• Beribadalah kamu sampai datang "Haqqul Yakin" (kematian)
Kamis, 21 November 2024

Kekhususan Rasulullah ﷺ yang tidak dimiliki para Nabi lainnya

Bagikan

Disebutkan dalam kitab ash- Sbabiihain, dari Jabir bin Abdillah bin’Amr bin Haram al-Anshari radiaallahu anhuma, ia menceritakan bahwa Rasulullah shallallhu ‘alahi wa sallam, bersabda:

“Aku telah diberi lima perkara yang tidak diberikan kepada seorang Nabi pun sebelumku:

1. Aku ditolong dengan rasa takut yangmenghinggapi musuh-musuhku dari jarak sebulan perjalanan.
2. Bumi ini dijadikan bagiku sebagai tempat sujud dan alat bersuci, maka di mana saja seseorang
dari ummatku mendapati waktu shalat telah tiba, hendaklah dia mengerjakannya.
3. Dihalalkan bagiku harta rampasan perang yang belum pernah dihalalkan bagi seorang Nabi
pun sebelumku.
4. Diberikan kepadaku hak untuk memberikan syafaat.
5. Dahulu para Nabi diutus hanya kepada kaumnya saja, sedangkan aku diutus kepada seluruh
manusia.”

Maksud sabda Nabi shallallhu ‘alahi wa sallam : “Aku ditolong melalui rasa takut yang menghinggapi musuh-musuhku dari jarak sebulan perjalanan ,” adalah apabila Nabi shallallhu ‘alahi wa sallam bermaksud menyerang suatu kaum, maka kaum tersebut akan merasakan takut kepadanya sebulan sebelum beliau menyerang mereka. Kekhususan ini hanya diberikan kepada beliau.

Adapun hadits yang diriwayatkandalam Shahih Muslim tentang kisah turunnya ‘Isa alahisalam ke bumi-bahwa tidak ada seorang kafir pun yang mendapati napas beliau melainkan pasti mati, sedangkan napasnya sejauh pandangan matanya-walaupun kekhususan itu merupakan sifat yang telah dia miliki sebelum diangkat oleh Allah, namun hal tersebut bukanlah tandingan bagi keistimewaan Nabi shallallhu ‘alahi wa sallam, Sebab, tatkala Nabi ‘Isa alaihisalam diturunkan ke bumi, dia tetap menjadi salah seorang ummat Muhammad shallallhu ‘alahi wa sallam yang berkewajiban untuk menjalankan hukum syari’at nya. Dan, ‘Isa alaihisalam tidak menerima wahyu lain yang bertentangan dengan syariat Muhammad shallallhu ‘alahi wa sallam. Wallaahu Ta’aala a’lam.

Makna sabda Nabi shallallhu ‘alahi wa sallam “Dijadikan bagiku bumi ini sebagai tempat sujud dan alat bersuci,” adalah seperti yang disebutkan di dalam sebuah hadits riwayat oleh Imam Ahmad dalam Musnad-nya:” “sesungguhnya orang-orang sebelum kita tidak boleh shalat di rumah. Mereka harus mengerjakannya di tempat-tempat ibadah mereka.” Sabda beliau: “Alat bersuci” maksudnya adalah alat (sarana) untuk tayammum. Bertayammum tidak dikenal oleh ummat sebelum kita.
Akan tetapi, cara bersuci ini disyari’atkan bagi Nabi Muhammad shallallhu ‘alahi wa sallam
dan ummat beliau sebagai bentuk kelapangan, rahmat, dan keringanan. Sabda Nabi shallallhu ‘alahi wa sallam : “Dihalalkan bagiku harta rampasan perang.”

Apabila para Nabi shallallhu ‘alahi wa sallam sebelum beliau mendapatkan harta rampasan perang, mereka mengeluarkan sebagiannya lalu meletakkannya di suatu tempat. Kemudian, turunlah api dari langit dan membakarnya.

