• Beribadalah kamu sampai datang "Haqqul Yakin" (kematian)
Rabu, 29 Oktober 2025

Imam Al Bukhari

Bagikan

Pertumbuhan beliau
Nama: Muhammad bin Isma’il bin Ibrahim bin al Mughirah bin Bardizbah.

Kuniyah beliau: Abu Abdullah

Nasab beliau: Al Ju’fi, nisbah Al Ju’fi adalah nisbah arabiyyah. Faktor penyebabnya adalah, bahwasanya al Mughirah kakek Bukhari yang kedua masuk Islam berkat bimbingan dari Al Yaman Al Ju’fi. Maka nisbah beliau kepada Al Ju’fi adalah nisbah perwalian

Al Bukhari; merupakan nisbah kepada negri Imam Bukhari lahir

Tanggal lahir: Beliau dilahirkan pada hari Jum’at setelah shalat Jum’at 13 Syawwal 194 H

Tempat lahir: Bukhara

Masa kecil beliau:

Bukhari dididik dalam keluarga yang berilmu. Bapaknya adalah seorang ahli hadits, akan tetapi dia tidak termasuk ulama yang banyak meriwayatkan hadits, Bukhari menyebutkan di dalam kitab tarikh kabirnya, bahwa bapaknya telah melihat Hammad bin Zaid dan Abdullah bin Al Mubarak, dan dia telah mendengar dari imam Malik, karena itulah dia termasuk ulama bermadzhab Maliki. Ayahnya wafat ketika Bukhari masih kecil, sehingga dia pun diasuh oleh sang ibu dalam kondisi yatim. Akan tetapi ayahnya meninggalkan Bukhari dalam keadaan yang berkecukupan dari harta yang halal dan berkah. Bapak Imam Bukhari berkata ketika menjelang kematiannya; “”Aku tidak mengetahui satu dirham pun dari hartaku dari barang yang haram, dan begitu juga satu dirhampun hartaku bukan dari hal yang syubhat.”” Maka dengan harta tersebut Bukhari menjadikannya sebagai media untuk sibuk dalam hal menuntut ilmu.
“Ketika menginjak usia 16 tahun, dia bersama ibu dan kakaknya mengunjungi kota suci, kemudian dia tinggal di Makkah dekat dengan baitulah beberapa saat guna menuntut ilmu.
Kisah hilangnya penglihatan beliau: Ketika masa kecilnya, kedua mata Bukhari buta. Suatu ketika ibunya bermimpi melihat Khalilullah Nabi Ibrahim ‘Alaihi wa sallam berujar kepadanya; “”Wahai ibu, sesungguhnya Allah telah memulihkan penglihatan putramu karena banyaknya doa yang kamu panjatkan kepada-Nya.”” Menjelang pagi harinya ibu imam Bukhari mendapati penglihatan anaknya telah sembuh. Dan ini merupakan kemuliaan Allah subhanahu wa ta’ala yang di berikan kepada imam Bukhari di kala kecilnya.

Perjalan beliau dalam menuntut ilmu Kecerdasan dan kejeniusan beliau

Kecerdasan & kejeniusannya nampak semenjak masih kecil.
Allah menganugerahkan kepadanya hati yang cerdas, pikiran yang tajam dan daya hafalan yang sangat kuat, sedikit sekali orang yang memiliki kelebihan seperti dirinya pada zamannya tersebut. Ada satu riwayat yang menuturkan tentang dirinya, bahwasanya dia menuturkan; “Aku mendapatkan ilham untuk menghafal hadits ketika aku masih berada di sekolah baca tulis.” Maka Muhammad bin Abi Hatim bertanya kepadanya; “saat itu umurmu berapa?”. Dia menjawab; “Sepuluh tahun atau kurang dari itu. Kemudian setelah lulus dari sekolah akupun bolak-balik menghadiri majelis hadits Ad-Dakhili dan ulama hadits yang lainnya. Ketika sedang membacakan hadits di hadapan murid-muridnya, Ad-Dakhili berkata; ‘Sufyan meriwayatkan dari Abu Zubair dari Ibrahim.’ Maka aku menyelanya; ‘Sesungguhnya Abu Zubair tidak meriwayatkan dari Ibrahim.’ Tapi dia menghardikku, lalu aku berkata kepadanya, ‘kembalikanlah kepada sumber aslinya, jika anda punya.’ Kemudian dia pun masuk dan melihat kitabnya lantas kembali dan berkata, ‘Bagaimana kamu bisa tahu wahai anak muda?’ Aku menjawab, ‘Dia adalah Az Zubair. Nama aslinya Ibnu ‘Adi yang meriwayatkan hadits dari Ibrahim.’ Kemudian dia pun mengambil pena dan membenarkan catatannya. Dan dia pun berkata kepadaku, ‘Kamu benar.’ Maka Muhammad bin Abi Hatim bertanya kepada Bukhari; “”Ketika kamu membantahnya berapa umurmu?””. Bukhari menjawab, “”Sebelas tahun.””

