• Beribadalah kamu sampai datang "Haqqul Yakin" (kematian)
Rabu, 29 Oktober 2025

Imam Ibnul Qayyim al Jauziyyah

Bagikan

Nama
Beliau adalah seorang ahli fikih, mufti, imam rabbani, dan dikenal sebagai “Syekh Islam kedua”, yaitu Abu Abdillah Syamsuddin Muhammad bin Abi Bakar bin Ayyub bin Sa’ad az-Zur’i ad-Dimasyqi yang masyhur dengan julukan Ibnu Qayyim al-Jauziyah, tidak ada yang lain. Hal ini berbeda dengan pendapat al-Kawtsari yang mencelanya dengan sebutan “Ibnu Zafil”.

Kelahiran
Beliau rahimahullah lahir pada hari ketujuh bulan Shafar tahun 691 Hijriah.

Keluarga dan masa kecil
Ibnu Qayyim al-Jauziyah tumbuh dalam lingkungan yang ilmiah di bawah asuhan ayahnya, seorang ulama saleh, yaitu Qayyim al-Jauziyah. Beliau belajar ilmu faraidh (pembagian warisan) dari sang ayah. Buku-buku biografi menyebutkan beberapa anggota keluarganya seperti keponakannya, Abu al-Fida’ Imaduddin Isma’il bin Zainuddin Abdurrahman, yang memiliki sebagian besar perpustakaan pamannya. Anak-anak beliau, yakni Abdullah dan Ibrahim, juga dikenal sebagai penuntut ilmu.

Ibnu Qayyim al-Jauziyah –rahimahullah– dikenal memiliki semangat yang luar biasa dalam menuntut ilmu serta ketekunan dan pengorbanan dalam penelitian sejak usia dini. Ia meriwayatkan hadits dari asy-Syihab al-‘Abir yang wafat pada tahun 697 H, dan beliau berkata, “Aku meriwayatkan darinya beberapa bagian, tetapi aku tidak sempat membaca secara mendalam karena usiaku yang masih kecil, dan ia pun wafat rahimahullah-.”

Dari sini, tampak bahwa beliau sudah mulai menuntut ilmu sejak usia tujuh tahun.

Perjalanan ilmiah
Ibnu Qayyim al-Jauziyah –rahimahullah– beberapa kali mengunjungi Kairo, berdiskusi dan berdebat ilmiah di sana. Al-Maqrizi menyebutkan, “Beliau beberapa kali datang ke Kairo.”

Ibnul Qayyim berkata, “Aku pernah berdiskusi dengan salah satu tokoh besar di bidang kedokteran di Mesir.”

Beliau juga mengatakan, “Aku pernah berdebat dengan seorang tokoh Yahudi paling terkenal dalam ilmu dan kepemimpinan.”

Ia juga mengunjungi Baitul Maqdis dan memberikan pelajaran di sana. Katanya, “Aku pernah mengajar hal serupa di al-Quds.”

Beliau dikenal sering menunaikan haji dan tinggal (beribadah) di Makkah sebagaimana disebutkan dalam beberapa karyanya. Ibnu Rajab berkata, “Ia sering berhaji, menetap di Makkah, dan penduduk Makkah menyebutkan tentang intensitas ibadah dan banyaknya tawaf yang dilakukannya hingga menimbulkan keheranan.”

Ibnu Qayyim al-Jauziyah –rahimahullah– sangat gemar mengumpulkan buku, yang menjadi bukti nyata semangatnya dalam mencari ilmu, baik melalui penelitian, penulisan, pembacaan, maupun pengajaran. Hal ini terlihat jelas dari keluasan ilmu dalam karya-karyanya dan kemampuannya yang luar biasa dalam mengumpulkan dalil-dalil. Meskipun begitu, beliau tetap berkata dengan kerendahan hati,

“Dengan bekal yang sedikit dari buku-buku ini.”