Sabda Nabi shallallhu ‘alahi wa sallam : “Diberikan kepadaku hak untuk memberikan syafaat.’Yang dimaksud oleh Nabi shallallhu ‘alahi wa sallam adalah al-maqaamul mabmuud (kedudukan yang terpuji) yang diidam-idamkan orang-orang terdahulu dan sekarang, yaitu sebuah maqaam (kedudukan) yang selalu didambakan oleh setiap makhluk. Nabi shallallhu ‘alahi wa sallam berhak memohonkan syafaat untuk manusia kepada Allah agar Dia segera memutuskan perkara di antara mereka dan melepaskan ummatnya dari Padang Mahsyar. Itulah asy-Syaafa’atull (‘Uzhmaa) yang tidak dimiliki oleh para Rasul Ulul ‘Azmi, tidak lain karena keutamaan dan kemuliaan yang Allah berikan kepada beliau shallallhu ‘alahi wa sallam.

Setelah itu, Nabi shallallhu ‘alahi wa sallam pergi [mengetuk pintu Surga. Penjaga pintu Surga pun bertanya: “Siapakah Anda?” Nabi shallallhu ‘alahi wa sallam menjawab: “Muhammad.” Penjaga itu pun menanggapi: “Hanya kepadamulah aku diperintahkan]. Aku tidak akan membukakannya untuk siapa pun sebelummu.

Hal di atas juga merupakan kekhususan Rasulullah shallallhu ‘alahi wa sallam dari seluruh manusia. Beliau pun masuk ke dalam Surga, lalu beliau memohonkan syafaat kepada Allah untuk mereka, seperti yang disebutkan dalam hadits-hadits shahih. ” Inilah syafaat pertama yang hanya dimiliki oleh beliau dan tidak dimiliki oleh para Rasul lainnya.

Kemudian, [sesudah itu] diberikan kepada Nabi beberapa bentuk syafaat, di antaranya syafaat mengeluarkan pelaku dosa besar dari Neraka bagi siapa yang dikehendaki Allah dari ummatnya. Akan tetapi, Rasul yang lain pun memiliki izin syafaat ini. Dengan kata lain, para Nabi lainnya juga mendapat izin untuk memberikan syafaat kepada ummat mereka yang berbuat maksiat.

Demikian pula para Malaikat, mereka diberi izin pula memberikan syafaat. Bahkan, orang-orang Mukmin juga demikian, seperti yang terdapat dalam kitab ash-Sbabiih dari hadits Abu Hurairah dan Abu Sa’id radiayallahu anhum.,: “AIIah berfirman: Para Malaikat, Nabi-Nabi, dan orang-orang Mukmin diberi izin untuk memberikan syafaat, sehingga yang tertinggal hanyalah Allah azza wa jalla, Yang Maha Pengasih. Lalu ia menyebutkan lanjutan hadits.

Al-Imam Abu Bakar bin Khuzaimah rahimahullah menyebutkan jenis jenis syafaat ini di bagian akhir kitab at-Taubiil. Demikian juga Abu Bakar Ibnu Abi ‘Ashim dalam kitabnya, as-Sunnah. Hal itu juga dipaparkan dengan sangat baik dalam hadits asb-Sbuwaf (hadits yang menjelaskan urutan tiupan sangkakala berikut berbagai peristiwa yang terjadi karenanya) ; yang diriwayatkan oleh ath-Thabrani dalam kitab yang tebal, juga oleh Abu Musa al-Madini al-Ashbahani serta yang lainnya yang juga menulis kitab yang tebal. Al-Walid bin Muslim telah mengumpulkannya dalam satu jilid. Aku (Ibnu Katsir) pun telah merangkum sanad-sanadnya dalam sebuah risalah khusus.
Adapun riwayat dari para penulis al- Kutubus Sittah (kitab hadits yang enam), seperti kitab asb-Shahiibain danyang lainnya, seringkali ditemukan peringkasan riwayat dalam kitab-kitab mereka, yakni redaksinya kadang dibuat di depan kadang dipindah ke belakang. Hal itu akan terlihat jelas bagi siapa saja yang menelaahnya. Wallahu a’lam.

