kepada Ikrimah. Sampai-sampai Ibnu Abbas pernah membuat tali ikatan pada kedua kaki Ikrimah agar beliau terus bisa kontinyu mengajarkan Al Quran dan Hadis kepadanya.
Ikrimah adalah sosok hamba sahaya yang berjenggot putih dan suka memakai imamah putih yang ujungnya menjulur di antara dua pundaknya. Beliau sering mengenakan pakaian berwarna putih dan gamis yang panjang. Seiring dengan berlalunya waktu, Ikrimah pun menjadi tabiin yang paling luas pengetahuannya tentang kisah-kisah dan sejarah peperangan Islam, meskipun belum pernah melihat apalagi terlibat langsung dalam berbagai peperangan tersebut.
Ilmu tafsir, hadis, sejarah, dan yang lainnya ia warisi dari para pembesar sahabat yang pernah menjadi sumber rujukan ilmunya. Sebuah referensi menukilkan bahwa ia pernah bertemu 200 sahabat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam seperti Ibnu Abbas, Aisyah, Abu Hurairah, Abdullah bin Umar, Abdullah bin Amr, Ali bin Abi Thalib, Uqbah bin Amir, Shafwan bin Umayah, Al Hajjaj bin Amr Al Anshari, Jabir bin Abdillah, Hamnah bintu Jahsy, Abu Said Al Khudry, Ummu Umarah Al Anshariyah radhiyallahu ‘anhum, dan masih banyak yang lainnya. Namun guru yang memiliki andil besar dalam mentransfer ilmu kepada Ikrimah adalah Ibnu Abbas.
Ikrimah rahimahullah terus memanfaatkan kesempatan bertemu dengan Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhu untuk mengambil ilmu Al Quran dan hadis darinya. Hingga akhirnya Ikrimah meraup banyak faedah dan mempunyai keahlian dalam berfatwa. Bahkan mendapatkan rekomendasi untuk berfatwa dari Ibnu Abbas secara lisan padahal banyak sahabat yang masih hidup saat itu. Suatu ketika Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhu berkata, “Pergi dan berfatwalah, aku akan membantumu jika mengalami kesulitan.” Sehingga ulama sekelas Al Hasan Al Bashri rahimahullah pun enggan memberikan fatwa dan tafsir selama ada Ikrimah bersamanya.
MURID-MURID DAN SANJUNGAN ULAMA
Dalam pengakuannya Ikrimah menuturkan, “Aku menuntut ilmu selama empat puluh tahun dan berfatwa tatkala Ibnu Abbas masih hidup.” Selain dikenal sebagai mufassir yang handal dan mumpuni, Ikrimah juga ahli di bidang qira’ah, tafsir, dan hadis. Status sosialnya sebagai budak bukanlah penghalang dalam belajar ilmu agama hingga Allah memuliakannya dengan ilmu. Banyak ulama yang menyatakan bahwa beliau adalah orang yang tsiqah (tepercaya) dan riwayatnya bisa dijadikan sebagai hujjah (dalil). Terbukti ulama yang meriwayatkan hadis dan menimba ilmu dari beliau sangat banyak. Ini menunjukkan kepercayaan ulama terhadap beliau.
Dalam sejarah tercatat nama-nama besar ulama yang pernah meriwayatkan darinya seperti Ibrahim An-Nakhai, Asy Sya’bi (keduanya meninggal sebelum Ikrimah), Amr bin Dinar, Abu Asy Sya’tsa’ Jabir bin Zaid, Habib bin Abi Tsabit, Hushain bin Abdurrahman, Al Hakam bin Utaibah, Qatadah, Mathar Al Warraq, Abu Ishaq Asy Syaibani, Musa bin Uqbah, dan masih banyak ulama tabiin lainnya yang tidak bisa disebutkan satu-persatu. Di saat itulah sanjungan dan rekomendasi secara lisan dari ulama terus mengalir kepada Ikrimah maula Ibnu Abbas.
Syahr bin Hausyab rahimahullah menyatakan kepada teman-temannya, “Pergilah kepada Ikrimah karena sesungguhnya setiap umat mempunyai Habr (orang berilmu) dan habrnya umat ini adalah maula Ibnu Abbas.” Salah satu muridnya yang bernama Amr bin Dinar berkisah bahwa ia pernah mendengar Abu Asy Sya’tsa mengatakan, “Ini adalah maula Ibnu Abbas dan orang yang paling berilmu.” Hingga ulama tabiin sekelas Said bin Jubair rahimahullah juga mengakui bahwa Ikrimah lebih berilmu daripadanya. Sementara itu Qatadah mengatakan, “Orang yang paling berilmu tentang halal dan haram adalah Al Hasan, yang paling mengetahui tentang manasik adalah Atha’, dan yang paling berilmu tentang tafsir adalah Ikrimah.”
