Imam Abu Mansur al-Maturidi
1. Riwayat Hidup
1.1 Lahir
1.2 Wafat
2. Sanad Ilmu dan Pendidikan Beliau
2.1 Perjalanan Menuntut Ilmu
2.2 Guru Beliau
3. Penerus Beliau
3.1 Murid-murid beliau
4. Doktrin Teologi Imam Al-Maturidi
5. Karya
Imam Abu Mansur Al-Maturidi, atau lengkapnya Abu Mansur Muhammad bin Muhammad bin Mahmud Al-Maturidi As-Samarqandi Al-Hanafi adalah imam aliran ahli aqidah Maturidiyyah serta seorang ahli ilmu kalam.
1. Riwayat Hidup
1.1 Lahir
Abu Mansur Al-Maturidi dilahirkan di Maturid, sebuah kota kecil di Samarkand, wilayah Trmsoxiana di Asia Tengah, daerah yang sekarang disebut Uzbekistan. Tahun kelahirannya tidak diketahui secara pasti, hanya diperkirakan sekitar abad ke-3 H.
1.2 Wafat
Al-Maturidi hidup pada masa Khalifah Al-Mutawakkil yang memerintah tahun 232-274 H/ 847-861 M, dan wafat pada tahun 333 H/944 M.
2. Sanad Ilmu dan Pendidikan Beliau
2.1 Perjalanan Menuntut Ilmu
Karir pendidikan Al-Maturidi lebih dikonsentrasikan pada bidang teologi daripada fikih. Hal tersebut dilakukan untuk memperkuat pengetahuan dalam menghadapi paham-paham teologi yang banyak berkembang pada masyarakat Islam, yang dipandangnya tidak sesuai dengan kaidah yang benar menurut akal dan syara. Gurunya dalam bidang fikih dan teologi bernama Nasyr bin Yahya bin Al-Balakhi yang wafat pada tahun 268 H.
Imam Al-Maturidi adalah seorang ulama penganut mazhab Hanafi sehingga sangat wajar jika kebanyakan ajaran yang diusungnya merupakan bagian dari mazhab Hanafi, terutama dalam bidang akidah. Karena itu, banyak pakar yang menyimpulkan bahwa yang menjadi landasan pijakan Imam Al-Maturidi adalah pendapat-pendapat Abu Hanifah dalam bidang akidah.
Ia belajar di bawah bimbingan gurunya, Muhammad bin Muqatil al-Razi (wafat 248 H/662 M), Abu Nasr al-Ayadi “al-Faqih al-Samarqandi” (wafat 260 H), Nusayr bin Yahya al-Balkhi (wafat 260 H), d.268 H/881 M) dan Abu Bakar al-Juzjani (wafat. 250 H). Ia meriwayatkan Kitab al-Alim wa Mut’alim karya Abu Hanifa dari Abu Bakr al-Juzjani, yang meriwayatkan dari Muhammad ibn Muqatil ar-Razi (dan Abu Sulayman al-Juzjani).
2.2 Guru Beliu
Guru-guru Imam Al-Maturidi:
1. Nasyr bin Yahya bin Al-Balakhi yang wafat pada tahun 268 H
2. Ia mengambil dari Muhammad bin Muqatil al-Razi (wafat 248 H), dari Muhammad al-Shaybani (wafat 189 H), dari Abu Hanifa (wafat 150 H).
3. Ia mengambil dari Abu Nasr al-Ayadi (w. 260 H), Nusayr al-Balkhi (w. 268 H) dan Abu Bakr al-Juzjani (w. 250 H?), yang semuanya mengambil dari Abu Sulaiman al-Juzjani (w. 200 H?), yang mengambil dari Muhammad al-Shaybani dan Abu Yusuf (w. 182 H), yang keduanya mengambil dari Abu Hanifah.
4. Ia mengambil dari Muhammad bin Muqatil al-Razi dan Nusayr al-Balkhi, yang juga keduanya mengambil dari Abu Muti al-Hakam al-Balkhi (w. 199 H) dan Abu Muqatil Hafs al-Samarqandi (w. 208 H), yang keduanya diambil dari Abu Hanifah.
5. Ia mengambil dari Abu Nasr al-Ayadi, yang mengambil dari Abu Ahmad bin Ishaq al-Juzjani (meninggal pertengahan abad ketiga), yang mengambil langsung dari Muhammad al-Shaybani, yang mengambil dari Abu Hanifah.