Guru-gurunya
Ibnu Qayyim al-Jauziyah rahimahullah menimba ilmu dari banyak guru, di antaranya:

1. Ayahnya sendiri, Qayyim al-Jauziyah rahimahullah-.
2. Syekh al-Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah-. Beliau sangat dekat dengannya, mempelajari fikih darinya, membaca banyak kitab di hadapannya. Kedekatan itu dimulai sejak tahun 712 H sampai wafatnya Ibnu Taimiyah dalam penjara di Benteng Damaskus pada tahun 728 H.
3. Al-Mizzi rahimahullah-.

Murid-muridnya
Ibnu Rajab al-Hanbali menyatakan bahwa Ibnul Qayyim adalah gurunya dan berkata, “Aku menghadiri majelis-majelisnya lebih dari satu tahun sebelum wafatnya. Aku mendengar darinya Qashidah Nuniyah yang panjang tentang akidah, dan beberapa karyanya yang lain.”

Ibnu Katsir rahimahullah berkata, “Aku adalah salah satu orang yang paling dekat dengannya dan yang paling dicintainya.”

Adz-Dzahabi rahimahullah menuliskan biografi Ibnu Qayyim al-Jauziyah dalam “al-Mu’jam al-Mukhtash bi Syaikhi.”

Ibnu Abdil Hadi rahimahullah-, sebagaimana dikatakan Ibnu Rajab, “Para ulama memuliakannya dan belajar darinya, seperti Ibnu Abdil Hadi dan yang lainnya.”

Al-Fairuzabadi, penulis “al-Qamus al-Muhith”, seperti yang dikatakan oleh asy-Syaukani, “Kemudian ia pergi ke Damaskus, memasukinya pada tahun 755 H, mendengar (belajar) dari Taqiyuddin as-Subki dan lebih dari seratus guru, termasuk Ibnul Qayyim.”

Hubungan dengan gurunya, Ibnu Taimiyah
Kedekatan Ibnu Qayyim al-Jauziyah dengan gurunya, Ibnu Taimiyah, dimulai sejak kedatangan beliau ke Damaskus pada tahun 712 H dan berlangsung hingga wafatnya Ibnu Taimiyah pada 728 H. Jadi, selama 16 tahun, ia senantiasa dekat dengannya, menyerap ilmu yang sangat banyak, serta membaca berbagai disiplin ilmu di hadapannya.

As-Safadi berkata, “Ia membaca sebagian kitab al-Muharrar karya kakeknya, al-Majd, di hadapan Ibnu Taimiyah, juga membaca sebagian dari kitab al-Mahsul, al-Ahkam karya Saif al-Amidi, sebagian dari al-Arba’in, al-Muhassal, dan banyak dari karya-karya Ibnu Taimiyah lainnya.”

Kedekatan ini sangat memengaruhi Ibnu Qayyim al-Jauziyah. Ia ikut serta membela manhaj salaf, membawa bendera itu setelah wafat gurunya, dan membebaskan dirinya dari fanatisme terhadap siapa pun selain Al-Qur’an dan sunah Rasulullah ﷺ menurut pemahaman salafus shalih.

Asy-Syaukani berkata, “Ia tidak bergantung pada selain dalil. Terkadang, sangat jarang, ia condong pada mazhab tempat ia tumbuh, namun ia tidak berani menolak dalil-dalil dengan penafsiran yang lemah sebagaimana dilakukan para penganut fanatisme mazhab. Ia selalu memiliki dasar atas setiap pendapatnya. Umumnya, pembahasannya penuh keadilan dan berpihak kepada dalil, serta tidak bergantung pada kata-kata tanpa dasar. Jika ia membahas suatu topik secara mendalam, maka ia menghadirkan hal-hal yang belum pernah disampaikan oleh selainnya, dan menyampaikan argumen yang membuat hati orang-orang yang mencintai dalil merasa tenteram. Aku yakin bahwa semua ini adalah berkah dari kedekatannya dengan gurunya, Ibnu Taimiyah, dalam suka dan duka, serta karena kesetiaannya yang luar biasa.”

Secara keseluruhan, ia adalah salah satu tokoh besar yang menyebarkan sunah dan menjadikannya sebagai tameng dari segala pemikiran baru yang menyimpang. Semoga Allah merahmatinya dan membalas kebaikannya terhadap umat Islam.