Hasyid bin Isma’il menuturkan: bahwasanya Bukhari selalu ikut bersama kami mondar-mandir menghadiri para masayikh Bashrah, dan saat itu dia masih anak kecil. Tetapi dia tidak pernah menulis (pelajaran yang dia simak), sehingga hal itu berlalu beberapa hari. Setelah berlalu 6 hari, kamipun mencelanya. Maka dia menjawab semua celaan kami; “”Kalian telah banyak mencela saya, maka tunjukkanlah kepadaku hadits-hadits yang telah kalian tulis.”” Maka kami pun mengeluarkan catatan-catatan hadits kami. Tetapi dia menambahkan hadits yang lain lagi sebanyak lima belas ribu hadits. Dan dia membaca semua hadits-hadits tersebut dengan hafalannya di luar kepala. Maka akhirnya kami mengklarifikasi catatan-catatan kami dengan berpedoman kepada hafalannya.

Permulaannya dalam menuntut ilmu
Aktifitasnya dalam menuntut ilmu di mulai sejak sebelum menginjak masa baligh, dan hal itu di tunjang dengan peninggalan orang tuanya berupa harta, beliau berkata; “”aku menghabiskan setiap bulan sebanyak lima ratus dirham, yang aku gunakan untuk pembiayaan menuntut ilmu, dan apa yang ada di sisi Allah itu lebih baik dan lebih eksis.”” Dia bergegas mendatangi majelis-majelis ilmu, ketika dia sudah menghafal Al qur`an dan menghafal beberapa karya tulis para ulama, dan yang pertama kali karya tulis yang beliau hafal adalah buku Abdullah bin Al Mubarak, buku Waki’ bin al Jarrah dalam masalah Sunan dan zuhud, dan lainnya. Sebagaimana beliau juga tidak meninggalkan disiplin ilmu dalam masalah fikih dan pendapat.

Rihlah beliau
Rihlah dalam rangka menuntut ilmu merupakan bagian yang sangat mencolok dan sifat yang paling menonjol dari tabiat para ahlul hadits, karena posisi Bukhari dalam masalah ilmu ini merupakan satu kesatuan pada diri seorang ahlul hadits, maka dia pun mengikuti sunnah para pendahulunya dan dia pun meniti jalan mereka. Dia tidak puas dengan hanya menyimak hadits dari penduduk negrinya, sehingga tidak terelakkan lagi bagi dirinya untuk mengadakan dalam rangka menuntut ilmu, dia berkeliling ke negri-negri Islam. Dan pertama kali dia mengadakan perjalanannya adalah pada tahun 210 hijriah, yaitu ketika umurnya menginjak 16 tahun, pada tahun kepergiannya dalam rangka menunaikan ibadah haji bersama dengan ibundanya dan saudara tuanya.

Negri-negri yang pernah beliau masuki adalah sebagai berikut:

1. Khurasandandaerah yang bertetanggadengannya
2. Bashrah
3. Kufah
4. Baghdad
5. Hijaz (Makkah dan Madinah)
6. Syam
7. Al Jazirah (kota-kota yang terletak di sekitar Dajlah dan eufrat)
8. Mesir

Bukhari menuturkan tentang rihlah ilmiah yang dia jalani;

“Aku memasuki Syam, Mesir dan al Jazirah sebanyak dua kali, ke Bashrah sebanyak empat kali, dan aku tinggal di Hijaz beberapa tahun, dan aku tidak bisa menghitung berapa kali saya memasuki kawasan Kufah dan Baghdad bersama para muhadditsin.