Kemudian, aku sendiri melihat dalam kitab Shabiibul Bukbariza sekilas penyebutan tentang asy-Syafaa’atul ‘Uzbma dalam Kitab “az-Zakaah,” Bab “Orang yang meminta-minta untuk memperbanyak harta.” Al-Bukhari berkata;Yahya bin Bukair telah meriwayatkan kepada kami, ia berkata: al-Laits telah meriwayatkan kepada kami, dari ‘Ubaidillah bin Abu Ja’far, ia berkata; aku pernah mendengar Hamzah bin ‘Abdullah bin ‘Umar menceritakan; aku pernah mendengar ‘Abdullah bin’Umar radiayallahu anhuma, berkata bahwa Rasulullah shallallhu ‘alahi wa sallam bersabda:

“sesungguhnya orang yang suka meminta-minta kepada sesama manusia akan datang pada hari Kiamat tanpa ada sekerat daging pun di wajahnya. Pada hari Kiamat, matahari akan mendekat sehingga ada orang yang keringatnya mencapai separuh telinga. Ketika berada dalam kondisi demikian, mereka meminta pertolongan kepada Adam, lalu kepada Musa, kemudian kepada Muhammad.”

‘Abdullah bin Yusuf menambahkan berdasarkan riwayat al-Laits
dari Ibnu Abi Ja’far:

“Maka Nabi shallallhu ‘alahi wa sallam memberikan syafaat agar segera diputuskan pengadilan antar ummat manusia. Sesudah itu, beliau berjalan hingga sampai di depan pintu Surga. Pada saat itulah, Allah azza wa jalla menempatkan beliau pada al-maqaamul mahmuud, hingga seluruh makhluk memujinya.

Inilah yang disebut asy – Syafaa’atul ‘Uzhmda yang dimiliki secara khusus oleh Rasulullah shallallhu ‘alahi wa sallam dan tidak dimiliki para Rasul lainnya dari kalangan Ulul ‘Azmi. Semua itu terjadi setelah tiap-tiap Rasul menjawab tatkala diminta memberikan syafaat oleh ummatnya: “Aku bukan orang yang berhak memberikannya, pergilah kepada Fulan.

Oleh karena itu, ummat manusia terus berpindah dari seorang Rasul kepada Rasul yang lain, hingga sampai kepada Nabi Muhammad shallallhu ‘alahi wa sallam. Beliau pun bersabda: “Memang akulah yang berhak memberikannya.” Kemudian, beliau pun pergi dan menyampaikan syafaat itu kepada orang-orang di Padang Mahsyar, di sisi Allah, untuk memutuskan perkara di antara mereka, dan melegakan hati mereka. Setelah itu, Rasulullah memberikan bentuk syafaat lainnya yang terdiri dari empat macam, berupa syafaat untuk menyelamatkan manusia yang sudah masuk Neraka.

Nabi shallallhu ‘alahi wa sallam adalah pemberi syafaat pertama di Surga, sebagaimana yang diriwayatkan oleh Ahmad dalam Musnad-nya, dari al-Mukhtar bin Fulful, dari Anas radiayallahu anhuma , ia berkata bahwa Rasululllah shallallhu ‘alahi wa sallam pernah bersabda: “Aku adalah pemberi syafaat pertama di Surga nanti.”
Nabi shallallhu ‘alahi wa sallam juga memberikan syafaat unruk mengangkat derajat sebagian penduduk Surga. Jenis syafaat ini sudah disepakati keberadaannya oleh para ulama Ahlus Sunnah dan kaum Mu’tazilah. Dalilnya adalah yang tercantum dalam Sbabiibul Bukbari,? dari
riwayat Abu Musa radiayallahu anhuma, bahwasanya ketika pamannya Abu’Amir,
terbunuh dalam Perang Authas, Rasulullah shallallhu ‘alahi wa sallam berdo’a untuknya:

“Ya Allah, ampunilah ‘Ubaid Abu ‘Amir. Berikanlah kepadanya kedudukan di akhirat di atas kedudukan kebanyakan dari makhluk-Mu yang lain.”

Demikian pula saat Abu Salamah bin ‘Abdul Asad meninggal dunia, Rasulullah shallallhu ‘alahi wa sallam berdo’a:

“Ya Allah, tinggikanlah derajatnya”.

Kami akan merangkum pembahas an syafaat secara khusus, yang disertai dengan menjelaskan jenis-jenis (syafaat), jumlah, dan dalil dalilnya insya Allah.