Namun demikian, Ibnu Qayyim al-Jauziyah rahimahullah bukanlah salinan dari gurunya, Ibnu Taimiyah. Ia ahli dalam berbagai cabang ilmu (diakui oleh ulama terdahulu maupun belakangan) yang menunjukkan keunggulan dan kedalaman ilmunya.

Sanjungan para ulama
Ibnu Katsir –rahimahullah– berkata, “Ia mendengar hadis, menekuni ilmu, dan unggul dalam berbagai disiplin, terutama tafsir dan hadits serta ushul (dasar-dasar ilmu). Ketika Syekh Taqiyuddin Ibnu Taimiyah kembali dari Mesir pada tahun 712 H, ia selalu mendampinginya sampai sang guru wafat. Ia mengambil banyak ilmu darinya, selain dari usaha belajarnya sebelumnya. Ia pun menjadi tokoh istimewa dalam banyak bidang. Ia sangat rajin belajar, siang dan malam, banyak berdoa, bacaannya bagus, akhlaknya mulia, lemah lembut, tidak iri, tidak menyakiti orang, tidak ghibah, tidak dendam.”

Ibnu Rajab rahimahullah- berkata, “Ia ahli fikih dalam mazhab Hanbali, menguasainya dan memberikan fatwa. Ia selalu bersama Syekh Taqiyuddin (Ibnu Taimiyah), dan menguasai berbagai ilmu Islam. Ia sangat ahli dalam tafsir dan ushuluddin, hingga menjadi rujukan dalam keduanya. Ia menguasai hadis, maknanya, fikihnya, serta sisi penggalian hukumnya. Ia unggul dalam fikih, ushul fiqih, dan bahasa Arab.”

Ibnu Nashiruddin ad-Dimasyqi rahimahullah berkata, “Ia menguasai banyak disiplin ilmu, terutama tafsir dan ushul, baik yang tersurat maupun tersirat.”

As-Suyuthi rahimahullah berkata, “Ia telah menulis karya, berdiskusi, berijtihad, dan menjadi salah satu imam besar dalam bidang tafsir, hadis, fikih, ushul, dan bahasa Arab.”

Karya-karya
Ibnul Qayyim menguasai banyak bidang ilmu, dan hal ini tercermin dari karya-karyanya yang telah menjadi rujukan dan bermanfaat bagi orang yang sepaham maupun yang berbeda pandangan.

Berikut sebagian karya Ibnu Qayyim al-Jauziyah:

1. Ijtima’ al-Juyush al-Islamiyyah ‘ala Ghazw al-Mu’aththilah wa al-Jahmiyyah
2. Ahkam Ahl adz-Dzimmah
3. I’lam al-Muwaqqi’in ‘an Rabb al-‘Alamin
4. Ighatsat al-Lahfan min Mashayid asy-Syaithan
5. Bada’i’ al-Fawaid
6. Al-Jawab al-Kafi (dikenal dengan ad-Da’ wa ad-Dawa’)
7. Jala’ al-Afham fi ash-Shalati wa as-Salam ‘ala Khair al-Anam
8. Hadi al-Arwah ila Bilad al-Afrah
9. Rawdat al-Muhibbin wa Nuzhat al-Musytaqin
10. Ar-Ruh
11. Zad al-Ma’ad fi Hady Khair al-‘Ibad
12. Syifa’ al-‘Alil fi Masail al-Qadha’ wa al-Qadar wa al-Hikmah wa at-Ta’lil
13. Al-Furusiyyah
14. Al-Fawaid
15. Al-Kafiyah asy-Syafiyah fi Intishar li al-Firqah an-Najiyah (juga dikenal sebagai Qashidah Nuniyyah)
16. Al-Kalam ‘ala Mas’alah as-Sama’
17. Madarij as-Salikin bayna Manazil Iyyaka Na’budu wa Iyyaka Nasta’in
18. Miftah Dar as-Sa’adah wa Mansyur Wilayah Ahl al-‘Ilm wa al-Iradah
19. Al-Manar al-Munif fi ash-Shahih wa adh-Dha’if
20. Hidayah al-Hayara fi Ajwibah al-Yahud wa an-Nasara
21. Al-Wabil ash-Shayyib min al-Kalim at-Tayyib

Cobaan dan keteguhan
Ibnu Qayyim al-Jauziyah pernah dipenjara bersama gurunya, Ibnu Taimiyah, pada penahanan terakhir. Saat itu, ia dipisahkan dari gurunya, dihinakan, diarak di atas unta, dan dipukul dengan cambuk pada tahun 726 H. Ia baru dibebaskan setelah wafatnya gurunya pada tahun 728 H.

