Kitab Talbis Iblis ibnu Jauzi
Mukadimah penulis
Segala puji bagi Allah yang menyerahkan timbangan keadilan ke tangan orang-orang yang berakal, mengutus para rasul untuk menyampaikan kabar gembira berupa pahala dan peringatan berupa – siksa, menurunkan kitab kepada mereka untuk menjelaskan mana yang benar dan mana yang salah serta menetapkan syariat-syariat yang sempurna, tak ada kekurangan dan cacat padanya.
Aku memujiNya dengan pujian orang yang menyadari bahwa Dia adalah penentu seluruh sebab, aku bersaksi atas keesaanNya dengan kesaksian orang yang ikhlas dalam niatnya tanpa keraguan.
Aku bersaksi bahwa Muhammad adalah hamba dan utusanNya, Dia mengutusnya sementara kekufuran menyelimuti wajah iman dengan kegelapannya, maka dia menepis kegelapan dan hijab kekufuran dengan cahaya iman, menjelaskan kepada manusia apa yang telah diturunkan kepada mereka, menerangkan titik-titik musykil dari al-Qur an, sehingga dia meninggalkan mereka di atas jalan terang yang putih tanpa lorong dan fatamorgana.
Shalawat dan salam yang banyak semoga tercurahkan kepada beliau, seluruh keluarga dan para shahabat beliau, serta semua tabi’in yang mengikuti méreka dengan baik sampai hari kebangkitan dan hisab.
Amma ba’du: Sesungguhnya nikmat paling besar bagi manusia adalah akal, karena akal merupakan alat untuk mengenal Allah dan sarana untuk membenarkan para rasul, namun karena akal tidak mampu mengemban segala tugas dari seorang hamba, maka Allah mengutus para rasul dan menurunkan kitab-kitab.
Maka syariat ibarat matahari, sedangkal akal laksana mata. Bila mata dibuka dan ia sehat maka ia dapat melihat matahari.
Manakala akal sudah membuktikan kebenaran ucapan para nabi melalui bukti-bukti mukjizat yang luar biasa, maka akal berserah diri kepada mereka dan bersandar kepada mereka dalam perkara yang samar baginya.
Manakala Allah memberikan nikmat akal kepada alam manusia, Allah membuka kehidupan mereka dengan kenabian bapak mereka, Adam yang selanjutnya menyampaikan wahyu Allah kepada mereka hingga mereka berjalan di atas kebenaran sebelum akhirnya Qabil hadir dengan hawa nafsunya lalu membunuh saudaranya, kemudian hawa nafsu berkembang dalam kehidupan manusia, ia menyeret mereka ke dalam belantara kesesatan hingga mereka pun menyembah berhala, berselisih dalam urusan keyakinan dan perbuatan dengan perselisihan yang menyelisihi para rasul dan akal, semua itu karena mengikuti hawa nafsu, cenderung untuk mengikuti adat kebiasaan dan bertaklid kepada para tokoh, hingga dugaan Iblis pun tidak salah, manusia mengikutinya kecuali sebagian golongan dari kalangan orang-orang yang beriman.
Hikmah Diutusnya Para Rasul
Ketahuilah bahwa para nabi telah hadir membawa penjelasan yang memadahi, mereka mendiagnosa penyakit dengan obat yang manjur, mereka berjalan di atas satu manhaj tanpa berselisih, lalu setan datang, penjelasan yang jelas dicampur dengan syubhat-syubhat, obat yang manjur diaduk dengan racun, rambu jalan yang terang dibelokkan ke tanah tandus yang menyesatkan, setan terus mempermainkan akal manusia hingga dia mampu mencerai-beraikan jahiliyah menjadi sekte-sekte buruk dan bid’ah-bid’ah sesat, maka mereka menyembah berhala di Baitullah al-Haram, mereka mengharamkan saibah, bahirah, washilah dan ham,” mereka mengubur anak perempuan hidup-hidup, yang hidup dari para perempuan tak mereka beri warisan dan masih banyak lagi kesesatan hasil dari tipu daya Iblis.
Maka Allah mengutus Muhammad, dia menghapus segala bentuk keburukan, mensyariatkan segala bentuk kemaslahatan, para sahabatnya berjalan bersamanya dan sesudahnya di bawah pancaran cahayanya dalam keadaan selamat dari tipu daya dan makar musuh mereka.
Tatkala masa kehidupan mereka telah berlalu, muncullah awan-awan hitam kegelapan, hawa nafsu datang kembali untuk melahirkan bid’ahbid’ah, mempersempit jalan-jalan selama ia masih lapang, kebanyakan manusia mencerai-beraikan agama mereka sendiri sehingga mereka pun tercerai berai, Iblis bangkit dan mulai menghiasi, memisahkan dan menyatukan, Iblis bisa mencuri dan bertindak di malam yang diselimuti dengan kegelapan kebodohan, seandainya cahaya ilmu tetap bersinar, niscaya kedok Iblis terbongkar.
Saya ingin memperingatkan kaum muslimin dari tipu daya Iblis dan menunjukkan perangkap-perangkapnya kepada mereka, karena menjelaskan keburukan kepada manusia berarti memperingatkan mereka agar tidak terjerumus ke dalamnya. Dalam ash-Shahihain dari hadits Hudzaifah berkata, “Orang-orang bertanya tentang kebaikan kepada Rasulullah, sedangkan aku bertanya tentang keburukan karena aku khawatir ia menimpaku…”
Hakikat Agama Islam
Saya menulis buku ini dalam rangka memperingatkan kaum muslimin dari fitnah-fitnah Iblis, menakut-nakuti mereka dari jebakan-jebakannya, membongkar kedok jahatnya dan membuka tipu muslihatnya yang tersamar bagi mereka.
Allah dengan kemurahananNya merupakan penolong bagi setiap orang yang jujur untuk mewujudkan tujuannya.
Saya membagi buku ini menjadi tiga belas bab, keseluruhannya menguak tipu daya Iblis. Orang berakal yang memahaminya akan mengetahui kebusukannya, barangsiapa memiliki tekad kuat untuk mengamalkannya maka Iblis akan guncang penuh kesedihan.
Dan hanya Allah-lah pemberiku taufik kepada apa yang aku harapkan, dan pembimbingku kepada kebenaran yang aku inginkan.
Sumber : https://terjemahankitab.com/
Bab I : Perintah berpegang teguh dengan Sunnah dan Jamaah
Dari Ibnu Umar bahwa Umar bin al-Khaththab berkhutbah di Jabiyah, dia berkata, bahwa Rasulullah berkhutbah kepada kami, beliau bersabda, “Barangsiapa di antara kalian menginginkan tempat terindah dalam surga maka hendaknya berpegang teguh kepada jamaah, sesungguhnya setan bersama satu orang, sedangkan ia dari dua orang lebih jauh. ” Dari Ibnu Mas’ud berkata, bahwa Rasulullah membuat garis dengan tangannya kemudian beliau bersabda, “Ini adalah jalan Allah yang lurus.” Kemudian beliau membuat garis di sebeleh kanan dan kirinya, kemudian beliau bersabda, “Ini adalah jalan-jalan, tak satu pun darinya kecuali di ujungnya ada setan yang mengajak kepadanya.” Kemudian beliau membaca firman Allah:
“Dan bahwa (yang Kami perintahkan) ini adalah jalanKu yang lurus, maka ikutilah dia; dan janganlah kamu mengikuti jalan-jalan (yang lain),…” (QS. al-An’am: 153).
Dari Ibnu Amru, ia berkata, bahwa Rasulullah bersabda:
“Umatku akan mengalami apa yang dialami oleh Bani Israil, setapak demi setapak, seandainya di antara mereka ada yang menggauli ibunya secara terang-terangan, maka di kalangan umatku ada yang melakukannya. Sesungguhnya Bani Israil terpecah belah menjadi tujuh puluh dua golongan, sedangkan umatku terpecah menjadi tujuh puluh tiga golongan, semuanya di neraka kecuali satu.” Mereka bertanya, “Siapakan dia wahai Rasulullah?” Beliau menjawab, “(Yaitu) orang-orang yang berpegang kepada apa yang aku dan para shahabatku pegang.
Abu Dawud meriwayatkan dalam Sunannya dari hadits Mu’ awiyah bin Abu Sufyan bahwa dia berdiri seraya berkata, “Ketahuilah bahwa sesungguhnya Rasulullah berdiri di depan kami, beliau bersabda:
‘Ketahuilah sesungguhnya orang-orang sebelum kalian dari kalangan ahli kitab telah berpecah belah menjadi tujuh puluh dua aliran, dan sesungguhnya agama ini akan terpecah menjadi tujuh puluh tiga aliran, tujuh puluh dua di neraka dan satu di surga, yaitu jamaah. Akan hadir di kalangan umatku orang-orang yang terseret oleh hawa nafsu sebagaimana kait-kait besi menyeret mangsanya.’ Dari Abdullah berkata, “Seimbang dalam sunnah adalah lebih baik daripada bersungguh-sungguh dalam bid’ah.” Dari Ubay bin Kaab berkata, “Berpeganglah kepada jalan yang benar dan sunnah, sesungguhnya tidak ada seorang hamba yang berpegang kepada jalan yang benar dan sunnah, dia mengingat Allah lalu kedua matanya menangis karena takut kepadaNya melainkan dia selamat dari neraka. Sesungguhnya keseimbangan di atas jalan yang benar dan sunnah adalah lebih baik daripada bersungguh-sungguh dalam perselisihan.” Dari Ashim dari Abu al-Aliyah berkata, “Berpeganglah kepada perkara pertama yang mereka pegang sebelum mereka berselisih pendapat.” Ashim berkata, maka aku menyampaikannya kepada al-Hasan, lantas dia berkata, “Demi Allah, dia telah menasihati dan berkata benar kepadamu.”
Dari Sufyan berkata, “Wahai Yusuf, bila kamu mendengar seorang laki-laki di belahan timur bahwa dia berpegang kepada sunnah, maka kirimkanlah salam kepadanya. Bila kamu mendengar seorang laki-laki di belahan barat bahwa dia berpegang kepada sunnah maka kirimkanlah salam kepadanya. karena Ahlus Sunnah wal Jamaah semakin sedikit.”
Dari Ayyub berkata, “Sesungguhnya di antara kebahagiaan anak muda dan orang Ajam adalah bila Allah memberinya taufik untuk belajar kepada ulama dari ahlus sunnah.”
Dari Sufyan ats-Tsauri berkata, “Hendaknya kalian saling berwasiat untuk berbuat baik kepada ahlus sunnah, karena mereka adalah orang-orang yang asing.”
Dari Yunus bin Abdul Ala berkata bahwa aku mendengar asy-Syafi’i berkata, “Bila aku melihat seorang laki-laki dari para ulama hadits maka seolah-olah aku melihat seorang laki-laki shahabat Nabi.”
Dari al-Junaid berkata, “Semua jalan tertutup bagi manusia kecuali siapa yang menelusuri jejak Rasulullah dan mengikuti sunnah beliau serta berpegang kepada jalan beliau, karena sesungguhnya segala jalan kebaikan terbuka atasnya, sebagaimana Allah berfirman:
“Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu…” (QS. al-Ahzab: 21).”
Bab II : Celaan terhadap Bidi'ah dan ahli Bid'ah
Dari Aisyah, ia berkata, Rasulullah bersabda:
“Barangsiapa mengada-adakan dalam urusan kami sesuatu yang tidak terdapat padanya maka ia tertolak.”
Dari Anas bin Malik dari Nabi bahwa beliau bersabda:
“Barangsiapa tidak menyukai sunnahku maka dia bukan termasuk golonganku. “
Dari Abdurrahman bin Amru as-Sulami dan Hujr bin Hujr berkata, “Kami datang kepada al-irbadh bin Sariyah, sedangkan dia termasuk orang-orang yang Allah menurunkan:
“Dan tiada (pula dosa) atas orang-orang yang apabila mereka datang kepadamu, supaya kamu memberi mereka kendaraan, lalu kamu berkata, Akutidak memperoleh kendaraan untuk membawamu’,” (QS. at-Taubah: 92) kepada mereka, kami mengucapkan salam kepadanya, kemudian kami berkata, ‘Kami datang kepadamu untuk berziarah dan menjenguk serta mencari ilmu.’ Maka Irbadh berkata, ‘Suatu hari Rasulullah shalat Shubuh bersama kami, kemudian beliau menghadapkan wajahnya kepada kami, beliau menasihati kami dengan nasihat yang mendalam, mata kami menangis karenanya, hati kami menjadi takut karenanya, maka seseorang berkata, “Wahai Rasulullah, sepertinya ini adalah nasihat perpisahan, maka apa wasiat Anda kepada kami?” Maka beliau bersabda:
“Aku berwasiat kepada kalian agar kalian bertakwa kepada Allah, mendengar dan menaati sekalipun pemimpin kalian adalah seorang budak Habasyah, sesungguhnya barangsiapa di antara kalian yang berumur panjang sesudahku maka dia akan melihat banyak sekali perselisihan, maka berpeganglah kalian kepada sunnahku dan sunnah para Khulafa’ Rasyidin yang diberi petunjuk sesudahku, berpeganglah kalian kepadanya, gigitlah ia dengan gigi geraham kalian, jauhilah perkara-perkara yang diada-adakan, karena setiap perkara yang diada-adakan adalah bid’ah dan setiap bid’ah adalah kesesatan.”
Dari Ibnu Mas’ud, ia berkata, Rasulullah bersabda:
“Aku adalah orang pertama yang mendatangi telaga, akan ada orang-orang yang terhalangi dariku, maka aku berkata, ‘Ya Rabbi, mereka adalah shahabatku.’ Maka dikatakan kepadaku, ‘Sesungguhnya kamu tidak mengetahui apa yang mereka ada-adakan sepeninggalmu.” Diriwayatkan dalam ash-Shahihain.
Dari Sufyan ats-Tsauri, ia berkata, “Bid’ah lebih dicintai Iblis daripada kemaksiatan. Pelaku kemaksiatan bisa bertaubat darinya, sedangkan pelaku bid’ah sulit bertaubat darinya.”
Dari al-Fudhail, ia berkata, “Bila kamu melihat pelaku bid’ah berada di suatu jalan maka ambillah jalan lainnya, tidak ada amal bagi pelaku bid’ah yang diangkat kepada Allah. Barangsiapa membantu pelaku bid’ah, maka dia telah membantu merobohkan Islam.”
Dan aku mendengar seorang laki-laki berkata kepada al-Fudhail, “Barangsiapa menikahkan anak perempuannya dengan laki-laki fasik, maka dia memutuskan rahimnya.” Maka al-Fuchail berkata, “Barangsiapa menikahkan anak perempuannya dengan laki-laki ahli bid’ah, maka dia telah memutuskan rahimnya. Barangsiapa duduk bersama ahli bid’ah, maka dia tidak diberi hikmah. Bila Allah mengetahui seorang laki-laki membenci pelaku bid’ah, maka saya berharap Allah mengampuni kesajahan-kesalahannya.”
Penulis mengatakan bahwa sebagian dari perkataan di atas diriwayatkan secara marfu’. Dari Aisyah, ia berkata, Rasulullah bersabda:
“Barangsiapa menghormati ahli bid’ah, maka dia telah membantu menghancurkan Islam. ”
Celaan Terhadap Bid’ah dan Ahlinya
Bila seseorang berkata, “Anda telah menyanjung sunnah dan mencela bid’ah, lalu apa itu sunnah dan apa itu bid’ah, karena kami melihat dalam pandangan kamisetiap ahli bid’ah mengaku dirinya ahlus sunnah?”
Kami menjawab, “Bahwa sunnah dalam bahasa berarti jalan. Tidak diragukan bahwa para ulama yang membawa hadits dan atsar, yang mengikuti jejak Rasulullah dan para shahabat adalah ahlus sunnah, karena mereka masih berjalan di atas jalan yang bersih dan jelas, sedangkan perkara-perkara baru dan bid’ah-bid’ah baru ada sesudah Rasulullah dan para shahabat.”
Bid’ah adalah perbuatan yang sebelumnya tidak ada lalu diadaadakan. Secara umum perkara-perkara yang diada-adakan bertabrakan dengan syariat dan menyelisihinya, melakukannya sama halnya dengan menambah atau mengurangi syariat. Bila sesuatu yang tidak menyelisihi syariat diada-adakan dan melakukannya bukan merupakan kelancangan terhadap syariat, maka jumhur salaf tetap membencinya, mereka memperingatkan semua ahli bid’ah dalam rangka menjaga dasar syariat yaitu ittiba’.
Zaid bin Tsabit berkata kepada Abu Bakar dan Umar saat keduanya berkata kepadanya, “Kumpulkanlah al-Qur’an.” Maka Zaid menjawab, “Bagaimana kalian berdua melakukan sesuatu yang tak dilakukan oleh Rasulullah?”
Dari Abu al-Bakhtari berkata, “Ada seorang laki-laki menyampaikan kepada Abdullah bin Mas’ud bahwa beberapa orang duduk di masjid sesudah Maghrib, di antara mereka ada seorang laki-laki yang berkata, ‘Ucapkanlah takbir sekian kali, tasbih sekian kali dan tahmid sekian kali.’ Abdullah berkata, ‘Bila kamu melihat orang-orang itu melakukan hal itu lagi maka datanglah kepadaku dan katakan kepadaku tentang majlis mereka.’ Maka dia mendatangi mereka, lantas dia duduk. Tatkala dia mendengar apa yang mereka ucapkan, dia berdiri dan mendatangj Ibnu Mas’ud, maka Ibnu Mas’ud datang sedangkan dia adalah laki-laki yang tegas, seraya berkata, “Aku adalah Abdullah bin Mas’ud, demi Allah yang tidak ada Ilah yang haq selainNya, sungguh kalian telah melakukan bid’ah secara zhalim, sungguh kalian telah merasa mengungguli sahabatsahabat Muhammad dalam ilmu.” Amru bin Utbah berkata, “Aku memohon ampun kepada Allah.” Ibnu Mas’ud berkata, “Berjalanlah di atas jalan yang benar, peganglah ia, bila kalian menoleh ke kanan dan ke kiri niscaya kalian akan benar-benar tersesat sejauh-jauhnya.”
Berpegang Kepada Jalan Ahlus Sunnah
Kami telah katakan bahwa salaf shalih sangat berhati-hati terhadap semua bid’ah sekalipun ia tidak mengapa, karena mereka tidak ingin mengadaadakan sesuatu yang tidak ada.
Ada beberapa hal baru yang tidak bertentangan dengan syariat, melakukanya bukan merupakan kelancangan terhadapnya, maka mereka: memandang tidak mengapa melakukannya, sebagaimana diriwayatkan bahwa orang-orang shalat di malam bulan Ramadhan secara terpisahpisah, seorang laki-laki shalat dan dia diikuti oleh beberapa orang, maka Umar bin al-Khaththab menyatukan mereka di belakang Ubay bin Kaab, manakala Umar keluar dan melihat mereka, dia berkata, “Sebaik-baik bid’ah adalah ini.”
Karena shalat berjamaah disyariatkan.
Dari apa yang kami katakan di atas bisa diketahui bahwa ahlus sunnah adalah orang-orang yang mengikuti dan bahwa ahli bid’ah adalah orang-orang yang memunculkan sesuatu yang sebelumnya tidak ada tanpa sandaran, karena itu mereka bersembunyi di balik bid’ah mereka, sedangkan ahlus sunnah tidak menyembunyikan madzhab mereka, kalimat mereka jelas, madzhab mereka masyhur dan akibat yang baik adalah milik mereka. Dari al-Mughirah bin Syu’bah, ia berkata, Rasulullah bersabda:
“Akan senantiasa ada sekelompok orang dari umatku yang berpegang
kepada kebenaran sampai datang keputusan Allah sementara mereka tetap demikian.” Diriwayatkan dalam ash-Shahihain. Muhammad bin Ismail al-Bukhari berkata, Ali bin al-Madini berkata, “Mereka adalah Ashabul Hadits.”
Terpecahnya Ahli Bid’ah Dari Abu Hurairah, ia berkata, Rasulullah bersabda:
“Orang-orang Yahudi terpecah menjadi tujuh puluh satu aliran atau tujuh puluh dua, orang-orang Nasrani seperti itu, umatku terpecah menjadi tujuh puluh tiga aliran.” At-Tirmidzi berkata, “Hadits shahih.”
Kami telah menyebutkan hadits ini di bab sebelumnya, dalam hadits disebutkan, “Semuanya di neraka kecuali satu golongan.” Mereka bertanya, “Wahai Rasulullah, siapa mereka?” Nabi menjawab, “Orang-orang yang berpegang kepada apa yang aku sahabatku pegang.”
Bila ada yang bertanya, apakah aliran-aliran ini dikenal? Kami menjawab, bahwa kami mengetahui perpecahan dan dasar-dasar perpecahan tersebut, bahwa setiap golongan terpecah lagi menjadi beberapa golongan, sekalipun kita tidak bisa mengetahui nama golongan-golongan tersebut dan madzhab-madzhabnya, namun kami mengetahui dasar-dasar aliran yaitu Haruriyah, Qadariyah, Jahmiyah, Murji’ah, Rafidhah dan Jabariyah.
Sebagian ulama mengatakan bahwa induk aliran-aliran yang sesat adalah enam aliran besar ini, setiap aliran darinya terbagi menjadi dua belas sekte, sehingga semuanya menjadi tujuh puluh tiga aliran.
Haruriyah terbagi menjadi dua belas sekte, mereka adalah:
‘ Yang pertama adalah Azarqiyah, mereka mengatakan, “Kami tidak mengetahui seseorang beriman.” Mereka mengkafirkan ahli kiblat kecuali siapa yang mengikuti ajaran mereka.
‘ Ibadhiyah, mereka berkata, “Barangsiapa mengambil pendapat kami maka dia mukmin, barangsiapa berpaling darinya maka dia munafik,”
‘ Tsa’labiyah, mereka berkata, “Allah tidak menetapkan dan tidak mentakdirkan.”
‘Hazimiyah, mereka berkata, “Kami tidak tahu apa itu iman, semua makhluk dimaklumi.”
‘ Khalafiyah, mereka berkata, “Barangsiapa laki-laki maupun perempuan meninggalkan jihad maka dia kafir.”
‘ Mukarramiyah, mereka berkata, “Seseorang tidak patut menyentuh orang lain, karena dia tidak tahu apakah yang disentuhnya suci atau najis, dan tidak pula makan bersamanya sehingga dia bertaubat dan mandi.”
‘ Kanziyah, mereka berkata, “Seseorang tidak patut memberikan hartanya kepada orang lain,-karena bisa jadi orang yang diberi tidak berhak untuk diberi, sebaliknya dia harus menimbun hartanya di dalam tanah sampai ahlul haq menang dan berkuasa.”
‘ Samrakhiyah, mereka berkata, “Tidak mengapa menyentuh wanita asing, karena mereka adalah aroma yang wangi.”
‘ Akhnasiyah, mereka berkata, “Mayit tidak mendapatkan kebaikan dan tidak tertimpa keburukan sesudah kematiannya.”
‘ Muhakkimiyah, mereka berkata, “Barangsiapa berhakim kepada makhluk maka dia kafir.”
‘ Mu’tazilah dari Haruriyah, mereka berkata, “Urusan di antara Alli dan Mu’awiyah samar bagi kami, maka kami berlepas diri dari kedua kubu.”
‘ Maemuniyah, mereka berkata, “Tidak ada pemimpin kecuali bila direstui oleh orang-orang yang kami cintai.”
Sedangkan Qadariyah terbagi menjadi dua belas sekte, mereka adalah:
‘ Ahmariyah, sekte ini berpendapat bahwa syarat keadilan dari Allah adalah hendaknya Dia menyerahkan segala urusan hamba kepada para hamba, menghalangi mereka agar tidak berbuat kemaksiatan.
‘ Tsanawiyah, mereka berpendapat bahwa kebaikan dari Allah sedangkan keburukan dari Iblis.
‘ Mu’tazilah, mereka adalah orang-orang yang berkata al-Qur’an makhluk, mereka mengingkari ru‘yat (melihat Allah pada Hari Kiamat),
‘ Kaisaniyah, mereka adalah orang-orang yang mengatakan, “Kami tidak tahu, apakah perbuatan-perbuatan ini dari Allah atau manusia? Kami juga tak tahu apakah manusia diberi pahala atau siksa sesudah mereka mati?”
‘ Syaithaniyah, mereka mengatakan, “Sesungguhnya Allah tidak menciptakan setan.”
‘ Syarikiyah, mereka mengatakan, “Sesungguhnya keburukankeburukan ditakdirkan kecuali kekufuran.”
‘ Wahmiyah, mereka mengatakan, “Perbuatan-perbuatan makhluk dan ucapan mereka tidak memiliki dzat, kebaikan dan keburukan juga tidak memiliki dzat.”
‘ Rawandiyah, mereka berkata, “Mengamalkan semua kitab yang diturunkan dari Allah adalah hagq, baik ia nasikh maupun mansukh.”
‘ Batriyah, mereka mengatakan, “Barangsiapa bermaksiat kemudian bertaubat maka taubatnya tidak diterima.”
‘ Nakitsiyah, mereka berkata, “Barangsiapa membatalkan perjanjian baiat dengan Rasulullah maka dia tak berdosa.”
‘ Qasithiyah, mereka mementingkan mencari dunia daripada zuhud padanya.
‘ Nizhamiyah, mereka mengikuti Ibrahim an-Nazhzham yang berkata, “Barangsiapa berkata Allah sesuatu maka dia kafir.”