Guru-guru beliau
Imam Bukhari berjumpa dengan sekelompk kalangan atba’ut tabi’in muda, dan beliau meriwayatkan hadits dari mereka, sebagaimana beliau juga meriwayatkan dengan jumlah yang sangat besar dari kalangan selain mereka. Dalam masalah ini beliau bertutur; ‘ aku telah menulis dari sekitar seribu delapan puluh jiwa yang semuanya dari kalangan ahlul hadits.

Guru-guru imam Bukhari terkemuka yang telah beliau riwayatkan haditsnya;

1. Abu ‘Ashim An Nabil
2. Makki bin Ibrahim
3. Muhammad bin ‘Isa bin Ath Thabba’
4. Ubaidullah bin Musa
5. Muhammad bin Salam Al Baikandi
6. Ahmad bin Hambal
7. Ishaq bin Manshur
8. Khallad bin Yahya bin Shafwan
9. Ayyub bin Sulaiman bin Bilal
10. Ahmad bin Isykab
Dan masih banyak lagi

Murid-murid beliau
Al Hafidz Shalih Jazzarah berkata; ‘ Muhammad bin Isma’il duduk mengajar di Baghdad, dan aku memintanya untuk mendektekan (hadits) kepadaku, maka berkerumunlah orang-orang kepadanya lebih dari dua puluh ribu orang.

Maka tidaklah mengherankan kalau pengaruh dari majelisnya tersebut menciptakan kelompok tokoh-tokoh yang cerdas yang meniti manhaj, dintara mereka itu adalah;

1. Al imam Abu al Husain Muslim bin al Hajjaj an Naisaburi (204-261), penulis buku shahih Muslim yang terkenal
2. Al Imam Abu ‘Isa At Tirmizi (210-279) penulis buku sunan At Tirmidzi yang terkenal
3. Al Imam Shalih bin Muhammad (205-293)
4. Al Imam Abu Bakr bin Muhammad bin Ishaq bin Khuzaimah (223-311), penulis buku shahih Ibnu Khuzaimah.
5. Al Imam Abu Al Fadhl Ahmad bin Salamah An Naisaburi (286), teman dekat imam Muslim, dan dia juga memiliki buku shahih seperti buku imam Muslim.
6. Al Imam Muhammad bin Nashr Al Marwazi (202-294)
7. Al Hafizh Abu Bakr bin Abi Dawud Sulaiman bin Al Asy’ats (230-316)
8. Al Hafizh Abu Al Qasim Abdullah bin Muhammad bin Abdul ‘Aziz Al Baghawi (214-317)
9. Al Hafizh Abu Al Qadli Abu Abdillah Al Husain bin Isma’il Al Mahamili (235-330)
10. Al Imam Abu Ishaq Ibrahim bin Ma’qil al Nasafi (290)
11. Al Imam Abu Muhammad Hammad bin Syakir al Nasawi (311)
12. Al Imam Abu Abdillah Muhammad bin Yusuf bin Mathar al Firabri (231-320)

Karakter imam Bukhari
Meskipun Imam Bukhari sibuk dengan menuntut ilmu dan menyebarkannya, tetapi dia merupakan individu yang mengamalkan ilmu yang dimilikinya, menegakkan keta’atan kepada Rabbnya, terpancar pada dirinya ciri-ciri seorang wali yang terpilih dan orang shalih serta berbakti, yang dapat menciptakan karismatik di dalam hati dan kedudukan yang mempesona di dalam jiwa.

Dia merupakan pribadi yang banyak mengerjakan shalat, khusu’ dan banyak membaca al Qur`an.
Muhammad bin Abi Hatim menuturkan: ‘dia selalu melaksanakan shalat di waktu sahur sebanyak tiga belas raka’at, dan menutupnya dengan melaksanakan shalat witir dengan satu raka’at’

Yang lainnya menuturkan; ‘ Apabila malam pertama di bulan Ramadlan, murid-murid imam Bukhari berkumpul kepadanya, maka dia pun memimpin shalat mereka. Di setiap rak’at dia membaca dua puluh ayat, amalan ini beliau lakukan sampai dapat mengkhatamkan Al qur`an.

Beliau adalah sosok yang gemar menafkahkan hartanya, banyak berbuat baik, sangat dermawan, tawadldlu’ dan wara’.