Ia juga pernah dipenjara karena mengingkari kebiasaan menziarahi kuburan Nabi Ibrahim (di Hebron) dengan melakukan perjalanan khusus.

Ibnu Rajab rahimahullah berkata, “Ia pernah diuji dan disakiti beberapa kali.”

Wafat
Ibnu Qayyim al-Jauziyah rahimahullah wafat pada malam Kamis, 23 Rajab tahun 751 H. Ia dimakamkan di Damaskus, di pemakaman Bab ash-Shaghir.

Semoga Allah merahmatinya, menempatkannya di surga Firdaus, dan mengumpulkan kita bersamanya di tempat yang mulia bersama para nabi, orang-orang jujur, para syuhada, dan orang-orang saleh. Dan mereka adalah sebaik-baik teman.

Penulis: Gazzeta Raka Putra Setyawan
Artikel Muslim.or.id

Catatan kaki:
Diterjemahkan dan diringkas oleh penulis dari web https://www.al-amen.com/vb/showthread.php?t=3912
Sumber: https://muslim.or.id/106461-biografi-ibnu-qayyim-al-jauziyah.html
Copyright © 2025 muslim.or.id

Nasab dan Kelahiran
Beliau adalah Abu Abdillah Syamsuddin Muhammad bin Abu Bakar bin Ayyub bin Sa’ad bin Hariiz bin Maki Zainuddin az-Zura’I ad-Dimasyqi al-Hanbali. Yang lebih terkenal dengan panggilan Ibnul Qayyim al-Jauziyah.

Perjalanan beliau dalam Menuntut Ilmu
Ibnul Qayyim rahimahullah tumbuh berkembang di keluar yang dilingkupi dengan ilmu, keluarga yang religius dan memiliki banyak keutamaan. Ayahanda, Abu Bakar bin Ayyub az-Zura’i beliau adalah pengasuh di al-Madrasah al-Jauziyah. Disinilah al-Imam Ibnul Qayyim rahimahullah belajar dalam asuhan dan bimbingan ayahanda beliau dan dalam arahannya yang ilmiyah dan selamat.

Dalam usia yang relatif beliau, sekitar usia tujuh tahun, Imam Ibnul Qayyim telah memulai penyimakan hadits dan ilmu-ilmu lainnya di majlis-majlis para syaikh/guru beliau. Pada jenjang usia ini beliau rahimahullah telah menyimak beberapa juz berkaitan dengan Ta’bir ar-Ruyaa (Tafsir mimpi) dari syaikh beliau Syihabuddin al-‘Abir. Dan juga beliau telah mematangkan ilmu Nahwu dan ilmu-ilmu bahasa Arab lainnya pada syaikh beliau Abu al-Fath al-Ba’labakki, semisal Alfiyah Ibnu Malik dan selainnya.

Beliau juga telah melakukan perjalan ke Makkah dan Madinah selama musim haji. Dan beliau berdiam di Makkah. Juga beliau mengadakan perjalanan menuju Mesir sebagaimana yang beliau isyaratkan dalam kitab beliau Hidayah al-Hiyaraa dan pada kitab Ighatsah al-Lahafaan.

Ibnu Rajab mengatakan, “Beliau melakukan beberapa kali haji dan berdiam di Makkah. Penduduk Makkah senantiasa menyebutkan perihal beliau berupa kesungguhan dalam ibadah dan banyaknya thawaf yang beliau kerjakan. Hal mana merupakan suatu yang menakjubkan yang tampak dari diri beliau.” Dan disaat di Makkah inilah beliau menulis kitab beliau Miftaah Daar as-Sa’adah wa Mansyuur Wilayaah Ahlil-Ilmi wal-Iradah.