3. Penerus Beliau
3.1 Murid-murid Imam Al-Maturidi
1. Ali bin Said Abu al-Hasan al-Rustughfani,
2. Abu Muhammad Abdal-Karim bin Musa bin Isa al-Bazdawi, dan
3. Abu al-Qasim al-Hakim al-Samarqandi.
4. Doktrin Teologi Imam Al-Maturidi
Al-Maturidi memiliki banyak doktrin teologi, di antaranya adalah:
Pertama, tentang akal dan wahyu. Menurutnya, mengetahui Tuhan dan kewajiban mengetahui Tuhan dapat diketahui dengan akal, dan kemampuan akal tersebut sesuai dengan ayat-ayat Al-Qur’an yang memerintahkan agar manusia menggunakan akal dalam usaha memperolehpengetahuan dan keimanan terhadap Allah.
Kedua, tentang perbuatan manusia. Menurutnya, perbuatan manusia adalah ciptaan Tuhan dan dengan kebijakan dan keadilan kebijakan Tuhan mengharuskan manusia memiliki kemampuan berbuat (ikhtiar) agar kewajiban-kewajiban yang dibebankan kepada manusia dapat dilaksanakan. Dalam hal ini, Al-Maturidi mempertemukan antara ikhtiar sebagai perbuatan dan qudrat Tuhan sebagai pencipta perbuatan manusia.
Ketiga, tentang sifat Tuhan. Menurutnya, Tuhan mempunyai banyak sifat, seperti sama’ dan bashar, dan sifat Tuhan itu mulzamah (ada bersama) zat tanpa terpisah.
Keempat, tentang melihat Tuhan. Menurut Al-Maturidi, manusia kelak di akhirat dapat melihat Tuhan, dan Tuhan kelak dapat dilihat dengan mata karena Tuhan mempunyai wujud. Namun, melihat Tuhan kelak di akhirat tidak dalam bentuknya (bila kaifa) karena keadaan di akhirat tidak sama dengan di dunia. Pendapat ini didasarkan pada firman Allah pada Surat Al-Qiyamah ayat 22-23.
Kelima, tentang kalam Tuhan. Al-Maturidi membedakan antara kalam yang tersusun dengan huruf dan bersuara dengan kalam nafsi. Kalam nafsi adalah sifat qadim bagi Allah, sedangkan kalam yang tersusun dari huruf dan suara adalah hadis (dalam hal ini adalah Al-Qur’an).
Keenam, tentang pengutusan rasul. Pengutusan rasul ke tengah-tengah umat berfungsi sebagai sumber informasi.
Ketujuh, tentang pelaku dosa besar (murtakib al-kabair). Menurutnya, orang yang melakuan dosa besar selain syirik tidak menjadikan orang tersebut kafir atau murtad dan tidak kekal di dalam neraka walaupun ia mati sebelum bertaubat. Hal ini dikarenakan seorang yang mengaku beriman cukup dengan tashdiq dan iqrar, sedangkan amal merupakan penyempurnaan iman sehingga amal tidak akan menambah atau mengurangi esensi iman.
Usaha dan perjuangan kedua imam ini telah berhasil mengokohkan keimanan dan membuktikan secara rasional tentang adanya Tuhan, kenabian, mukjizat, hari akhir, hujjah Al-Qur’an dan Sunnah dari golongan yang mengingkarinya.
5. Karya
Pemikiran-pemikiran Al-Asy’ari banyak dituangkan dalam bentuk karya tulis, di antaranya adalah :
1. Kitab Tauhid, Ta’wil Al-Qur’an, Makhaz Asyara’i,
2. Al-Jadi,
3. Ushul fi Ushul Al-Din,
4. Maqalat fi Al-Ahkam Radd Awail Al-Abadillah li Al-Ka’bi,
5. Radd Al-Ushul Al-Khamisah li Abu Muhammad Al-Bahli,
6. Radd Al-Imamah li Al-Ba’ad Ar-Rawafid, dan
7. Kitab Radd ‘ala Al-Qaramatah (Anwar Rozaq, 2007: 131).
Buku biografi singkat ulama Ahlussunnah Wal Jama’ah Pendiri dan Penggerak NU
Sumber : https://www.laduni.id/post/read/74866/biografi-abu-mansur-al-maturidi
Abu Manshur Al Maturidi dan Aliran Maturidiyah
Di antara rahmat yang dicurahkan kepada kaum muslimin, Allah memberikan bukti-bukti yang nyata lagi jelas yang menunjukkan keberadaan Allah. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman.
سَنُرِيهِمْ ءَايَاتِنَا فِي اْلأَفَاقِ وَفِي أَنفُسِهِمْ حَتَّى يَتَبَيَّنَ لَهُمْ أَنَّهُ الْحَقُّ
“Kami akan memperlihatkan kepada mereka tanda-tanda (kekuasaan) Kami di segenap ufuk dan pada diri mereka sendiri, sehingga jelaslah bagi mereka bahwa Al Qur`an itu adalah benar……” [Fushshilat/41: 53].
