• Beribadalah kamu sampai datang "Haqqul Yakin" (kematian)
Kamis, 21 November 2024

Kisah Nabi Dawud ‘alaihis salam

Bagikan

بسم الله الرحمن الرحيم

Setelah Bani Israil menolak ajakan Nabi Musa ‘alaihis salam untuk masuk ke Baitulmaqdis, maka mereka mendapatkan hukuman dari Allah dengan dilarangnya negeri itu (Baitulmaqdis) bagi mereka selama empat puluh tahun[i], sehingga mereka mengembara kebingungan di bumi dalam waktu yang lama.

Dalam pengembaraan itu, mereka akhirnya binasa kecuali orang yang usianya belum mencapai dua puluh tahun. Ada yang mengatakan, bahwa jumlah mereka adalah 600.000 orang, dan dalam keadaan seperti itu Nabi Musa ‘alaihis salam dan Nabi Harun wafat, mereka memperoleh rahmat, sedangkan bagi yang lain sebagai hukuman. Menjelang wafatnya, Nabi Musa ‘alaihis salam berdoa kepada Allah agar didekatkan ke tanah suci tersebut sejauh lemparan batu, maka Allah mendekatkannya sebagaimana disebutkan dalam hadits. Kemudian Yusya’ diangkat menjadi nabi setelah 40 tahun mereka mengembara, dan selanjutnya Beliau memerintahkan kaumnya memerangi orang-orang kejam yang menguasai Baitulmaqdis. Yusya’ pun berangkat dengan sisa orang yang ada dan memerangi mereka pada hari Jum’at.

Dalam jihad yang dipimpin Nabi Yusya’ bin Nun, Bani berhasil menguasai Palestina dan tinggal di sana. Mereka pun dapat beribadah kepada Allah Ta’ala di sana mengikuti syariat Nabi Musa ‘alaihis salam.
Setelah berlalu sekian lama, maka Bani Israil kembali kepada kebiasaan yang buruk, mereka kufur kepada nikmat-nikmat Allah dan menyimpang dari jalan yang lurus, maka Allah memberikan kekuasaan kepada raja yang kejam bernama Jalut. Ia membunuh laki-laki di antara mereka, menawan kaum wanita dan anak-anaknya, serta mengusir mereka dari rumah mereka. Bahkan Jalut sempat mengambil peti dari mereka yang berisi lauh-lauh khusus Kitab Taurat, tongkat Musa dan beberapa barang khusus milik Harun.

Bani Israil ingin memerangi Jalut dan tentaranya, tetapi pada saat itu mereka tidak mempunyai raja yang dapat menyatukan barisan mereka untuk memerangi raja yang kejam itu. Ketika itu, di tengah-tengah mereka ada seorang nabi, lalu mereka mendatanginya dan memberitahukan maksud mereka, yaitu keinginan mereka agar diangkat seorang raja untuk memerangi Jalut, maka Nabi mereka merasa takjub terhadap permintaan itu dan mengingatkan mereka, bahwa dirinya khawatir jika diwajibkan berperang kepada mereka, ternyata mereka tidak mau berperang. Maka mereka meyakinkan Nabi mereka dengan mengatakan, “Mengapa kami tidak mau berperang di jalan Allah, padahal sesungguhnya kami telah diusir dari anak-anak kami dan dari kampung halaman kami?” (Lihat Al Baqarah: 247)
maka Allah mewahyukan kepada Nabi mereka untuk menyampaikan kepada mereka, bahwa Dia telah mengangkat Thalut sebagai raja mereka. Ketika mereka diberitahukan hal itu, maka mereka heran dan tidak suka kepada pilihan itu, mereka berkata, “Bagaimana Thalut memerintah Kami, padahal Kami lebih berhak mengendalikan pemerintahan daripadanya, sedang dia tidak diberi kekayaan yang cukup banyak?”