Keluasan Ilmu Syaikhul Islam Ibnul Qayyim Dan Pujian Ulama terhadap beliau
Imam Ibnul Qayyim rahimahullah sangat menonjol dalam ragam ilmu-ilmu islam. Dalam setiap disiplin ilmu beliau telah memberikan sumbangsih yang sangat besar.

Murid beliau, al-Hafizh Ibnu Rajab al-Hanbali, mengatakan, “Beliau menyadur fiqh dalam mazhab Imam Ahmad, dan beliau menjadi seorang yang menonjol dalam mazhab dan sebagai seorang ahli fatwa. Beliau menyertai Syaikhul Islam Taqiyuddin dan menimba ilmu darinya. Beliau telah menunjukkan kemahiran beliau dalama banyak ilmu-ilmu Islam. Beliau seorang yang mengerti perihal ilmu Tafsir yang tidak ada bandingannya. Dalam ilmu Ushul Fiqh, beliau telah mencapai puncaknya. Demikian pula dalam ilmu hadits dan kandungannya serta fiqh hadits, segala detail inferensi dalil, tidak ada yang menyamai beliau dlam hal itu. Sementara dalam bidang ilmu Fiqh dan ushul Fiqh serta bahasa Arab, beliau memiliki jangkauan pengetahuan yang luas. Beliau juga mempelajari ilmu Kalam dan Nahwu serta ilmu-ilmu lainnya. Beliau seorang yang alim dalam ilmu suluk serta mengerti secara mendalam perkataan dan isyarat-isyarat ahli tasawuf serta hal-hal spesifik mereka. Beliau dalam dalam semua bidang keilmuan ini memiliki jangkauan yang luas.”

Murid beliau yang lain, yakni al-Hafizh al-Mufassir Ibnu Katsir mengatakan, “Beliau menyimak hadits dan menyibukkan diri dalam ilmu hadits. Dan beliau menunjukkan kematangan dalam banyak ragam ilmu Islam terlebih dalam ilmu Tafsir, hadits dan Ushul Fiqh serta Qawa`id Fiqh. Ketika Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah kembali ke negeri Mesir, beliau lalu mulazamah kepadanya hngga Syaikhul islam wafat. Beliau menimba ilmu yang sangat banyak darinya disertai dengan kesibukan beliau dalam hal ilmu sebelumnya. Akhirnya beliau adalah yang paling diunggulkan dalam banyak ilmu-ilmu Islam, …”

Adz-Dzahabi berkata, “Beliau telah memberikan perhatian pada ilmu hadits, matan maupun tentang hal ihwal perawinya. Dan beliau juga berkecimpung dalam ilmu fiqh, dan membaguskan penempatannya, …”
Ibnu Nashiruddin ad-Dimasyqi berkata, “Beliau menguasai banyak ilmu-ilmu Islam telebih dalam ilmu tafsir, ushul baik berupa inferensi zhahir maupun yang tersirat (mafhum).”

Al-‘Allamah ash-Shafadi mengatakan, “Beliau sangat menyibukkan diri dengan ilmu dan dalam dialog. Juga bersungguh-sungguh dan terfokuskan dalam menuntut ilmu. Beliau telah menulis banyak karya ilmiyah dan menjadi salah seorang dari imam-imam terkemuka dalam ilmu tafsir, hadits, ushul fiqh maupun ushul ilmu kalam, cabang-cabang ilmu bahasa Arab. Syaikhul islam Ibnu Taimiyah tidaklah meninggalkan seorang murid yang semisal dengannya.”

Pujian juga datang dari banyak ulama besar lainnya, semisal dari imam al-‘Allamah Ibnu Taghribardi, al-‘Allamah al-Miqriizi, al-Hafizh Ibn Hajar al-‘Asqalaani, al-Imam asy-Suyuthi, al-‘allamah asy-Syaukani dan selainnya.