Mengenai makna sabda Nabi shallallhu ‘alahi wa sallam: “Seluruh Nabi hanya diutus kepada kaumnya, sedangkan aku diutus kepada seluruh ummat manusia,” hal itu telah diterangkan dalam al-Qur-anul Karim, yakni dalam firman-Nya :

“Kami tidak mengutus seordng Rasul pun melainkan dengan bahasa kaumnya, supaya ia dapat memberi penjelasan dengan terang kepada mereka….” (QS. Ibrahim: 4)

“… Dan tidak ada suatu urnatpun melainkan telah ada padanya seorang pemberi peringatan.” (QS. F aathir: 24)

Nabi-Nabi terdahulu ditugaskan untuk menyampaikan risalah kepada kaumnya saja, yang mereka dakwahi kepada agama Allah. Adapun Nabi Muhammad shallallhu ‘alahi wa sallam, Allah telah menegaskan dalam firman-Nya berikut ini:

“Katakanlah: ‘Hai manusia, sesungguhnya aku adalab utusan Allah kepada kalian semua….” (QS. Al-A’raaf: 158)

“… supaya dengannya aku memberi peringatan kepadamu dan kepada Orang yang sampai al-Qur’an (kepadaya)….” (QS. Al-An’aam: 19)

“… Dan barang siapa di antara mereka (orang-orang Quraisy) dan para sekutunya yang kafir terhadap al-Qur’an, maka Nerakalah ternpat yang diancamkan kepadanya ….” (QS. Hud: 17)

“… Dan katakanlah kepada mereka yang diberikan al-Kitab kepadanya dan kepada orang-orang yang ummi (selain Ahlul Kitab), apakab kamu mau masuk Islam? Kalau mereka masuk Islam, sesungguhnya mereka telah mendapatkanpetunjuk. Dan kalau mereka berpaling sesungguhnya kewajibanmu hanya menyyampaikan (ayat-ayat Allah). Dan Allah Maha Melibat akan hamba-hamba-Nya.” (QS. Ali ‘Imran: 20)

Masih banyak lagi ayat-ayat al-Qur’an yang menunjukkan bahwa risalah yang dibawa Rasulullah itu bersifat universal, yaitu untuk bangsa jin dan manusia. Oleh sebab itu, Allah memerintahkan :

kepada beliau untuk memberikan peringatan kepada seluruh makhluk, jin dan manusia, baik bangsa Arab maupun bangsa Ajam (non-Arab). Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam telah melaksanakan perintah Allah tersebut seperti yang diamanatkan-Nya. Beliau juga telah menyampaikan risalah Allah kepada ummat manusia.

Di antara kekhususan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dibandingkan dengan saudara-saudaranya sesama Nabi adalah beliaulah yang paling sempurna, penghulu mereka, khatib dan imam mereka, serra penutup seluruh Nabi. [Tidak seorang] Nabi pun melainkan dia telah berjanji bahwa apabila Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam diutus ketika Nabi tersebut masih hidup, maka ia harus beriman kepada beliau dan harus membelanya. Bahkan, para Nabi diharuskan mengambil perjanjian itu atas ummatnya. Allah berfirman:

“Dan (ingatlah), ketika Allab mengambil perjanjian dari para Nabi: ‘Sunggub, apa saja yang Aku berikan kepadamu berupa kitab dan hikmah, kemudian datang kepadamu seorang Rasul yang membenarkan apa yang ada padamu, niscaya kamu akan bersunguh-sunguh beriman hepadanya dan menolongnya. Allah berfirman: ‘Apakab kamu mengakui dan menerima perjanjian-Ku terhadap yang demikian itu?’ Mereka mmjawab: ‘Kami mengakui.’Allah berfirman: ‘Kalau begitu saksikanlah (bai para Nabi) dan Aku mmjadi saksi (pula) bersama kamu.”‘ (QS. Ali ‘Imran: 81)

Allah azza wa jalla menegaskan dalam ayat tersebut bahwa kitab dan hikmah apa pun yang telah Aku (Allah) turunkan kepada kalian, lalu datang kepada kalian seorang Rasul yang lain sesudah turun semua ajaran ini, maka kalian harus beriman kepadanya dan membela ajarannya. Sebab, agama Muhammad ini memuat semua dakwah para Nabi. Dengan demikian, mengambil ajaran beliau sama dengan mengambil seluruh ajaran mereka. Keistimewaan ini hanya dimiliki oleh beliau dan tidak dimiliki oleh Nabi mana pun selainnya.