Seorang penyair berkata:
وَفِيْ كُلِّ شَيْئٍ لَهُ أَيَة تَدُلُّ عَلَى أنَّهُ وَاحدٌِ
Dan pada setiap sesuatu, Dia mempunyai tanda
Yang menunjukkan bahwa Dia adalah Dzat Yang Esa
Setiap segala sesuatu yang ada di dunia ini, seluruhnya mengakui keberadaan Sang Pencipta, Al Khaliq dan kekuasaanNya.
Untuk mengenal dan mengetahui keberadaan Allah, manusia sama sekali tidak membutuhkan kaidah-kaidah yang diramu oleh para ulama ahli kalam. Juga tidak membutuhkan produk orang kafir Yunani. Yakni, dengan apa yang disebut sebagai ilmu filsafat.
Hanya saja, ada sebagian manusia yang berasumsi, tidak mungkin seseorang bisa mengenal Allah (ma’rifatullah), kecuali dengan melalui ilmu filsafat dan ilmu kalam. Mereka tunduk mengikuti doktrin filsafat Yunani.
Satu dari sekian aliran kalamiyah yang masih eksis saat ini ialah Maturidiyah. Sebuah golongan yang berafiliasi pada firqah kalamiyyah. Nama kelompok ini dinisbatkan kepada nama pendirinya, yaitu Abu Manshur Al Maturidi. Nama lengkapnya Muhammad bin Muhammad bin Mahmud Al Maturidi As Samarqandi. Maturid adalah daerah dekat dengan Samarqand. Tidak diketahui dengan pasti tahun kelahirannya, juga guru-guru yang sempat ia singgahi majlisnya.
Ada Tiga Tahapan yang Dilalui Firqah ini
Tahapan pertama, tahapan pendirian (ta`sis) dengan tokohnya Abu Manshur al Maturidi. Dia sempat menulis beberapa kitab. Yang paling terkenal ialah Kitabut Tauhid.
Dalam kitab ini, ia menetapkan aqidah tauhid melalui teori-teori ilmu kalam (baca: filsafat). Yang ia maksud dengan tauhid adalah tauhid rububiyyah, tauhid khaliqiyyah, dan sedikit tentang asma wa shifat. Hanya saja, manhaj yang ia pegangi adalah manhaj Jahmiyyah. Sehingga, ada sekian banyak sifat yang ia mentahkan dengan dalih ingin menghindarkan diri dari tasybih (penyerupaan) Allah dengan makhlukNya.
Tahapan Kedua, tahapan pembentukan (takwin). Yaitu ditandai dengan tersebarnya paham ini di Samarqand melalui tulisan-tulisan yang disisipkan dalam kitab-kitab fiqih madzhab Hanafi. Sehingga aqidah Maturidiyah ini menjadi diterima dan dominan di tengah masyarakat. Tokohnya yang terkenal pada saat itu ialah Abul Qasim al Hakim.
Tahapan berikutnya merupakan perpanjangan dari fase sebelumnya, dengan tokohnya yaitu Abul Yusr Muhammad bin Muhammad bin al Husain bin ‘Abdil Karim (421-493 H). Dia mendapatkan tempaan ilmu filsafat dari sang ayah yang merupakan murid Abu Manshur al Maturidi. Disamping itu, ia banyak menelaah buku-buku karya al Kindi, al Juba-i, an Nazhzham dan lainnya. Buku-buku karya tokoh-tokoh ini sarat dengan ajaran filsafat.
Tahapan berikutnya, yaitu fase penulisan dan pembukuan aqidah Maturidiyyah (500-700 H). Tahapan ini banyak dipenuhi dengan penulisan karya tulis yang berisi berbagai dalil untuk memberikan justifikasi atas aqidah Maturidiyyah. Panutan dalam marhalah ini adalah Najmuddin an Nasafi. Seratus kitab telah ia tulis. Ia adalah penulis kitab Aqidah an Nasfiyyah, sebuah kitab ringkasan yang merangkum aqidah Maturidiyah.
Tokoh Maturidiyah yang terkenal pada abad ini ialah Muhammad bin Zahid al Kautsari al Maturidi. Ia sangat mendiskreditkan para imam kaum muslimin dan mencerca mereka yang tidak sehaluan dengan aqidah Maturidiyah. Kitab-kitab tauhid, seperti al Ibanah, asy Syariah, al ‘Uluw, Asma wa Shifat karya al Baihaqi, dan kitab-kitab aqidah karya ulama Ahli Sunnah dianggap sebagai kitab-kitab watsaniyyah (paganisme), tajsim dan tasybih. Padahal, tak syak lagi, aliran Maturidiyah justru dipenuhi dengan bid’ah yang mewarnai ajarannya. Misalnya, mereka mengagungkan kuburan dan penghuninya dengan dalih bertawasul.