Jahmiyah terbagi menjadi dua belas sekte, mereka adalah:
‘ Mu’aththilah, mereka berpendapat bahwa segala sesuatu yang dibayangkan oleh benak seseorang maka ia adalah makhluk, barangsiapa berkata Allah dapat dilihat maka dia kafir.
‘ Marisiyyah, mereka mengatakan, “Kebanyakan sifat-sifat Allah adalah makhluk.”
‘ Multazimah, mereka meyakini bahwa Allah ada di semua tempat.
‘ Waridiyah, mereka mengatakan, “Barangsiapa mengetahul Tuhan. nya maka dia tidak masuk neraka, barangsiapa masuk neraka maka dia tidak akan keluar darinya selama-lamanya.”
‘ Zanadiqah, mereka mengatakan, “Bukan hak seseorang untuk menetapkan Tuhan bagi dirinya, karena menetapkan hanya dilakukan setelah pengetahuan inderawi, sesuatu yang diketahui bukanlah Tuhan, sesuatu yang tak diketahui tak bisa ditetapkan.”
‘ Harqiyah, mereka berpendapat bahwa api membakar orang kafir sekali saja, kemudian dia terus terbakar selamanya namun tidak merasakan panasnya api.
‘ Makhluqiyah, mereka berpendapat bahwa al-’Qur’an makhluk.
‘ Faniyah, mereka berpendapat bahwa surga dan neraka fana.™ Di antara mereka ada yang mengatakan, bahwa surga dan neraka belum diciptakan.
‘ Musghiriyah, mereka mengingkari para rasul, mereka berkata, “Para . rasul hanya para penguasa.”
‘ Waaifiyah, mereka berkata, “Kami tidak berkata al-Qur’an makhluk dan al-Qur’an bukan makhluk.”
‘ Qabriyah, mereka mengingkari adanya adzab kubur dan syafaat.6 .
‘ Lafzhiyah yang berkata, “Lafazh kami dengan al-Qur’an makhluk.”
Murji’ah terbagi menjadi dua belas sekte, mereka adalah:
‘ Tarikiyah, mereka berkata, “Allah tidak mewajibkan apa pun atas hamba-hambaNya kecuali beriman kepadaNya, barangsiapa beriman kepada Allah dan mengetahuinya maka silakan melakukan apa pun yang diinginkannya.”
‘ Saibiyah, mereka berkata, “Allah membiarkan makhlukNya sehingga mereka bisa melakukan apa yang mereka kehendaki.”
‘ Rajiyah, mereka berkata bahwa orang yang taat tidak kami sebut sebagai orang taat, begitu pula pelaku maksiat tidak kami sebut sebagai pelaku maksiat, karena kita tidak mengetahui nasibnya di depan Allah.
‘ Syakiyah, mereka berkata, “Ketaatan-ketaatan bukan termasuk iman.”
‘ Baehasiyah, mereka berkata, “Iman adalah mengetahui, barangsiapa tidak mengetahui mana yang haq dan mana yang batil, mana yang halal dan mana yang haram, berarti ia orang kafir.”
‘ Manqushiyah, mereka mengatakan, “Iman tak bertambah dan tak berkurang.”
‘ Mustatsniyah, mereka menafikan istitsna’ (ucapan insya Allah) dalam iman.
‘ Musyabbihah, mereka berkata, “Allah mempunyai penglihatan seperti penglihatanku, tangan seperti tanganku.” .
‘ Hasyawiyah, mereka menetapkan hukum hadits-hadits adalah satu, menurut mereka orang yang meninggalkan ibadah sunnah sama dengan orang yang meninggalkan ibadah wajib.
‘ Zhahiriyah, mereka adalah orang-orang yang menafikan qiyas.
‘ Bid’iyah, mereka adalah orang-orang pertama yang membuat halhal baru dari umat ini.
Rafidhah terpecah menjadi dua belas sekte, mereka adalah:
‘ Alawiyah, mereka mengatakan, “Kerasulan adalah milik Ali, dan Jibril salah memberikannya.”
‘ Amriyah, mereka mengatakan, “Ali adalah sekutu Muhammad dalam perkara kenabian.”
‘ Syi’ah, mereka mengatakan, “Ali adalah penerima wasiat Rasulullah, penerus beliau sesudahnya, umat menjadi kafir karena membaiat selain Ali.”
‘ Ishaqiyah, mereka mengatakan, “Kenabian tak pernah terputus sampai Hari Kiamat, barangsiapa mengetahui ilmu ahli bait maka dia adalah nabi.”
‘ Nawusiyah, mereka berkata, “Umat yang terbaik adalah Ali, barangsiapa mengunggulkan selain Ali atasnya maka dia kafir.”
‘ Imamiyah, mereka berkata, “Dunia tidak mungkin kosong dari imam dari kalangan anak keturunan al-Husain, karena-Jibril mengenal imam tersebut, bila dia mati maka dia menggantinya dengan orang lain.”
‘ Yazidiyah, mereka berkata, “Semua anak al-Husain adalah para imam dalam shalat, bila seseorang dari mereka ada maka tak boleh shalat di belakang selainnya, baik dia orang baik atau orang fajir.”
‘ Abbasiyah, mereka mengatakan, “Abbas lebih patut menjadi khalifah daripada selainnya.”
‘ Mutanasikhah, mereka mengatakan, bahwa arwah mengalami , reinkarnasi, bila pemiliknya adalah orang baik, maka ruhnya keluar dan masuk kepada seseorang yang membuatnya berbahagia, dan bila orang jahat, maka ruh masuk kepada seseorang yang yang membuatnya hidup sengsara.
‘ Raj’iyah, mereka berpendapat bahwa Ali dan rekan-rekannya akan kembali ke dunia dan membalas musuh-musuh mereka.
‘ La’iniyah, mereka adalah’ orang-orang yang melaknat Utsman, Thalhah, az-Zubair, Mu’awiyah, Abu Muda, Aisyah dan lainnya.
‘ Mutarabbishah, mereka berpakaian ala ahli ibadah, mereka menunjuk di setiap zaman seseorang, kepadanya mereka menyerahkan urusan, mereka memandangnya Mahdi umat ini, bila dia mati, maka mereka menunjuk penggantinya.
Jabariyah terpecah menjadi dua belas sekte, di antara mereka adalah:
‘ Mudhtharibah, mereka mengatakan, “Manusia tak mempunyai perbuatan, sebaliknya Allah-lah yang melakukan semuanya.”
‘ Afvaliyah, mereka mengatakan, “Kita mempunyai perbuatan-perbuatan, namun kita tidak memiliki kemampuan padanya, kita hanya seperti hewan ternak yang dituntun dengan tali.”
‘ Mafruqhiyah, mereka Mengatakan, “Segala sesuatu telah diciptakan, dan sekarang tak ada sesuatu pun yang diciptakan.”
‘ Najjariyah, mereka mengklaim bahwa Allah menyikasa manusia atas perbuatanNya bukan perbuatan mereka.
‘ Mananiyah, mereka mengatakan, “Peganglah apa yang terlintas di dalam hatimu, lakukan apa yang kamu pandang baik.”
‘ Kasbiyah, mereka mengatakan, bahwa hamba tidak mendapatkan pahala dan tidak pula hukuman.
‘ Sabiqiyah, mereka mengatakan, “Barangsiapa ingin beramal maka silakan, dan barangsiapa tak ingin maka silakan, karena orang yang bahagia tak terpengaruh oleh dosanya, dan orang yang sengsara tak mengambil manfaat dari kebaikannya.”
‘ Muhabbiyah, mereka berkata, “Barangsiapa minum gelas cinta kepada Allah maka gugurlah kewajiban-kewajiban agama darinya.”
‘ Khaufiyah, mereka mengatakan, “Barangsiapa mencintai Allah maka dia tidak takut kepadaNya, karena orang yang mencintai tidak takut kepada orang yang dicintainya.”
‘ Khassiyah, mereka mengatakan, bahwa dunia di antara manusia adalah sama, tidak ada perbedaan dalam apa yang diwariskan oleh bapak mereka Adam.
‘ Ma’iyah, mereka berkata, “Dari kami perbuatan dan dari kami kemampuan.”
Bab III : Mewaspadai fitnah dan tipu daya Iblis
Metahuilah bahwa manusia dititipi hawa nafsu dan syahwat sebagai alat untuk mendatangkan apa yang bermanfaat baginya, ia dititipi amarah untuk menepis apa yang menyakitinya, ia diberi akal sebagai pendidik, mengajaknya berbuat adil dalam apa yang dilakukan dan ditinggalkan.
Setan diciptakan sebagai penghasung bagi manusia untuk berlebihlebihan dalam melakukan dan meninggalkan, maka sudah sewajibnya bagi orang yang berakal bersikap waspada terhadap musuh yang telah mengumumkan permusuhannya sejak zaman Adam 32%, dan dia telah mengorbankan umur dan nafasnya demi merusak kehidupan anak manusia.
Allah telah memerintahkan kita agar mewaspadainya.
Dia berfirman:
“Dan janganiah kamu mengikuti langkah-langkah setan; karena sesungguhnya setan itu adalah musuh yang nyata bagimu. Sesungguhnya setan itu hanya menyuruh kamu berbuat jahat dan keji, dan mengatakan terhadap Allah apa yang tidak kamu ketahui.” (QS. al-Baqarah: 168-169).
Dia berfirman:
“Setan menjanjikan (menakut-nakuti) kamu dengan kemiskinan dan menyuruh kamu berbuat kejahatan (kikir).” (QS. al-Baqarah: 268).
Dia berfirman:
“Dan setan bermaksud menyesatkan mereka (dengan) penyesatan yang sejauh-jauhnya.” (QS. an-Nisa’: 60).
Dia berfirman:
“Sesungguhnya setan itu. bermaksud hendak menimbulkan . permusuhan dan kebencian di antara kamu lantaran (meminum) khamar dan berjudi itu, dan menghalangi kamu dari mengingat Allah dan sembahyang; maka berhentilah kamu (dari mengerjakan pekerjaan itu).” (QS. al-Maidah: 91).
Dia berfirman:
“Sesungguhnya setan itu adalah musuh yang menyesatkan lagi nyata .(permusuhannya).” (QS. al-Qashash: 15).
Dia berfirman:
“Sesungguhnya setan itu adalah musuh bagimu, maka anggaplah ia musuh (mu), karena sesungguhnya setan-setan itu hanya mengajak golongannya supaya mereka menjadi penghuni neraka yang menyalanyala.” (QS. Fathir: 6).
Dia berfirman:
“Dan jangan (pula) penipu (setan) memperdayakan kamu dalam (menaati) Allah.” (QS. Luqman: 33).
Dia berfirman:
“Bukankah Aku telah memerintahkan kepadamu hai Bani Adam supaya kamu tidak menyembah setan? Sesungguhnya setan itu adalah musuh yang nyata bagi kamu.” (QS. Yasin: 60).
Dan ayat-ayat yang senada dalam al-Qur’an berjumlah banyak. Mewaspadai Fitnah dan Tipu Daya Iblis Anda harus tahu bahwa Iblis yang sibuk dengan upaya mengacaukan urusan manusia adalah korban pertama dari upayanya sendiri, dia berpaling dari nash yang jelas-jelas memerintahkannya untuk sujud, dan dia memilih membandingkan asal-usul, dia berkata:
“Karena Engkau ciptakan aku dari api, sedangkan dia Engkau ciptakan dari tanah.” (QS. Shad: 76).
Kemudian dia menyusulkannya dengan sanggahan terhadap Allah, Maharaja yang Mahabijak, dia berkata:
“Terangkanlah kepadaku inikah orangnya yang Engkau muliakan atas diriku?” (QS. al-Isra’: 62).
Maksudnya, “Katakan kepadaku mengapa Engkau memuliakannya atasku?” Dia menyanggah Allah karena dalam pandangannya apa yang dilakukan Allah lepas dari hikmah, kemudian dia menyusulkannya dengan kesombongan, dia berkata:
“Aku lebih baik daripadanya,” (QS. Shad: 76).
Kemudian dia menolak untuk sujud, maka dia menghinakan dirinya, padahal sebenarnya dia ingin mengagungkannya, melalui laknat dan hukuman.
Bila Iblis menggoda seseorang, maka orang tersebut harus mewas( padainya dengan kewaspadaan yang tinggi, hendaknya dia berkata kepada Iblis saat dia mengajaknya berbuat buruk, “Kamu ingin menasihatiku dengan memerintahkanku agar aku menggapai syahwatku, bagaimana sebuah nasihat seseorang untuk orang lain bisa dipercaya bila yang bersangkutan tidak menasihati dirinya sendiri? Di samping itu, bagaimana aku bisa menerima nasihat seorang musuh? Pergilah! tidak ada jalan bagi kata-katamu pada diriku!”
Selanjutnya tidak tersisa bagi Iblis kecuali meminta bantuan jiwa, karena dia mendorong kepada hawa nafsunya, maka hendaknya orang yang diserang olehnya menghadirkan akal ke rumah pertimbangan guna memikirkan akibat-akibat buruk dosa, dengan harapan benteng taufik berkenan mengirimkan bala tentara kekuatannya sehingga bisa mengalahkan bala tentara hawa nafsu.
Dari Iyadh bin Himar, ia berkata, Rasulullah bersabda:
“Wahai manusia, sesungguhnya Allah memerintahkanku agar mengajarkan kepada kalian apa yang kalian tidak ketahui dari apa yang Dia ajarkan kepadaku pada hariku ini, ‘Sesungguhnya semua harta yang Aku berikan kepada hambaKu adalah halal baginya, sesungguhnya Aku menciptakan hamba-hambaKu dalam keadaan lurus bersih seluruhnya lalu setan datang kepada mereka dan memalingkan mereka dari agama mereka, Aku memerintahkan mereka agar tidak menyekutukanKu dengan sesuatu yang Aku tidak menurunkan bukti atasnya.’ Sesungguhnya Allah melihat kepada penduduk bumi lalu Dia memurkai mereka, baik yang Arab maupun yang Ajam kecuali sisa-sisa dari ahli kitab.”
Dari Jabir bin Abdullah, ia berkata, Rasulullah bersabda:
“Sesungguhnya Iblis meletakkan singgasananya di atas air kemudian dia mengirim bala tentaranya. Bala tentara yang paling dekat kedudukannya dengan Iblis adalah yang paling besar fitnahnya, salah seorang dari mereka datang seraya berkata, Aku melakukan ini dan ini.’ Iblis berkata, ‘Kamu tidak melakukan apa pun.’ Salah seorang dari mereka datang seraya berkata, ‘Aku terus bersama fulan, tidak meninggalkannya sehingga aku bisa memisahkannya dengan istrinya.’ Maka Iblis mendekatkannya kepada dirinya atau dia berkata, merangkulnya dan berkata, ‘Ya kamu.”
Dari Jabir bahwa Nabi bersabda:
“Sesungguhnya Iblis telah berputus asa untuk disembah orang-orang yang shalat, akan tetapi usahanya adalah merusak hubungan di antara mereka, ”
Fitnah-fitnah dan tipu daya setan berjumlah banyak, sebagian darinya tersurat dalam buku ini di tempat yang sesuai dengan keadaannya insya Allah.
Karena banyaknya fitnah setan dan keterkaitannya yang sangat erat dengan hati maka selamat darinya relatif sulit, karena siapa yang diajak kepada sesuatu yang sejalan dengan tabiat jiwanya maka dia akan meresponnya dengan sangat antusias, laksana bahtera yang meluncur di air terjun, betapa cepatnya ia turun ke bawah.
Pemberitahuan Bahwa Setiap Manusia Bersama Setan Dari Aisyah istri Nabi bahwa Rasulullah keluar dari sisinya di malam hari, Aisyah berkata, “Aku cemburu dan beliau mengetahui perbuatanku, maka beliau bersabda, Ada apa denganmu wahai Aisyah? Kamu cemburu?’ Aku menjawab, ‘Apakah orang sepertiku tidak pantas cemburu terhadap orang sepertimu?’ Nabi bertanya, Apakah setanmu telah mendatangimu?’ Aisyah balik bertanya, “Ya Rasulullah, apakah bersamaku ada setan?’ Nabi menjawab, ‘Ya.’ Aisyah bertanya, ‘Bersama setiap manusia juga?’ Nabi menjawab, ‘Ya.’ Aisyah bertanya, ‘Termasuk engkau wahai Rasulullah?’ Nabi menjawab, ‘Ya, akan tetapi Rabbku menolongku atasnya sehingga dia masuk Islam.’”
Al-Khaththabi berkata, “Kebanyakan rawi berkata, ‘Asiama’ dengan kata kerja bentuk lampau kecuali Sufyan bin Uyainah, dia berkata, ‘Fa aslamu’, yakni aku selamat dari keburukannya, dan dia (Sufyan) mengatakan bahwa setan tidak masuk Islam.”
Syaikh berkata, Ucapan Ibnu Uyainah bagus, ia memperlihatkan buah mujahadah dalam rangka menyelisihi setan, hanya saja hadits Ibnu Mas’ud menolak ucapan Ibnu Uyainah, yaitu dari Ibnu Mas’ud, dia memarfu’kannya, “Tidak seorang pun dari kalian kecuali telah diserahi satu qarin dari jin dan qarin dari malaikat.” Mereka bertanya, “Termasuk Anda wahai Rasulullah?” Nabi menjawab, “Ya, termasuk aku, akan tetapi Allah membantuku atasnya sehingga dia tidak memerintahkanku kecuali dengan kebenaran.” Dalam sebuah riwayat, “Dia tidak memerintahkanku kecuali dengan kebaikan.”
Syaikh berkata, diriwayatkan oleh Muslim secara tersendiri,”? zhahirnya menunjukkan bahwa setan masuk Islam, walaupun ia mengandung pendapat lainnya.
Setan Mengalir Pada Diri Manusia Seperti Aliran Darah Dari Shafiyyah binti Huyay istri Nabi, ia berkata, “Rasulullah sedang beri’tikaf, dan aku menjenguknya di malam hari, aku berbincang-bincang dengan beliau, kemudian aku berdiri hendak pulang, maka beliau berdiri hendak mengantarkanku —Rumah Shafiyyah di komplek perumahan Usamah bin Zaidlalu dua laki-laki Anshar lewat, manakala keduanya melihat Rasulullah, keduanya mempercepat langkah mereka, maka Nabi bersabda, ‘Berhentilah kalian berdua, sesungguhnya wanita ini adalah Shafiyyah binti Huyay.’ Keduanya berkata, “Ya Rasulullah, Mahasuci Allah.’ Nabi bersabda, ‘Sesungguhnya setan mengalir pada diri Bani Adam seperti aliran darah, sesungguhnya aku khawatir setan akan menanamkan keburukan dalam hati kalian berdua.’”
Al-Khaththabi berkata, “Hadits ini mengandung informasi dianjurkannya seseorang berhati-hati terhadap sesuatu yang buruk yang mungkin memicu dugaan buruk dan terlintas dalam benak pikiran, hendaknya seseorang berusaha mencari keselamatan dari dugaan manusia dengan memperlihatkan kebersihan dari hal-hal yang meragukan.”
Dalam hal ini diriwayatkan dari asy-Syafi’i bahwa dia berkata, “Nabi khawatir terjadi sesuatu yang tidak baik dalam hati mereka berdua sehingga mereka berdua bisa menjadi kafir karenanya, Nabi mengucapkan demikian karena beliau mengkhawatirkan keduanya bukan mengkhawatirkan dirinya sendiri.”
Berlindung dari Setan yang Terkutuk Allah memerintahkan kita agar memohon perlindungan kepadaNya dari setan yang terkutuk saat hendak membaca al-Qur’an. Dia berfirman:
“Apabila kamu membaca al-Qur’an, hendaklah kamu meminta perlindungan kepada Allah dari setan yang terkutuk.” (QS. an-Nahl: 98).
Dan saat terjadi sihir, Dia berfirman:
“Katakanlah, Aku berlindung kepada Rabb Yang Menguasai subuh, dari kejahatan makhlukNya, dan dari kejahatan malam apabila telah gelap gulita, dan dari kejahatan wanita-wanita tukang sihir yang menghembus pada buhul-buhul, dan dari kejahatan orang yang dengki apabila ia dengki’.” (QS. al-Falaq: 1-5).
Bila Allah memerintahkan kita agar mewaspadai kejahatan setan di dua keadaaan ini, lalu bagaimana dengan selain keduanya?
Dari Abu at-Tayyah berkata, “Aku berkata kepada Abdurrahman bin Khanbasy, ‘Kamu bertemu Nabi’ Dia menjawab, ‘Ya.’ Aku bertanya, ‘Apa yang dilakukan oleh Rasulullah di suatu malam saat setan hendak mencelakakan beliau?’ Maka dia menjawab, ‘Sesungguhnya para setan turun di malam itu dari lembah dan bukit kepada Rasulullah, di antara mereka ada satu setan yang memegang bongkahan api, dia hendak membakar wajah Rasulullah dengannya, maka Jibril turun dan berkata, ‘Wahai Muhammad, ucapkanlah.’ Nabi bertanya, Apa yang aku ucapkan?’ Jibril berkata, ‘Ucapkanlah! ‘Aku berlindung dengan kalimatkalimat Allah yang sempurna dari kejahatan apa yang Dia ciptakan dan Dia buat, dari kejahatan apa pun yang turun dari langit, dari keburukan apa pun yang naik ke langit, dari keburukan fitnah-fitnah malam dan siang, dari keburukan siapa yang datang di malam hari kecuali siapa yang datang di malam hari dengan membawa kebaikan, wahai Rahman.’ Dia berkata, “Maka api mereka padam dan Allah membinasakan mereka.”
Dari Aisyah bahwa Nabi bersabda, “Sesungguhnya setan datang kepada salah seorang di antara kalian, dia bertanya, ‘Siapa yang menciptakanmu?’ Maka dia menjawab, Allah.’ Dia bertanya, ‘Lalu siapa yang menciptakan Allah?’ Bila salah seorang di antara kalian merasakan hal itu maka hendaknya berkata, Aku beriman kepada Allah dan RasulNya.’
Maka hal itu akan lenyap darinya ”
Dari Ibnu Abbas , ia berkata, bahwa Rasulullah melindungi al Hasan dan al Husain, beliau bersabda, “Aku memohon perlindungan untuk kalian berdua dengan kalimat-kalimat Allah yang sempurna dari semua setan dan jiwa buruk, serta dari sernua tatapan mata jahat.” Kemudian beliau bersabda, “Demikian bapakku [brahim melindungi kedua putranya Ismail dan Ishaq.” Diriwayatkan dalam ash-Shahihain,
Abu Bakar al-Anbari berkata, “Al-hammah adalah kata tunggal darj al-hawam, yaitu semua jiwa yang berkeinginan buruk. Al-lammah adalah al-mulimmah, Nabi mengatakan Jammah agar senada dengan hammah sehingga hal itu lebih ringan untuk diucapkan oleh lisan.”
Mutharrif berkata, “Aku melihat, ternyata manusia tergeletak di hadapan Allah dan Iblis, maka barangsiapa Allah berkehendak untuk menjaganya, maka Dia menjaganya, dan bila Allah membiarkannya maka Iblis membawanya pergi.” .
Dikisahkan dari sebagian salaf bahwa dia berkata kepada muridnya, “Apa yang kamu lakukan terhadap setan manakala dia merayumu berbuat dosa?” Dia menjawab, “Aku melawannya.” Dia bertanya, “Bagaimana bila setan itu kembali?” Dia menjawab, “Aku melawannya.” Dia bertanya, “Bagaimana bila setan itu kembali?” Dia menjawab, “Aku melawannya.” Dia berkata, “Ini lama. Bagaimana bila kamu melewati sekawanan domba lalu anjing penjaganya menggonggongimu atau menghalangimu untuk berlalu, apa yang kamu lakukan?” Dia menjawab, “Aku melawannya sebisaku.” Dia berkata, “Ini lama bagimu, semestinya mintalah bantuan kepada pemilik domba tersebut, niscaya dia akan mencegahnya untuk menyerangmu.”
Ketahuilah bahwa Iblis dengan orang yang bertakwa dan orang yang mencampur kebaikan dan keburukan adalah seperti seorang laki-laki yang duduk di depan makanan laiu seekor anjing datang, maka orang itu berkata kepada anjing, “Hus, pergilah.” Maka anjing itu pergi. Anjing itu datang kepada seorang laki-laki yang duduk menghadapi makanan dan daging, dia mengusirnya namun anjing tak beranjak. Orang pertama adalah seperti orang yang bertakwa, setan datang kepadanya, dia cukup mengusirnya dengan dzikir, sedangkan orang kedua adalah orang yang mencampuradukkan kebaikan dengan keburukan, sehingga setan tidak meninggalkannya karena perbuatannya yang mencampuradukkan kebaikan dan keburukan itu. Kami berlindung kepada Allah dari setan.
Bab IV : Makna Talbis dan Ghurur
Talbis adalah memperlihatkan kebatilan dalam potret kebenaran, sedangkan ghurur adalah sebuah bentuk kebodohan yang membuat pemiliknya meyakini apa yang rusak benar dan apa yang buruk bagus, disebabkan karena adanya syubhat yang mengharuskannya demikian.
Iblis masuk kepada manusia sebatas kemampuannya, kekuasaan Iblis atas manusia menguat dan melemah sesuai dengan kadar kewaspadaan manusia dan kelalaian mereka, kebodohan dan ilmu mereka.