Persaksian para ulama terhadap beliau
Sangat banyak sekali para ulama yang memberikan kesaksian atas keilmuan imam Bukhari, diantara mereka ada yang dari kalangan guru-gurunya dan teman-teman seperiode dengannya. Adapun periode setelah meninggalnya bukhari sampai saat ini, kedudukan imam Bukhari selalu bersemayam di dalam relung hati kaum muslimin, baik yang berkecimpung dalam masalah hadits, bahkan dari kalangan awwam kaum muslimin sekali pun memberikan persaksian atas keagungan beliau.

Diantara para tokoh ulama yang memberikan persaksian terhadap beliau adalah;

Abu Bakar ibnu Khuzaimah telah memberikan kesaksian terhadap Imam Bukhari dengan mengatakan: “”Di kolong langit ini tidak ada orang yang lebih mengetahui hadits dari Muhammad bin Isma’il.””

‘Abdan bin ‘Utsman Al Marwazi berkata; ‘aku tidak pernah melihat dengan kedua mataku, seorang pemuda yang lebih mendapat bashirah dari pemuda ini.’ Saat itu telunjuknya diarahkan kepada Bukhari
“Qutaibah bin Sa’id menuturkan; ‘aku duduk bermajelis dengan para ahli fikih, orang-orang zuhud dan ahli ibadah, tetapi aku tidak pernah melihat semenjak aku dapat mencerna ilmu orng yang seperti Muhammad bin Isma’il. Dia adalah sosok pada zamannya seperti ‘Umar di kalangan para sahabat. Dan dia berkata; ‘ kalau seandainya Muhammad bin Isma’il adalah seorang sahabat maka dia merupakan ayat.

Ahmad bin Hambal berkata; Khurasan tidak pernah melahirkan orang yang seperti Muhammad bin Isma’il.

Abu Bakar bin Abi Syaibah dan Ibnu Numair menuturkan; kami tidak pernah melihat orang yang seperti Muhammad bin Ism’ail

Bundar berkata; belum ada seorang lelaki yang memasuki Bashrah lebih mengetahui terhadap hadits dari saudara kami Abu Abdillah.

Abu Hatim ar-Razi berkata:

“Khurasan belum pernah melahirkan seorang putra yang hafal hadits melebihi Muhammad bin Isma’il, juga belum pernah ada orang yang pergi dari kota tersebut menuju Irak yang melebihi kealimannya.”

Muslim (pengarang kitab Sahih) berkata ketika Bukhari menyingkap satu cacat hadits yang tidak di ketahuinya; “Biarkan saya mencium kedua kaki anda, wahai gurunya para guru dan pemimpin para ahli hadits, dan dokter hadits dalam masalah ilat hadits.”

al-Hafiz Ibn Hajar yang menyatakan:

“Andaikan pintu pujian dan sanjungan kepada Bukhari masih terbuka bagi generasi sesudahnya, tentu habislah semua kertas dan nafas. Ia bagaikan lautan tak bertepi.”

Hasil karya beliau
Diantara hasil karya Imam Bukhari adalah sebagai berikut :

1. Al Jami’ as Sahih (Sahih Bukhari)
2. Adab al Mufrad.
3. At Tarikh ash Shaghir.
4. At Tarikh al Awsath.
5. At Tarikh al Kabir.
6. At Tafsir al Kabir.
7. Al Musnad al Kabir.
8. Kitab al ‘Ilal.
9. Raf’ul Yadain fi ash Shalah.
10. Birru al Walidain.
11. Kitab al Asyribah.
12. Al Qira`ah Khalfa al Imam.
13. Kitab ad Dlu’afa.
14. Usami ash Shahabah.
15. Kitab al Kuna.
16. Al Hbbah
17. Al Wihdan
18. Al Fawa`id
19. Qadlaya ash Shahabah wa at Tabi’in
20. Masyiikhah

Wafat beliau
Imam Bukhari keluar menuju Samarkand, Tiba di Khartand, sebuah desa kecil sebelum Samarkand, ia singgah untuk mengunjungi beberapa keluarganya. Namun disana beliau jatuh sakit selama beberapa hari. Dan Akhirnya beliau meninggal pada hari sabtu tanggal 31 Agustus 870 M (256 H) pada malam Idul Fitri dalam usia 62 tahun kurang 13 hari. Beliau dimakamkan selepas Shalat Dzuhur pada Hari Raya Idul Fitri. Semoga Allah selalu merahmatinya dan ridla kepadanya.