Nabi (mereka) berkata, “Sesungguhnya Allah telah memilih rajamu dan menganugerahinya ilmu yang luas dan tubuh yang perkasa.” Allah memberikan pemerintahan kepada siapa yang dikehendaki-Nya. Dan Allah Maha Luas pemberian-Nya lagi Maha Mengetahui.” (Lihat Al Baqarah: 247)

Kemudian Nabi mereka memberitahukan tanda cocoknya Thalut menjadi raja mereka, ia berkata, “Sesungguhnya tanda ia akan menjadi raja ialah kembalinya tabut kepadamu, di dalamnya terdapat ketenangan dari Tuhanmu dan sisa dari peninggalan keluarga Musa dan keluarga Harun; tabut itu dibawa malaikat. Sesungguhnya pada yang demikian itu terdapat tanda bagimu, jika kamu orang yang beriman.” (Lihat Al Baqarah: 248)

Tabut itu diletakkan di hadapan Thalut oleh beberapa malaikat. Saat Bani Israil melihatnya, maka mereka ridha terhadapnya dan setuju diangkatnya dia sebagai raja.

Kemudian Allah mewahyukan kepada Nabi mereka untuk menyampaikan, bahwa Allah menyuruh mereka keluar bersama Thalut untuk memerangi musuh mereka yang telah menghinakan mereka dan menawan anak-anak mereka. Akan tetapi, kenyataannya sebagian besar dari mereka enggan berperang kecuali sedikit saja di antara mereka. Akhirnya yang berangkat bersama Thalut hanya sedikit saja. Maka Thalut berangkat bersama pasukannya melalui gurun sahara yang tidak ada air, lalu Bani Israil mengeluhkan rasa haus yang mereka alami, kemudian raja mereka Thalut pun menenangkan mereka dan meminta mereka bersabar dan terus melanjutkan perjalanan. Tidak berapa lama kemudian, Thalut dan pasukannya sampai di dekat sebuah sungai, lalu Thalut mengatakan kepada mereka, bahwa mereka nanti akan melewati sebuah sungai, barang siapa yang minum banyak, maka berarti ia tidak taat kecuali jika meminumnya seciduk tangan untuk menghilangkan hausnya.

Kemudian mereka meminum dengan banyak kecuali beberapa orang di antara mereka. Maka ketika Thalut dan orang-orang yang beriman bersamanya telah menyeberangi sungai itu, orang-orang yang telah meminumnya berkata, “Tidak ada kesanggupan bagi kami pada hari ini untuk melawan Jalut dan tentaranya.” Orang-orang yang meyakini bahwa mereka akan menemui Allah, berkata, “Berapa banyak terjadi golongan yang sedikit dapat mengalahkan golongan yang banyak dengan izin Allah. Dan Allah beserta orang-orang yang sabar.” (Lihat Al Baqarah: 249)

Mereka meyakini, bahwa Allah akan menolong hamba-hamba-Nya yang mukmin dengan kuatnya iman mereka bukan dengan banyaknya jumlah mereka.

Sehingga ketika pasukan yang sedikit ini melihat banyaknya tentara Jalut, maka mereka berdoa kepada Allah ‘Azza wa Jalla, “Ya Tuhan kami, tuangkanlah kesabaran atas diri kami, dan kokohkanlah pendirian kami dan tolonglah kami terhadap orang-orang kafir.” (Lihat QS. Al Baqarah: 250)

Setelah mereka berhadapan, Jalut dan tentaranya berdiri di sisi yang satu, sedangkan Thalut dan Bani Israil berdiri di sisi yang lain. Lalu Jalut maju dengan kudanya memakai baju besi yang lengkap dan menyeru dengan suara keras, “Siapa yang berani perang tanding (denganku)? Siapa yang berani berperang denganku?”

Ketika itu, di tengah-tengah Bani Israil terdapat tentara yang mulia, yaitu Nabi Allah Dawud ‘alaihis salam, dimana nasabnya sampai kepada Ibrahim ‘alaihis salam, maka ia tampil dari barisan Thalut untuk melawan Jalut setelah sebelumnya Bani Israil merasa berat menghadapinya, lalu Dawud melempar Jalut dengan batu melalui pelanting(ketapel)nya, sehingga ia tewas terbunuh. Maka pasukan Jalut menjadi gentar dan melarikan diri dengan pertolongan Allah dan kekuasaan-Nya. Perang pung berhenti, dan mulailah Bani Israil dipimpin oleh Nabi yang baru dan raja yang baru. Allah Ta’ala berfirman,