Ketahuilah bahwa hati itu ibarat benteng, benteng itu dikelilingi oleh pagar, pagar itu memiliki pintu-pintu dan pada pagar itu terdapat celahcelah, penghuninya adalah akal, sedangkan para malaikat datang dan pergi dari benteng, di sampingnya ada tempat untuk hawa nafsu, setan datang secara bergilir ke tempat hawa nafsu ini tanpa penghalang, perang terjadi antara penghuni benteng dengan setan yang berada di sampingnya, setan-setan terus berkeliling di sekitar benteng menantikan kelengahan para penjaga sehingga dia bisa menyusup melalui celah-celah yang ada di pagar, penjaga harus mengenal semua pintu-pintu benteng di mana dia bertugas menjaganya, mengetahui semua celah yang darinya musuh bisa menyusup, hendaknya penjaga tidak lengah sesaat pun karena musuh selalu mengintai.
Seorang laki-laki bertanya kepada al-Hasan al Bashry, “Apakah Iblis tidur?” Dia menjawab, “Seandainya dia tidur niscaya kita bisa beristirahat.”
Benteng itu bercahaya dengan dzikir, bersinar dengan iman, di sana ada kaca cermin yang bening, siapa yang melewatinya maka akan terlihat padanya. Perkara pertama yang dilakukan oleh setan dari markasnya adalah memperbanyak asap sehingga dinding benteng menghitam dan kaca cermin menjadi kotor, asap itu bisa diusir dengan kesempurnaan berpikir, cermin itu bisa bening kembali dengan dzikir terus-menerus. Musuh senantiasa menyerang, terkadang dia menyerang dan masuk ke dalam benteng, maka penjaga mengusirnya dan dia keluar darinya, terkadang musuh bisa masuk benteng lalu membuat kerusakan, dan terkadang sampai tinggal di sana karena penjaganya tidak tahu, terkadang angin yang semestinya mengusir asap tidak berhembus, hingga dinding benteng menjadi hitam dan kaca cermin menjadi keruh, setan pun lewat tanpa tertangkap oleh cermin, terkadang penjaganya terluka karena dia dalam keadaan tidak siap, ditawan dan diperalat, mencari-cari cara dalam memperturut hawa nafsunya dan membantunya, dan terkadang ia seperti ahli fikih dalam keburukan.
Sebagian salaf berkata, “Aku bertemu setan, dia berkata kepadaku, ‘Dulu aku bertemu manusia dan aku mengajari mereka, tetapi sekarang, aku bertemu mereka dan belajar dari mereka.”
Terkadang setan menyerang orang cerdik lagi pandai, dia membawa pengantin hawa nafsu dan memperlihatkannya di depannya, maka orang cerdik tersebut sibuk menatap dan melihatnya hingga setan berhasil menawannya.
Tambang paling Rokoh untuk mengikat tawanan adalah kebodohan, sedang kekuatannya adalah hawa nafsu, dan yang paling lemah adalah kelengahan. Selama seorang mukmin memakai baju besi iman, maka anak panah musuh tidak akan menembus bagian uital tubuhnya.
Al-Hasan bin Shalih berkata, “Sesungguhnya setan membuka sembilan puluh sembilan pintu kebaikan dengan maksud ingin memasukkan hamba ke dalam satu pintu keburukan.”
Dari al-A’masy berkata, “Ada seorang laki-laki yang bisa berbicara dengan jin menyampaikan kepada kami, mereka berkata, ‘Tidak ada orang yang lebih berat bagi kami daripada orang yang mengikuti sunnah, adapun pengikut hawa nafsu, maka kami benar-benar mempermainkannya.’”
Bab V : Talbis Iblis dibidang Akidah dan Agama
Talbis Iblis atas Sufistha ‘iyah
Syaikh mengatakan bahwa mereka adalah orang-orang yang menisbatkan diri mereka kepada seorang laki-laki bernama Sufistha. Mereka mengklaim bahwa segala perkara tidak memiliki hakikat, bahwa apa yang menurut kita tidak mungkin bisa jadi merupakan apa yang kita saksikan, dan bisa jadi ia tidak sebagaimana yang kita saksikan.
Para ulama telah menyodorkan pertanyaan kepada mereka, yakni apakah pendapat kalian ini memiliki hakikat atau tidak? Bila kalian berkata tidak memiliki hakikat, dan kalian membolehkan kebatilan padanya, maka bagaimana kalian boleh mengajak kepada sesuatu yang tidak memiliki hakikat? Dengan pendapat kalian itu sendiri, kalian telah mengakui tidak boleh menerima pendapat kalian. Bila kalian berkata ia memiliki hakikat maka kalian meninggalkan pendapat kalian sendiri.
Pendapat mereka ini disebutkan oleh Abu Muhammad al-Hasan bin Musa an-Nubakhti dalam kitab al-Ara’ wa ad-Diyanat, dia berkata, “Aku melihat banyak ahli kalam telah melakukan kesalahan yang nyata terhadap perkara mereka, karena ahli kalam telah mendebat dan membantah mereka, menghadirkan argumentasi-argumentasi dengan maksud membantah mereka, padahal mereka tidak menetapkan sebuah hakikat, dan tidak mengakui hal kongkrit. Bagaimana bisa engkau berbicara dengan orang yang mengatakan, ‘Aku tidak tahu, apakah dia berbicara kepadaku atau tidak?’ Bagaimana bisa engkau berdialog atau mengajak berdiskusi orang yang mengaku bahwa dia tidak tahu apakah dia ada atau tidak ada? Dan bagaimana bisa engkau mengajak bicara orang yang mengakui bahwa berbicara tidak ada bedanya dengan diam dalam penjelasan dan bahwa yang benar sama dengan yang rusak? Kemudian orang yang diajak berdiskusi hanyalah orang yang mengakui hal mendasar atau mengakui suatu perkara, sehingga apa yang diakuinya bisa dijadikan sebagai sarana untuk menetapkan apa yang diingkarinya, adapun orang yang tidak mengakui hal itu maka berdialog dengannya tidak ada qunanya.”
Syaikh mengatakan bahwa kata-kata ini telah disanqgah oleh Abu alWafa bin Aqil, maka beliau berkata, “Ada orang-orang yang berkata, ““Bagaimana orang-orang itu bisa diajak berbicara? Upaya yang mungkin dilakukan oleh pendialog adalah mendekatkan perkara yang logis ke yang kongkrit, menjadikan sesuatu yang riil sebagai bukti dan menjadikannya sebagai petunjuk atas sesuatu yang ghaib, sementara orang-orang itu tidak mengakui hal-hal kongkrit, lalu dengan apa mereka bisa diajak berbicara?’”
Ibnu Adil berkata, bahwa ini adalah kata-kata orang yang sempit dada, dan tidak patut berputus ada dalam menghadapi orang-orang seperti mereka, karena apa yang menimpa mereka tidak lebih dari sekedar was-was, maka dada kita tidak patut berubah sempit karenanya, sebab mereka adalah orang-orang yang mengalami penyimpangan tabiat yang bersifat insidentil, perumpamaan kita dengan mereka tidak lain seperti seorang laki-laki yang mempunyai seorang anak yang juling, dia melihat rembulan bukan satu tetapi dua, hingga dia tidak pernah ragu bahwa di langit ada dua rembulan, maka bapaknya berkata kepadanya, “Rem. bulan hanya satu, yang salah adalah kedua matamu. Tutuplah mata julingmu dan lihatlah.” Manakala dia melakukan, dia berkata, “Aku melihat satu rembulan, hal itu karena aku menutupi salah satu mataku, akibatnya rembulan yang kedua tidak terlihat.” Anak ini menghadirkan syubhat kedua dari apa yang dilakukannya atas perintah bapaknya, maka bapaknya berkata kepadanya, “Bila perkaranya seperti yang kamu ucapkan, maka tutuplah matamu yang sehat.” Maka dia melakukannya, dia pun melihat dua rembulan, saat itu lah dia mengetahui kebenaran kata-kata bapaknya.
Talbis Iblis atas Sekte-sekte Filsafat An-Nubakhti berkata, “Ada sekelompok dari kalangan orang-orang yang bodoh beranggapan bahwa segala sesuatu tidak memiliki satu hakikat yang sebenarnya, akan tetapi hakikatnya menurut setiap orang adalah menurut keyakinan masing-masing, orang yang menderita penyakit kuning merasakan madu itu pahit, sedangkan selainnya merasakannya manis.”
Mereka berkata, “Begitu juga alam semesta, ia qadim (sesuatu yang lama) menurut pihak yang berangapan qadim, namun ia hadits (sesuatu yang baru) menurut pihak yang meyakininya demikian, dan warna adalah badan bagi siapa yang meyakininya demikian, sementara ia adalah sifat bagi siapa yang meyakininya sifat.”
Mereka berkata, “Seandainya kita membayangkan tidak adanya dua keyakinan, niscaya perkaranya bergantung kepada keberadaan siapa yang meyakini!”
Mereka ini adalah setali tiga uang dengan kaum Sufistha’ iyah. Kepada mereka dikatakan, “Apakah pendapat kalian benar?” Maka mereka akan menjawab, “Benar menurut kami, salah menurut lawan kami.” Kami katakan, klaim kalian bahwa pendapat kalian shahih tertolak, pengakuan kalian bahwa pendapat kalian salah menurut lawan kalian adalah bukti atas keburukan kalian. Barangsiapa mengakui kebatilan pendapatnya dari satu sisi, maka dia telah mencukupkan lawannya sehingga lawannya tidak perlu menjelaskan kerusakan pendapatnya.
Di antara yang patut dikatakan kepada mereka, apakah kalian menetapkan hakikat bagi sesuatu yang kongkrit? Bila mereka berkata tidak, maka mereka sama dengan orang-orang pertama, dan bila mereka berkata bahwa hakikatnya menurut keyakinan, berarti mereka telah menafikan hakikat darinya pada dirinya, sedangkan pembicaraan bersama mereka sama dengan pembicaraan dengan orang-orang pertama.
An-Nubakhti berkata, bahwa di antara mereka ada yang berkata, “Alam selalu dalam keadaan mencair dan mengalir.” Mereka berkata, ~ bahwa manusia tidak bisa memikirkan satu perkara dua kali, karena segala sesuatu senantiasa berubah.
Maka kepada mereka dikatakan, “Bagaimana hal ini bisa diketahui sementara kalian telah mengingkari keberadaan sesuatu yang menetapkan ilmu, bisa jadi salah seorang di antara kalian yang menjawab sekarang bukanlah orang yang diajak berbicara?”
Talbis Iblis atas Dahriyin
Penulis berkata, bahwa Iblis telah menanamkan di benak banyak orang bahwa tidak ada Ilah, tidak ada pencipta, dan bahwa segala sesuatu terjadi tanpa ada yang menjadikan. Tatkala mereka tidak mengetahui pencipta melalui indera, mereka juga tidak menggunakan akal untuk meneq tapkanNya, maka mereka pun mengingkarinya.
Adakah orang yang berakal mengingkari pencipta?! Seandainya manusia melewati sebuah lembah tanpa bangunan, kemudian dia melewatinya untuk kedua kalinya dan kali ini dia melihat dinding yang ter bangun, maka dia yakin pasti ada pihak yang membangunnya. Bumi yang terhampar, langit yang terjunjung, bangunan-banguan alam raya yang begitu menakjubkan, kaidah-kaidah yang berjalan dengan penuh hikmah, apakah ia tidak menunjukkan sang pencipta?!
Betapa bagus apa yang diucapkan oleh sebagian Arab, “Sesungguhnya kotoran unta menunjukkan unta, bentuk alam atas dengan penuh kecanggihannya, bentuk alam bawah dengan penuh ketangguhannya, apakah keduanya tidak menunjukkan adanya Dzat yang Mahalembut lagi Mahatahu?”
Seandainya seseorang merenungkan dirinya sendiri niscaya dirinya sudah cukup menjadi bukti dan menyembuhkan orang yang sakit, karena dalam jasad ini terkandung hikmah-hikmah yang tidak memadahi untuk disuratkan dalam sebuah buku. Barangsiapa memperhatikan tajamnya gigi agar ia bisa memotong, tumpulnya geraham untuk mengunyah, lidah yang tak bertulang untuk membolak-balik makanan yang dikunyah, kekuasaan hati terhadap makanan sehingga ia mematangkannya, kemudian mengirimkannya kepada semua bagian tubuh sesuai dengan kadar yang dibutuhkan, lalu jari-jemari yang beruas-ruas sehingga ia bisa mengepal dan membuka serta bisa digunakan untuk bekerja, sedangkan ia tidak dijadikan berongga karena fungsinya yang sangat banyak, karena seandainya ia dijadikan berongga lalu dia berhadapan dengan sesuatu yang keras maka ia akan patah, dan sebagian dari jari dijadikan lebih Panjang dari yang lain sehingga ia bisa sama-rata manakala digenggam, dan disembunyikan sesuatu dalam tubuh apa yang menjadi kehidupannya, yaitu ruh yang bila ia hilang, maka akal yang menunjukkan kepada kebaikan akan rusak, dan segala sesuatu dari hal ini semua akan berteriak, “Apakah ada keragu-raguan terhadap Allah?” (QS. Ibrahim: 10).
Pengingkar membabi-buta dalam hal ini karena dia mencarinya dari sisi inderawi saja, di antara manusia ada yang mengingkarinya, karena manakala dia menetapkan wujudnya secara global dan tidak mengetahuinya secara terperinci, maka dia mengingkari asal wujud. Seandainya orang ini menggunakan pikirannya, niscaya dia mengetahui bahwa kita memiliki banyak hal yang tidak diketahui kecuali secara global saja seperti jiwa dan akal, tetapi tak seorang pun memungkiri keberadaan keduanya.
Bukankah tujuan utama hanyalah menetapkan penciptaan secara global, dan bagaimana dikatakan, bagaimana dia? Atau siapa dia?
Sedangakn tidak ada bagaimana dan tidak ada jatidiri!
Di antara dalil-dalil pasti atas wujud Khalik adalah bahwa alam semesta ini adalah hadits, buktinya alam tidak steril dari hal-hal yang diadakan, segala sesuatu yang tidak terpisahkan dari hal-hal yang diadakan adalah hadits, keberadaan sesuatu yang hadits ini pasti memerlukan pihak yang mengadakannya, dia adalah Allah sang Khalik.
Orang-orang atheis memiliki sanggahan terhadap ucapan kami, “Sesuatu yang diciptakan pasti memiliki pencipta.” Mereka berkata, dalam masalah ini kalian bergantung kepada sesuatu yang kongkrit, kepadanyalah kami mengajak kalian untuk berhakim. Kami katakan, sebagaimana sesuatu yang diciptakan pasti membutuhkan pencipta, maka demikian halnya dengan bentuk yang terjadi dari pencipta, ia memerlukan bahan di mana bentuk terjadi padanya seperti kayu untuk bentuk pintu dan besi untuk bentuk kapak.
Mereka.berkata, dalil kalian yang dengannya kalian menetapkan pencipta berkonsekuensi bahwa alam ini adalah qadim.
Kami menjawab, “Kita tak memerlukan bahan, sebaliknya kami katakan, pencipta membuat segala sesuatu tanpa contoh sebelumnya, kami mengetahui bahwa bentuk dan potret yang berubah-rubah pada jasad seperti bentuk lemari, tidak memiliki bahan, namun pembentuknya bisa membentuknya dan memang harus ada pihak yang membentuknya, kami telah memperlihatkan bentuk kepada kalian, ia adalah sesuatu yang datang bukan dari sesuatu, sementara kalian tidak mungkin menghadirkan kepada kami sebuah ciptaan tanpa pencipta.
Talbis Iblis atas Pemuja Tabiat
Penulis berkata, “Tatkala Iblis melihat bahwa pengikutnya dalam pengingkaran terhadap Khalik tidak banyak, karena akal membuktikan bahwa sesuatu yang diciptakan mengharuskan adanya pencipta yang mampu, maka dia berkata, ‘Tidak ada sesuatu yang diciptakan kecuali ia diciptakan dari hasil pengumpulan empat tabiat padanya, ini menujukkan bahwa keempat unsur tersebutlah yang berbuat.’”
Untuk menjawabnya, kami katakan bahwa berkumpulnya empat unsur tabiat menunjukkan keberadaannya bukan menunjukkan perbuatannya, kemudian sudah terbukti bahwa tabiat-tabiat tidak berbuat kecuali pada saat ia berkumpul dan bercampur dan hal itu menyelisihi tablatnya, in! membuktikan bahwa ia dikuasai bukan menguasai,
Mereka telah menerima bahwa ia tidak hidup, tidak mengetahui, tidak berkuasa. sudah dimaklumi bahwa perbuatan yang teratur dan tertata hanya bisa dilakukan oleh pihak yang mengetahui lagi bijaksana, maka bagaimana mungkin yang tidak berkuasa dan tidak mengetahui bisa berbuat?
Talbis Iblis atas Pengingkar Kebangkitan
Penulis berkata, Iblis telah meracuni banyak orang sehingga mereka mengingkari kebangkitan, mereka menganggap kebangkitan sesudah kehancuran adalah sesuatu yang sangat jauh. Iblis menegakkan dua syubhat bagi mereka:
– Pertama: Dia memperlihatkan kelemahan bahan penciptaan kepada mereka.
– Kedua: Bersatunya bagian-bagian anggota tubuh yang telah ber- serakan di dasar bumi. ‘ Mereka mengatakan, “Hewan terkadang memangsa hewan, bagaimana mungkin bisa dihidupkan kembali?
Al-Qur’an telah menyebutkan syubhat mereka, Allah berfirrnan untuk perkara yang pertama:
“Apakah ia menjanjikan kepada kamu sekalian, bahwa bila kamu telah mati dan telah menjadi tanah dan tulang belulang, kamu sesungguhnya akan dikeluarkan (dari kuburmu)? Jauh, jauh sekali (dari kebenaran) apa yang diancamkan kepada kamu itu,” (QS. al-Mukminun: 35).
Allah berfirman, untuk perkara yang kedua:
‘Apakah bila kami telah lenyap (hancur) di dalam tanah, kami benar-benar akan berada dalam ciptaan yang baru.” (QS. as-Sajdah: 10).
Ini adalah madzhab mayorits orang-orang jahiliyah. Salah seorang dari mereka berkata:
Rasul mengabarkan kepada kami bahwa kami akan hidup kembali
Bagaimana mungkin bagtan-bagian tubuh yang telah usang dan rusak bisa hidup?
Dan yang lain berkata, yaitu Abu al-Ala~ al-Ma’arri:
Hidup kemudian mati kemudian kebangkitan
Hanyalah kata-kata khurafat wahai Ummu Amru.
Jawaban atas syubhat mereka yang pertama: Lemahnya bahan pada yang kedua yaitu tanah tertolak dengan kenyataan bahwa awal manusia adalah dari setetes air, lalu sequmpal darah lalu seonggok daging.
Kemudian asal-usul manusia yaitu Adam adalah tanah. Perlu diketahui bahwa Allah tidak menciptakan sesuatu yang bagus kecuali dari bahan yang rendah. Dia menghidupkan manusia dari setetes air hina, membuat cendrawasih dari telur yang rusak dan pohon yang hijau dari biji yang berbau. Semestinya pandangan diarahkan kepada kekuatan dan kodrat pelaku bukan kepada lemahnya bahan.
Dengan melihat kepada kodratNya maka jawaban terhadap syubhat kedua didapatkan.
Kemudian kita menyaksikan sebuah contoh bagaimana terkumpulnya bahan-bahan yang tercerai berai, butiran-butiran emas yang terserak berantakan di tanah yang banyak, bila sedikit air raksa dituangkan kepadanya, maka serpihan-serpihan emas itu akan menyatu, lalu bagaimana dengan kodrat llahi yang di antara bukti pengaruhnya adalah menciptakan segala sesuatu bukan dari sesuatu?!
Dengan asumsi kita mampu merubah tanah menjadi sesuatu yakg jasad akan berubah menjadi sesuatu itu, niscaya ia tidak terwujud dengan sendirinya, karena manusia dengan jiwanya bukan badannya, sebab badannya berubah-ubah, bisa menjadi kurus, bisa menjadi gemuk, dari kecil kemudian membesar sementara dia tetaplah dia.
Di antara bukti yang paling menakjubkan atas adanya kebangkitan adalah apa yang Allah perlihatkan melalui para nabiNya, yang mana ia lebih agung dari pada kebangkitan, bagaimana sebatang tongkat berubah menjadi ular yang hidup, bagaimana Allah mengeluarkan seekor unta dari batu pejal, sebagaimana Allah telah memperlihatkan hakikat kebangkitan melalui Isa dengan memberinya kemampuan untuk menghidupkan orang yang telah mati, dan menyembuhkan orang buta serta orang berpenyakit putih dengan izin Allah.
Awal Mula Penyembahan Berhala
Iblis telah mengacaukan sebagian orang yang telah menyaksikan kodrat Khalik, kemudian mereka dihadang oleh dua syubhat yang telah kami sebutkan di atas, maka mereka pun mengalami kebimbangan dalam urusan kebangkitan. Salah seorang dari mereka berkata:
“Dan jika sekiranya aku dikembalikan kepada Rabbku, pasti aku akan mendapat tempat kembali yang lebih baik daripada kebun-kebun itu.” (QS. al-Kahfi: 36).
Al-Ash bin Wa‘ il berkata:
“Pasti aku akan diberi harta dan anak.” (QS. Maryam: 77).”?
Mereka berkata demikian karena kebimbangan yang ada pada mereka. Iblis telah mengacaukan mereka dalam hal ini, maka mereka berkata, “Bila memang ada kebangkitan, maka kami tetap di atas kebaikan, karena Allah yang telah memberikan harta kepada kami di dunia tidak akan menghalanginya dari kami di akhirat.”
Penulis berkata, bahwa ini adalah kesalahan dari mereka, karena mengapa sebuah pemberian di dunia tidak boleh bersifat istidraj atau menjadi sebuah hukuman? Sedangkan manusia terkadang menjaga anaknya, namun melepaskan budaknya dalam syahwat.
Talbis Iblis atas Orang-orang yang Meyakini Reinkarnasi
Penulis berkata, “Iblis telah mengacaukan sebagian orang sehingga mereka meyakini akidah reinkarnasi, bila arwah orang-orang baik keluar, maka ia akan masuk ke jasad-jasad yang baik lalu ia beristirahat padanya dengan tenang, bila arwah orang-orang jahat keluar, maka ia akan masuk ke jasad-jasad yang jahat sehingga ia harus memikul kesengsaraan. ”
Madzhab ini telah lahir pada zaman Fir’aun Musa.
Abu al-Qasim al-Balkhi menyebutkan bahwa tatkala orang-orang yang meyakini akidah reinkarnasi melihat penderitaan anak-anak, binatang buas dan hewan-hewan lainnya, maka mereka memandang mustahil bila penderitaan mereka menimpa orang lain atau tergantikan atau bukan karena sebuah makna yang lebih dari sekedar bahwa ia dimiliki, itu berarti menurut mereka bahwa hal itu karena dosa-dosa masa lalu yang mereka lakukan sebelumnya.
Saya katakan, “Lihatlah kepada pengacauan yang disusun oleh Iblis terhadap mangsanya, tanpa bersandar kepada sesuatu apa pun.”
Dari Abu al-Hasan Ali bin Nazhif al-Mutakallim berkata, “Seorang syaikh dari sekte Imamiyah ikut hadir bersama kami di Baghdad, syaikh tersebut dikenal dengan nama Abu Bakar al-Fallas, dia berkisah kepada kami bahwa dia datang kepada seseorang yang dia kenal beraliran Syi’ah, kemudian dia meyakini akidah reinkarnasi. Syaikh itu berkata, ‘Aku melihat Jaki-laki itu duduk di depan seekor kucing hitam, dia mengelus-elusnya, dia menggaruk-garuk di antara kedua matanya, aku melihat kucing itu meneteskan air mata sebagaimana kucing-kucing pada umumnya, sementara laki-laki itu menangis dengan kerasnya. Aku bertanya kepadanya, ‘Mengapa kamu menangis?’? Dia menjawab, ‘Celaka dirimu, apakah kamu tidak melihat kucing ini, setiap kali aku mengelusnya, ia pasti menangis. Kucing ini adalah reinkarnasi dari ibuku tanpa ragu lagi, ia menangis karena ia melihatku dalam keadaan bersedih.’”
Dia berkata, “Lalu laki-laki itu mulai berbicara kepada kucing seolaholah kucing ita memahami perkataannya, padahal kucing itu hanya berteriak, ‘Meong, meong.’ Maka aku berkata kepadanya, ‘Apakah kucing ini mengerti apa yang kamu katakan kepadanya?’ Dia menjawab, ‘Ya.’ Maka aku berkata kepadanya, ‘Apakah kamu memahami teriakan kucing ini?’ Dia menjawab, ‘Tidak.’ Maka aku berkata kepadanya, ‘Kucing ini adalah manusia, sedangkan arwah ibumu reinkarnasi pada dirimu!!’”
Talbis Iblis atas Umat ini dalam Akidah dan Agama
Penulis berkata, Iblis menyusup ke dalam akidah umat ini melalui dua jalan.
– Pertama: Taklid kepada leluhur dan nenek moyang.
– Kedua: Masuk ke dalam perkara yang kedalamannya tidak bisa diukur, siapa yang terjun ke dalamnya tidak berhasil mengetahui kedalamannya. Maka Iblis menjerumuskan orang-orang seperti int ke berbagai bentuk kerancuan.