Sumber : https://hadits.tazkia.ac.id/biografi/1

Nama Asli dan Nasab Imam Bukhari
Imam Bukhari memiliki nama asli Muhammad bin Ismail bin Ibrahim bin Al Mughirah bin Bardizbah. Kuniyahnya adalah Abu Abdillah. Ia berasal dari Bukhara, sekarang masuk Uzbekistan, sehingga terkenal dengan sebutan Al-Bukhari.

Ismail, ayah Al Bukhari, adalah seorang ulama hadits di daerah Bukhara. Ia murid dari Imam Malik bin Anas, Hammad bin Zaid, dan Abdullah bin Mubarak.

Ismail juga seorang pebisnis. Ia termasuk orang kaya, namun sangat berhati-hati dalam menjaga hartanya agar tidak tercampur dengan yang syubhat, apalagi haram.

“Aku tidak mengetahui bahwa ada di antara hartaku satu dirham pun yang haram maupun syubhat,” kata Ismail saat sakit menjelang wafat.

Ismail benar-benar menjaga diri dari makanan haram sekaligus menjaga agar doa-doanya Allah kabulkan sebagaimana hadits Arbain ke-6. Ia juga menjaga agar anaknya tidak memakan makanan syubhat atau haram. Tak heran, anaknya tumbuh menjadi ulama yang ilmunya penuh keberkahan.

Kelahiran dan Masa Kecil
Muhammad bin Ismail lahir di Bukhara pada hari Jumat, tepatnya setelah Sholat Jumat, pada tanggal 13 Syawal tahun 194 Hijriyah. Bukhara, waktu itu merupakan wilayah Khurasan. Bukhara merupakan kota yang indah. Islam masuk ke sana pada masa Daulah Bani Umayyah. Sebelumnya, Bukhara merupakan ibu kota Samaniyin.Buku keluarga Muslim

Al Bukhari dibesarkan di keluarga ulama yang sangat menjunjung ilmu dan adab. Demikian pula suasana ibadah dan ketaqwaan keluarganya, terutama ayahnya yang seorang ulama.

Namun tak lama kemudian, ketika Al Bukhari masih kecil, sang ayah wafat. Jadilah Al Bukhari menjadi anak yatim. Kendati demikian, di bawah pengasuhan sang ibu yang ahli ibadah, Muhammad bin Ismail tumbuh menjadi anak shalih yang cinta ilmu.

Sewaktu kecil, Imam Bukhari sempat mengalami kebutaan. Awalnya penghilatannya berkurang, makin lama makin tidak jelas hingga tak bisa melihat. Sang ibu yang taat beribadah terus mendoakan Al Bukhari. Terutama di sepertiga malam terakhir, usai sholat tahajud.

Suatu malam, ibunda Al Bukhari bermimpi. Nabi Ibrahim menemuinya dalam mimpi itu lantas mengatakan, “Wahai ibu, sungguh Allah telah mengembalikan kedua mata putramu karena engkau sering berdoa kepada-Nya.”

Pagi harinya, kejaiban terjadi. Muhammad bin Ismail sembuh dari buta. Matanya kembali bisa melihat seperti sedia kala.

Jenius Sejak Belia
Kejeniusan Imam Bukhari telah terlihat sejak belia. Ia telah hafal Al Qur’an pada usia 10 tahun. Ia juga mulai hafal banyak hadits tanpa mencatat.

Di usia itu, sewaktu masih belajar di Kuttab hingga Ashar, Al Bukhari tidak langsung pulang. Saat teman-temannya pulang untuk bermain, ia meneruskan membaca dan belajar. Semangatnya menuntut ilmu sungguh luar biasa. Dan lebih luar biasa lagi, kecerdasan yang Allah anugerahkan padanya. Dalam sekejap, Al Bukhari bisa menghafal apa yang dibacanya.

Pada usia 11 tahun, Al Bukhari sudah menghafal banyak hadits beserta sanadnya. Karenanya, dengan mudah ia bisa mengoreksi ketika ada kesalahan hadits yang ia dengar.

Suatu hari ada yang membacakan hadits, “Sufyan dari Abu Az Zubair dari Ibrahim..” Al Bukhari mengingatkannya. “Wahai Abu Fulan, sesungguhnya Abu Az Zubair tidak meriwayatkan dari Ibrahim.”