Guru-guru beliau
Berikut ini adalah nama-nama masyaikh/guru-guru beliau yang terkenal,

1. Ayahanda beliau yaitu Abu Bakar bin Ayyub bin Sa’ad az-Zura’I ad-Dimasyqi. Dimana Ibnul Qayyim menyadur ilmu Faraidh dari beliau.
2. Abu Bakar bin Zainuddin Ahmad bin Abdu ad-Daa`im bin Ni’mah an-Naabilisi ash-Shalihi. Beliau dijuluki al-Muhtaal. (wafat 718 H)
3. Syaikhul Islam Taqiyuddin Abu al-‘Abbas Ahmad bin Abdul Halim bin Abdissalam bin Abil-Qasim bin Taimiyah al-Harrani ad-Dimasyqi al-Hanbali. (wafat 728 H). Beliau adalah guru Ibnul Qayyim yang paling populer, dimana Ibnul Qayyim rahimahullah mulazamah dalam banyak bidang-bidang keilmuan darinya.
4. Abu al-‘Abbas Ahmad bin Abdurrahman bin Abdul Mun’im bin Ni’mah Syihabuddin an-Nabilisi al-Hanbali. 9wafat 697 H).
5. Syamsuddin abu Nashr Muhammad bin ‘Imaduddin Abu al-Fadhl Muhammad bin Syamsuddin Abu Nashr Muhammad bin Hibatullah al-Farisi ad-Dimasyqi al-Mizzi. (wafat 723 H)
6. Majduddin Abu Bakar bin Muhammad bin Qasim al-Murasi at-Tuunisi. 9wafat 718 H)
7. Abu al-Fida` Ismail bin Muhammad bin Ismail bin al-Farra` al-Harrani ad-Dimasyqi, syaikhul Hanabilah di Damaskus. (wafat 729 H)
8. Shadruddin Abu al-Fida` Ismail bin Yusuf bin Maktum bin Ahmad al-Qaisi as-Suwaidi ad-Dimasyqi (wafat 716 H)
9. Zainuddin Ayyub bin Ni’mah bin Muhammad bin Ni’mah an-Naabilisi ad-Dimasyqi al-Kahhaal. (wafat 730 H).
10. Taqiyuddin Abu al-Fadhl Sulaiman bin Hamzah bin Ahmad bin Umar bin qudamah al-Maqdisi ash-Shalihi al-Hanbali. (wafat 715 H).
11. Syarafuddin Abdullah bin Abdul Halim bin Taimiyah al-Harrani ad-Dimasyqi, saudara Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah. (wafat 727 H).
12. ‘Alauddin Ali bin al-Muzhaffar bin Ibrahim Abul hasan al-Kindi al-Iskandari ad-Dimasyqi. (wafat 716 H)
13. Syarafuddin Isa bin Abdurrahman bin Ma’aali bin Ahmad al-Mutha’im Abu Muhammad al-Maqdisi ash-Shalihi al-hanbali. (wafat 717 H)
14. Fathimah binti asy-Syaikh Ibrahim bin Mahmud bin Jauhar al-Ba’labakki. (wafat 711 H).
15. Baha`uddin Abul al-Qasim al-Qasim bin asy-Syaikh Badruddin Abu Ghalib al-Muzhaffar bin Najmuddin bin Abu ats-Tsanaa` Mahmud bin Asakir ad-Dimasyqi. (wafat 723 H).
16. Qadhi Qudhaat Badruddin Muhammad bin Ibrahim bin Sa’adullah bin Jama`ah al-Kinaani al-Hamawi asy-Syafi’i. (wafat 733 H).
17. Syamsuddin Abu Abdillah Muhammad bin Abu al-Fath bin Abu al-Fadhl al-Ba’labakki al-Hanbali. (wafat 709 H)
18. Shafiyuddin Muhammad bin Abdurrahim bin Muhammad al-Armawi asy-Syafi’I al-Mutakallim al-Ushuli, Abu Abdillah al-Hindi. (wafat 715)
19. Al-Hafizh Yusuf bin Zakiyuddin Abdurrahman bin Yusuf bin Ali al-Halabi al-Mizzi ad-Dimasyqi. (wafat 742 h).