“Mereka (tentara Thalut) mengalahkan tentara Jalut dengan izin Allah dan (dalam peperangan itu) Dawud membunuh Jalut, kemudian Allah memberikan kepadanya (Dawud) pemerintahan dan hikmah (setelah meninggalnya Thalut) dan mengajarkan kepadanya apa yang dikehendaki-Nya. Seandainya Allah tidak menolak (keganasan) sebahagian umat manusia dengan sebagian yang lain, pasti rusaklah bumi ini. Tetapi Allah mempunyai karunia (yang dicurahkan) atas semesta alam.” (Terj. QS. Al Baqarah: 251)

Allah memberikan untuk Dawud kerajaan dan kenabian, sehingga ia adalah seorang raja dan seorang nabi. Dan Dia menurunkan kepadanya kitab Zabur yang di dalamnya terdapat pelajaran dan hikmah.
Allah Ta’ala memberikan kepada Nabi Dawud suara yang indah yang tidak diberikan kepada seorang pun sebelumnya. Oleh karena itu, ketika ia membaca kitabnya Zabur dan bertasbih kepada Allah, maka burung-burung di udara berhenti dan ikut bertasbih kepada Allah bersama Dawud serta mendengarkan bacaannya. Demikian pula gunung-gunung, ia ikut bertasbih bersamanya di pagi dan sore. Allah Ta’ala berfirman, “Sesungguhnya Kami menundukkan gunung-gunung untuk bertasbih bersama dia (Dawud) di waktu petang dan pagi,–Dan (kami tundukkan pula) burung-burung dalam keadaan terkumpul. masing-masingnya sangat taat kepada Allah.” (Terj. QS. Shaad: 18-19)

Allah Subhaanahu wa Ta’ala memberikan kepada Nabi Dawud ‘alaihis salam mukjizat yang banyak yang menunjukkan kenabiannya. Allah melunakkan besi untuknya, sehingga Beliau mudah membuat baju besi dan alat-alat berperang. Padahal sebelumnya baju besi itu hanya berupa lempengan-lempengan.
Suatu ketika, Allah hendak mengajarkan kepada Nabi Dawud ‘alaihis salam suatu pelajaran tentang keadilan dalam memberikan keputusan. Saat Nabi Dawud ‘alaihis salam duduk di mihrabnya melakukan shalat dan beribadah, maka Beliau dikagetkan dengan dua orang yang menaiki pagar mihrabnya sehingga sampai kepadanya dan menemuinya, maka timbullah rasa takut dalam dirinya, lalu dua orang itu berkata,

“Janganlah kamu merasa takut; (kami) adalah dua orang yang bermasalah yang salah seorang dari kami berbuat zalim kepada yang lain; maka berilah keputusan antara kami dengan adil dan janganlah kamu menyimpang dari kebenaran dan tunjukilah Kami ke jalan yang lurus.” –Sesungguhnya saudaraku ini mempunyai sembilan puluh sembilan ekor kambing betina dan aku mempunyai seekor saja. Maka dia berkata, “Serahkanlah kambingmu itu kepadaku dan Dia mengalahkan aku dalam perdebatan”. (Lihat QS. Shaad: 22-23)

Lalu Dawud segera memberikan keputusan terhadap masalah itu sebelum mendengar kata-kata yang satu lagi, Dawud berkata, “Sesungguhnya dia telah berbuat zalim kepadamu dengan meminta kambingmu itu untuk ditambahkan kepada kambingnya. Dan Sesungguhnya kebanyakan dari orang-orang yang berserikat itu sebagian mereka berbuat zalim kepada sebagian yang lain, kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal yang saleh; dan sangat sedikitlah mereka ini.”

Sebelum Dawud menyelesaikan keputusannya, tiba-tiba dua orang itu menghilang tanpa keluar lewat pintu atau kembali seperti ketika datang. Maka Dawud mengetahui bahwa Allah mengujinya dengan mengutus dua malaikat kepadanya untuk mengajari Beliau, agar tidak memberikan keputusan sebelum mendengarkan perkataan pihak yang lain; maka ia meminta ampun kepada Tuhannya lalu menyungkur sujud dan bertobat.