Jabir bin Zaid rahimahullah mengatakan, “Ikrimah adalah lautan ilmu maka bertanyalah kepadanya.” Bahkan Ali pun tidak ketinggalan memuji Ikrimah dengan menyatakan, “Tidak ada budak Ibnu Abbas yang lebih cerdas daripada Ikrimah.” Al Bukhari mengatakan, “Tidak ada seorangpun dari kalangan murid-muridku melainkan dia pasti berdalil dengan riwayatnya Ikrimah.”
Ikrimah tetap dalam statusnya sebagai budak sampai Ibnu Abbas meninggal sehingga berpindahlah kepemilikannya kepada Ali bin Ibnu Abbas (putranya Ibnu Abbas). Kemudian Ali menjualnya kepada Khalid bin Yazid bin Mu’awiyah dengan harga 4000 dinar. Maka Ikrimah pun bertanya kepada Ali, “Kenapa engkau menjual ilmu ayahmu dengan harga 4000 dinar?” Mendengar pertanyaan tersebut Ali membatalkan penjualan Ikrimah dan memerdekakannya.
KEDUSTAAN TERHADAPNYA
Kapasitasnya Ikrimah sebagai ulama dan pakar tafsir telah diakui oleh para ulama yang sezaman dengannya atau era setelahnya. Namun sebagian manusia menyatakan bahwa Ikrimah adalah seorang Khawarij dari sekte Al Sufriyah, yaitu sebuah kelompok sempalan khawarij pengikut Ziyad bin Al Ashfar. Pemikiran mereka sama seperti sekte Azariqah yang meyakini bahwasanya pelaku dosa besar adalah musyrik hanya saja sekte As Sufriyah tidak memandang dibolehkannya membunuh anak-anak kecil dan istri-istri orang yang tidak sepemahaman dengan mereka.
Benarkah Ikrimah seorang Khawarij? Ternyata hal ini disanggah oleh sebagian ulama di antaranya adalah Yahya bin Main rahimahullah yang mengatakan, “Jika engkau melihat ada seseorang yang mencela Ikrimah dan Hammad bin Salamah maka curigailah keislamannya.” Lihatlah pula bagaimana pembelaan Ahmad Al ‘Ijli rahimahullah terhadap Ikrimah dalam ucapannya, “Ikrimah adalah seorang ulama tabiin yang tsiqah dan beliau berlepas diri dari apa yang dituduhkan oleh orang-orang bahwa beliau bermadzhab khawarij.”
Bersihnya Ikrimah ini juga ditegaskan Imam Ahmad sebagaimana dinukilkan oleh Ibnu Hajar. Ibnu Mandah menyatakan dalam Shahihnya, “Adapun kondisi Ikrimah maka ia telah direkomendasi dengan baik oleh para tokoh tabiin dan ulama-ulama setelahnya. Bahkan mereka meriwayatkan dari Ikrimah dan berhujjah dengan riwayatnya dalam permasalahan sifat-sifat Allah, sunnah, dan hukum-hukum syariat. Sementara ulama yang mencacatnya tetap meriwayatkan dan menerima hadis-hadisnya. Hadis dan tafsirnya senantiasa menjadi rujukan ulama dari masa ke masa hingga zamannya Imam Bukhari, Muslim, Nasai, dan Abu Dawud.”
Sepeninggal Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhu, memang sebagian besar ilmu beliau terwariskan kepada Ikrimah rahimahullah. Oleh sebab itu tatkala Ikrimah meninggal, maka hilang pula ilmu yang terwariskan darinya. Ikrimah meninggal di Madinah dan saat itu bertepatan dengan meninggalnya Kutsair ‘Azzah, sehingga orang-orang pun mengatakan, “Pada hari ini telah meninggal ulama dan ahli syair.” Ikrimah wafat pada tahun 105 H dalam usia 80 tahun di Kota Madinah. Semoga Allah melimpahkan rahmat dan ampunan-Nya kepada beliau. Aamiin ya Rabbal alamin.