Murid-murid beliau
Ketenaran al-Imam Ibnul Qayyim rahimahullah serta kedudukan ilmiyah beliau yang tinggi menjadikan banyak klangan ulama terkenal yang mengagungkan dan berguru kepada beliau. Demikian banyak ulama dan selain mereka yang mengambil ilmu dan berdesakan di majlis Ibnul Qayyim rahimahullah. Dari mereka yang menimba ilmu dari Ibnul Qayyim, bermunculan para pakar dibidang ilmu tertentu. Diantara murid-murid beliau,

1. Anak beliau Burhanuddin bin al-Imam Ibnul Qayyim.
2. Anak beliau Jamaluddin bin al-Imam Ibnul Qayyim.
3. Al-Hafizh al-Mufassir Abu al-Fida` Ismail bin Umar bin Katsir al-Qaisi ad-Dimasyqi.
4. Al-Hafizh Zainuddin Abdurrahman bin Ahmad bin Rajab al-Hasani al-Baghdadi al-Habali.
5. Syamsuddin Abu Abdillah Muhammad bin Ahmad bin Abdul hadi bin Yusuf bin Qudamah al-Maqdisi ash-Shalihi.
6. Syamsuddin Abu Abdullah Muhammad bin Abdul Qadir bin Muhyiddin Utsman al-Ja’fari an-Naabilisi al-Hanbali.
7. Dan lain sebagainya.

Kepribadian Syaikhul Islam Ibnul Qayyim
Syaikhul Islam Ibnul Qayyim rahimahullah, selain dikenal dengan keluasan ilmu dan pengetahuan beliau akan ilmu-ilmu Islam, beliau juga seorang yang tidak melupakan hubungan beliau dengan penciptanya. Adalah beliau seorang yang dikenal dengan sifat-sifat mulia, baik dalam ibadah maupun akhlak dan prilaku beliau. Beliau adalah seorang yang senantiasa menjaga peribadatan dan kekhusyu’an dalam ibadah. Selalu berinabah dan menundukkan hati kepada-Nya. Seluruh waktu beliau habis tercurah untuk wirid, dzikir dan ibadah. Beliau juga seorang yang dikenal dengan banyaknya tahajjud, sifat wara`, zuhud, muraqabah kepada Allah dan segala bentuk amal-amal ibadah lainnya. Kitab-kitab beliau semisal Miftaah Daar as-Sa’adah, Madaarij as-Salikin, al-Fawaa`id, Ighatsah al-ahafaah, thariiq al-Hijratain dan selainnya adalah bukti akan keutamaan beliau dalam hal ini.

Al-Hafizh Ibnu Rajab al-hanbali berkata, “Adalah beliau seorang yang selalu menjaga ibadah dan tahajjud. Beliau seringkali memanjangkan shalat hingga batas yang lama, mendesah dan berdesis dalam dzikir, hati beliau diliputi rasa cinta kepada-Nya, senantiasa ber-inabah dan memohon ampunan dari-Nya, berserah diri hanya kepada Allah, … tidaklah saya pernah melihat yang semisal beliau dalam hal itu, dan juga saya belum pernah melihat seseorang yang lebih luas wawasan keilmuan dan pengetahuan akan kandungan makna-makna al-qur`an dan as-Sunnah serta hakikat kimanan dari pada beliau. Beliau tidaklah ma’shum, akan tetapi saya belum melihat semisal beliau dalam makna tersebut.”

Al-Hafizh Ibnu Katsir berkata, menyifati panjangnya shalat beliau, “Saya tidak mengetahui seorang alim di muka bumi ini pada zaman kami yang lebih banyak ibadahnya dibandingkan dengan beliau. Beliau sangatlah memanjangkan shalat, melamakan ruku’ dan sujud, …”

Al-Hafizh Ibnu Hajar berkata menyifati diri beliau, “Beliau rahimahullah, biasanya setelah mengerjakan shalat shubuh duduk ditempat beliau berdzikir kepada Allah hingga hari telah meninggi.”
Dan adalah beliau –Ibnul Qayyim- berkata, “Dengan kesabaran dan kemiskinan akan teraih kepemimpinan dalam hal agama.”
Dan beliau juga berkata, “Haruslah bagi seorang yang meniti jalan hidayah memiliki kemauan kuat yang akan mendorongnya dan mengangkatnya serta ilmu yang akan menjadikannya mengerti/yakin dan memberinya hidayah/petunjuk.”