Untuk yang pertama, Iblis menggoda para mudqallidin dengan menyatakan kepada mereka bahwa dalil-dalil mungkin tidak jelas, kebenaran bisa jadi samar, sementara taklid adalah jalan yang selamat, tidak sedikit manusia yang tersesat di jalan ini, ia menjadi sebab celakanya kebanyakan orang, karena orang-orang Yahudi dan Nasrani bertaklid kepada nenek moyang dan para ulama mereka maka mereka pun tersesat, demikian halnya dengan orang-orang jahiliyah.
Ketahuilah bahwa alasan yang karenanya mereka menyanjung taklid justru membuat taklid dicela karenanya, karena bila dalil-dalil mungkin tidak jelas dan kebenaran bisa jadi samar, maka seharusnya taklid dibuang agar tidak menjerumuskan ke dalam kesesatan.
Allah telah mencela orang-orang selalu bertaklid kepada leluhur dan nenek moyang. Dia berfirman:
“Sesungguhnya kami mendapati bapak-bapak kami menganut suatu agama dan sesungguhnya kami adalah pengikut jejak-jejak mereka.’ (Rasul itu) berkata, Apakah (kamu akan mengikutinya juga) sekalipun aku membawa untukmu (agama) yang lebih (nyata) memberi petunjuk daripada apa yang kamu dapati bapak-bapakmu menganutnya?’” (QS. az-Zukhruf: 23-24). Maknanya, apakah kamu akan tetap mengikuti mereka?
Allah berfirman:
“Karena sesungguhnya mereka mendapati bapak-bapak mereka dalam keadaan sesat. Lalu mereka sangat tergesa-gesa mengikuti jejak orang-orang tua mereka itu.” (QS. ash-Shaffat: 69-70).
Penulis berkata, “Ketahuilah bahwa orang yang bertaklid tidak meyakini kebenaran apa yang ditaklidnya. Taklid menyia-nyiakan fungsi akal, karena akal diciptakan untuk merenung dan tadabbur, dan sangat buruk bagi seseorang yang diberi obor agar dia bisa melihat sekelilingnya namun dia jusmi memadamkannya dan berjalan dalam kegelapan!!
Ketahuilah bahwa para pengikut madzhab-madzhab secara umum mengagungkan seseorang, mereka mengikuti perkataannya tanpa merenungkannya, padahal ini adalah inti dari kesesatan itu sendiri, karena pertimbangan sepatutnya diarahkan kepada perkataan bukan kepada siapa yang berkata. Harits bin Hauth berkata kepada Ali bin Abi Thalib, “Apakah engkau mengira bahwa kami menyangka bahwa Thalhah dan az-Zubair di atas kebatilan?” Ali menjawab, “Wahai Harits, perkaranya menjadi kacau bagimu, sesunqquhnya kebenaran itu tidak diketahui melalui orang, akan tetapi kenalilah kebenaran niscaya kamu akan mengetahui ahlinya.”
Ahmad bin Hanbai berkata, “Di antara tanda sempitnya ilmu seseorang adalah bahwa dia bertaklid kepada orang lain dalam keyakinannya.”
Bila ada yang berkata, “Orang-orang awam tidak mengetahui dalil, maka bagaimana mereka tidak bertaklid?”
ami menjawab, bahwa dalil akidah jelas sebagaimana telah kami isyaratkan saat kami menyinggung orang-orang Dahriyin, hal seperti itu tidaklah samar bagi orang berakal. Adapun perkara furu’ maka karena kejadian-kejadiannya berjumlah banyak, tidak mudah bagi orang awam untuk mengetahuinya, resiko kekeliruan padanya cukup terbuka lebar, maka yang lebih baik untuk dilakukan oleh orang awam adalah bertaklid kepada orang yang telah mencermati dan mengkaji, ijtihad orang awam adalah dalam memilih siapa yang akan dia ikuti.
Penulis berkata, adapun jalan kedua, maka tatkala Iblis berhasil menguasai orang-orang bodoh, dan menjerumuskan mereka ke dalam kubangan taklid, serta menggiring mereka seperti hewan ternak, dia melihat orang-orang yang memiliki kepandaian dan kecerdasan, maka dia mulai menggoda mereka sebatas dominasinya atas mereka. Di antara mereka ada yang digoda oleh Iblis agar memandang sikap stagnan di atas taklid adalah sikap yang buruk, maka Iblis mengajaknya merenung dan berpikir. Selanjutnya Iblis menyesatkan masing-masing dari mereka dengan caranya sendiri.
Di antara mereka ada yang diperlihatkan oleh Iblis bahwa menerima zhahir syariat adalah kelemahan, maka Iblis menyeret mereka ke dalam madzhab ahli filsafat, Iblis terus membujuk mereka hingga dia berhasil mengeluarkan mereka dari Islam.
Di antaia mereka ada yang dibujulk oleh Iblis agar tidak meyakini kecuali apa yang dapat diketahui oleh Inderanya saja.
Maka kepada mereka dikatakan, “Apakah dengan inder kalian mengetahui keshahihan ucapan kalian?” Bila mereka menjawab, ‘Ya’, maka mereka telah menyombongkan diri, sebab indera kami tidak – mengetahui apa yang mereka ucapkan, karena apa yang diketahui oleh indera tidak akan diperselisihkan, bila mereka menjawab, ‘Bukan dengan indera’. maka mereka menghancurkan ucapan mereka sendiri.
Di antara mereka ada yang dijauhkan oleh Iblis dari taklid, namun Iblis berhasil membuatnya memandang baik berbicara dalam ilmu kalam, dan mengkaji kehidupan para ahli filsafat, dengan anggapan bisa keluar dari lingkaran orang-orang awam.
asil Akhir Ahli Kalam Adalah Kebimbangan dan Kegoncangan Keadaan ahli kalam bermacam-macam, ilmu kalam telah membawa kebanyakan dari mereka kepada keragu-raguan, bahkan sebagian dari mereka menjadi atheis, sedangkan para fuqaha’ terdahulu dari umat ini tidak berbicara di bidang ilmu kalam bukan karena mereka tidak tahu, sebaliknya mereka tahu bahwa ia tidak mengangkat kehausan orang yang haus, sebaliknya ia membuat orang sehat sakit, maka mereka menahan diri darinya dan melarang terjun masuk ke dalamnya, hingga asy-Syafi’i berkata, “Seandainya seorang hamba diuji dengan segala dosa yang dilarang oleh Allah kecuali syirik, masih lebih baik baginya daripada dia belajar ilmu kalam.” Asy-Syafi’i juga berkata, “Bila kamu mendengar seseorang berkata, ‘Nama adalah pemilik nama atau bukan pemilik nama.’ Maka saksikanlah bahwa dia termasuk ahli kalam, dan tidak ada agama baginya.” Asy-Syafi’i juga berkata, “Ketetapanku atas ulama ahli kalam adalah hendaknya mereka dicambuk dengan pelepah, dibawa berkeliling di kampung dan kabilah seraya diumumkan, ‘Ini adalah balasan bagi siapa yang meninggalkan al-Qur’an dan sunnah dan menyibukkan diri dengan ilmu kalam.”
Ahmad bin Hanbal berkata, “Ahli kalam tidak akan pernah beruntung selamanya, ulama ilmu kalam adalah orang-orang zindiq.”
Saya berkata, “Bagaimana ilmu kalam tidak tercela sementara ia telah membawa Mu’tazilah untuk menyatakan, ‘Sesungguhnya Allah mengetahui segala perkara secara global dan tidak mengetahui perinciannya.”
dahm bin Shafwan berkata, “IImu Allah dan kodratNya serta hidupNya adalah muhdats.”
Abu Muhammad an-Nubakhti menukil dari Jahm bahwa dia berkata, “Sesungguhnya Allah bukanlah sesuatu.”
Abu Ali al-Jubba’i, Abu Hasyim dan orang-orang yang mengikuti keduanya dari kalangan orang-orang Bashrah berkata, “Sesuatu yang tidak ada adalah sesuatu, dzat, jiwa, jauhar, putih, kuning dan merah. Sesungguhnya Allah tidak kuasa menjadikan sebuah dzat sebagai dzat, sifat sebagai sifat, jauhar sebagai jauhar, akan tetapi Dia hanya mampu mengeluarkan dzat dari tidak ada menjadi ada.”
Qadhi Abu Ya’la menyebutkan dalam Kitab al-Muqtabas, beliau berkata, bahwa al-Allaf al-Mu’tazili berkata kepadaku, “Sungguh kenikmatan penghuni surga dan adzab penghuni neraka adalah suatu perkara yang tidak disifatkan oleh Allah mampu menolaknya, dalam kondisi tersebut tidak sah berharap atau takut kepadanya, karena dalam keadaan itu Allah tidak berkuasa atas kebaikan dan keburukan, tidak kuasa atas manfaat dan mudharat.”
Dia berkata, “Penghuni surga akhirnya menjadi diam dan beku, mereka tidak mengucapkan satu kata pun, tidak bergerak, mereka dan Rabb mereka sama sekali tidak kuasa melakukan sedikit pun dari hal itu, karena semua kejadian pasti mempunyai batas akhir yang sesudahnya tidak ada sesuatu apapun.”
Mahatinggi Allah dari apa yang mereka ucapkan setinggi-tingginya.
Saya berkata, “Abu al-Qasim Abdullah bin Ahmad bin Muhammad al-Balkhi menyebutkan dalam Kitab al-Maqalat bahwa Abu al-Hudazail yang bernama Muhammad bin al-Hudzail al-Allaf mempunyai pendapat tersendiri, dia berkata, “Gerakan penghuni surga akan berakhir, kemudian mereka menjadi diam selamanya.”
Dia berkata, “Sesungguhnya ilmu Allah adalah Allah, sesungguhnya kodrat Allah adalah Allah.”
Abu Hasyim berkata, “Barangsiapa bertaubat dari segala dosa namun dia pernah meneguk seteguk khamr maka dia diadzab dengan adzab orang kafir selamanya.”
An-Nazhzham berkata, “Sesungguhnya Allah tidak berkuasa atas sedikit pun dari keburukan, sementara Iblis berkuasa atas kebaikan dan keburukan.”
Hisvam al-Fauthi berkata, “Sesunaquhnya Allah tidak disifati bahwa dia Maha Mengetahui dan senantiasa demikian ”
Sebagian Mu’tazilah berkata, “Boleh-boleh saja Allah berdusta, sekalipun Dia tidak akan berdusta.”
Aliran Mujbirah berkata, “Manusia tidak mempunyai daya dan kekuatan sama sekali. Sebaliknya, ia sama halnya benda mati, tidak mempunyai pilihan dan wewenang untuk berbuat.”
Murji’ah berkata, “Barangsiapa mengikrarkan dua kalimat syahadat lalu dia melakukan segala kemaksiatan, maka dia tidak masuk neraka sama sekali.” .
Mereka menyelisihi hadits-hadits shahih yang menetapkan bahwa ahli tauhid yang bermaksiat akan masuk neraka kemudian dikeluarkan darinya.
Ibnu Aqil berkata, “Tidak aneh bila peletak akidah Murji‘ah adalah seorang laki-laki zindiq, karena kebaikan alam semesta Ini adalah dengan menetapkan ancaman siksa dan meyakini adanya balasan terhadap amal perbuatan. Manakala Murji’ah tidak bisa memungkiri adanya sang pencipta, sebab hal itu akan menuai tudingan miring dari masyarakat sekaligus bersebrangan dengan akal sehat, maka mereka menggugurkan faidah penetapan, yaitu rasa takut dan sikap muraqgabah, dan mereka merobohkan kaidah syariat, maka mereka adalah aliran terburuk atas Islam.”
Saya katakan, bahwa Abu. Abdullah bin Karram telah-datang dan dia memilih madzhab paling buruk, memilih hadits paling dhaif, dia cenderung kepada akidah tasybih, membolehkan keberadaan makhluk pada Dzat ar-Rabb. Dia berkata, “Sesungguhnya Allah tidak kuasa untuk mengembalikan jasad dan jauhar, Dia hanya mampu menciptakannya dari awal.”
Salimiyah berkata, “Sesungquhnya Allah menampakkan diriNya di hari Kiamat untuk segala sesuatu dalam wujudnya, manusia melihatNya dalam wujud manusia, dan jin melihatNya dalam wujud jin.”
Mereka berkata, “Allah memihki rahasia, seandainya Dia membatalkannya niscaya pengaturan akan batal.”
Saya berkata, “Aku berlindung kepada Allah dari pertimbangan-pertimbangan dan ilmu-ilmu yang menyeret kepada madzhab-madzhab yang buruk ini.”
Ahli kalam berpendapat bahwa iman seseorang tidak sempurna kecuali dengan mengetahui apa yang mereka susun. Mereka keliru karena Rasulullah memerintahkan manusia agar beriman dan tidak memerintahkan mereka agar melakukan kajian seperti yang dilakukan oleh ahli kalam, para sahabat di mana peletak syariat mengakui mereka sebagai manusia terbaik berjalan di atas jalan Rasulullah.
Ilmu kalam telah dicela oleh para ulama sebagaimana yang telah kami sebutkan di atas.
Taubat para ulama ahli kalam dari apa yang mereka pegqang selama ini telah dinukil kepada kami, karena mereka telah melihat akibat buruk dari ilmu kalam.
Ahmad bin Sinan berkata, “Al-Walid bin Aban al-Karabisi yang merupakan pamanku, tatkala ajal hendak menjemputnya, dia berkata kepada anak-anaknya, ‘Apakah kalian mengetahui seseorang yang lebih mengetahui ilmu kalam dari diriku?’ Mereka menjawab, ‘Tidak.’ Dia bertanya, ‘Kalian mempercayaiku?’ Mereka menjawab, ‘Ya.’ Dia berkata, ‘Sesungquhnya aku hendak berpesan kepada kalian, maukah kalian menerimanya?’ Mereka menjawab, ‘Ya.’ Dia berkata, ‘Berpeganglah kalian kepada apa yang dipegang oleh ahli hadits, sesungguhnya aku melihat kebenaran bersama mereka.’”
Abu al-Ma’ali al-Juwaini berkata, “Aku telah bergaul dengan ulamaulama Islam dan mendalami ilmu-ilmu mereka, aku menyelami laut paling besar, aku masuk ke dalam apa yang mereka larang, semua itu demi mencari kebenaran dan menghindari taklid, namun sekarang, aku meninggalkan semua itu kepada kalimatul haq, kalian harus berpegang kepada agama orang-orang lemah, bila Allah yang Mahahagq tidak melimpahkan kebaikanNya kepadaku sehingga aku bisa mati di atas agama orang-orang lemah dan menutup akhir kehidupanku dari dunia ini dengan kalimat ikhlas, maka celakalah Ibnul Juwaini.”
Dia berkata kepada rekan-rekannya, “Wahai kawan-kawan, janganlah kalian menyibukkan diri dengan ilmu kalam, seandainya dulu aku Mengetahui bahwa ilmu kalam membawaku kepada apa yang aku alami, saat ini niscaya aku tidak menyibukkan diri dengannya.”
Abu al-Wafa’ Ibnu Adil berkata kepada sebagian rekannya, “Aku yakin bahwa para sahabat mati sementara mereka tidak mengetahui jauhar dan, ‘radh, bila kamu rela seperti mereka maka silakan, bila kamu melihat, bahwa jalan hidup ahli kalam lebih patut daripada jalan Abu Bakar dan Umar maka pendapatmu itu adalah seburuk-buruk pendapat.”
Dia berkata, “Ilmu kalam telah menyeret pemiliknya kepada kebim, bangan, tidak sedikit dari mereka yang terjerumus ke dalam ilhag (atheisme), bau ilhad bisa terendus dari lontaran kata-kata ahli kalam bangkal perkara mereka adalah karena mereka tidak menerima apa yang ditetapkan oleh syariat, maka mereka berusaha mencari hakikat, padahal akal tidak memiliki kekuatan untuk menguak hikmah yang ada di sisi Allah yang Dia sembunyikan dari makhlukNya, di samping Allah tidal, mengeluarkan semua ilmuNya yang Dia ketahuinya kepada makhluk, Nya.”
Dia berkata, “Aku dulu selalu melakukan kajian mendalam sepanjang umurku, namun akhirnya aku kembali ke belakang kepada madzhah kitab-kitab.”
Mereka berkata bahwa madzhab orang-orang lemah lebih selamat, karena saat mereka sampai di puncak kajian mendalam, mereka tidak menyaksikan penalaran-penalaran dan takwil-takwil yang dinafikan oleh akal, maka mereka kembali ke riil syariat, dan meninggalkan usaha mencari hikmah di balik segala peristiwa, dan akal mereka pun akhirnya tunduk dan mengakui bahwa di atasnya ada hikmah Ilahiyah, maka ia pun berserah diri.
Talbis Iblis atas Umat dalam Perkara Akidah ; Ada orang-orang yang terpaku pada hal-hal yang nampak saja, mereka membawanya kepada tuntutan indera, sebagian dari mereka mengatakan, bahwa Allah berjasad. Mahatinggi Allah dari apa yang mereka ucapkan.
Ini adalah madzhab Hisyam bin al-Hakam, Ali bin Manshur,
Muhammad bin al-Khalil dan Yunus bin Abdurrahman. Kemudian mereka berbeda pendapat, sebagian dari mereka berkata, ) ‘Jasad seperti jasad-jasad lainnya.” Di antara mereka ada yang berkata, “Bukan seperti jasad-jasad lainnya.”
Kemudian mereka berbeda pendapat, di antara mereka ada yang perkata. “Nur (cahaya).” Di antara mereka ada yang berkata, “Dia dalam pentuk kristal putih.”
Demikian yang diucapkan oleh Hisyam bin al-Hakam.
Dia berkata. “Sesungguhnya Rabb itu adalah tujuh jengkal dengan jengkalnya sendiri.”
Mahatinggi Allah dari apa yang dia ucapkan setinggi-tingginya.
Penulis berkata, pendapatnya tersebut berkonsekuensi bahwa Allah memiliki bagaimana, dan hal itu menghancurkan akidah tauhid, sudah dimaklumi bahwa bagaimana hanya dipunyai oleh sesuatu yang memiliki jenis dan padanan selanjutnya ia dipisahkan dan dibedakan dari padanannya, padahal Allah yang Mahahaq tidak mempunyai padanan dan sekutu.
Tidakkah Anda melihat bagaimana orang-orang itu menetapkan sifat gidam bagi Allah bukan bagi manusia, lalu mengapa menurut mereka Allah tidak boleh sakit atau rusak sedangkan hal itu boleh bagi manusia?
Kemudian dikatakan kepadamu, “Siapa yang berpendapat bahwa Allah berjasad, dengan dalil apa dia menetapkan bahwa jasad itu hadits? Maka dengan itu dia menunjukkanmu bahwa Ilah adalah apa yang kamu yakini sebagai jasad yang hadits bukan qadim.
Di antara ucapan Mujassimah, “Sesungguhnya Allah bisa disentuh dan diraba.” Maka dikatakan kepada mereka, jadi menurut pendapat kalian, Dia bisa disentuh, diraba dan dirangkul.
Sebagian dari mereka mengatakan, bahwa Allah adalah jasad, Dia adalah ruang hampa di mana semua jasad ada padanya.
Bayan bin Sam’an berpendapat bahwa sesembahannya adalah cahaya seluruhnya, bahwa dia berwujud manusia, bahwa dia membinasakan semua bagian tubuhnya kecuali wajahnya. Kemudian Khalid bin Abdullah memancungnya.
Al-Mughirah bin Sa’ad al-Ijliy berkeyakinan bahwa sesembahannya adalah seorang laki-laki dari cahaya, bermahkota cahaya, dia memiliki anggota-anggota tubuh dan hati yang memancarkan hikmah, dan anggota-anggotanya dalam bentuk huruf hijaiyah.
Zurarah bin Ayan berkata, “Dia bukanlah Dzat yang Mahakuasa, Mahahidup dan Maha Mengetahui di zaman azali sehingga Dia mencip, takan sifat sifat tersebut baqi diriNya.”
Mahatinggi Allah dari apa yang mereka ucapkan.
Di antara pendapat Zhahirivah yang paling mengherankan adalah ucapan Salimiyah, “Sesungguhnya mayit di dalam kubur makan, minum dan menikah.” Mereka berkata demikian karena mereka mendengar bahwa mavit di dalam kubur mendapatkan kenikmatan dan mereka tidak mengetahui kenikmatan kecuali itu. Seandainya mereka menerima apa yang terdapat dalam hadits-hadits yang menyatakan bahwa arwah orang. orang beriman ditempatkan di dalam perut burung yang makan darj pohon-pohon surga niscaya mereka akan selamat, akan tetapi mereka menisbatkan hal itu kepada jasad.
Ibnu Aqil berkata, “Madzhab ini mengandung penyakit yang setara dengan keyakinan jahiliyah, yaitu perasaan terhadap kehadiran mayit qj antara mereka dan apa yang mereka ucapkan terkait dengan jasad mayit sesudah kematiannya. Berbicara dengan mereka patut dilakukan dengan lemah lembut untuk membatalkan keyakinan mereka, bukan dalam konteks berdebat, karena konfrontasi yang tegas justru bisa merusak mereka. Iblis mengacaukan mereka karena mereka tidak berusaha mencari takwil yang sesuai dengan dalil-dalil syara’ dan akal, bila syariat menetapkan kenikmatan dan adzab bagi mayit, maka patut diketahuj bahwa penisbatan nikmat dan adzab diarahkan kepada jasad dan kubur, karena itulah yang dipahami dan diketahui, seolah-olah syariat berkata, bahwa penghuni kubur ini dan ruh yang ada pada jasad ini diberi nikmat dengan nikmat surga atau disiksa dengan siksa neraka.
Jalan Keselamatan Darinya
Penulis berkata, “Bila ada yang berkata, ‘Anda telah mencela metode ahli taklid dalam perkara ushul dan metode ahli kalam, lantas manakah metode yang selamat dari talbis Iblis?’
Kami menjawab, bahwa jalan yang selamat ada pada jalan yang dilalui oleh Rasulullah dan para sahabat beliau serta orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik, dan mereka adalah salaf shalih, yang mana mereka menetapkan Khalik, menetapkan sifat-sifatNya sebagaimana yang ditetapkan oleh ayat-ayat dan hadits-hadits tanpa tafsir, tanpa mencaricari apa yang berada di luar kesangqupan manusia, bahwa al-’Qur’an adalah kalam Allah bukan makhluk, bahwa kami tidak melampaui batas kandungan ayat-ayat, kami tidak berbicara dalam masalah ini dengan akal kami. Ahmad bin Hanbal melarang seseorang berkata, “Lafazhku dengan al-Qur’an adalah makhluk atau bukan makhluk.” agar yang bersangkutan tidak keluar dari jalan ittiba’ salaf kepada bid’ah.
Dari Ja’far bin Barqan bahwa Umar bin Abdul Aziz berkata kepada seorang laki-laki yang bertanya kepadanya tentang hawa nafsu, “PegangJah agama anak-anak di halaqah kuttab dan orang Arab pedalaman, dan tinggallah selain keduanya.”
Umar bin Abdul Aziz berkata, “Bila kamu melihat orang-orang yang berbisik-bisik dalam urusan agama mereka dan tidak mau memperlihatkannya kepada kaum muslimin maka ketahuilah bahwa mereka sedang membangun kesesatan.””
Umar menulis kepada sebagian pegawainya, “Aku berwasiat kepadamu agar bertakwa kepada Allah, mengikuti sunnah Rasulullah, meninggalkan perkara yang diada-adakan oleh para pengada-ada sesudahnya padahal tanggung jawabnya sudah dicukupkan dari mereka. Ketahuilah bahwa barangsiapa meletakkan sunnah-sunnah telah mengetahui apa yang tersembunyi di belakangnya berupa kekeliruan, kesalahan dan sikap berlebih-lebihan, sesungguhnya orang-orang terdahulu yang sudah berlalu berhenti di atas ilmu dan menahan diri mereka dengan pandangan yang tajam.”
Dalam riwayat lainnya dari Umar, “Sesungguhnya mereka lebih kuat dalam menguak segala perkara, tidak ada yang mengada-adakan sesudah mereka kecuali orang-orang yang mengambil jalan selain jalan mereka dan membenci jalan mereka. Sebagian orang meremehkan mereka sehingga tidak mengikuti mereka, dan sebagian lain merasa lebih pandai dari mereka sehingga melampaui jalan mereka.”
Talbis Iblis atas Khawarij
Penulis berkata, “Orang Khawarij pertama dan yang paling buruk adalah Dzul Khuwaishirah.”
Dari Abu Sa’id al-Khudri, ia berkata, bahwa Ali mengirimkan beberapa keping emas dari Yaman kepada Rasulullah dalam selembar kulit yang disamak yang belum dibersihkan dari debunya, maka Rasulullah membagi-bagikannya di antara empat orang: Zaid al-Khail, al-Aqra’ bin habis, Uyainah bin Hishn dan Alqamah bin Ulatsah atau Amir bin ath. Thufail, -Umarah ragu-, maka sebagian shahabat Rasulullah, orang-orang Anshar dan lainnya tidak menerima pembagian ini, maka Rasulullah bersabda, “Mengapa kalian tidak percaya kepadaku padahal aku adalah orang kepercayaan Allah yang di langit, berita langit datang kepadaky pagi dan sore hari?”