Sumber: Majalah Qudwah edisi 48 vol.05 1438 H rubrik Biografi. Pemateri: Al Ustadz Abu Hafiy Abdullah.
http://ismailibnuisa.blogspot.com/2017/04/murid-sang-penerjemah-al-quran.html
Referensi : https://www.atsar.id/2022/12/biografi-ikrimah-ahli-tafsir-al-quran.html
IKRIMAH MAULA IBNU ‘ABBĀS
A. Nama dan Asalnya
Ia dikenal dengan nama ‘Ikrimah Abū ‘Abdillāh al-Barbarī maula Ibnu ‘Abbās. Al-Barbarī menunjukan asalnya dari bangsa Barbar, yaitu suatu suku di negeri Magrib (sekarang Maroko).[1] ‘Ikrimah raḥimahullāh pernah menjadi hamba sahaya sahabat Nabi, yaitu ‘Abdullāh bin ‘Abbās raḍiyallāhu’anhu, karenanya ia dikenal dengan maula Ibnu ‘Abbās raḍiyallāhu’anhu. Dulunya ‘Ikrimah adalah budak Ḥuṣain bin Abī al-Hur al-Anbarī, lalu kemudian Ḥuṣain menghadiahkan ‘Ikrimah kepada ‘Abdullāh bin ‘Abbās, ketika ‘Abdullāh bin ‘Abbās menjabat sebagai gubernur Basrah di kekhilafahan ‘Ālī bin Abī Ṭālib.[2]
Yaḥya bin Ma’īn berkata, “Ketika ‘Abdullāh bin ‘Abbās raḍiyallāhu’anhu wafat, ‘Ikrimah belum berstatus merdeka, maka ia dijual oleh ‘Ālī bin ‘Abdillah bin ‘Abbās (anak Ibnu ‘Abbās) seharga empat ribu dinar. Dia pun diprotes, “Wahai Ali, apakah engkau hendak menjual ilmu ayahmu?” Ali bin Abdillah bin ‘Abbās batal menjualnya, lalu ‘Ikrimah raḥimahullāh dimerdekakannya.[3]
B. Perkembangan Keilmuannya
Keilmuan ‘Ikrimah raḥimahullāh mulai terbangun sejak ia mendampingi tuannya, ‘Abdullāh bin ‘Abbās raḍiyallāhu’anhu. Di Madinah, ‘Abdullāh bin ‘Abbās raḍiyallāhu ’anhu dikenal dengan keluasan ilmunya, kedalaman pemahamannya, khususnya di bidang tafsir. Dalam barisan para periwayat hadis, beliau termasuk al-mukṡirīn fi al-ḥadīṡ (perawi dari kalangan sahabat yang jumlah riwayat hadisnya di atas seribu hadis).
Perhatian para sahabat dalam mengajarkan ilmu mereka, tidak terbatas pada orang terhormat dan berkedudukan tinggi, tetapi juga terhadap hamba sahaya yang mereka miliki.
Inilah keadilan Islam, yang menghapuskan sistem kasta dalam kehidupan sosial, karena semua manusia memiliki hak yang sama, manusia menjadi mulia hanya karena ketakwaannya.
Olehnya, tak mengherankan jika Nāfi’ maula Ibnu ‘Umar bisa menjadi ulama besar, berkat bimbingan tuannya, ‘Abdullāh bin ‘Umar. Demikian juga hak pendidikan yang didapatkan oleh ‘Ikrimah raḥimahullāh dari tuannya, ‘Abdullāh bin ‘Abbās.