Mendengar itu, orang tersebut malah menghardik Al Bukhari. “Jika engkau memiliki catatan asli, bukalah catatanmu,” kata Al Bukhari tanpa rasa takut. Orang itu kemudian mengambil catatannya dan ternyata memang benar. Memang tertulis Az Zubair tapi bukan Abu Az Zubair.

“Engkau benar, Nak. Lantas siapakah perawi itu?” kata pria tersebut menyadari kekeliruannya. “Dia adalah Az Zubair bin Addi.” Lalu pria itu membetulkan catatannya.

Pada usia 16 tahun, Al Bukhari telah hafal Musnad Abdullan bin Mubarak serta kitab karya Waqi’. Tak hanya hafal, ia memahami maksud perkataan dua ulama itu dalam kitab-kitab tersebut.

Di usia yang sama, Al Bukhari menunaikan ibadah haji ke Makkah. Itu pula yang menjadi rihlah pertamanya. Rihlah dalam dua hadits ini maksudnya bukan piknik atau wisata, melainkan bepergian untuk mencari dan belajar hadits. Di Makkah, ia berguru kepada banyak ulama termasuk Al Humaidi.

Pada usia 17 tahun, Muhammad bin Ismail telah hafal Al Jami’ Sufyan Ats Tsauri. Ia juga banyak membetulkan catatan para ulama.

Rihlah ke Berbagai Negeri
Memasuki usia 18 tahun, Imam Bukhari rihlah ke Madinah, setelah keilmuannya mendapat sanjungan dari Al Humaidi. Bahkan menjadi rujukan saat terjadi perbedaan pendapat di kalangan ahli hadits.

Di Madinah, Al Bukhari berguru kepada banyak ulama. Terutama ulama tabiut tabi’in yang masih hidup. Di antaranya Ibrahim bin Al Mundzir, Mathraf bin Abdillah, Ibrahim bin Hamzah dan Abu Tsabit Muhammad bin Ubaidillah. Juga menuliskan karya pertama, At Tarikh, yang ia selesaikan di makam Rasulullah (Ar Raudhah).

Pada usia 19 tahun, Al Bukhari rihlah ke Bashrah. Ia berguru kepada banyak ulama di sana. Di antaranya Abu Ashim bin An Nabil, Shafwan bin Isa, Badil bin Tsabit, dan lainnya. Lalu rihlah ke Kufah dan berguru kepada Abdullah bin Musa, Abu Nu’aim bin Ya’kub, Hasan bin Rabi’ dan para ulama lainnya.

Pada usia 20 tahun, Al Bukhari rihlah ke Baghdad. Sebagai pusat pemerintahan Abbasiyah, banyak ulama berdiam di kota tersebut. Maka Al Bukhari pun berguru kepada banyak ulama termasuk Imam Ahmad. Namun karena kondisi keamanan yang mulai tidak stabil, Imam Ahmad menyarankan Al Bukhari untuk segera keluar dari Baghdad.

Al Bukhari juga rihlah ke Syam. Di sana ia berguru kepada Yusuf Al Farabi, Abu Ishaq bin Ibrahim dan para ulama lainnya. Ia juga rihlah ke Mesir. Berguru kepada Utsman bin Ash Shaigh, Said bin Abi Maryam dan sejumlah ulama lainnya.

Dari rihlah demi rihlah ini, Imam Bukhari memiliki sangat banyak guru. “Aku menulis hadits dari 1.080 orang guru. Mereka semua adalah para ulama ahli hadits yang telah menghafal hadits,” kata Al Bukhari.

Keilmuan dan Kecerdasan Imam Bukhari
Sejak muda, Imam Bukhari telah melakukan rihlah. Mujahadah-nya demi mendapatkan hadits sangat luar biasa. Ia pernah menempuh perjalanan hingga sebulan demi mendapatkan sebuah hadits shahih. Namun ia juga bisa mendapatkan hadits yang sangat banyak dari seorang ulama.

Ia berguru kepada 1.080 ulama, mulai tabi’ut tabi’in hingga ulama yang seusia dengannya. Dari mereka semua, Al Bukhari hafal raturan ribu hadits. Syaikh Ahmad Farid menuliskan, Imam Bukhari hafal 200.000 hadits. 100.000 di antaranya adalah hadits shahih. Bahkan ada yang menyebut Al Bukhari hafal 600.000 ribu hadits.