Kemudian Nabi didatangi oleh seorang laki-laki yang kedua matanya cekung, kedua pipinya menonjol, dahinya menonjol, berjanggut lebat, menyingsingkan kain sarung dan mencukur habis kepalanya, dia berkata, “Ya Rasulullah, bertakwalah kepada Allah.” Maka Nabi mengangkat kepalanya kepadanya, beliau bersabda, “Bukanlah orang yang Paling berhak untuk bertakwa kepada Allah adalah aku?” Kemudian laki-laki ity pergi, Khalid berkata, “Wahai Rasulullah, izinkan aku memenggal lehernya!” Rasulullah menjawab, “Mungkin dia masih shalat.” Khalid berkata, “Ter. kadang ada orang yang shalat mengucapkan dengan lisannya apa yang tidak ada dalam hatinya.” Maka Rasulullah #8 bersabda, “Sesungguhnyq aku tidak diperintahkan untuk membongkar hati manusia dan membelah perut mereka.” Kemudian Nabi memandangnya saat dia berpaling, “Akan keluar dari asal-usul orang ini suatu kaum yang membaca al Quran, namun tidak melewati kerongkongan mereka, mereka melesat dari agama layaknya anak panah melesat dari sasararmya.”
Penulis berkata bahwa laki-laki tersebut bernama Dzul Khuwaishirah at-Tamimi, dia adalah orang Khawarij pertama yang muncul dalam Islam, penyakit orang ini adalah bahwa dia mengagumi pendapat dirinya, seandainya dia mau berhenti niscaya dia akan tahu bahwa tidak ada pendapat di hadapan keputusan Rasulullah, sedangkan para pengikut orang ini adalah orang-orang yang memerangi Ali bin Abi Thalib.
Mereka memiliki cerita yang panjang, madzhab yang aneh bin ajaib, saya tidak memandang perlu menyebutkannya, karena maksud buku ini adalah mengkaji tipu muslihat Iblis dan talbisnya atas orang-orang dungu tersebut, orang-orang yang mengamalkan realita mereka, meyakini bahwa Ali bin Abi Thalib salah, dan orang-orang Muhajirin dan Anshar yang persama Ali juga salah, sedangkan yang benar adalah mereka, mereka pun menghalalkan darah anak-anak, di saat yang sama mereka tidak menghalalkan buah tanpa harganya, mereka melelahkan diri mereka dalam ibadah, tidak tidur malam, namun di siang hari menghunus senjata di depan kaum muslimin.
Tidak mengherankan bila mereka meyakini kebenaran ilmu dan akidah mereka, karena mereka memandang diri mereka lebih mengetahui dari Ali bin Abi Thalib. Dzul Khuwaishirah pernah berkata kepada Rasulullah “Berlaku adillah karena engkau tidak berbuat adil!”
Padahal Iblis sendiri tidak mengetahui cara penghinaan seperti yang diketahui orang ini. Kita berlindung kepada Allah dari kehinaan ini.
Dari Abu Sa’id al-Khudri berkata, “Aku mendengar Rasulullah bersabda:
“Akan keluar suatu kaum di antara kalian, kalian memandang remeh shalat kalian bila dibandingkan dengan shalat mereka, puasa kalian bila dibandingkan dengan puasa mereka, amal perbuatan kalian bila dibandingkan dengan amal perbuatan mereka, mereka membaca al-Qur’an namun tidak melampaui kerongkongan mereka, mereka terlepas dari agama layaknya anak panah meleset dari sasarannya.”
Diriwayatkan dalam ash-Shahihain.
Dari Abdullah bin Abu Aufa berkata, “Aku mendengar Rasulullah bersabda, ‘Khawarij adalah anjing-anjing penghuni neraka.’”
Akidah Khawarij
Penulis mengatakan, bahwa di antara keyakinan Khawarij ialah bahwa imamah (kepemimpinan) tidak khusus bagi seseorang kecuali bila yang bersangkutan menyatukan ilmu dan zuhud, dan bila keduanya berkumpul pada diri seseorang maka dia adalah pemimpin sekalipun dia adalah orang rendahan.
Bertolak dari pendapat Khawarij ini, Mu’tazilah menetapkan kaidah baik dan buruk berdasarkan akal semata dan bahwa keadilan adalah apa yang menjadi konsekuensi akal.
Kemudian lahir Qadariyah di zaman para shahabat, hadir Ma’bad al. Juhani, Ghailan ad-Dimasyqi dan al-Ja’ad bin Dirham menyeru kepada akidah qadar, lalu jalan Ma’bad al-Juhani diikuti oleh Washil bin Atha yang kemudian disusul oleh Amru bin Ubaid.
Di zaman tersebut lahir akidah Murji’ah saat mereka berkata, “Kemak. siatan tidak berdampak buruk terhadap iman, sebagaimana ketaatan tidak berguna bersama kekufuran.”
Kemudian Mu’tazilah seperti Abu al-Hudzail al-Allaf, an-Nazhzham, Ma’mar dan al-Jahizh mulai menelaah buku-buku filsafat di zaman al. Ma’mun, dan mereka mengeluarkan dari buku-buku tersebut pemikiran-pemikiran yang mereka campur dengan ajaran-ajaran syariat seperti kata jauhar, aradh, zaman, tempat dan keberadaan.
Masalah pertama yang mereka perlihatkan adalah akidah bahwa al. Qur’an makhluk.
Sesudah masalah al-Qur’an makhluk, muncullah masalah-masalah sifat seperti ilmu, kodrat, hayat, pendengaran dan penglihatan.
Sebagian orang berkata, bahwa ia adalah makna-maka lebih darj dzat. Sementara Mu’tazilah menafikannya, mereka berkata, “Allah ‘Alim (mengetahui) karena dzatNya, Qadir (berkuasa) karena dzatNya.”
Abu al-Hasan al-Asy’ari sempat semadzhab dengan al-Jubba’i, kemudian dia memisahkan diri darinya dan bergabung dengan orang-orang yang menetapkan sifat. Kemudian sebagian orang-orang yang menetapkan sifat mulai meyakini akidah tasybih dan menetapkan perpindahan dalam masalah nuzul.
Allah membimbing kepada apa yang Dia kehendaki.
Talbis Iblis atas Rafidhah
Penulis berkata. “Sebagaimana Iblis telah mengacaukan pemikiran orang-orang Khawarij sehingga mereka berani memerangi Ali bin Abi Thalib. Iblis juga berhasil menyeret sebagian orang untuk mencintai Ali secara berlebih-lebihan dan melampaui batas, di antara mereka ada yang berkeyakinan bahwa Ali adalah Tuhan. Di antara mereka ada yang berpendapat bahwa Ali lebih mulia daripada para nabi. Di antara mereka ada yang dengan alasan mencintai Ali, mencaci maki Abu Bakar dan Umar dan masih banyak lagi keyakinan-keyakinan buruk yang bila disebutkan akan membuang-buang waktu saja, maka kami hanya menyinggung sebagian darinya.”
Al-Khathib berkata, “Saya menerima sebuah buku milik Abu Muhammad al-Hasan bin Yahya al-Nubakhti yang dia tulis dalam rangka membantah kelompok-kelompok ekstrim keras, an-Nubakhti ini termasuk ahli kalam dari kalangan Syi’ah Imamiyah, dia menyebutkan berbagai macam pendapat kelompok ekstrim keras, hingga dia berkata, ‘Di antara orang yang terseret oleh sikap gila berlebih-lebihan di zaman ini adalah Ishaq bin Muhammad yang dikenal dengan al-Ahmar, laki-laki ini beranggapan bahwa Ali adalah Allah, bahwa dia muncul setiap waktu, di satu waktu dia adalah al-Hasan, di lain waktu dia adalah al-Husain, dialah yang mengutus Muhammad.’”
Saya berkata, sebagian kalangan Rafidhah berkeyakinan bahwa Abu Bakar dan Umar adalah dua orang kafir.
Sebagian dari mereka ada yang berkata, bahwa Abu Bakar dan Umar murtad sepeninggal Rasulullah.
Di antara mereka ada yang berlepas diri dari selain Alli.
Telah diriwayatkan kepada kami bahwa Syi’ah meminta Zaid bin Ali agar berlepas diri dari siapa yang menyelisihi Ali dalam imamahnya, namun Zaid menolaknya, maka mereka, menolak sikapnya, maka mereka disebut dengan Rafidhah.
Di antara mereka ada orang-orang yang berkata. bahwa imamah adalah hak Musa bin Ja‘far kemudian putranya Ali kemudian Muhammad bin Ali kemudian Ali bin Muhammad kemudian al-Hasan bin Muhammad al-Askari kemudian anaknya, dialah imam kedua belas, imam yang dinanti-nantikan. mereka meyakininya belum mati, dia akan kembali qj akhir zaman lalu memenuhi bumi dengan keadilan.
Abu Manshur al-ljli mengaku waktu menunggu Muhammad bin Ay al-Baqir, dia meyakini Muhammad sebagai khalifah, bahwa dia diangkat ke langit lalu Allah mengusapkan tanganNya ke kepalanya. Dia juga beranggapan bahwa ia adalah pertolongan awan yang jatuh dari langit.
Di antara sekte Rafidhah adalah yang bernama al-Janahiyah, mereka adalah murid-murid Abdullah bin Mu’awiyah bin Abdullah bin Ja’fay Dzil Janahain, mereka berkata, “Sesungguhnya ruh Tuhan berkeliling dj tulang sulbi para nabi dan para wali hingga ia sampai pada Abdullah, dan dia belum mati, dialah pemimpin yang dinantikan.
Di antara mereka ada sekte yang bernama al-Ghurabiyah, mereka berkeyakinan bahwa Ali memiliki bagian dari kenabian.
Di antara mereka ada sekte yang bernama al-Mufawwidhah, mereka berkata, “Allah menciptakan Muhammad kemudian fawwadha, menye. rahkan penciptaan alam kepadanya.”
Di antara mereka ada sekte yang bernama adz-Dzamamiyah, mereka mencela Jibril, mereka berkata, ‘“Jibril diperintahkan untuk memberikan wahyu kepada Ali, tetapi dia malah memberikannya kepada Muhammad.”
Ibnu Adil berkata, “Yang nampak adalah bahwa siapa yang meletak. kan madzhab Rafidhah dengan bertujuan untuk menggugat dasar agama dan kenabian, hal itu karena perkara yang dibawa oleh Rasulullah adalah perkara ghaib bagi kita, dalam hal ini kita hanya percaya kepada nukilan salaf dan kebaikan pandangan orang-orang yang mengkaji dari mereka dalam hal ini.”
Penulis berkata, “Cinta Rafidhah kepada Ali yang berlebih-lebihan membuat mereka membikin hadits-hadits dalam jumlah besar yang menetapkan keutamaan-keutamaannya, padahal kebanyakan darihya justru menghina dan mencela Ali. Saya telah menyebutkan sebagian darinya dalam kitab al-Maudhu’’at.’
Di antara hadits-hadits palsu tersebut adalah hadits yang menyatakan bahwa matahari telah terbenam padahal Ali belum shalat Ashar, maka matahari dikembalikan lagi hingga Ali shalat Ashar.
Dari sisi naql, hadits ini maudhu’ ‘tidak diriwayatkan oleh rawi tsiqah. dari sisi makna, waktu shalat sudah berlalu, kembalinya matahari berarti ja terbit kembali, sehingga tidak mengembalikan waktu.
Mereka juga memuat hadits yang berkata bahwa Fatimah mandi kemudian mati, dan dia berwasiat bahwa mandinya itu sudah mencukupi.
Dari sisi naql, ini merupakan kedustaan, dari sisi makna tidak ada pemahaman, karena mandi jenazah dengan sebab kematian, lantas bagaimana mungkin mandi sebelumnya bisa mencukupinya?!
Kemudian mereka memiliki keyakinan-keyakinan khurafat tanpa berpijak kepada dasar apa pun, mereka juga memiliki madzhab-madzhab dalam fikih dan khurafat-khurafat yang menyelisihi ijma’.
Saya menukil sebagian darinya dari tulisan Ibnu Aqil, beliau berkata,
“Saya menukilnya dari Kitab Murtadha ‘Fi ma Infaradat bihil Imamiyah’, di antaranya: .
Tidak boleh sujud di atas sesuatu yang bukan tanah, tidak pula ter-masuk tanaman bumi. Adapun wol, kulit dan bulu maka tidak.
Istijmar dari kencing tidak sah, ia hanya khusus dari berak.
Tidak sah mengusap kepala kecuali,dengan sisa air yang ada di tangan, bila orang yang berwudhu mengambil air baru lalu mengusap kepalanya dengannya maka ia tidak sah, seandainya dia mengeringkan tangannya, maka dia harus mengulang wudhunya dari awal.
Bila ada seorang wanita bersuami yang berzina dengan seorang laki-laki, maka laki-laki tersebut tidak’ boleh menikahinya selamanya sekali pun suami wanita itu sudah mentalaknya, wanita itu tidak halal selamanya untuk laki-laki yang pernah menzinahinya walaupun dengan pernikahan.
HALAMAN 70
aku melewati beberapa orang dan rekan-rekanmu, mereka membicarakan Abu Bakar dan Umar dengan sesuatu yang tidak patut bagi keduanya, seandainya mereka melihat bahwa dirimu menyembunyikan untuk keduanya seperti apa yang mereka nampakkan niscaya mereka tidak berani melakukan hal itu.’”
Ali berkata, “Aku berlindung kepada Allah, aku berlindung kepada Allah, aku tidak menyembunyikan dari keduanya kecuali apa yang diamanatkan oleh Nabi kepadaku. Allah melaknat siapa yang menyempunyikan keburukan terhadap keduanya. Keduanya adalah saudara Rasulullah dan shahabat beliau serta pendukung beliau, semoga Allah merahmati keduanya.”
Kemudian Ali bangkit, dia menangis hingga kedua matanya meneteskan air mata seraya memegang tanganku, lalu dia masuk masjid dan naik mimbar. Dia duduk di atasnya dengan mantap sembari memegang jenggotnya yang putih. Dia memandang ke jenggotnya, hingga orang-orang berkumpul, kemudian dia berdiri seraya mengucapkan syahadat, lalu menyampaikan khutbah yang singkat namun mendalam, kemudian dia berkata, “Mengapa ada orang-orang yang menyebut dua pemuka Quraisy dan dua bapak kaum muslimin dengan sesuatu yang aku bersih darinya dan aku juga berlepas diri dari apa yang mereka ucapkan. Demi Allah yang telah memecah bijin-bijian dan menciptakan manusia, tidaklah mencintai keduanya selain mukmin yang bertakwa, dan tidak membenci keduanya kecuali fajir yang sengsara. Keduanya menjadi shahabat Rasulullah dengan penuh kejujuran dan kesetiaan, keduanya memeriniahkan, melarang, marah dan menghukum, dalam semua itu mereka sama sekali tidak melampaui apa yang dilakukan oleh Rasulullah. Rasulullah juga tidak berpendapat dengan pendapat selain pendapat keduanya, beliau tidak mencintai seseorang seperti beliau mencintai keduanya. Rasulullah wafat sementara beliau ridha kepada mereka berdua, keduanya wafat sementara orang-orang beriman ridha kepada mereka berdua.
Rasulullah memerintahkannya (Abu Bakar) agar menjadi imam bagi orang-orang beriman dalam shalat, maka dia shalat menjadi imam mereka selama sembilan hari saat beliau masih hidup. Manakala Allah memanggil nabiNya, memilih apa yang ada di sisiNya baginya, orang-orang beriman menyerahkan kepemimpinan umat kepadanya, menyerahkan urusan zakat kepadanya, kemudian mereka membaiatnya dengan penuh ketaatan tanpa keterpaksaan, aku adalah orang yang memulainya dari kalangan Bani Abdul Mutthalib, sementara dia sendiri tidak menyukai hal itu, dia berharap ada orang lain dari kami yang mencukupkannya Demi Allah, dia adalah orang terbaik dari yang tersisa, paling belas kasih, paling lembut, paling besar sikap bersih hatinya, paling besar umur dar, Islamnya, berjalan di atas jalan Rasulullah sehingga dia wafat di atag itu. Semoga Allah merahmatinya.
Kemudian kepemimpinan umat dipegang oleh Umar aku termasuk orang-orang yang ridha kepada kepemimpinannya, dia menegakkan agama di atas manhaj Rasulullah dan sahabatnya, dia mengikuti jejak mereka berdua seperti anak unta mengikuti jejak kaki induknya. Dia demi Allah adalah orang yang lembut dan penuh kasih kepada orang, orang lemah, penolong orang-orang teraniaya atas orang-orang yang menganiaya, di jalan Allah dia tidak takut celaan orang-orang yang mencela. Allah menetapkan kebenaran melalui lisannya, dia menetap, kan kejujuran sebagai dasar hidupnya, sampai kami menyangka bahwa malaikat berbicara melalui lisannya, Allah memuliakan Islam dengan keislamannya, menjadikan hijrahnya pilar penopang agama, mMenanam. kan ketakutan di hati orang-orang munafik karenanya, sebaliknya di hati orang-orang beriman adalah kasih sayang, dan dia adalah orang yang keras lagi tegas terhadap musuh.
Kalian tidak memiliki lagi orang seperti keduanya, semoga Allah merahmati mereka berdua dan membimbing kita untuk mengikuti jalan mereka berdua. Barangsiapa mencintaiku maka hendaknya dia mencintaj keduanya. Barangsiapa tidak mencintai keduanya maka dia telah mem. benciku dan aku berlepas diri darinya. Seandainya aku menghukum kalian terkait dengan kata-kata kalian terhadap keduanya niscaya aku menetapkan hukuman paling keras dalam hal ini. ketahuilah, barangsiapa dibawa kepadaku sesudah hari ini, dan dia mengucapkan hal yang tidak patut terkait dengan keduanya maka hukumannya adalah hukuman pendusta.
Ketahuilah bahwa orang terbaik dalam umat ini setelah Nabi adalah Abu Bakar dan Umar, kemudian Allah lebih mengetahui di mana kebaikan itu berada.
Aku mengucapkan kata-kataku ini dan memohon ampun kepada Allah untukku dan untuk kalian.
Ali -semoga Allah memuliakan wajahnyaberkata, “Akan muncul di akhir zaman orang-orang yang gemar mencela bernama Rafidhah. mereka mengaku termasuk golongan kami padahal mereka bukanlah termasuk golongan kami, ciri-ciri mereka adalah bahwa mereka mencaci maki Abu Bakar dan Umar. Di mana pun kalian menemui mereka maka bunuhlah mereka dengan pembunuhan yang sangat keras, karena mereka adalah orang-orang musyrik.”
Talbis Iblis atas Bathiniyah
Penulis mengatakan bahwa Bathiniyah adalah orang-orang yang berkedok Islam namun sejatinya mereka adalah pendukung Rafidhah, akidah-akidah dan amal-amal mereka sangat berlawanan dengan Islam, jnti akidah mereka adalah mengingkari pencipta, membatalkan kenabian dan ibadah, serta mengingkari kebangkitan.
Mereka tidak menampakkan akidah-akidah tersebut dari awal, sebaliknya mereka berpura-pura meyakini bahwa Allah adalah haq, bahwa Muhammad adalah utusan Allah, bahwa Islam adalah agama yang benar, namun mereka menambahkan bahwa di balik itu ada rahasia yang tak nampak.
Iblis telah mempermainkan mereka dengan dahsyatnya, Iblis membuat mereka meyakini kebaikan pendapat-pendapat yang buruk. Mereka mempunyai delapan nama.
Nama pertama adalah Bathiniyah.
Mereka dinamakan demikian karena mereka mengklaim bahwa zhahir al-Qur’an dan hadits mempunyai sisi-sisi batin, di mana ia dibandingkan dengan yang zhahir adalah seperti intisari di balik kulit, bentuknya bagi orang-orang bodoh terasa jelas, namun bagi orang-orang berakal ia hanyalah rumus-rumus dan isyarat-isyarat kepada hakikat-hakikat yang -samar, bahwa barangsiapa mengosongkan akalnya dengan tidak menggunakannya untuk menyelami hal-hal yang samar, rahasia-rahasia, perkara-perkara bathin dan hikmah-hikmah yang mendalam, dan dia rela kepada hal-hal zhahir, maka dia di bawah kungkungan beban-beban syariat, barangsiapa naik ke derajat ilmu batin, maka ia terbebas dari beban taklif dan bisa beristirahat dari himpitannya.
Mereka berkata, bahwa mereka adalah orang-orang yang dimaksud oleh firman Allah:
“Dan membuang dari mereka beban-bebon dan belenggu-belenggu yang ada pada mereka.” (QS. al-A’raf: 157)
Maksud mereka adalah mencongkel akidah yang meryadi tuntutan zhahir sehingga mereka mampu dengan Kaim sisi batin berkuasa untuk membatalkan syariat.
Nama Kedua Adalah ismailiyah.
Mereka dinasabkan kepada pemimpin mereka yang bernama Muhammad bm Ismail bin Ja‘far. Mereka meyakini bahwa giliran khilafah sampai di tangannya, karena dia adalah orang ketujuh, mereka berdali) bahwa langit adalah tujuh, bumi adalah tujuh, hari-hari adalah tujuh, dan hal ini menunjukkan giliran pemimpin ada pada orang ketujuh.
Abu Ja ‘far ath-Thabari berkata dalam Tarikhnya, Ali bin Muhammad berkata dari bapaknya, “Seorang laki-laki dari Rawandiyah bernama alAbiaq. dia berpenyakit sopak, lalu dia menangis di ketinggian, dia mengundang Rawandiyah kepadanya, dia beranggapan bahwa ruh yang ada pada Isa putra Maryam berpindah kepada Ali bin Abu Thalib, kemudian pada para imam satu demi satu sampai kepada Ibrahim bin Muhammad.”
Mereka adalah orang-orang yang menghalalkan hal-hal yang haram, seorang laki-laki dari mereka mengundang beberapa orang laki-laki ke rumahnya, memberi mereka makan, minum dan mempersilakan mereka untuk menggauli istrinya. Hal ini sampai kepada Asad bin Abdullah, maka dia menangkap mereka, menyalib dan mernbunuh mereka, semua akidah mereka masih bersama mereka sampai hari ini.
Mereka naik ke atas pohon lalu mereka menjatuhkan dirl mereka dari sana seolah-olah mereka terbang, maka tidaklah mereka sampai dij tanah, mereka sampai mampus. Sebagian dari mereka keluar dengan menghunuskan senjata kepada kaurn muslimin, mereka berteriak, “Wahai Abu Ja’far! Engkau! Engkau.”?
Nama Ketiga Adalah Sab’ iyah.
Mereka disebut demikian karena dua perkara:
Pertama: Giliran imamah adalah tujuh tujuh sebagaimana telah kami jelaskan. Bila imamah sampai ke orang yang ke tujuh, maka Itu adalah akhir giliran, itulah yang dimaksud dengan Kiamat, bahwa pergantian giliran ini tidak memiliki akhir.
Kedua: Karena mereka berkata, bahwa pengaturan alam bawah ada di tangan tujuh bintang, yaitu Zuhal kemudian Musytari kemudian Mirrikh kemudian Zuhrah kemudian matahari kemudian Atharid kemudian rembulan.
Nama Keempat Adalah Babakiyah.
Penulis berkata, “Ini adalah nama sekte dari mereka, mereka mengikuti seorang laki-laki yang bernama Baba al-Khurrami, dia termasuk Bathiniyah, asal-usulnya adalah bahwa dia anak zina, dia muncul di sebuah pegunungan di daerah Azerbaijan tahun 201 H, dan diikuti oleh banyak orang, urusan mereka membesar, mereka menghalalkan hal-hal yang dilarang agama, bila dia mengetahui ada seseorang yang mempunyai anak perempuan atau saudara perempuan yang cantik, maka dia memintanya, bila walinya mengirimkannya kepadanya, bila tidak, maka dia akan membunuh walinya dan merampasnya dengan paksa, dia berbuat demikian selama dua puluh tahun, dan dia membunuh sebanyak delapan puluh ribu orang. Ada yang berkata lima puluh ribu lima ratus orang.
Pemimpin memeranginya, namun dia berhasil mengalahkan pasukan negara, hingga al-Mu’tashim mengirimkan Ifsyin untuk memeranginya, laki-laki berhasil menangkap Babak dan saudaranya pada tahun 223 H. Manakala keduanya dibawa kepada al-Mu’tashim, saudara Babak berkata kepada Babak, “Babak, kamu telah melakukan apa yang tidak dilakukan oleh siapa pun, maka bersabarlah sekarang dengan kesabaran yang tidak diperlihatkan oleh siapa pun.” Dia menjawab, “Kamu akan melihat kesabaranku.”
Kemudian al-Mu’tashim memerintahkan agar kedua tangan dan kedua kakinya dipotong, tatkala semua itu dipotong, dia mengusapkan darah ke wajahnya, maka al-Mu’tashim berkata, “Kamu adalah orang pemberani, lalu mengapa kamu mengusap wajahmu dengan darah? Apakah kamu takut mati?” Dia menjawab, “Tidak, tetapi saat kedua tangan dan kedua kakiku dipotong, darah mengucur dengan derasnya, maka aku takut ada yang berkata tentangku bahwa wajahmu pucat karena takut mati hingga Orang-orang pun menyangka demikian, maka aku menutupi wajahku dengan darah agar hal itu tak terlihat di wajahku.”
Kemudian lehernya dipancung, lalu dibakar, dan saudaranya juga dihukum dengan hukuman yang sama, keduanya sama sekali tidak menunjukkan penyesalan, keluhan dan rintihan, Allah melaknat kedunya. Di antara mereka masih ada sisa-sisa. Ada yang mengatakan, bahwa mereka mempunyai satu malam dalam setahun, kaum laki-laki dan wanita mereka berkumpul di sebuah tempat, mereka memadamkan lampu kemudian kaum laki-laki berburu kaum wanita, setiap laki-laki menangkap seorang wanita, siapa yang mendapatkan seorang wanita maka dia halal baginya karena ia adalah buruannya dan berburu adalah mubah.