‘Abdullāh bin ‘Abbās raḍiyallāhu ’anhu melihat ‘Ikrimah bukan hanya budak biasa, tetapi dia punya potensi yang jika digali maka potensi itu dapat memberi manfaat kepada banyak manusia. Olehnya, segala upaya mentransfer ilmu ia lakukan, walaupun kadang terkesan keras dan memaksakan. Namun demikianlah perjuangan seorang guru, demi mendisiplinkan muridnya. Mengenang masa studinya, ‘Ikrimah raḥimahullāh mengisahkan, “Semasa aku belajar Al-Qur’an dan al-sunnah, ‘Abdullāh bin ‘Abbās mengikat kakiku (agar tetap fokus dan disiplin-pen.).”[4]
Kedisiplinan dan kesungguhan serta kerja keras ‘Ikrimah dalam menimba ilmu, mengangkat derajatnya hingga menjadi ulama yang menguasai berbagai bidang ilmu. Bahkan ia mendapat rekomendasi dari tuannya untuk berfatwa. ‘Ikrimah raḥimahullāh berkata,
طَلَبْتُ العِلْمَ أَرْبَعِيْنَ سَنَةً، وَكُنْت أُفْتِي بِالبَابِ، وَابْنُ عَبَّاسٍ فِي الدَّارِ
“Aku mendalami ilmu (syar’i) selama 40 tahun, hingga aku diizinkan berfatwa di pintu sedang Ibnu ‘Abbās di dalam rumah.[5]
Pernyataan singkat ini mengisyaratkan, seakan ‘Ikrimah lulus dari universitas Ibnu ‘Abbās dengan nilai akademik yang istimewa dan sempurna, sehingga ia dipandang layak memberi fatwa kepada manusia padahal habru al-ummah masih ada. Menuntut ilmu syar’ī, butuh pengorbanan waktu yang lama, kesungguhan dan kedisiplinan, serta memanfaatkan waktu adalah kuci keberhasilan.
C. Guru, Murid dan Kontribusunya dalam Islam
‘Ikrimah maula Ibnu ‘Abbās termasuk dalam tabaqah tābi’īn. Kemuliaan para tābi’īn disebabkan karena Allah ﷻ menakdirkan mereka bertemu dan berguru langsung dengan sahabat-sahabat Nabi, hidup dalam lingkungan para sahabat, dididik dalam tarbiyah mereka. Oleh karenanya, banyak dari kalangan sahabat Nabi yang menjadi tempat menimba ilmu oleh ‘Ikrimah.
Selain ‘Abdullāh bin ‘Abbās, ‘Ikrimah juga berguru kepada ‘Ā’isyah, Abū Hurairah, Ibnu ‘Umar, ‘Abdullāh bin Amr bin Aṣ, ‘Uqbah bin ‘Amir, ‘Ālī bin Abī Ṭālib, Ṣafwān bin Umayah, al-Hajjāj bin ‘Amr al-Anṣārī, Jabir bin ‘Abdillāh, Hamnah binti Jahsy, Abū Sa’īd al-Khudrī, Ummu ‘Umārah al-Anṣāriyah, dan lainnya.
Setelah menimba ilmu yang cukup lama, ‘Ikrimah kemudian mendedikasikan dirinya dengan mengajarkan ilmunya kepada generasi pelanjutnya. Dari didikan ‘Ikrimah lahirlah murid-murid yang menjadi ulama besar di zaman mereka, seperti Ibrāhīm al-Nakha’ī, al-Sya’bī, ‘Amr bin Dinar, Qatadah, Mūsā bin ‘Uqbah, Ayyūb al-Sikhtiyānī, Hajjāj bin Arṭāh, Ḥumaid al-Ṭawīl, dan lainnya.[6]
Kontribusi ‘Ikrimah dalam mengkhidmat Al-Qur’an dan hadis-hadis Rasulullah ﷺ serta membimbing umat sangat besar. Dalam berbagai literatur tafsīr dan hadis, pendapat-pendapatnya selalu dinukil, namanya kerap tergabung dalam rantai sanad periwayatan, sehingga namanya menghiasai lembar-lembar kitab tafsīr dan kitab hadis.
Dalam proses belajar dan mengajarnya, ‘Ikrimah dikenal sering bersafar ke berbagai negeri Islam. Ia sangat banyak bersafar, mengelilingi negeri-negeri Islam, seperti Makkah, Mesir, Maroko, Jurjān, Basrah, bahkan hingga ke Afrika.[7]
‘Ikrimah adalah seorang ulama yang dicintai dan dikagumi oleh umat. Ayyūb al-Sikhtiyānī berkata, “Ketika ‘Ikrimah mendatangi negeri kami, banyak orang berkumpul mendengarkan wejangannya, hingga ia harus naik ke atas rumah (agar suaranya terdengar luas).”
D. Apresiasi Ulama Terhadapnya
‘Ālī bin al-Madini berkata, “Tidak ada mawāli (mantan budak) Ibnu ‘Abbās yang lebih tinggi ilmunya melebihi ‘Ikrimah.”[8]
Sufyān al-Ṡauri pernah berkata, “Pelajarilah tafsīr dari empat tokoh, yaitu Sa’īd bin Jubair, Mujāhid, ‘Ikrimah, dan al-Dahhāk.”