Keistimewaan lainnya, bahwasanya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dilahirkan dalam keadaan bahagia, [dalam keadaan sudah terkhitan], sebagaimana diriwayatkan dalam sebuah hadits yang memiliki berbagai jalur riwayat; tetapi semua jalur hadits itu gharib. Ada pula riwayat yang menjelaskan bahwa dalam hal ini para Nabi lainnya sama seperti beliau, sebagaimana yang telah disebutkan oleh Abul Fara1 bin al-Jauzi dalam kitabnya Tanqiihul Fuhuum.

Contoh kekhususan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam lainnya ialah mukjizat setiap Nabi akan hilang seiring dengan wafatnya Nabi tersebut, sedangkan mukjizat beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam tetap kekal sampai waktu yang dikehendaki Allah, yaitu al-Qur’an al-Karim, yang mengandung mukjizat pada lafazh dan kandungan maknanya. Bahkan, Allah menantang kalangan jin dan manusia untuk membuat yang setara dengan al-Qur’an. Namun, mereka tidak mampu melakukannya, selama-lamanya, sampai hari Kiamat.

Contoh kekhususan lain adalah ketika Rasulullah diperjalankan pada suatu malam (Isra’ dan Mi’raj) ke Sidratul Muntaha, kemudian pulang kembali ke negerinya dalam satu malam saja. Peristiwa itu juga termasuk salah satu kekhususan beliau.

Telah dinukil ucapan Nabi dalam hadits yang menjelaskan peristiwa tersebut, yaitu [tatkala] Jibril berseru kepada Buraq ketika hewan itu memberontak saat hendak ditunggangi oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam “Tenanglah! Demi Allah, tidak ada orang yang lebih baik mengendaraimu dari pada dirinya (Muhammad).”: Demikian juga ucapan beliau dalam hadits: “Aku pun mengikat hewan tersebut dengan rantai sebagaima na para Nabi lain mengikatnya.

Kedua pernyataan di atas menunjukkan bahwa Buraq pernah digunakan untuk memperjalankan Nabi yang lain. Hanya saja, kita mengetahui bahwasanya tidak ada Nabi lain yang setara dengan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam hal kemuliaan, kedekatan, dan kehormatan. Oleh sebab itu, kedudukan beliau di Surga nanti paling tinggi dan paling dekat dengan’Arsy, sebagaimana yang tercantum dalam hadits:

Kemudian, mohonlah wasilah kepada Allah untukku. Sesungguhnya wasilah itu adalah sebuah kedudukan di Surga yang hanya diberikan kepada seorang dari sekian banyak hamba Allah. Aku berharap sekali, akulah yang mendapatkan kedudukan tersebut. Semoga shalawat dan salam dilimpahkan atas Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.

Di antara kekhususan Nabi yang lainnya, yakni apabila (ulama dari kalangan) ummat beliau telah ber-ijma’ terhadap suatu hukum syari’at atas perkata tertentu, maka pendapat mereka [tersebut] akan terpelihara dari kekeliruan. Bahkan, kesepakatan mereka itu menjadi sebuah kebenaran mutlak, sebagaimata yang telah ditegaskan dalam kitab-kitab ushul fiqih. Inilah salah satu kekhususan yang hanya dimiliki ummat Islam disebabkan kekhususan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam , yang tidak pernah dimiliki oleh ummat mana pun sebelum ummat beliau.