Nama Kelima Adalah Muhammirah.
Penulis berkata, bahwa mereka dinamakan demikian karena mencelup baju mereka dengan warna ahmar (merah) di zaman Babak dan mereka memakainya.
Nama Keenam Adalah Qaramitah.
Penulis berkata, bahwa sebab mereka dinamakan demikian menurut ahli sejarah terdapat dua pendapat:
> Pertama: Bahwa ada seorang laki-laki dari daerah Khuzistan datang ke Kufah, dia menampakkan zuhud, dia menyeru untuk membaiat seorang imam dari keluarga Rasulullah, dia tinggal pada seorang laki-laki yang bernama Kurmitah, dijuluki demikian karena kedua matanya merah, dengan bahasa Nabathiyah ia bermakna orang yang tajam kedua matanya. Gubernur daerah itu menangkapnya dan memenjarakannya, lalu dia meninggalkan kunci penjara di bawah kepalanya dan dia tidur, seorang pelayan perempuan pun merasa kasihan kepadanya, maka dia mengambil kunci dan membuka penjara dan mengeluarkannya darinya lalu mengembalikan kunci ke tempatnya semula, manakala dia dicari, dia tidak ditermukan, maka orang-orang terfitnah olehnya, dia keluar ke Syam maka dia dinamakan dengan Karmitah, nama orang di mana dia pernah tinggal padanya, kemudian diringankan, maka dikatakan Qurmuth, kemudian kedudukannya diwarisi oleh keluarganya dan anak-anaknya.
> Kedua: Mereka dinamakan demikian karena dinisbatkan kepada Hamdan Qurmuth, dia salah seorang da’i mereka di awal gerakan, beberapa orang merespon ajakannya, maka mereka dinamakan dengan Qaramithah dan Qurmuthiyah.
Laki-laki ini dari Kufah, dia cenderung kepada zuhud, dia bertemu dengan salah seorang da’i Bathiniyah yang sedang pergi ke sebuah desa sementara dia menggiring beberapa ekor sapi. Hamdan berkata kepada da’i tersebut sementara dia tidak mengetahuinya, “Hendak ke mana Anda?” Laki-laki itu menyebutkan tujuannya, yvaitu desa Hamdan. Hamdan berkata kepadanya, “Kendarailah seekor sapi ini agar engkau tidak lelah.”, Dia menjawab, “Aku tidak diperintahkan untukitu.” Hamdan berkata, “Sepertinyva Anda tidak melakukan kecuali dengan perintah?” Dia menjawab, “Ya.” Hamdan bertanya, “Dengan perintah siapa Anda beramal?” Dia menjawab, “Dengan perintah pemilik diriku, dirimu serta pemilik dunia dan akhirat.” Hamdan berkata, “Kalau begitu, Dia adalah Rabbul alamin.” Dia menjawab, “Tidak salah.” Hamdan bertanya kepadanya, “Lalu apa tujuanmu datang ke desa yang hendak kamu datangi?” Dia menjawab, “Aku diperintahkan untuk mengajak penduduknya dari kebodohan kepada ilmu, dan dari kesesatan kepada petunjuk, serta dari kesengsaraan kepada kebahagiaan, aku hendak mengentaskan mereka dari belenggu kehinaan dan kemiskinan dan membuat mereka berkecukupan sehingga mereka tak perlu lagi bekerja dengan susah payah.” Maka Hamdan berkata, “Entaskanlah aku semoga Allah mengentaskanmu. Berikanlah ilmu kepadaku yang bisa menghidupkanku, karena aku sangat memerlukan apa yvang engkau ucapkan.” Dia menjawab, “Aku tidak diperintahkan mengeluarkan rahasia yang tersimpan kepada siapa pun kecuali sesudah ada kepercayaan dan perjanjian.” Hamdan berkata, “Katakanlah perjanjianmu, aku sanggup memegangnya.”’ Maka dia berkata, “Berikanlah janji dan sumpah dengan nama Allah untukku dan untuk imam agar kamu tidak mengeluarkan rahasia imam yang aku sampaikan kepadamu dan tidak pula rahasiaku.”
Maka Hamdan menyanggupi, kemudian da’i tersebut mulai mengajarkan berbagai disiplin kebodohan kepada Hamdan, hingga dia berhasil membujuknya dan merespon ajakannya, kemudian Hamdan mulai menyebarkan kebodohannya hingga dia menjadi pondasi utama dari bid’ah ini, maka orang-orang yang mengikutinya disebut dengan Qaramithah dan Qurmuthiyah.
Kedudukan Hamdan diwarisi oleh anak-anaknya, yanq paling bengis dari mereka adalah Abu Sa’id, dia muncul di tahun 286 H, dia mempunyai kekuatan, membunuh kaum muslimin dalam jumlah yang tak terhingga, menghancurkan masjid-masjid, membakar mushaf-mushaf, merampok jamaah haji, dia membuat ajaran-ajaran untuk keluarga dan orang-orangnya, mengabarkan kepada mereka hal-hal yang mustahil, bila dia berperang, dia berkata, “Aku dijanjikan kemenangan saat ini.” Saat laki-Iaki ini mati, di atas kuburnya dibangun sebuah kubah, di bagian kepalanya dibuat patung burung, mereka berkata, “Bila burung ini terbang maka Abu Sa’id akan bangun dari kuburnya.” Mereka meletakkan di atas kuburnya seekor kuda, setumpuk pakaian dan senjata.
Iblis telah membisiki jamaah ini dengan keyakinan, bahwa barangsiapa mati sementara di atas kuburnya diletakkan seekor kuda, maka dia akan dibangkitkan dengan berkendara, bila dia tak punya kuda maka dia dibangkitkan dengan berjalan kaki.
Bila mereka menyebut nama Abu Sa’id, mereka bershalawa atasnya, sedangkan mereka tidak mau bershalawat atas Rasulullah. Bila mereka mendengar orang-orang bershalawat kepada Rasulullah, mereka berkata, “Kalian makan rizki Abu Sa’id, namun kalian ber, shalawat kepada Abu al-Qasim!”
Abu Sa’id digantikan oleh anaknya Thahir sesudahnya, dia mela, kukan apa yang dilakukan oleh bapaknya, dia menyerang Ka’bah, merampas kekayaan yang ada di sana, mencongkel Hajar Aswad dan membawanya pulang ke negerinya, dia mengelabuhi manusia bahwa . dirinya adalah Allah.
Nama Ketujuh Adalah Khurramiyah.
Kata Khurram adalah kata Ajam yang mengisyaratkan sesuatu yang nikmat dan lezat yang disukai oleh manusia.
Maksud dari nama ini adalah mengajak manusia untuk mengikut kelezatan, memenuhi hasrat syahwat bagaimana caranya, melipat tikar taklif, dan menggugurkan beban syariat dari manusia. Nama inj adalah gelar bagi Mazdakiyah, mereka adalah orang-orang permisif darj Majusi yang muncul di masa kekuasaan Qubadz, mereka menghalalkan wanita mahram, menghalalkan segala hal yang dilarang, maka mereka dinamakan dengan nama ini karena mereka menyerupai mereka di akhir keyakinan walaupun berbeda di awalnya.
Nama Kedelapan Adalah Ta’limiyah.
Mereka dinamakan demikian karena dasar madzhab mereka adalah membatalkan akal, merusak peranan akal, dan mengajak orang-orang belajar kepada imam ma’shum, dan bahwa ilmu tidak diketahui kecuali dengan ta’lim.
Sebab Bathiniyah Terjerumus ke Dalam Kesesatan
Ketahuilah bahwa mereka ingin berlepas diri dari agama, maka mereka meminta pendapat beberapa kalangan Majusi, Mazdakiyah, Tsanawiyah dan para filosof mulhid dalam upaya mencari cara yang bisa meringankan mereka dari cengkeraman cakar orang-orang yang beragama atas mereka, hingga mereka mampu membisukan mereka dengan apa yang mereka yakini berupa pengingkaran terhadap pencipta, pendustaan terhadap . para rasul, dan pengingkaran terhadap kebangkitan. Mereka berkeyakinan bahwa para nabi adalah orang-orang yang mendustakan kebenaran yang berpura-pura mienerimanya. Mereka melihat agama Muhammad telah menyebar di penjuru bumi, dan mereka merasa tak sanggup menghadapinya, sehingga mereka mengatakan, bahwa yang bisa kita Jakukan adalah mencabut akidah satu kelompok yang ada dalam tubuh mereka, yang paling cerdas akalnya, paling tajam pendapatnya, dan yang paling bisa mempercayai dengan hal-hal mustahil dan membenarkan kebohongan-kebohongan, dan mereka adalah orang-orang Rafidhah. Maka kita bisa bersembunyi di balik baju mereka, mencari muka kepada mereka dengan menampakkan kesedihan atas kehinaan dan kezhaliman yang menimpa keluarga Muhammad, dengan itu kita bisa mencaci maki orang-orang terdahulu yang membawa syariat kepada mereka. Bila nama para pembawa syariat itu telah jatuh di mata mereka, maka mereka tidak lagi memandang apa yang mereka bawa, dengan begitu kita bisa menyeret mereka sedikit demi sedikit untuk berlepas diri dari agama. Bila di antara mereka masih ada yang berpegang kepada hal-hal yang zhahir dari al-Qur’an dan hadits, maka kita akan mengelabuhinya bahwa halhal yang zhahir tersebut memiliki rahasia-rahasia dan batin-batin. Maka barangsiapa yang tertipu oleh hal yang zhahir, berarti dia adalah orang bodoh, karena kecerdikan adalah dengan meyakini hal yang batinnya. Kemudian kita menyebarkan akidah kita kepada mereka, dan kita katakan kepada mereka bahwa ia adalah yang dimaksud oleh hal-hal yang zhahir menutut kalian, bila kita sudah kuat dengan dukungan mereka, maka akan mudah bagi kita menyeret aliran lainnya.
Kemudian mereka berkata, “Jalan kami adalah memilih seorang laki-laki yang mau: mendukung madzhab kami dan mengaku dari kalangan ahli bait Kasulullah, dan semua manusia wajib mengikutinya, serta mematuhinya, karena dia adalah khalifah Rasulullah yang terjaga dari kesalahan dan kekeliruan dari sisi Allah. Kemudian hendaknya dakwah ini tidak terlihat dekat dengan yang di sekitar khalifah, yang kami anggap ma’shum, karena ketetanggaan bisa membuka rahasia. Adapun bila jarak dan letak antara dakwah dan imam berjauhan, maka siapa yang merespon dakwah ini tidak akan bisa membuka kedok imam tersebut atau mengetahui jatidirinya yang sebenarnya.
Tujuan mereka di balik semua ini adalah kekuasaan, menguasaj harta manusia dan membalas dendam terhadap mereka, karena mereka beranggapan bahwa sebelum ini manusia telah menumpahkan darah mereka dan merampas harta mereka. Ini lah tujuan utama mereka dan dasar ajaran mereka.
Tipu Daya Bathiniyah
Penulis berkata, “Mereka mempunyai tipu musli hat dalam mengajak manusia. Mereka membedakan antara orang yang bisa diseret ke dalam lingkaran madzhab mereka dengan orang yang sulit. Bila mereka melihat peluang pada seseorang, maka mereka melihat tabiatnya.
Bila dia cenderung kepada zuhud, maka mereka mengajaknya kepada amanat, kejujuran dan meninggalkan syahwat.
Bila dia cenderung kepada kehidupan permisif, maka mereka akan mendakwahinya bahwa ibadah merupakan kedunquan, dan kebersihan hati merupakan kebodohan, sebaliknya kecerdikan terletak pada mengikuti hawa nafsu di dunia yang fana ini.
Mereka menetapkan pada setiap madzhab apa yang layak untuk madzhab tersebut, kemudian menanamkan keragu-raguan pada apa yang mereka yakini. Sedangkan yang merespon dakwah mereka adalah orang yang dungu atau seseorang dari kalangan kerajaan serta anak-anak penguasa Majusi yang mana kekuasaan nenek moyangnya runtuh oleh munculnya negara Islam, atau seorang laki-laki yang bernafsu kepada kekuasaan namun zaman tidak mendukungnya, maka mereka menjanjikan terwujudnya impian baginya atau seorang laki-laki yang berhasrat meraih derajat lebih tinggi dari kalangan orang-orang awam, dan dia ingin mencari serta membuka hakikat perkara atau laki-laki berakidah Rafidhah yang agamanya adalah mencaci maki para shahabat, atau juga laki-laki atheis dari kalangan ahli filsafat dan Tsanawiyah yang bingung tentang agama, atau laki-laki yang dikungkung oleh cinta hawa nafsu dan merasa terbebani atas adanya taklif.
Berapa banyak orang zindiq yang dalam hatinya bercokol kebencian kepada Islam, dia muncul lalu memiliki kekuatan, dia menghiasi slogan-slogan batil yang dia cekokkan kepada orang-orang yang mempercayainya, sementara akidah yang tersembunyi dalam hatinya adalah melepaskan diri dari beban agama, dan berusaha mewujudkan nafsu syahwat serta membolehkan hal-hal yang diharamkan.
Di antara mereka ada yang tidak mau meninggalkan kekeliruannya, maka dia kehilangan dunia dan akhirat seperti Ibnu ar-Rawandi.
Ali bin al-Muhassin at-Tanukhi berkata, “Ibnu ar-Rawandi adalah rekan ’ karib orang-orang Rafidhah dan orang-orang mulhid, bila dia dikritik, dia menjawab, ‘Aku hanya ingin mengenal madzhab-madzhab mereka.’ Kemudian dia membuka kedok kejelekannya dan membantah!!
Penulis berkata, “Barangsiapa mencermati keadaan ar-Rawandi ini, maka dia akan melihatnya tergolong tokoh orang-orang atheis, dia menulis buku yang diberi nama ad-Damigh, dia menyatakan bahwa dengan bukunya ini dia membela syariat, Mahasuci Allah yang membinasakannya, Dia mencabut nyawanya saat dia di puncak kepemudaan. Laki-laki ini menyanggah al-Qur’an, mengklaim adanya kontradiksi dalam alQuran, tidak fasih, padahal dia mengetahui bahwa orang-orang fasih Arab tercengang saat mendengarnya, lalu bagaimana dengan orang yang tidak fasih?
Zaman tak pernah sepi dari orang-orang yang meneruskan akidah ‘ mereka, hanya saja api kekuatan mereka mulai redup, segala puji bagi Allah, hingga tidak tersisa kecuali orang Bathini dan ahli filsafat yang bersembunyi, padahal dia adalah orang yang paling bodoh, paling rendah kedudukannya dan paling busuk kehidupannya.
Bab VI : Talbis Iblis atas ulama diberbagai bidang ilmu
Penulis berkata, “Ketahuilah bahwa Iblis masuk kepada manusia P untuk mengacaukan mereka melalui berbagai jalan. Di antaranya adalah jalan yang perkaranya jelas, namun manusia dikuasai untuk lebih mementingkan hawa nafsunya, sehingga dia menutup mata dari ilmu yang memudahkannya. Di antaranya juga adalah jalan yang samar, dan ini yang tidak diketahui oleh banyak ulama!
Kami akan menjelaskan berbagai bentuk talbis Iblis, yang mana hal tersebut bisa dijadikan petunjuk atas yang tak tersebut, karena memaparkan semua jalan talbis Iblis memerlukan waktu yang panjang. Dan Allah adalah penjaga.
Talbis Iblis atas Para Qari
Di antaranya adalah menyibukkan sebagian dari mereka dengan giraat yang syadz hingga dia mempelajarinya, menghabiskan kebanyakan hidupnya untuk mengumpulkannya, menyusunnya dan mengajarkannya, hingga hal itu menyibukkannya dari ilmu tentang kewajiban-kewajiban agama. Bisa jadi Anda melihat seorang imam masjid mengajarkan gira‘ at namun dia sama sekali tidak mengetahui apa yang membatalkan shalat, dan terkadang keinginannya untuk terkenal agar tidak terlihat bodoh di mata manusia mendorongnya untuk duduk di depan para ulama dan mengambil ilmu dari mereka.
Seandainya mereka mau berpikir, niscaya mereka akan menyadari bahwa yang dimaksud adalah menghafal al-Qur’an, meluruskan lafazh-lafazhnya, kemudian memahaminya lalu mengamalkannya, dan memperhatikan hal-hal yang memperbaiki jiwa,. serta membersihkan akhlaknya kemudian menyibukkan diri dengan perkara yang penting dari ilmu-ilmu syariat. Termasuk kerugian yang sangat besar menyia-nyiakan umur dalam perkara yang tak penting.
Al-Hasan al-Bashri berkata, “Al-Qur’an diturunkan untuk diamalkan, lalu orang-orang menjadikan tilawahnya sebagai amal.” Maksudnya, mereka hanya membacanya dan tidak mengamalkannya.
Di antaranya adalah bahwa salah seorang dari mereka membaca dengan bacaan yang syadz di mihrabnya dan meninggalkan bacaan yang mutawatir lagi masyhur.
Padahal yang shahih di kalangan para ulama adalah bahwa shalat tidak sah dengan bacaan yang syadz, namun orang ini bermaksud memperlihatkan sesuatu yang asing dengan tujuan untuk mendapat sanjungan dari manusia dan menqumpulkan mereka di sekelilingnya karena dia terlihat menyibukkan diri dengan al-Qur’an.
Di antara mereka ada yang menggabungkan berbagai qira’at, dia membaca, “Malik, Maalik, Mallak… Ini tidak boleh, karena ia mengeluarkan al-Qur’an dari susunannya.
Di antara mereka ada yang mengumpulkan ayat-ayat sajadah, bacaanbacaan tahlil dan takbir, padahal semua itu adalah makruh.
Mereka menyalakan api dalam jumlah banyak saat mengkhatamkan al-Qur’an, mereka menyatukan antara menyia-nyiakan harta dan menyerupai perbuatan orang-orang Majusi, mengundang ikhtilatnya kaum laki-laki dengan wanita di malam hari yang mengundang kerusakan, sedangkan Iblis memperlihatkan kepada mereka bahwa perbuatan mereka untuk memuliakan Islam.
Ini adalah talbis Iblis yang besar, karena memulaikan syariat hanya dengan mengamalkan syariat.
Di antaranya adalah bahwa di antara mereka ada yang membolehkan mengklaim qira’at atas nama seseorang, padahal dia sama sekali tidak belajar darinya, dan terkadang dia memiliki ijazah darinya, namun dia berani berkata, “Dia mengabarkan kepadaku,” untuk mengelabuhi. Dia beranggapan bahwa perkaranya dalam masalah ini hampir sama, karena dia meriwayatkan beberapa qira’at, dan menganggap sebagai perbuatan yang baik, sedangkan dia lipa bahwa hal itu adalah dusta dan dia memikul dosa para pendusta.
Di antaranya adalah bahwa seorang syaikh qira’ at yang menquasai dua atau tiga muridnya, namun di saat yang sama dia berbincangbincang dengan siapa pun yang datang kepadanya, padahal hati manusia tak akan sanggup melakukan semua ini dalam waktu yang bersamaan, kemudian dia menorehkan tulisannya bahwa dia telah membaca kepada fulan dengan qira’ at fulan.
Sebagian ulama ahli tahgqiq berkata, “Tidak mengapa bila dua atau tiga orang murid berkumpul padanya, namun dia hanya menyimak satu orang saja.”
Di antaranya adalah bahwa sebagian qari’ berbangga-bangga dalam memperbanyak bacaan. Aku pernah melihat seorang syaikh dari mereka mengumpulkan orang-orang, dan dia menyuruh seorang qari’ untuk membaca di siang hari dalam waktu yang lama, sampai khatam tiga kali. Bila ia tidak bisa menyempurnakannya maka orang-orang akan mencelanya, dan bila dia bisa menyempurnakannya maka orang-orang memujinya, sedangkan orang-orang awam berkumpul menyaksikannya dan menyanjungnya. Iblis telah remperlihatkan kepada mereka bahwa banyaknya bacaan mengandung banyak pahala, padahal ini termasuk talbis Iblis, sebab membaca al-Qur’an haruslah karena Allah bukan untuk mencari pujian, di samping membacanya juga harus pelan-pelan.
Allah berfirman:
“Agar kamu membacakannya perlahan-lahan kepada manusia.” (QS. al-Isra’: 106).
Allah berfirman:
“Dan bacalah al-Qur’an itu. dengan perlahan-lahan.” (QS. al-Muzzamil: 4).
Di antaranya adalah bahwa sebagian qari’ membuat-buat qira at dengan lagu, dan hingga ia hampir melampaui batas, karena itu Ahmad bin Hanbal dan lainnya membencinya.
Asy-Syafi’i berkata, “Tidak mengapa mendengar penuntut unta yang berdendang dan orang Arab pedalaman bernasyid, dan tidak mengapa juga membaca dengan lagu dan membaguskan suara.”
Saya berkata, “Asy-Syafi’i berkata demikian seraya mengisyaratkan apa yang terjadi di zamannya. Mereka melagukan namun hanya sedikit. Berbeda dengan hari ini, mereka telah menyeret bacaan kepada nada-nada laqu. Semakin dekat ia dengan nyanyian, semakin meningkat sisi makruhnya, bila al-Qur’an dikeluarkan dari riil bakunya maka hal itu menjadi haram.
Di antaranya adalah bahwa sebagian qari’ membolehkan beberapa kesalahan seperti ghibah terhadap rekan, terkadang mereka melakukan dosa yang lebih besar, mereka meyakini bahwa menghafal al-Qur’an menjaga mereka dari siksa, dengan berdalil kepada sabda Nabi:
“Barangsiapa menjadikan al-Qur’an dalam sebuah kulit maka ia tak terbakar, “
Hal itu termasuk talbis Iblis atas mereka, karena adzab orang yang mengetahui lebih banyak daripada orang yang tidak mengetahui, karena ilmu menguatkan hujjah, dan seorang qari~ yang tidak menghargai apa yang dihafalnya adalah dosa lain.
Allah berfirman:
“Adakah orang yang mengetahui bahwasanya apa yang diturunkan kepadamu dari Rabbmu itu benar sama dengan orang yang buta?” (QS. ar-Ra’ad: 19).
Allah berfirman:
“Siapa di antaramu yang mengerjakan perbuatan keji yang nyata, niscaya akan dilipatgandakan siksaan kepada mereka dua kali lipat.” (QS. al-Ahzab: 30).
Talbis Iblis atas Ashabul Hadits
Di antaranya adalah bahwa sebagian dari mereka menghabiskan umur mereka dalam rangka menyimak hadits, melakukan perjalanan untuk itu, mengumpulkan jalan-jalan periwayatan yang banyak mencari sanad-sanad yang tinggi dan matan-matan yang aneh. Mereka terbagi menjadi . dua:
Bagian pertama: Sekelompok orang dari mereka yang bermaksud – menjaga syariat dengan mengetahui hadits yang shahih dari hadits yang ‘ dhaif, dan usaha mereka patut diberi ucapan terima kasih, sayangnya Iblis mengacaukan mereka dengan membuat mereka sibuk dengannya hingga melupakan perkara yang harus dan wajib mereka diketahui, serta bersungguh-sungguh dalam menunaikan apa yang harus ditunaikan dan bertafaqquh dalam agama.
Bila ada yang berkata, “Hal ini dilakukan oleh kebanyakan orang dari kalangan salaf seperti Yahya bin Ma’in, Ali bin al-Madini, al-Bukhari dan “Muslim.”
Kami menjawab, “Mereka adalah orang-orang yang mengumpulkan antara pengetahuan tentang apa yang penting dari perkara-perkara agama dan pemahaman padanya dengan hadits yang mereka cari. Sedangkan pendeknya sanad dan sedikitnya hadits membantu mereka untuk melakukan hal yang demikian, maka hidup mereka cukup untuk keduanya.”
Adapun di zaman ini, maka jalan-jalan periwayatan hadits sudah panjang, tulisan-tulisan padanya luas, maka hanya sedikit orang yang sanggup menyatukan di antara kedua perkara. Anda melihat seorang muhaddits menulis dan mendengar selama lima puluh tahun, mengumpulkan kitab-kitab namun dia tidak mengetahui apa yang terkandung di dalamnya, padahal seandainya dia mengalami sesuatu dalam shalat niscaya dia membutuhkan jawaban dari sebagian ahli fikih junior yang sama sekali tidak pernah datang kepadanya untuk mendengar hadits darinya.
Melalui mereka, orang-orang yang mencela ahli hadits menemukan celah, maka mereka mengatakan, “Orang-orang yang selalu bepergian namun tidak mengetahui apa yang mereka bawa.”
Bila salah seorang dari mereka beruntung, dan merenungkan haditsnya, maka terkadang dia mengamalkan hadits yang sudah mansukh, dan terkadang dia memahami hadits seperti apa yang dipahami oleh orang awam yang jahil, lalu dia mengamalkannya, padahal bukan itu yang dimaksud oleh hadits tersebut.
Al-Khatthabi berkata, “Sebagian syaikh kami meriwayatkan hadits bahwa Nabi melarang halagah sebelum shalat Jum’at,!!” dengan lam yang disukun, yaitu maknanya adalah mencukur. Dia mengabarkan kepadaku bahwa selama empat puluh tahun dia tidak mencukur rambutnya sebelum shalat Jum’at, maka aku berkata kepadanya, “Yang dimaksud oleh Hadits adalah hilaq jamak dari halaqah. Hadits tersebut memakruhkan berkumpul sebelum shalat untuk ilmu dan mudzakarah, karena ia memerintahkan agar waktu tersebut dipakai untuk shalat dan bersiap-siap menyimak khutbah.” Maka dia berkata, “Engkau telah memudahkan kesulitanku.” Dia termasuk orang-orang shalih.