Muḥammad bin Abī Hatim mengisahkan, “Ayahku (Abū Hātim al-Rāzī) pernah ditanya tentang keilmuan ‘Ikrimah, ia menjawab, ‘Ikrimah adalah seorang ulama yang ṡiqah, di antara mawāli Ibnu ‘Abbās, ‘Ikrimah-lah yang paling tinggi ilmunya. Semua murid-murid Ibnu ‘Abbās mengakui keluasan ilmunya’.”[9]
E. Bantahan Atas Tuduhan kepada ‘Ikrimah Maula Ibnu ‘Abbās
Walaupun ‘Ikrimah raḥimahullāh adalah seorang tābi’īn yang mulia, namun ia tidak luput dari kritikan bahkan tuduhan. Beberapa tuduhan itu diceritakan oleh al-Żahabī (w.748 H) dalam kitab Siyar-nya,[10] dan dirinci oleh Ibnu Hajar al-Asqalānī (w. 852 M) dalam Muqaddimah Fatḥu al-Bāri yang dikenal dengan Hadyu al-Sāri pada pasal ke 9, yang ia beri judul:
سِيَاقُ أَسْمَاءِ مَنْ طُعِنَ فِيْهِ مِنْ رِجَالِ هَذَا اْلكِتَابِ مُرَتَّبًا لَهُمْ عَلَى حُرُوْفِ الْمُعْجَمِ وَالجَوَابُ عَنِ الاعْتِرَاضَاتِ مَوْضِعًا مَوْضِعًا
Penjelasan nama-nama rijāl dalam kitab (Ṣaḥīḥ al-Bukhārī), yang dituduh (dengan tuduhan palsu), tersusun sesuai huruf abjad, serta jawaban rinci satu persatu (atas tuduhan itu).[11]
Ibnu Hajar al-Asqalānī menjelaskan, “Semua tuduhan kepada ‘Ikrimah raḥimahullāh mengerucut pada tiga poin, yaitu:
‘Ikrimah dituduh seorang pendusta;
‘Ikrimah dituduh seorang penganut paham khawarij;
‘Ikrimah dituduh mengejar-ngejar hadiah para penguasa.”
Banyak ulama yang membela ‘Ikrimah raḥimahullāh atas tuduhan ini, di antaranya yaitu Abū al-Ḥasan Aḥmad bin ‘Abdillāh al-Ijli al-Kūfi (w. 261 H), Abū Hātim al-Rāzi (w. 277 H), Ibnu Jarīr al-Ṭabarī (w. 310 H), al-Hāfiẓ Ibnu Hajar al-Asqalānī (w. 852 H). Pada Muqaddimah Fatḥu al-Bārī, Ibnu Hajar memaparkan pandangan para pakar yang mengakui kredibilitas dan membela integritas ‘Ikrimah. Sebagaimana berikut ini:[12]
Imam al-Bukhārī berkata, “Tidak seorangpun dari sahabat-sahabat kami kecuali ia memandang kehujahan (hadis dan keilmuan) ‘Ikrimah.”
Yaḥya bin Ma’īn berkata, “Jika Anda melihat seseorang yang menuduh ‘Ikrimah (dengan tuduhan buruk), maka curigailah keislaman orang itu.”
Aḥmad bin ‘Abdillāh al-Ijli berkata, “(‘Ikrimah adalah ulama) Makkah, seorang tabi’īn, ṡiqah, ia dituduh berpaham harūriyah, namun ia bersih dari segala tuduhan yang dialamatkan padanya.”
Al-Marwazi bertanya kepada Imam Aḥmad bin Hambal, “Apakah hadis ‘Ikrimah dapat dijadikan hujjah?” Ia menjawab, “Benar (hadis ‘Ikrimah dapat dijadikan hujjah).”
Ishāq bin Rahawaih berkata, “Kami memandang ‘Ikrimah sebagai seorang Imam seluruh tokoh dunia.”
Abū Ja’far bin Jarīr al-Ṭabarī berkata, “Tidak ada seorangpun yang mengingkari kepakaran ‘Ikrimah di bidang fikih, tafsir Al-Qur’an, periwayatan hadis dan āṡār, dialah hamba sayaha Ibnu ‘Abbās yang paling alim.”
F. Wafatnya ‘Ikrimah maula Ibnu ‘Abbās
Setelah ‘Ikrimah raḥimahullāh mengelilingi dunia Islam, belajar dan mengajarkan ilmu, mendedikasikan dirinya untuk menjalankan tugas ulama sebagai pewaris para Nabi, ‘Ikrimah akhirnya tutup usia di umur yang sudah tua, yaitu di umur 80 tahun ada juga yang mengatakan ia wafat di umur 84 tahun.