Kekhususan lainnya, bahwasanya kelak Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah orang pertama yang tanah kuburnya akan disingkap (dibangkitkan pada hari kiamat kelak).
Kekhususan lainnya adalah ketika ummat manusia dibuat pingsan tak sadarkan diri pada hari Kiamat nanti, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah orang pertama yang akan disadarkan. Hal ini berdasarkan hadits yang diriwayatkan oleh al-Bukhari dan Muslim dalam kitab asb-Sbabiibain.dari hadits Abu Hurairah radiayallah anhuma, yaitu terkait dengan kisah seorang laki- laki Yahudi yang bersumpah: “Tidak, demi Allah yang telah memilih Musa dari seluruh manusia di bumi.” (Mendengar itu) salah seorang kaum Muslimin kemudian menamparnya. Keduanya kemudian mengadukan masalah itu kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Beliau bersabda:

“Janganlah kalian lebih mengutamakan diriku dibandingkan Musa alaihisalam. Sebab, tatkala ummat manusia pingsan pada hari Kiamat kelak, akulah orang pertama yang akan disadarkan, namun saat itu aku mendapati Musa alaihisalam; sedang memegang tiang ‘Arsy. Aku tidak tahu apakah ia sadar sebelum aku ataukah ia termasuk orang yang dikecualikan Allah?”
Dalam riwayat lain disebutkan:

“… ataukah ia tidak pingsan karena telah pingsan (pada peristiwa) di
Bukit Thursina (dulu).”

Sebagian ulamayang mengulas hadits ini menafsirkan bahwa yang dimaksud dengan disadarkan’ dalam hadits ini adalah dibangkitkan dari kubur.

[Dalil mereka] dalam hal ini adalah perkataan yang tercantum dalam sejumlah riwayat al-Bukhari dari hadits Yahya bin’ Amr al-Madani, dari Abu Sa’id radiayallah anhuma., ia menceritakan bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

Janganlah kalian membanding-bandingkan aku dengan Nabi-nabi yang lain. Sebab, tatkala ummat manusia pingsan pada hari Kiamat, akulah orang pertama yang akan dibangkitkan dari kubur. Saat itu aku mendapati Musa sedang berpegangan pada salah satu dari tiang-tiang ‘Arsy. Aku tidak tahu, apakah ia sadar sebelum aku ataukah ia tidak pingsan karena telah mengalaminya di bukit Thursina (dulu).

Lafazh hadits ini rumit. Riwayat yang dijadikan rujukan adalah riwayat al-Bukharia dari Yahya bin Qaz’ah, dari Ibrahim bin Sa’ad, dariaz-Zuhri, dari Abu Salamah dan Abdurrahman al-A’raj, dari Abu Hurairah radiayallahu anhuma yang menyebutkan kisah seorang Yahudi di atas sampai kepada sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.

Janganlah kalian menganggapku lebih baik dari pada Nabi Musa.Sebab, tatkala ummat manusia pingsan pada hari Kiamat dan akupun pingsan bersama mereka, maka akulah orang pertama yang disadarkan, namun aku mendapati Musa ….’

Nash itu sangat jelas sehingga tidak membutuhkan penafsiran lagi. Disadarkan di situ adalah disadarkan dari pingsan, bukan dibangkitkan dari kematian. Demikianlah hakikat dari kata “ifaaqab” (disadarkan) di sini. Orang yang merenungkan dengan baik tentang sabda beliau:

Aku tidak tahu, apakah ia sadar sebelum aku ataukah ia tidak pingsan karena telah pingsan (pada peristiwa) di Bukit Thursina (dulu), tentunya dia akan menyadari hal ini. Wallaahu a’lam.

Contoh lain kekhususan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Beliau adalah pembawa panji yang paling agung kelak pada hari Kiamat. Beliau dan ummatnya akan dibangkitkan di tempat yang tertinggi, berbeda dengan ummat ummat lainnya.

Allah pun mengizinkan beliau dan ummatnya untuk bersujud di Padang Mahsyar, tidak dengan ummat-ummat lainnya, sebagaimana hadits yang diriwayatkan oleh Ibnu Majahst dari Jubarah bin al-Mughallas al-Himmani, ia berkata, ‘Abdul A’la bin Abu al-Musawir menceritakan kepada kami, dari Abu Burdah, dari ayahnya, Abu Musa radiayallahu anhuma ia bercerita bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. pernah bersabda:

“Apabila Allah  mengumpulkan semua makhluk-Nya pada hari Kiamat nanti, maka diizinkanlah bagi ummat Muhammad untuk bersujud sehingga mereka pun bersujud lama sekali. Kemudian, diperintahkanlah kepada mereka: ‘Angkatlah kepala kalian. Sungguh, Kami telah menjadikan jumlah (orang-orang kafir dari) kalian sebagai penebus kalian dari Neraka. Akan tetapi, sangat disayangkan bahwa Jubarah adalah perawi yang lemah. Namun demikian, diriwayatkan secara shahih melalui beberapa jalur riwayat lain, bahwa ummat Muhammad adalah ummat pertama yang akan diadili pada hari Kiamat nanti.