Kami melihat di zaman ini sebagian orang mengumpulkan kitab-kitab, dan banyak mendengar namun tak memahami apa pun.
Di antara mereka ada yang tidak menghafal al-Qur’an, dan tidak mengetahui rukun-rukun shalat, mereka menyibukkan diri -menurut pengakuan merekadengan hal-hal yang bersifat fardhu kifayah dan meninggalkan hal-hal yang bersifat fardhu ain, padahal mementingkan apa yang tidak penting.dari apa yang penting termasuk talbis Iblis.
Bagian kedua: Orang-orang yang banyak mendengar hadits, namun tujuan mereka tidak shahih, mereka juga tidak bermaksud mengetahui yang shahih dari yang bukan shahih dengari mengumpulkan jalan-jalan periwayatannya, akan tetapi maksud mereka hanya sebatas sanadsanad yang tinggi dan perkara-perkara asing. Mereka berkeliling ke penjuru negeri, hingga salah seorang dari mereka bisa berbangga, “Saya bertemu fulan, saya memiliki sanad-sanad yang tidak dimiliki oleh siapa pun, dan saya memiliki hadits-hadits yang tak dimiliki oleh orang lain.”
Sebagian pencari hadits pernah datang kepada kami di Baghdad, mereka membawa seorang syaikh, kemudian mendudukkannya di arRaqqah, -sebuah kebun di pinggir sungai Dajlah-, mereka membaca kepada syaikh tersebut, lalu mereka berkata dalam meriwayatkan hadits yang mereka kumpulkan, “Fulan dan fulan menyampaikan kepadaku di ar-Raqqah.” Mereka mengelabuhi orang-orang seolah-olah tempat tersebut adalah sebuah negeri di pinggir Syam,”9 agar orang-orang menyangka bahwa mereka telah bersusah payah melakukan perjalanan untuk mencari hadits.
Mereka mendudukkan seorang syaikh di antara sungai Isa dan Eufrat, lalu mereka berkata, “Fulan menyampaikan kepadaku dari belakang sungai,” agar mengelabuhi orang-orang bahwa mereka telah menyeberangi sungai ke Khurasan dalam rangka mencari hadits.
Mereka berkata, “Fulan menyampaikan kepadaku dalam perjalananku yang kedua dan ketiga,” agar orang-orang menyangka kadar kelelahannya dalam mencari hadits, akibatnya usahanya tak diberkahi, dan dia mati dalam masa mencari hadits.
Penulis berkata, “Semua ini sangat jauh dari keikhlasan, karena tujuan mereka adalah kedudukan dan berbangga-bangga, oleh karena itu mereka mengikuti hadits syadz dan gharib. Terkadang salah seorang dari mereka menemukan sebuah juz dari pendengaran saudaranya yang muslim lalu dia menyembunyikannya agar dia bisa memonopoli riwayat, bisa jadi dia mati sebelum meriwayatkannya, maka riwayat tersebut lenyap dari keduanya.
Terkadang salah seorang dari mereka melakukan perjalanan kepada seorang syaikh yang awal namanya adalah kaf atau qaf, tusuannya hanya sebatas menulis nama syaikh tersebut dalam deretan syaikh-syaikhnya. Mencela dan Mengghibah
Di antara talbis Iblis atas ashabul hadits adalah bahwa sebagian dari mereka mencela yang lain hanya untuk balas dendam?”!, dan mereka mengeluarkannya ke riil jarh wat ta’dil yang oleh para pendahulu umat ini dimanfaatkan untuk membela syariat. Allah lebih mengetahui niat seseorang.
Bukti buruknya tujuan mereka adalah diamnya mereka terhadap syaikh-syaikh yang mengambil hadits dari mereka, padahal ulama pendahulu tidak bersikap demikian. Ali bin al-Madini menyampaikan hadits dari bapaknya yang dhaif, kemudian dia berkata, “Hadits syaikh ini mengandung sesuatu.”
Yusuf bin al-Husain berkata, “Aku bertanya kepada al-Muhasibi tentang ghibah, maka dia menjawab, ‘Waspadailah ia, karena ia adalah seburuk. buruk perbuatan, bagaimana dugaanmu dengan dosa yang melebur ke. baikan-kebaikanmu dan membuat ridha lawan-lawanmu? Siapa yang kamu benci di dunia, bagaimana mungkin kamu rela menjadikannya sebagai lawanmu di Hari Kiamat yang akan mengambil kebaikan-kebaikanmu atau kamu mengambil keburukan-keburukannya?! Padahal saat itu tidak ada lagi dirham atau dinar, waspadailah ia, kenalilah sumbernya, karena sesungguhnya sumber ghibah orang-orang rendah dan bodoh adalah menumpahkan kekesalan, fanatisme, hasad, su‘ uzhan, semua itu terbuka tidak tertutup.'”
Adapun ghibah terhadap para ulama maka sumbernya adalah tertipunya jiwa di balik kedok menasihati dan takwil hadits yang tidak shahih, seandainya ia shahih maka ia tetap tidak membantu membolehkan ghibah, yaitu, “Apakah kalian segan menyebutnya? Sebutlah apa yang ada padanya agar orang-orang waspada terhadapnya.”
Seandainya hadits di atas shahih lagi mahfuzh, ia tetap tidak mengandung pembolehan menampakkan permusuhan terhadap saudaramu yang muslim tanpa bertanya terlebih dulu tentangnya, akan tetapi bila seorang peminta nasihat datang kepadamu, dan dia berkata, “Saya hendak menikahkan putriku dengan si fulan.” Lalu kamu mengetahui adanya bid’ ah pada diri fulan tersebut atau dia tidak bisa percaya menjaga kehormatan kaum muslimin, maka kamu patut menjauhkannya darinya dengan cara paling baik. Atau ada laki-laki lain datang kepadamu, dan dia berkata, “Saya hendak menitipkan hartaku pada si fulan.” Padahal si fulan ini bukanlah orang yang bisa dipercaya, maka kamu menjauhkannya darinya dengan sebaik mungkin. Atau laki-laki lainnya berkata, “Saya hendak shalat di belakangsi fulan atau aku hendak menjadikannyaimamku dalam ilmu.” Maka kamu menjauhkannya darinya dengan cara yang terbaik, dan jangan menuntaskan amarahmu dengan mengghibahnya.
Adapun sumber ghibah dari para qari’ dan ahli ibadah, maka dari jalan ujub dengan memperlihatkan aib saudaranya, kemudian berpurapura mendoakannya di belakangnya, dengan itu dia bisa menyantap daging saudaranya yang muslim, kemudian dia bersembunyi di balik kedok doa.
Adapun sumber ghibah pada para pemimpin dan ustadz, maka melalui jalan menampakkan kasih sayang dan kelembutan, hingga dia berkata, “Kasihan si fulan, dia diuji dengan ini, dicoba dengan itu, semoga Allah tidak membiarkan kita.” Dia berpura-pura menampakkan kelembutan dan kasih sayang kepada saudaranya, kemudian berpura-pura berdoa di hadapan saudara-saudaranya, dia berkata, “Aku berkata demikian kepada kalian agar kalian banyak-banyak mendoakannya.”
Kami berlindung kepada Allah dari ghibah, langsung atau sindiran. Jauhilah ghibah, karena Allah membencinya.!”
Allah berfirman:
“Sukakah salah seorang di antara kamu memakan daging saudaranya yang sudah mati? Maka tentulah kamu merasa jijik kepadanya.” (QS. al-Hujurat: 12).
Hadits-hadits shahih dalam masalah ini dari Nabi berjumlah banyak.
Di antara talbis Iblis atas para ulama ahli hadits adalah meriwayatkan hadits maudhw’ tanpa menjelaskan bahwa ia maudhu’. Ini adalah kejahatan dari mereka terhadap agama, tujuan mereka adalah melariskan hadits dan meninggkatkan riwayat mereka, padahal Nabi telah bersabda:
“Barangsiapa meriwayatkan hadits dariku, dia mengiranya dusta maka dia salah satu dari dua pendusta. ”
Termasuk ke dalam bab ini adalah tadlis mereka dalam perkara riwayat, salah seorang dari mereka terkadang berkata, “Fulan dari fulan.” Atau berkata, “Fulan berkata dari fulan.” Seolah-olah dia mendengar sanad yang terputus padahal tidak, ini jahat, karena ia menjadikan sanad yang terputus bersambung.
Di antara mereka ada yang meriwayatkan dari rawi dhaif atau pendusta, lalu dia membuang namanya dan menggantinya dengan nama lain, terkadang dia menyebutkan kunyahnya, dan terkadang dia menasabkannya kepada kakeknya agar tidak diketahui. Ini merupakan kejahatan terhadap agama, karena ia menetapkan hukum yang bukan dari agama.
Adapun bila rawi seorang muhaddits yang meriwayatkan darinya adalah rawi tsiqah, lalu muhaddits tersebut menasabkannya kepada kakeknya atau hanya menyebutkan kunyahnya, agar tidak dikira bahwa dia banyak meriwayatkan darinya atau seorang syaikh setaraf dengan muridnya lalu muridnya malu menyebutkannya, maka hal ini makruh, dan hampir tetap jauh dari kebenaran, dengan syarat bahwa syaikh tersebut adalah tsigah. Semoga Allah membimbing ke jalan yang benar.
Talbis Iblis atas Para Fuqaha
Penulis berkata, “Para fuqaha’ pada zaman dahulu adalah ahli al-Qur’an sekaligus ahli hadits, kemudian perkaranya mulai menyusut, hingga kalangan muta’akhkhirin berkata, ‘Cukup bagi kami mengetahui ayatayat hukum dalam al-Qur’an dan berpijak kepada buku hadits yang masyhur seperti Sunan Abu Dawud dan lainnya.’”
Kemudian mereka mulai meremehkan perkara ini, salah seorang dari mereka berhujjah kepada sebuah ayat padahal dia tidak memahami maknanya, dan berdalil dengan hadits yang tidak dia ketahui, apakah ia shahih atau tidak?
Terkadang dia berpijak kepada qiyas yang bertentangan dengan hadits shahih sementara dia tidak menyadarinya karena minimnya ilmunya terhadap ilmu riwayat, padahal fikih adalah pengambilan hukum dari al-Qur’an dan sunnah, lantas bagaimana seseorang bisa mengambil dari sesuatu yang tak dia ketahui? Padahal termasuk perbuatan buruk adalah menggantungkan hukum kepada sebuah hadits yang belum jelas keshahihannya.
Mengetahui hal ini sulit, seseorang harus berani melakukan perjalanan panjang, bersusah payah dalam waktu yang lama hingga dia bisa mengetahui hal ini, maka kitab-kitab disusun, sunnah-sunnah ditetapkan dan yang shahih dipilah dari yang dhaif, namun kalangan muta ‘akhkhirin telah dikuasai oleh kemalasan hingga mereka enggan menelaah ilmu hadits, hingga aku pernah membaca ucapan seorang fuqaha’ besar tentang sebuah lafazh hadits dalam ash-Shahih, “Tidak mungkin bersabda seperti ini.” Aku melihatnya berhujjah dalam sebuah masalah, dia berkata, “Dail kami adalah apa yang diriwayatkan oleh sebagian dari mereka bahwa Rasulullah bersabda begini. Lalu dia menjawab hadits shahih yang dijadikan dalil oleh lawan dialognya dengan berkata, “Hadits ini tidak diketahui.” Semua ini adalah kejahatan terhadap agama.’
Di antara talbis Iblis terhadap para fugaha’ adalah bahwa tujuan besar mereka hanyalah meraih ilmu perdebatan, mereka menyatakan mencari tashih dalil di atas hukum, dan menggali masalah-masalah samar dan illat-illat madzhab. Seandainya pernyataan mereka ini shahih, niscaya mereka menyibukkan diri dengan semua masalah, padahal kenyataannya mereka hanya menyibukkan diri dengan masalah-masalah besar agar perbincangan padanya bisa melebar, lalu orang yang berpendapat maju di depan manusia mengadu kekuatan argumentasinya. Salah seorang dari mereka ingin menyusun perdebatan dan membebar kontradiksi lawannya, padahal tujuan sebenarnya adalah membanggakan diri dan kesombongan, sedangkan di saat yang sama dia tidak mengetahui hukum sebuah masalah kecil yang sering terjadi.
Talbis Iblis atas Para Fuqaha’ dengan Menjerumuskan Mereka ke dalam Perdebatan Ahli Filsafat Hingga Mereka pun Bersandar kepadanya
Di antaranya adalah bahwa mereka lebih mendahulukan qiyas atas hadits yang dijadikan sebagai dalil dalam sebuah masalah, yang tujuannya adalah melebarkan lahan berpikir. Bila salah seorang dari mereka berdalil kepada hadits maka dia dicela habis, padahal termasuk adab adalah berdalil dengan hadits.!
Di antaranya adalah bahwa mereka menjadikan berpikir sebagai pokok kesibukan mereka, namun mereka tidak meramunya dengan sesuatu yang melunakkan hati berupa membaca al-Qur’an, menyimak hadits dan sirah Rasulullah serta para shahabat.
Padahal sudah diketahui bahwa hati tidak akan khusyu’ dengan pengulangan masalah najis, dan air yang berubah, namun ia memerlukan nasihat dan peringatan agar ia bangkit memburu akhirat.
edangkan masalah khilaf, walaupun ia termasuk ilmu syariat, namun ia tidak mampu mewujudkan semua tujuan. Barangsiapa tidak mengetahui rahasia sirah salaf dan keadaan apa yang mereka pagang, maka dia tidak mungkin meniti jalan mereka.
Patut diketahui bahwa tabiat adalah pencuti, bila ia dibiarkan bersama orang-orang zaman ini, maka ia akan mencuri tabiat mereka hingga ia akan menjadi seperti mereka, dan bila dia melihat sirah para ulama terdahulu dan bergaul dengan mereka maka dia akan terpengaruh oleh akhlak mereka.
Sebagian salaf berkata, “Satu hadits yang melunakkan hatiku lebih aku sukai daripada seratus masalah dari masalah-masalah Syuraih.” Dia berkata demikian karena kelembutan hati merupakan tujuan utama dan ia memiliki sebab-sebab.
Di antaranya adalah bahwa mereka hanya membatasi diri pada perdebatan, tidak menghafal madzhab dan berpaling dari bagian syariat lainnya, maka Anda melihat seorang fakih sekaligus mufti ditanya tentang sebuah ayat atau hadits, sedangkan dia tak tahu. Ini merupakan kerugian, lantas di manakah kemuliaan dari adanya kelalaian?
Di antara yang demikian itu, bahwa perdebatan hanya diletakkan untuk mengetahui mana yang benar, padahal tujuan salaf adalah saling menasihati dengan memperlihatkan kebenaran, mereka berpindahpindah dari satu dalil ke dalil yang lainnya, bila seseorang dari mereka tidak mengetahui sesuatu maka yang lain memberitahu, karena tujuan mereka adalah menunjukkan kebenaran. Bila seorang fakih membuat sebuah qiyas dengan dasar sebuah illat yang diduganya, lalu dia ditanya, “Apa dalil yang menunjukkan bahwa hukum pada asal berillat seperti yang Anda duga?” Maka dia menjawab, “Inilah yang nampak bagiku, bila kalian mempunyai sesuatu yang lebih patut maka silakan sampaikan, karena penyanggah tidak mengharuskanku menyebutkan hal itu.”
Dia benar bahwa penyanggah tidak mengharuskannya, akan tetapi pada perdebatan yang diada-adakan, bahkan di bidang nasihat dan menampakkan kebenaran adalah yang mengharuskannya.
Di antaranya adalah bahwa salah seorang dari mereka mengetahui kebenaran bersama lawan dialognya, lalu dia menolak meninggalkan pendapatnya, dan dadanya sempit, bagaimana bisa kebenaran nampak melalui lawan dialognya, maka dia berusaha keras menolaknya padahal dia mengetahui bahwa ia adalah kebenaran. Ini termasuk keburukan yang paling buruk, karena perdebatan hanya dilakukan untuk menjelaskan kebenaran.
Asy-Syafi’i a berkata, “Saya tidak berdialog dengan seseorang, lantas dia mengingkari hujjah tersebut kecuali dia tidak berharga di mataku, tetapi bila dia menerimanya maka aku menghormatinya. Dan aku tidak berdialog dengan seseorang, lalu aku merenungi hujjah tersebut berpihak kepada orang yang bila ia berpihak kepadanya maka aku akan menerimanya.”
Di antaranya adalah bahwa kedudukan yang mereka cari lewat perdebatan membuka apa yang tersembunyi dalam hati, yaitu kecintaan kepada kedudukan. Bila salah seorang dari mereka melihat sisi lemah dalam pendapatnya yang membuka peluang kemenangan bagi lawannya, maka dia beralih kepada riil kesombongan. Bila lawannya telah menguasainya melalui sebuah kata, maka fanatisme kesombongan membangkitkannya, maka dia membalasnya dengan cacian, hingga perdebatan berubah menjadi saling memaki.
Di antaranya pembolehan mereka terhadap ghibah dengan alasan menyampaikan perdebatan, maka salah seorang dari mereka berkata, “Saya berbicara dengan fulan, maka dia tak berkata apa pun.” Dia berbicara dalam keadaan berapi-api dengan menyebutkan tujuan lawannya di balik hujjahnya.
Di antaranya adalah bahwa Iblis mengacaukan pemahaman mereka hingga mereka beranggapan bahwa ilmu syariat hanyalah fikih saja, tidak ada yang lainnya. Bila seorang muhaddits disebutkan kepada mereka, maka mereka berkata, “Dia tak memahami apa pun.” Mereka lupa bahwa hadits adalah dasar.
Bila disebutkan kepada mereka kata-kata yang melunakkan hati, mereka berkata, “Ini adalah ucapan para penasihat.”
Di antaranya adalah keberanian mereka dalam berfatwa padaha| mereka belum mencapai kursinya, hingga mereka terjerumus ke dalam fatwa yang menyelisihi dali-dalilt. Padahal seandainya mereka menahan diri pada apa yang mereka belum mampu niscaya hal itu lebih mulia.
Dari Abdurrahman bin Abu Laila berkata, “Saya bertemu seratus dua puluh shahabat Rasulullah, salah seorang dari mereka ditanya tentang satu masalah, lalu dia mengalihkannya kepada yang lain, dan yang lain mengalihkannya kepada yang lain hingga masalah tersebut kembali lagj kepada yang pertama.”
Dalam sebuah lafazh darinya, “Saya berternu dengan orang-orang Anshar para shahabat Rasulullah di masjid ini sebanyak seratus dua puluh orang, dan tidak seorang dari mereka menyampaikan sebuah hadits kecuali dia berharap bahwa saudaranya yang menyampaikannya, dan tidaklah dia diminta fatwa kecuali dia berharap bahwa saudaranyalah yang memberikan fatwa.”
Telah diriwayatkan kepada kami bahwa Ibrahim an-Nakha’i ditanya oleh seseorang tentang sebuah masalah, maka dia menjawab, “Tidakkah ada orang lain yang bisa kamu tanya?”
Dari Malik bin Anas berkata, “Aku tidak memberi fatwa sebelum bertanya kepada tujuh puluh orang syaikh, “Apakah kalian memandangku pantas berfatwa?” Mereka menjawab, “Ya.” Malik ditanya, “Adakah mereka mencegahmu?” Dia menjawab, “Seandainya mereka mencegahku niscaya aku akan berhenti.”
Penulis berkata, “Ini adalah sifat salaf, karena mereka sangat takut kepada Allah. Barangsiapa melihat sirah mereka maka dia akan tahu diri.” Mendekatkan Diri Kepada Pemimpin dan Sultan Di antara talbis Iblis atas para fuqaha’ adalah mendorong mereka untuk bergaul dekat dengan para pemimpin dan sultan serta mencari muka mereka, hingga para fuqaha’ itu tidak mengingkari kesalahan mereka padahal para fuqaha’ tersebut mampu. Terkadang para fuqaha’ itu memberikan keringanan kepada mereka padahal ia bukan keringanan bagi mereka, sedangkan tujuannya adalah agar para fuqaha’ itu mendapatkan bagian dari dunia mereka, akibatnya kerusakan terjadi dari tiga sisi:
> Pertama: Pemimpin, dia akan berkata, “Kalau aku bukan di atas kebenaran, niscaya fulan yvang fakih mengingkariku, bagaimana aku tidak benar sementara dia makan hartaku?!”
> Kedua: Orang awam, dia akan berkata, “Pemimpin ini, harta dan perbuatan-perbuatannya tidak mengapa, karena si fulan yang fakih selalu bersamanya.”
> Ketiga: Fakih, agamanya rusak karena itu.
Iblis telah mengacaukan mereka dengan mendorong mereka untuk masuk kepada para sultan, mereka berkata, “Kami masuk karena kami hendak membantu muslim.”
Talbis ini terbuka kedoknya saat orang lain yang datang dan berusaha membantu, niscaya tidak menyukainya, malah terkadang dia mencelanya sebab dia ingin memonopoli wewenang.
Di antara talbis Iblis atasnya untuk mengambil harta mereka adalah dengan berkata, “Kamu mernpunyai hak padanya.”
Padahal sudah diketahui bahwa bila ia dari hasil haram, maka tidak halal baginya untuk mengambilnya sedikit pun, dan bila dari syubhat, maka tidak mengambilnya adalah lebih baik, sedangkan bila dari mubah, maka dia boleh mengambil dalam kadar yang sesuai dengan agamanya, bukan sebagai infaknya dalam menegakkan kebodohan.
Bisa jadi orang-orang awam meniru perbuatan lahirnya, lalu mereka membolehkan apa yang semestinya tidak boleh.
Iblis telah mengacaukan sebagian ulama, mereka menjauh dari sultan dan berkonsentrasi kepada ibadah dan agama, lalu Iblis mendorong mereka untuk mengghibah para ulama yang masuk kepada sultan, maka Iblis menggabungkan dua penyakit bagi mereka, yaitu mengghibah orang lain dan membanggakan. .
Secara umum, masuk kepada sultan merupakan bahaya besar, karena pertama masuk, mungkin niat masih baik, kemudian ia berubah seiring dengan pemuliaan dan penghormatan sultan kepadanya atau dia sendiri yang berharap apa yang ada di tangan sultan, dia tak kuasa menahan diri untuk tidak mencari muka dan melupakan pengingkaran terhadap kesalahan mereka.
Sufyan ats-Tsauri berkata, “Aku tidak takut akan penghinaan sultan terhadapku, namun sebaliknya aku hanya takut terhadap pemuliaannya kepadaku, sehingga hatiku melunak kepada mereka.”
Para ulama salaf menjaga jarak dari para pemimpin, karena kezhaliman mereka terlihat, maka para pemimpin tetap mencari mereka karena para pemimpin itu tetap membutuhkan fatwa dan bantuan mereka dalam mengurus negara, lalu muncullah orang-orang yang kecenderungan mereka kepada dunia sangat kuat, mereka mempelajari ilmu-ilmu yang sesuai dengan para pemimpin, lalu membawanya kepada mereka demi mendapatkan dunia mereka.
Bukti di depan matamu menunjukkan bahwa tujuan mereka belajar ilmu untuk mendapatkan apa yang ada di tangan para pemimpin adalah bahwa dulu para pemimpin cenderung mendengar hujjah-hujjah dalam ushul, maka orang-orang tersebut menampakkan ilmu kalam, kemudian sebagian pemimpin cenderung kepada perdebatan di bidang fikih, maka orang-orang cenderung kepada perdebatan, kemudian sebagian pemimpin cenderung kepada nasihat, maka banyak orang yang mempelajarinya, tatkala kebanyakan orang-orang awam cenderung kepada kisah, maka tukang kisah muncul dalam jumlah besar dan fuqaha’ menyusut.
Di antara talbis Iblis atas para fuqaha’ bahwa salah seorang dari mereka makan dari harta wakaf madrasah yang dibangun atas nama orang-orang yang menyibukkan diri dengan ilmu, maka bertahun-tahun dijalaninya tanpa bekerja, dia menerima kadar ilmu yang didapatkan atau diketahuinya, maka dia tidak lagi memiliki bagian dari wakaf, karena wakaf hanya diberikan kepada siapa yang belajar, kecuali bila orang tersebut adalah tenaga pengajar atau pengurus, maka kesibukannya terus menerus.
Di antaranya adalah apa yang dikisahkan dari sebagian ahli fikih junior bahwa mereka terjerumus kepada hal-hal yang diharamkan tanpa merasa bersalah, sebagian dari mereka memakai kain sutera, berhias diri dengan emas dan kemaksiatan-kemaksiatan lainnya.
Sedangkan sebab dari apa yang mereka lakukan berbeda-beda.
Di antara mereka ada yang berakidah rusak pada dasar agama. Dia belajar fikih untuk menutupi kedoknya atau makan harta wakaf atau agar bisa memimpin atau berdebat.
Di antara mereka ada yang akidahnya shahih, namun hawa nafsu dan cinta syahwat menguasainya, dan dia tidak memiliki kendali yang kuat, karena perdebatan dan dialog menggerakkan kepada kesombongan dan ujub, padahal seseorang akan menjadi lurus melalui latihan, menelaah sirah salaf, sementara orang-orang itu sangat jauh darinya, karena mereka tidak mempunyai apa pun selain apa yang membantu tabiat mereka untuk mewujudkan ambisi mereka, maka dalam kondisi seperti ini hawa nafsu terlepas tanpa bekal.