Nabi Dawud ‘alaihis salam senantiasa medekatkan diri kepada Allah dengan berdzikr, berdoa dan melakukan shalat. Oleh karena itu, Allah memujinya dengan firman-Nya,

“Dan ingatlah hamba Kami Dawud yang mempunyai kekuatan; sesungguhnya dia sangat taat (kepada Allah).” (Terj. QS. Shaad: 17)

Beliau adalah seorang yang kuat dalam beribadah. Oleh karena itu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah bersabda tentang Nabi Dawud ‘alaihis salam,

كَانَ دَاوُدَ أَعْبَدَ الْبَشَرَ

“Beliau adalah manusia yang paling rajin beribadah.” (HR. Tirmidzi dan Hakim, dan dihasankan oleh Al Albani)

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

أَحَبُّ الصَّلَاةِ إِلَى اللَّهِ صَلَاةُ دَاوُدَ عَلَيْهِ السَّلَام، وَأَحَبُّ الصِّيَامِ إِلَى اللَّهِ صِيَامُ دَاوُدَ، وَكَانَ يَنَامُ نِصْفَ اللَّيْلِ وَيَقُومُ ثُلُثَهُ وَيَنَامُ سُدُسَهُ، وَيَصُومُ يَوْمًا وَيُفْطِرُ يَوْمًا.

“Shalat yang paling dicintai Allah adalah shalat Nabi Dawud ‘alaihis salam dan puasa yang paling dicintai Allah adalah puasa Nabi Dawud; ia tidur di tengah malam dan bangun pada sepertiganya dan tidur pada seperenamnya, dan ia sehari berpuasa dan sehari berbuka.” (HR. Bukhari-Muslim)
Nabi Dawud ‘alaihis salam tidaklah makan kecuali dari hasil jerih payahnya sendiri, karena Beliau mengetahui, bahwa makanan yang terbaik adalah makanan yang diperoleh dari jerih-payah tangannya sendiri. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

مَا أَكَلَ أَحَدٌ طَعَامًا قَطُّ، خَيْرًا مِنْ أَنْ يَأْكُلَ مِنْ عَمَلِ يَدِهِ، وَإِنَّ نَبِيَّ اللَّهِ دَاوُدَ عَلَيْهِ السَّلاَمُ، كَانَ يَأْكُلُ مِنْ عَمَلِ يَدِهِ

“Tidak ada seorang pun yang memakan sebuah makanan yang lebih baik daripada memakan hasil jerih-payah tangannya. Sesungguhnya Nabi Allah Dawud ‘alaihis salam makan dari hasil jerih-payah tangannya.” (HR. Bukhari)

Ibnu Syaudzab berkata, “Nabi Dawud bekerja membuat baju besi setiap hari, lalu ia jual seharga 6.000 dirham.”

Kemudian setelah Nabi Dawud ‘alaihis salam meninggal, maka puteranya Sulaiman mewarisi kekuasaannya, dan Allah menjadikannya sebagai nabi. Allah Ta’ala berfirman, “Dan Sulaiman telah mewarisi Dawud.” (Terj. QS. An Naml: 16)

Wallahu a’lam, wa shallallahu ‘alaa nabiyyinaa Muhammad wa ‘alaa aalihi wa shahbihi wa sallam.

Marwan bin Musa

Maraji’: Al Qur’anul Karim, Mausu’ah Al Usrah Al Muslimah (www.islam.aljayyash.net), Mausu’ah Haditsiyyah Mushaghgharah, Shahih Qashashil Anbiya’ (Ibnu Katsir, Takhrij Salim Al Hilali), dll.

[i] Lihat Al Maa’idah: 26. Hikmah dilarangnya Baitulmaqdis bagi mereka selama 40 tahun adalah agar orang-orang yang tidak sabar itu wafat, sehingga digantikan oleh generasi yang baru yang siap mengalahkan musuh, tidak suka diperbudak serta tidak suka dihinakan dan siap berjihad.

Sumber : https://wawasankeislaman.blogspot.com/2012/04/kisah-nabi-dawud-alaihis-salam.html

Luas Tanah+/- 740 M2
Luas Bangunan+/- 500 M2
Status LokasiWakaf dari almarhum H.Abdul Manan
Tahun Berdiri1398H/1978M