Perbedaan ini disebabkan karena ragamnya pendapat tentang tahun wafatnya, sebagaimana yang diterangkan oleh Ibnu Khilkān. Dalam kitab Wafayāt al-A’yān, Ibnu Khilkān menjelaskan lima riwayat tentang tahun wafatnya. Diriwayatkan bahwa ‘Ikrimah wafat pada tahun 104 H, ada juga riwayat 105 H, riwayat lain mengatakan 106 H, juga diriwayatkan 107 H, bahkan ada riwayat 115 H.[13]
Semoga Allah merahmati ‘Ikrimah maula Ibnu ‘Abbās, dan memudahkan kita menyusuri langkah-langkahnya, demi memberi manfaat kepada manusia.
Footnote:
[1] Yaqūt bin ‘Abdillāh al-Rūmī al-Humawī, Mu’jam al-Buldān, (Cet. 2, Beirut; Dār al-Ṣādir 1995 M), Jilid. 1, h. 369
[2] Ibnu Khilkān, Wafayāt al-A’yān wa Anbā’u Abnā’i al-Zamān, (Cet. 1, Bairūut; Dār al-Ṣādir, , 1971 M) Jilid. 3, h. 265
[3] Muḥammad bin Aḥmad bin Uṡmān al-Ẑahabī, Siyar A’lām al-Nubalā’, (Cet. 2, Muassasah al-Risālah, Bairūt, 1405 H/1985 M), Jilid. 5, h. 16.
[4]Muḥammad bin Aḥmad bin Uṡmān al-Ẑahabī, Tażkirat al-Huffāz, (Cet. 1, Libanon; Dār al-Kutub al-‘Ilmiyah, 1419 H/ 1998 M), Jilid. 1, h. 74. Lihat juga: Muḥammad bin Aḥmad bin Uṡmān al-Ẑahabī, Siyar A’lām al-Nubalā’, Jilid. 5 h. 14
[5]Muḥammad bin Aḥmad bin Uṡmān al-Ẑahabī, Mizanu al-I’tidāl fī Naqdi al-Rijāl, (Cet. 1, Libanon; Dār al-Ma’rifah, 1382 H/ 1963 M), Jilid. 3, h. 95.
[6] Muḥammad bin Aḥmad bin Uṡmān al-Ẑahabī, Siyar A’lām al-Nubalā’, Jilid. 5 h. 13.
[7] Abū Nu’aim al-Asbahānī, Hilyatu al-Auliyā’ wa Ṭabaqātu al-Aṣfiyā’, (Cet. 3, Dār al-kutub al-ilmiyah, Bairut, 1409 H), juz. 3, h. 326. Lihat juga: Muḥammad bin Aḥmad bin Uṡmān al-Ẑahabī, Siyar A’lām al-Nubalā’, Jilid. 5 h. 15.
[8] Muḥammad bin Aḥmad bin Uṡmān al-Ẑahabī, Siyar A’lām al-Nubalā’, Jilid. 5 h. 31.
[9] Muḥammad bin Aḥmad bin Uṡmān al-Ẑahabī, Siyar A’lām al-Nubalā’, Jilid. 5 h. 34.
[10]Muḥammad bin Aḥmad bin Uṡmān al-Ẑahabī, Siyar A’lām al-Nubalā’, Jilid. 5 h. 21.
11]Ibnu Hajar al-Asqalānī, Hadyu al-Sārī Muqaddimah Fatḥu al-Bārī , pada pasal ke 9: siyāq asmā’ man thu’ina fīhi min rijāl haża al-kitāb, (Cet. 4, Riyāḍ; Dār al-Ṭayyibah, 1432 H/ 2011 M) jilid 2, h. 1002.
[12]Lihat: Ibnu Hajar al-Asqalānī, Hadyu al-Sārī Muqaddimah Fatḥu al-Bārī, pada pasal ke 9: siyāq asmā’ man thu’ina fīhi min rijāl haża al-kitāb, (Cet. 4, Riyāḍ; Dār al-Ṭayyibah, 1432 H/ 2011 M) jilid 2, h. 1136.
[13] Wafayāt al-A’yān 3/266.
Sumber : https://markazsunnah.com/ikrimah-maula-ibnu-abbas-104-h/