Sebagian Pemikiran dan Aqidah Maturidiyah
Ditinjau dari aspek masdar talaqqi (sumber pengambilan ilmu), Maturidiyah membagi ushuluddin menjadi dua. Pertama. Ilahiyyat (‘aqliyyat), yaitu perkara-perkara yang mampu ditetapkan oleh daya nalar dengan sendirinya. Sementara dalil naqli hanya berperan sebagai kekuatan sekunder. Dimensi ini mencakup dimensi tauhid dan sifat-sifat Allah. Kedua. Syar’iyyat (sam’iyyat), yaitu perkara-perkara yang akal tidak mempunyai akses untuk menentukannya, misalnya siksa kubur, peristiwa-peristiwa di akherat kelak.
Dengan ini, perbedaan Maturidiyah dengan manhaj Ahli Sunnah Wal Jamaah sangat signifikan. Al Quran, As Sunnah dan Ijma’ para sahabat merupakan sumber hukum bagi Ahli Sunnah.
Sebagai aliran yang kental nuansa filsafatnya, mereka mengatakan bahwa bahasa Arab, al Qur`an dan hadits mengandung kata-kata yang berbentuk majaz (kiasan). Berdasarkan pandangan seperti ini, kemudian mereka mentakwil nash-nash tentang sifat Allah, dengan argumentasi ingin menghindarkan diri dari tajsim (pembendaan) terhadap Allah.
Maturidiyah hanya menetapkan delapan sifat saja bagi Allah Ta’ala, dengan versi yang berbeda-beda, yaitu : al hayah (hidup), qudrah (kekuasaan), al ilmu, iradah (kehendak), as sam’u (mendengar), al basharu (melihat), al kalam (berbicara) dan at takwin (pembentukan).
Menurut mereka, seluruh sifat yang muta’adiyyah (tindakan-tindakan) kembali kepada sifat at takwin. Sedangkan sifat-sifat khabariyah (berita tentang dzat Allah), tidak termasuk yang bisa dijangkau oleh akal, sehingga perlu ditiadakan.
Iman hanya sekedar pembenaran hati saja. Iman tidak dapat naik ataupun turun. Dalam hal ini, Abu Manshur al Maturidi menghimpun lebih dari satu bid’ah. Dia menjadi seorang Murji’ah dalam masalah iman, dan sebagai seorang mu’aththil dalam bab sifat-sifat Allah. Dia juga terpengaruh dengan pemikiran Ibnu Kullab, meskipun ia sendiri belum pernah berjumpa dengan Ibnu Kullab.
Sebagai penutup, kami nukil pernyataan Ibnu Abil ‘Izz dalam kitab Syarah Aqidah Ath Thahawiyah, yang berbunyi: “Setiap orang yang berbicara dengan logika, perasaan dan akal pikirannya -padahal ia berhadapan dengan nash- atau ia mempertentangkan nash dengan logika, (maka) sejatinya ia menyerupai iblis, yang enggan berserah diri kepada Rabbnya. Allah berfirman Subhanahu wa Ta’ala tentangnya:
قَالَ مَامَنَعَكَ أَلاَّتَسْجُدَ إِذْأَمَرْتُكَ قَالَ أَنَاخَيْرٌ مِّنْهُ خَلَقْتَنِي مِن نَّارٍ وَخَلَقْتَهُ مِن طِينٍ
“Allah berfirman: “Apakah yang menghalangimu untuk bersujud (kepada Adam) di waktu Aku menyuruhmu?” Menjawab iblis: “Saya lebih baik daripadanya. Engkau ciptakan saya dari api, sedangkan dia, Engkau ciptakan dari tanah“. [al A’raf/7 : 12]
Oleh
Ustadz Muhammad Ashim Musthofa
Diringkas dari :
Al Mausu’ah al Muyassarah fil Adyani wal Madzahibi wal Ahzabi al Mu’ashirah, Darun Nadwah Al ‘Alamiyyah, Cet. III, Th. 1418 H.
Ta`ammulat wa Nazharati fi Ba’dhi al Madzahibi wal Firaqi al Mu’ashirah, Dr. Muhammad bin Abdurrahman Al Khumayyis, Maktabah Ash Shahabah, Imarat Sharjah, Cet. I, Th. 1998M/1419H.
[Disalin dari majalah As-Sunnah Edisi 09/Tahun IX/1426H/2005M. Diterbitkan Yayasan Lajnah Istiqomah Surakarta, Jl. Solo – Purwodadi Km.8 Selokaton Gondangrejo Solo 57183 Telp. 0271-858197 Fax 0271-858196.Kontak Pemasaran 085290093792, 08121533647, 081575792961, Redaksi 08122589079]
Referensi : https://almanhaj.or.id/2723-abu-manshur-al-maturidi-dan-aliran-maturidiyah.html