Kekhususan lain, Rasulullah adalah pemilik al-Haudb yang akan disinggahi oleh ummat manusia. At-Tirmidzi dan yang lainnya meriwayatkan bahwa setiap Nabi memiliki haudh (telaga). Akan tetapi, kita mengetahui bahwa telaga beliau adalah yang paling besar dan paling banyak pengunjungnya.

Kekhususan lainnya, negeri tempat Rasulullah diutus menjadi Nabi adalah negeri yang paling mulia di muka bumi. Setelah itu, barulah negeri tempat beliau berhijrah (yakni Madinah). Ini menurut pendapat mayoritas ulama. Tapi ada juga yang mengatakan bahwa tempat beliau berhijrah adalah negeri terbaik. Hal ini seperti yang diriwayatkan dari Imam Malik bin Anas dan mayoritas sahabatnya.

[Al-Qadhi] Iyadh as-Sabti meriwayatkan hadits tersebut dari Amirul Mukminin Umar bin al-Khaththab radiayallahu anhuma. Wallaahu a’lam.

Telah dinukil pula adanya kesepakatan bahwa makam Rasulullah, tempat jasad beliau dibaringkan di situ, merupakan rempat yang paling mulia di muka bumi. Tentang adanya ijma’ dalam hal ini sudah lebih dulu dinyatakan oleh al-Qadhi Abul fafid al-Baji, Ibnu Baththal, dan ulama lainnya.

Dasarnya adalah hadits yang menjelaskan bahwa ketika Rasulullah shallallhu ‘alaihi wa sallam waktu, para Sahabat berbeda pendapat tentang di mana tempat beliau akan dimakamkan. Ada yang berpendapat: “Dimakamkan di pekuburan al-Baqi’ saja.” Ada yang mengusulkan: “Dimakamkan di Makkah.” Ada juga yang berkata: “Dimakamkan di Baitul Maqdis saja Akhirnya, Abu Bakar radiayallahu anhuma berseru: “sesungguhnya Allah azza wa jalla, hanya mewafatkan beliau di tempat yana paling dicintainya.”

Demikianlah yang disebutkan oleh ‘Abdush Shamad bin ‘Asakir dalam kitabnya yang berjudul Tubfatuz Zaa-ir. Namun, aku (Ibnu Katsir) belum pernah meneliti sanadnya.

Kekhususan Nabi lainnya adalah tidak adanya harta benda beliau yang diwarisi setelah  wafatnya,sebagaimana yang diriwayatkan oleh Abu Bakar dan Abu Hurairah radiayallahu anhum, bahwasanya Rasulullah shallallhu ‘alaihi wa sallam bersabda:

“Kami tidak mewariskan harta. Segala harta benda yang kami tinggalkan adalah sedekah.

Hadits tersebut dikeluarkan dari dua jalur riwayat. Akan tetapi, Imam at-Tirmidzi meriwayatkan dengan sanad jaiyid meskipun bukan dalam kitab al-Jaami’-nya, dari Abu Bakar radiayallahu anhuma, bahwasanya Rasulullah shallallhu ‘alaihi wa sallam bersabda:

“Kami para Nabi, tidak mewariskan harta.”

Berdasarkan hal itu, [merek para Nabi memiliki keistimewaan yang sama dalam perkara terakhir ini, yakni kekhususan yang tidak dimiliki oleh manusia selain pada Nabi.

sumber : Sirah Nabi ﷺ oleh al-Hafizh Ibnu Katsir Rahimahullah

Luas Tanah+/- 740 M2
Luas Bangunan+/- 500 M2
Status LokasiWakaf dari almarhum H.Abdul Manan
Tahun Berdiri1398H/1978M