Dari 100.000 hadits yang shahih menurut persyaratan sebagian ulama itu, Al Bukhari menyaringnya dengan sangat ketat. Dan sebagaimana kita tahu, hadits shahih dengan syarat Bukhari memang paling ketat dibandingkan dengan hadits shahih syarat ulama lainnya. Akhirnya terbitlah karya monumental Jami’ Ash Shahih yang memuat 7.275 hadits shahih.

Keilmuan dan kecerdasan Al Bukhari telah diakui oleh para ulama sejak usianya masih muda. Ketika masuk ke suatu kota, bukan hanya kaum muslimin secara umum yang menyambutnya, bahkan terkadang para ulama ingin mengujinya.

Misalnya saat Al Bukhari mau datang ke Baghdad. Para ulama ahli hadits berkumpul, mereka hendak menguji keilmuan Al Bukhari dengan mengacak 100 hadits. Hadits yang sudah acak urutannya itu lalu dipercayakan kepada 10 ulama. Masing-masing akan membawakan 10 hadits.Kursus bahasa Arab

Ketika Imam Bukhari tiba, mereka mengundangnya dalam forum yang ulama luar Baghdad juga menghadirinya. Satu ulama tampil membaca 10 hadits acak lalu menanyakannya kepada Al Bukhari. Beliau hanya menjawab, “saya tidak tahu.”

Berikutnya ulama kedua membacakan 10 hadits acak lalu menanyakannya. Kembali Al Bukhari menjawab, “saya tidak tahu.” Demikian seterusnya hingga 10 ulama itu selesai. Banyak ulama yang sempat meremehkan Al Bukhari mengetahui ulama tersohor itu hanya menjawab “saya tidak tahu.”

Namun anggapan mereka segera sirna saat Al Bukhari sesaat kemudian membacakan seluruh hadits itu dengan membetulkan susunannya sehingga semuanya menjadi hadits yang benar. Yang lebih menakjubkan, Al Bukhari bisa mengingat 100 hadits itu tanpa mencatatnya. 10 ulama yang mengujinya takjub dengan keilmuan Al Bukhari. Ulama lainnya geleng-gelang kepala melihat imam hadits jenius di depan mereka.

Begitu banyak pujian kepada Al Bukhari. Cukuplah pernyataan Ibnu Khuzaimah merangkumnya. “Tidak ada manusia di bawah langit ini yang lebih mengetahui hadits daripada Al Bukhari.”

Keilmuan Al Bukhari juga terlihat dari betapa banyak muridnya yang menjadi ulama. Murid Al Bukhari berjumlah 90.000 orang. Di antaranya adalah Imam Muslim, Tirmidzi, An Nasa’i, Ad Darimi, dan Ibnu Khuzaimah. Juga banyak ulama besar lainnya.

Ketika memasuki sebuah kota dan Al Bukhari menyampaikan ceramah, kaum muslimin pasti menyambutnya dengan penuh antusias. Jumlah jamaahnya bisa mencapai puluhan ribu orang. Di Baghdad, pengajian Al Bukhari dihadiri 20.000 orang.

Ibadah, Zuhud, dan Wara’nya
Sungguh benar firman Allah tentang hakikat ulama. Mereka bukan hanya yang ilmunya tinggi tetapi ketinggian ilmunya semakin menambah takut kepada Allah. Bukan hanya khauf, tetapi khasyah.

إِنَّمَا يَخْشَى اللَّهَ مِنْ عِبَادِهِ الْعُلَمَاءُ

Sesungguhnya yang takut kepada Allah di antara hamba-hamba-Nya, hanyalah ulama. (QS. Fathir: 28)

Ibadah, zuhud dan wara’ Imam Bukhari sungguh patut kita teladani. Pernah ia shalat jamaah Dzuhur di perkebunan. Lalu ia shalat ba’diyah cukup panjang. Usai shalat, ia minta temannya melihat ada apa di balik bajunya karena ia merasa ada yang menggigitnya. Rupanya ada 17 bekas gigitan lalat kerbau.