Sementara akhlak dan kepribadian beliau dalam mu’amalah, sebagaimana yang disampaikan oleh al-Hafizh Ibnu Katsir, “Beliau seorang yang sangat indah bacaan al-qur`an-nya serta akhlak yang terpuji. Sangat penyayang, tidak sekalipun bliau hasad kepada seseorang dan tidka juga menyakitinya. Beliau tidak pernah mencerca dan berlaku dengki kepada siapapun juga. Saya sendiri adalah orang yang paling dekat dan paling mencintai beliau.”
Beliau juga mengatakan, “Dan sebagian besa ryang tampak pada diri beliau adalah keaikan dan akhlak yang shalih.”

Karya Ilmiah beliau
Karya ilmiyah syaikhul islam Ibnul Qayyim sangatlah banyak dan dalam berbagai jenis disiplin keilmuan. Asy-Syaikh al-‘Allamah Bakr bin Abu Zaid mengumpulkan karya ilmiyah beliau dan mencapai 96 judul, diantaranya yang populer,

1. Kitab Zaad al-Ma’ad al-hadyu ilaa Sabiil ar-Rasyaad.
2. A’laam al-Muwaqqi’in ‘an Rabbil ‘alamiin.
3. Ahkaam Ahli adz-Dzimmah.
4. Madaarij as-Saalikin.
5. Tuhfah al-Maudud bi-Ahkaam al-mauluud.
6. Ath-Thuruq al-Hukmiyah fii as-Siyasah asy-Syar’iyah.
7. Ighatsah al-Lahafaan.
8. Ash-Shawaa`iq al-Mursalah ‘ala al-Jahmiyah wal-Mu’aththilah.
9. Al-Furusiyah.
10. Ash-shalah wa Hukmu Taarikihaa.
11. Ijtima’ al-Juyusy al-Islamiyah ‘ala Ghazwi al-Mu’aththliah wal-Jahmiyah.
12. Syifa`u al-‘alil fii Masaa`il al-Qadha` wal-Qadar wal-Hikmah wat-Ta’liil.
13. Al-Kafiyah asy-Syafiyah fii al-Intishar lil-Firqah an-Najiyah.
14. ‘Iddah ash-Shabirina wa Dzakhirah asy-Syakirin.
15. Ad-Daa`u wad-Dawaa’u
16. Bada’I al-Fawaa`id.
17. Al-Fawaa`id
18. Miftaah Daar as-Sa’adah
19. Al-Manaar al-Muniif fii ash-Shahih wadh-Dha’if.
20. Tahdzib Sunan Abi Dawud wa iidhah Muskilaatihi wa ‘Ilalihi.
21. Hidayah al-Hiyaara fii Ajwibah al-Yahuud wan-Nashaara.
22. Dan masih banyak lagi lainnya.

Wafat beliau
Beliau wafat pada malam kamis pada tanggal tiga belas Rajab pada sat adzan isya tahun 751 H. Dimana beliau telah memasuki usia enam puluh tanuh. Dan beliau dishalatkan pada keesokan harinya di masjid jami’ al-Umawi setelah shalat dhuhur. Dan beliau dimakamkan di pemakaman al-Bab ash-shaghir disambing makam ibnuda beliau. Pemakaman beliau turut dipersaksikan oleh para qadhi, kaum terkemuka, tokoh-tokoh agama dan pemerintahan serta orang-orang yang shalih dan khalayak ramai. Semoga Allah merahmati beliau dan melapangkan kediaman beliau dialam berikutnya.

Ditulis oleh : Al-Ustadz Rishky Abu Zakariya melalui Ahlussunnah-jakarta.com

Publish ulang dan penataan bahasa www.KisahMuslim.com
Sumber : https://kisahmuslim.com/3588-biografi-ibnul-qayyim-al-jauziyah.html

Luas Tanah+/- 740 M2
Luas Bangunan+/- 500 M2
Status LokasiWakaf dari almarhum H.Abdul Manan
Tahun Berdiri1398H/1978M