“Mengapa engkau tidak membatalkan shalatmu, kan Cuma shalat sunnah?” tanya temannya itu.
“Aku sedang membaca Surat dan aku tidak suka memutusnya hingga akhir Surat,” jawab Al Bukhari.

Ulama bergelar syaikhul muhadditsin itu terbiasa shalat malam 13 rakaat. Sholat tahajud dan sholat witir sebagaimana hadits shahih yang ia riwayatkan. Demikian pula ia mengamalkan hadits-hadits shahih lainnya menjadi bukti kegigihannya dalam mengikuti sunnah.

Pada bulan Ramadhan, setiap malam Al Bukhari khatam Al Qur’an dalam shalatnya. Di pagi hari ia tilawah 10 juz, siang 10 juz dan sebelum buka puasa 10 juz. Sehingga dalam bulan Ramadhan ia khatam 60 kali.

Jangan tanya zuhud dan wara’-nya. Cukuplah Sulaim bin Mujahid mewakili dengan kesaksisannya. “Selama 60 tahun, aku belum pernah melihat orang yang lebih pandai dalam bidang fikih, lebih wara’ dan lebih zuhud melebihi Muhammad bin Ismail.”

Karya-Karya Imam Bukhari
Mungkin banyak di antara kita yang hanya tahu Shahih Bukhari dan Adabul Mufrad. Padahal, karya Imam Bukhari sangat banyak. Mulai kitab-kitab hadits, hingga sejarah dan fiqih. Antara lain sebagai berikut:

1. Al Jami’ Ash Shahih (Shahih Bukhari)
2. Adab Al Mufrad
3. At Tarikh Al Kabir
4. At Tarikh Al Ausath
5. At Tarikh As Shaghir
6. Khalqu Af’al Al Ibad
7. Adh Dhu’afa Ash Shaghir
8. Juz’u Al Yadain
9. Juz’u Al Qira’ah Khalfa Al Iman
10. Kitab Al Kuna
11. Al Masbuth
12. Birrul Walidain
13. Al Asyribah
14. Al Wihdan
15. Qadhaya Ash Shahabah wa At Tabi’in
16. At Tafsir Al Kabir
17. Al Hibah

Wafatnya Imam Bukhari
Di penghujung usianya, Imam Bukhari mendapatkan ujian yang kemudian ia lalui dengan penuh kesabaran. Amir Bukhara, Khalid bin Ahmad Adz Dzahuli, meminta Al Bukhari datang ke istananya untuk mengajar anak-anaknya secara khusus.

Al Bukhari menolak. Ia berprinsip ilmu itu mulia dan tidak boleh terhina meskipun di depan penguasa. Ilmu harus didatangi, bukan mendatangi. Apalagi jika harus mengorbankan kaum muslimin sehingga mereka tercegah tidak bisa mendapatkan ilmu karena ia hanya mengajar anak-anak penguasa.

Adz-Dzahuli murka. Ia memobilisasi “ulama” istana untuk menjelek-jelekkan dan memfitnah Al Bukhari. Bahkan ia kemudian mengusir Al Bukhari.

Imam Bukhari pun dengan sabar hijrah ke Samarqand. Sebulan setelah Al Bukhari meninggalkan Bukhara, Adz Dzahuli lengser dan dijebloskan ke penjara. Anak-anaknya juga menghadapi musibah yang tak biasa.

Sejak hijrah dan faktor usia juga, kondisi kesehatan Al Bukhari semakin menurun. Imam Bukhari wafat pada 256 H dalam usia 62 tahun. Tepat di malam Idul Fitri.

Kaum muslimin berbondong-bondong memberikan penghormatan terakhir untuknya. Sholat jenazah dan menghadiri pemakamannya. Pemakaman ulama hadits yang tak ada duanya. Beliau sudah tiada, tetapi ilmu dan karyanya terus abadi sepanjang masa. [Muchlisin BK/BersamaDakwah]

Referensi:
1. 60 Biografi Ulama Salaf karya Syaikh Ahmad Farid
2. Mushtalah hadits karya Mahmud Ath Thahhan
3. Mabahits fi Ulumil Hadits karya Manna Al QaththanK
Sumber : https://bersamadakwah.net/imam-bukhari/

Luas Tanah+/- 740 M2
Luas Bangunan+/- 500 M2
Status LokasiWakaf dari almarhum H.Abdul Manan
Tahun Berdiri1398H/1978M