Di antara mereka ada yang dikacaukan oleh Iblis bahwa dirimu adalah ulama mufti, sedangkan ilmu membela pemiliknya.
Tidaklah mungkin, karena ilmu lebih patut untuk menjadi hujjah atasnya dan melipatkangandakan adzabnya.
Al-Hasan al-Bashri berkata, “Sesungguhnya (yang disebut dengan ) orang yang fakih hanyalah orang yang takut kepada Allah.”
lbnu Adil berkata, “Aku bertemu dengan seorang fakih dari Khurasan, dia memakai kain sutera dan cincin-cincin emas, maka aku berkata kepadanya, ‘Apa ini?’ Dia menjawab, ‘Kekayaan sultan dan kemarahan musuh.” Aku berkata kepadanya, ‘Sebaliknya ia membahagiakan musuh bila kamu adalah seorang muslim, karena Iblis adalah musuhmu, bila kamu sudah sampai begini, maka dia memberimu pakaian yang membuat syariat marah, kamu telah membuatnya berbangga dengan dirimu. Apakah kekayaan sultan menjadi boleh bila dilarang oleh ar-Rahman?’”
Kasihan sekali orang ini! Sultan memberimu harta, maka kamu terpelanting dari riil iman, sepatutnya sultan mencopot darimu baju kefasikan dan menggantinya dengan baju ketakwaan.
Semoga Allah menimpakan kehinaan kepada kalian, karena kalian telah meremehkan laranganNya sedemikian rupa, seandainya kamu berkata, “Iniadalah kebodohan tabiat.” Sekarang ujianmu telah sempurna, karena pelanggaran yang kamu lakukan adalah bukti rusaknya batinmu.
Di antara talbis Iblis atas mereka adalah membuat mereka membaguskan penghinaan terhadap para pemberi nasihat, menolak kehadiran para pemberi nasihat tersebut di majlis mereka, dan mereka berkata, “Siapa mereka? Mereka hanyalah tukang cerita!”
Sedangkan maksud setan adalah agar mereka tidak datang ke sebuah majlis yang bisa membuat hati mereka lunak dan khusyu’, Sementara tukang cerita tidak tercela dari sisi dia sebagai tukang cerita, karena Allah berfirman:
“Kami menceritakan kepadamu kisah yang paling baik.” (QS. Yusuf: 3).
Allah berfirman:
“Maka ceritakanlah (kepada mereka) kisah-kisah itu.” (QS. al-A’raf: 176).
Para tukang cerita dicela karena biasanya mereka melebarkan kisah tanpa menyinggung ilmu yang bermanfaat, kemudian kebanyakan dari mereka mencampuradukkan apa yang mereka ceritakan, dan terkadang mereka berpijak kepada hal-hak yang kebanyakannya mustahil.
Bila kisah tersebut adalah kisah yang benar dan mengandung nasihat, maka ia terpuji.
Ahmad bin Hanbal berkata, “Betapa butuhnya manusia kepada tukang cerita yang jujur.”
Talbis Iblis atas Para Pemberi Nasihat dan Tukang Kisah Penulis berkata, “Dahulu para pemberi nasihat adalah para ulama sekaligus fugaha’. Ibnu Umar pun pernah hadir ke majlis Ubaid bin Umair dan Umar bin Abdul Aziz pun menghadiri majlis tukang kisah.”
Kemudian lahan ini memburuk, sehingga orang-orang bodoh menerjuninya, maka orang-orang yang mulia mulai menyingkir dari majlis mereka, berganti dengan para wanita dan orang-orang awam, mereka tidak membekali diri dengan ilmu, mereka masuk ke medan kisah yang menakjubkan orang-orang bodoh, sehingga bermacam-macam bid’ah muncul di bidang ini.
Kami telah menyebutkan penyakit-penyakit mereka dalam kitab alQushshash wal Mudzakkarin, dan di sini kami akan menyebutkan sebagian darinya:
Di antaranya adalah sebagian orang dari mereka meletakkan hadits targhib wat tarhib, Iblis menghiasi perbuatan mereka dengan alasan bahwa tujuan kami adalah mengajak manusia kepada kebaikan dan mencegah mereka dari keburukan. Ini adalah kejahatan mereka terhadap syariat, karena perbuatan mereka mengisyaratkan bahwa syariat masih kurang, dan memerlukan penyempurnaan, kemudian mereka lupa terhadap sabda nabi :
“Barangsiapa berdusta atas namaku secara sengaja, maka silakan memilih tempat duduknya di neraka.”
Di antaranya adalah bahwa mereka mencari-cari sesuatu yang membangunkan jiwa dan menggugah hati, maka mereka menghadirkan berbagai seni berbicara. Anda melihat mereka mendendangkan syair-syair ghazal dalam cinta. Iblis mengacaukan mereka dalam alasannya bahwa maksud kami adalah menunjukkan cinta kepada Allah.
Padahal sudah diketahui bahwa kebanyakan hadirin di majlis mereka adalah orang-orang awam dan hati mereka sarat dengan hawa cinta, maka si tukang cerita itu tersesat dan menyesatkan.
Di antara mereka ada yang menampakkan emosi dan kekhusyu’an melebihi apa yang ada dalam hatinya, banyaknya hadirin menuntut kepura-kepuraan lebih, maka jiwa mempersilakan tangisan dan ke-husyu’an lebih.
Barangsiapa berdusta dari mereka, maka dia merugi dunia akhirat. Dan barangsiapa jujur maka kejujurannya tidak lepas dari riya’ yang menodainya.
Di antara mereka ada yang mielakukan gerakan-gerakan sesuai dengan nada bacaan lagu, nada-nada yang mereka perlihatkan di hari ini menyerupai nyanyian, sehingga ia lebih patut untuk dinyatakan haram daripada makruh. Seorang qari’ bernyanyi sedangkan tukang cerita mendendangkan kisah asmara dengan bertepuk kedua tangan, kedua kakinya menghentak-hentak mirip dengan orang mabuk, sehingga hal itu mendorong tabiat untuk bergejolak, jiwa untuk bangkit, kaum laki-laki dan wanita berteriak histeris, pakaian-pakaian dirobek, hal itu terjadi karena dalam jiwa mereka terdapat hawa nafsu yang samar, kemudian mereka mengeluarkannya dan berkata, “Majlis ini adalah majlis yang bagus.” Maksud mereka dengan bagus adalah apa yang haram.
Di antara mereka ada yang melakukan apa yang telah kami sebutkan di atas, namun dia mendendangkan syair-syair ratapan atas orang-orang yang telah mati, menjelaskan ujian yang mereka alami, menyinggung keterasingan dan orang-orang yang mati dalam keadaan terasing, mereka membuat kaum wanita menangis dan majlis berubah menjadi majlis ratapan kematian.
Padahal semestinya dia mengingat kesabaran atas kematian orang-orang tercinta tersebut, bukan dengan sesuatu yang membawa kepada ratapan.
Di antara mereka ada yang berani berbicara tentang masalah-masalah zuhud yang cermat, kecintaan kepada al-Haq, maka Iblis membisikkan kepadanya, “Sesungguhnya kamu termasuk orang-orang yang memiliki sifat demikian, karena kamu tidak kuasa menyifati sehingga kamu mengetahui apa yang kamu sifati, dan kamu meniti jalan yang benar.”
Membuka kedok talbis ini adalah bahwa sifat merupakan ilmu sedangkan suluk bukanlah ilmu.
Di antara mereka ada yang berbicara tentang pelanggaran-pelanggaran besar dan kesalahan-kesalahan yang keluar dari jalan syariat, dan menghadirkan syair-syair asmara, yang tujuannya adalah memperbanyak teriakan di majlisnya sekalipun atas ucapan batil.
Berapa banyak orang dari mereka menghiasi ucapan yang tak bermakna sama sekali, kebanyakan ucapan mereka hanya pada Musa dan gunung, Yusuf dan Zulaikha, dan mereka hampir tidak pernah menyinggung hal-hal fardhu dan tidak melarang dosa.
Lantas kapan pelaku zina, pemakan riba bisa taubat?! Dan kapan seorang wanita mengetahui hak suaminya dan menjaga shalatnya?! Sungguh mustahil!
Mereka meninggalkan syariat di belakang punggung mereka, sehingga barang dagangan mereka laku, karena kebenaran memang berat sedangkan kebatilan itu ringan.
Di antara mereka ada yang mendorong kepada zuhud dan giyamul lail, namun tidak menjelaskan untuk orang awam akan tujuannya. Maka terkadang seorang laki-laki dari kalangan mereka bertaubat dan menyendiri di sebuah sudut atau pergi ke gunung meninggalkan keluarganya tanpa nafkah.!
Di antara mereka ada yang berbicara tentang harapan dan ketamakan, tanpa meramunya dengan sesuatu yang menghadirkan rasa takut dan waspada, akibatnya manusia semakin berani melakukan kemaksiatan, kemudian dia menguatkan apa yang dikatakannya dengan kecenderungan kepada dunia berupa kendaraan-kendaraan mewah dan pakaian-pakaian mahal, maka dia merusak hati dengan kata-kata dan perbuatannya.
Kritik Terhadap Jalan Para Pemberi Nasihat dan Tukang Kisah
Bisa jadi seorang pemberi nasihat jujur dan bermaksud menasihati, hanya saja di antara mereka ada yang hatinya tersusupi oleh kecintaan kepada kedudukan seiring berjalannya waktu, maka dia ingin diagungkan. Tandanya adalah bila ada pemberi nasihat lain yang menggantikannya atau membantunya atas manusia, maka dia tidak menyukainya, padahal seandainya maksudnya benar niscaya dia tidak benci (berkenan) untuk membantunya menasihati manusia.
Di antara para tukang cerita ada yang mencampur antara kaum laki-laki dengan wanita dalam satu majlis. Anda melihat kaum wanita berteriak dan berteriak karena terbawa emosi menurut mereka, namun si tukang kisah sama sekali tidak menegur mereka demi mencari kecintaan mereka.
Telah ada di zaman kita ini para tukang kisah yang urusannya tidak lagi samar, karena perkaranya memang nyata bahwa mereka menjadikan kisah sebagai mata pencaharian untuk mengundang pemberian para pemimpin dan mengambil uang dari para tukang pungli dan mencari kehidupan di negeri-negeri. Di antara mereka ada yang datang ke kuburkubur, dan mengingatkan kematian serta perpisahan dengan orang-orang yang dicintainya, sehingga dia berhasil membuat kaum wanita menangis dan tidak mengajak mereka untuk sabar.
Kemudian Iblis mengacaukan pemberi nasihat yang mahir, dia berkata kepadanya, “Orang sepertimu tidak layak atau pantas menasihati, dan yang layak menasihati hanyalah orang yang terjaga.” Maka Iblis membuatnya diam dan meninggalkan nasihat.
Hal itu termasuk bujuk rayu Iblis, karena dia menghalangi perbuatan baik, dia berkata, “Sesungguhnya kamu merasa nikmat dengan apa yang kamu katakan dan kamu mendapatkan ketenangan. Namun terkadang riya’ telah menyusup ke dalam kata-katamu, sedangkan jalan menyendiri itu lebih selamat.” Padahal tujuan Iblis yang demikian itu adalah menutup pintu kebaikan.
Talbis Iblis atas Ahli Bahasa dan Adab Penulis berkata, “Iblis telah mengacaukan kebanyakan dari kalangan mereka, maka dia menyibukkan mereka dengan ilmu bahasa dan nahwu, sehingga ia melalaikan hal-hal wajib yang merupakan fardhu ‘ain seperti mengetahui ibadah yang harus diketahui, apa yang lebih utama dari mereka berupa adab-adab hati dan perbaikan jiwa, dan apa yang lebih utama bagi mereka berupa ilmu tafsir, hadits dan fikih. Mereka menghabiskan umur untuk ilmu-ilmu yang bukan merupakan tujuan, sebaliknya ia hanya sarana. Karena bila seseorang memahami sebuah kata, dia patut naik ke derajat pengamalan, karena maksud kata tersebut adalah untuk selainnya. Anda melihat seseorang dari mereka hampir tidak mengetahui adab syariat kecuali sedikit, tidak mengenal fikih dan tidak memperhatikan kebersihan hati dan kebaikan jiwanya.
Di samping itu, pada mereka terdapat kesombongan besar. Iblis telah mengelabuhi mereka dengan berkata kepada mereka, “Kalian termasuk ulama Islam, karena nahwu dan bahasa termasuk ilmu Islam, yang dengannya makna al-Qur’an yang mulia diketahui.”
Saya bersumpah bahwa sesungguhnya hal itu tidak diingkari, akan tetapi mengetahui ilmu nahwu yang dibutuhkan untuk meluruskan lisan dan bahasa yang dibutuhkan dalam menafsirkan al-Qur’an dan memahami hadits merupakan perkara yang dekat, bahkan ia adalah perkara yang harus, sedangkan selainnya merupakan kelebihan yang tak diperlukan. Menggunakan waktu untuk meraih kadar lebih ini padahal ia tidak penting dengan meninggalkan yang penting adalah kekeliruan. Mementingkannya di atas apa yang lebih bermanfaat dan lebih tinggi derajatnya seperti fikih dan hadits adalah kerugian.
Seandainya umur cukup untuk mengetahui semuanya, niscaya hal itu bagus, sayangnya umur tidak panjang, maka patut mementingkan apa yang lebih peting dan lebih utama.
Karena mayoritas kesibukan mereka adalah syair-syair jahiliyah, dan tabiat tidak mendapatkan penghalang dari apa yang ditetapkan atasnya, yakni menelaah hadits-hadits dan mengetahui sirah salaf shalih, maka tabiat menyeret mereka kepada jurang hawa nafsu, selanjutnya syariat pengangguran muncul dengan kesia-siaan, maka sedikit orang dari kalangan mereka yang menyibukkan diri dengan ketakwaan atau berdiskusi seputar makanan, karena biasanya nahwu dicari oleh para sultan, maka para ahlinya makan dari mereka yang haram, sebagaimana Abu Ali al-Farisi hidup dalam naungan Adhud ad-Daulah dan lainnya.
Terkadang mereka menyangka sesuatu itu boleh, padahal ia tidak boleh, karena minimnya fikih mereka, sebagaimana yang terjadi pada Zajjaj Abu Ishaq Ibrahim bin as-Sari, dia berkata, “Aku mendidik al-Qasim bin Abdullah, lalu aku berkata kepadanya, ‘Bila kamu berhasil menduduki posisi bapakmu, dan kamu diangkat sebagai perdana menteri, maka apa yang kamu lakukan kepadaku?’ Dia menjawab, ‘Apa yang engkau harapkan.’ Maka aku berkata kepadanya, ‘Kamu memberiku dua puluh ribu dinar.’ Ini memang harapanku tertinggi.”
Beberapa tahun kemudian, al-Qasim menjabat perdana menteri, sedangkan aku masih terus bersamanya, dan menjadi orang dekatnya. Aku berniat mengingatkannya terhadap janjinya namun aku merasa segan. Pada hari ketiga sejak dia menjabat sebagai perdana menteri, dia berkata kepadaku, “Wahai Abu Ishaq, aku tidak melihatmu mengingatkanku terhadap nadzarku!” Aku menjawab, “Saya menggantungkannya kepada perhatian tuan perdana menteri, semoga Allah mendukungnya, tidak perlu bagi saya mengingatkan nadzar perdana menteri terkait dengan pelayan yang haknya wajib.” Dia berkata kepadaku, “Ada al-Mutadhid, kalau bukan karenanya niscaya tidak berat bagiku membayar jumlah itu sekaligus di satu tempat, aku khawatir akan menjadi bahan perbincangan, karena itu izinkan aku membayarnya kepadamu secara cicil.” Aku menjawab, “Baik,” Dia berkata kepadaku, “Urusilah perkara orang-orang, catatlah hajat-hajat besar mereka, bergegaslah, jangan menolak berkonsultasi dengannya tentang sesuatu yang kamu butuhkan, entah mungkin atau tidak mungkin hingga harta nadzar dapat kamu peroleh.” Maka aku melakukannya, setiap hari aku menyetorkan catatan kepadanya, lalu dia menandatanganinya, terkadang dia berkata kepadaku, “Berapa yang dijaminkan untukku atas ini?” Aku menjawab, “Sekian, sekian.” Dia berkata, “Kamu ditipu, ini setara sekian dan sekian, mintalah tambahan.” Maka aku melakukan apa yang dikatakannya kepadaku, aku terus memungli mereka dan mereka tetap memberiku lebih hingga aku berhasil mencapai batasan setoran yang dia tetapkan.
Lalu aku menyodorkan sesuatu yang besar kepadanya, maka aku mendapatkan dua puluh ribu dinar bahkan lebih darinya dalam rentang waktu yang lumayan panjang, beberapa bulan kemudian dia berkata kepadaku, “Wahai Abu Ishaq, apakah harta nadzar sudah kamu peroleh?” Aku menjawab, “Belum.” Dia hanya diam, aku terus menyodorkan, kemudian dia bertanya kepadaku setiap bulannya atau kurang lebih, “Apakah harta nadzar sudah kamu peroleh?” Aku menjawab, “Belum.” Aku menjawab demikian karena aku tidak ingin pendapatanku terhenti, hingga aku berhasil mengumpulkan dua kali lipatnya, maka pada suatu hari dia bertanya kepadaku, sedangkan aku malu berdusta terus menerus, maka aku menjawab, “Sudah aku dapatkan, semoga perdana menteri berbahagia.” Dia berkata, “Demi Allah, engkau telah mengangkat kesulitanku. Hatiku sangat sibuk dengan hal ini hingga kamu mendapatkannya.”
Kemudian dia menulis surat kepada bendaharanya yang isinya memberiku tiga ribu dinar sebagai bentuk kebaikannya kepadaku, aku pun menerimanya dan sesudahnya aku tidak lagi menyodorkan apa pun kepadanya, dan aku tak tahu bagaimana aku menghadap kepadanya. Besoknya aku datang kepadanya, aku duduk di tempatku, dan dia memberiku isyarat, “Mana catatanku?” Dia meminta catatan seperti biasanya untuk ditandatanganinya, maka aku menjawab, “Hari ini aku tidak mengambil catatan apa pun dari seorang pun, karena uang nadzar sudah, aku peroleh, aku sendiri tidak tahu bagaimana menghadap perdana menteri.” Dia berkata, “Subhanallah, apakah kamu mengiraku memutuskan sesuatu darimu sementara ia sudah menjadi kebiasaanmu dan orang-orang pun mengetahuinya, dengannya kamu mendapatkan kedudukan dan kehormatan di antara mereka, mereka berdatangan ke pintumu pagi dan petang, lalu sebab terputusnya tidak diketahui, maka hal itu akan dikira karena lemahnya posisimu di depanku atau menurunnya kedudukanmu. Berikanlah catatanmu kepadaku dan ambillah tanpa perhitungan!” Maka aku mencium tangannya dan besoknya aku datang pagi-pagi menyetorkan catatan, setiap hari aku selalu setor sampai dia mati sementara aku mendapatkan harta yang banyak darinya.
Penulis berkata, “Lihatlah apa yang dilakukan oleh orang yang minim pemahamannya. Laki-laki yang memiliki kedudukan tinggi karena ilmunya di bidang nahwu dan bahasa, seandainya dia tahu bahwa apa yang dilakukan tidak boleh secara syar’i, niscaya dia tidak menceritakannya dengan kebanggaan, sedangkan menyampaikan pengaduan kezhaliman kepada pimpinan adalah wajib, tidak boleh ada biaya padanya dan tidak pula dalam urusan negara yang mana perdana menteri didudukkan untuk mengurusinya, dengan ini derajat fikih terllhat berbeda dengan selainnya.
Talbis Iblis atas Para Penyair
Penulis berkata, Iblis telah mengacaukan mereka, dia memperlihatkan kepada mereka bahwa mereka adalah ahli sastra, bahwa mereka telah diberi secara khusus kecerdasan yang tidak diberikan kepada orang lain. Siapa yang mengkhususkan kalian dengan kecerdasan ini mungkin memaafkan kesalahan kalian. Anda melihat mereka luntang-luntung di setiap lembah dengan kedustaan, tuduhan, hinaan, membeber kehormatan, pengakuan telah berbuat dosa buruk, kondisi minimal seorang penyair adalah memuji seseorang, maka orang tersebut takut akan dihina, sehingga dia memberinya karena takut keburukannya, atau memujinya di depan orang-orang, maka yang dipuji memberi karena bila tidak maka dia malu kepada hadirin.
Semua itu tergolong mencari nama.
Anda melihat tidak sedikit para penyair dan ahli sastra tidak segansegan memakai sutera, berdusta dalam menyanjung melebihi batas, perkumpulan mereka adalah di atas kefasikan, minum khamr dan lainnya. Salah seorang dari mereka berkata, “Aku dan beberapa sastrawan berkumpul lalu kami melakukan ini dan itu.”
Mana mungkin, mana mungkin, adab tidak lain kecuali bersama Allah dengan menggunakan ketakwaan kepadaNya, dan tidak ada kemuliaan bagi orang yang cerdik, dan kata-kata tidak menjadi indah di sisi Allah bila pemiliknya tidak bertakwa kepadaNya.
Jumhur sastrawan dan penyair, apabila rizki mereka sempit maka mereka marah-marah, lantas mereka kufur (nikmat), dan mereka mulai mencela takdir, seperti ucapan sebagian dari mereka,
Bila semangatku dalam keutamaan naik meninggi
Maka bagianku tetap menempel di perut bumi
Betapa sering masa melakukan apa yang menyedihkan terhadapku
Betapa sering zaman yang zhalim lagi marah berbuat buruk
Mereka lupa bahwa dosa-dosa merekalah yang menyempitkan rizki mereka. Mereka melihat diri mereka berhak atas kenikmatan-kenikmatan dan memperoleh keselamatan dari ujian. Mereka sama sekali tidak memandang apa yang harus mereka lakukan, yaitu menjalankan perintah-perintah syariat. Maka sungguh kecerdikan mereka lenyap dalam kelalaian ini.
Talbis Iblis atas Orang-orang Sempurna dari Para Ulama
Penulis berkata, “Ada orang-orang yang mempunyai semangat tinggi, mereka meraih ilmu-ilmu syariat, mencakup al-Qur’an, hadits, fikih dan sastra. Kemudian iblis mendatangi mereka dengan tipu muslihat yang samar, Iblis memperlihatkan diri mereka kepada diri mereka sendiri dengan mata besar karena mereka telah mendapatkan dan memberi manfaat kepada orang lain. Di antara mereka ada yang dibuat berbangga oleh Iblis atas kelelahannya yang panjang dalam menuntut ilmu, maka Iblis membaguskan kehidupan nikmat, dia berkata kepadanya, “Sampai kapan kamu bersusah payah? Istirahatkanlah tubuhmu dari beban-beban taklif, berikanlah waktu untuk dirimu apa yang dia senangi, bila kamu terjatuh ke dalam kesalahan, maka ilmu menepis hukuman darimu.” Iblis menyodorkan kepadanya keutamaan ulama. Bila hamba ini tidak ditolong oleh Allah, dan dia menerima tipu daya Iblis maka dia celaka. Bila dia diberi taufik, maka sepatutnya dia berkata kepadanya, jawaban untukmu dari tiga sisi:
> Pertama: Para ulama mempunyai keutamaan hanya dengan ilmu, sedangkan kalau ilmu tak disertai amal, maka ia tak bermakna. Bila aku tidak mengamalkan, maka aku seperti orang yang tidak memahami maksud, diriku menjadi seperti seorang laki-laki yang mengumpulkan makanan, dia memberi makan orang-orang yang lapar, namun dia sendiri tidak makan, sehingga makanan melimpah tak menghilangkan rasa laparnya.
> Kedua: Menentangnya dengan menyebutkan celaan terhadap orang yang tidak beramal dengan ilmu, seperti kisah nabi tentang seorang laki-laki yang dicampakkan ke dalam api neraka, lalu usus-ususnya terurai, lalu dia berkata, “Aku mengajak kepada kebaikan namun aku tidak melakukannya, dan aku melarang kemungkaran namun aku melakukannya.”
Ucapan Abu ad-Darda’, “Celakalah orang yang tidak tahu, dan celaka bagi orang yang mengetahui namun tidak mengamalkan, tujuh kali.”
> Ketiga: Menyebutkan orang-orang yang celaka karena tidak beramal dengan ilmu seperti Iblis dan lainnya. Cukuplah dalam mencela ulama yang tak beramal firman Allah:
“Seperti keledai yang membawa kitab-kitab yang tebal.” (QS. al-Jumu’ah: 5).
Kritik Terhadap Jalan Orang-orang Sempurna dari Para Ulama
Iblis mengacaukan orang-orang dari kalangan ulama yang mumpuni di bidang ilmu dan amal dari sisi lain, Iblis menggoda mereka untuk menyombongkan diri dengan ilmu, hasad kepada lawan, dan riya’ dalam mencari kKedudukan. Terkadang Iblis menunjukkan kepada mereka bahwa ia seperti hak yang wajib bagi mereka. Terkadang menquatkan hal itu dalam jiwa mereka hingga mereka tidak meninggalkannya padahal mereka tahu bahwa ia salah.
Obat hal ini bagi orang yang diberi taufik adalah hendaknya senantiasa melihat kepada dosa kesombongan, hasad dan riya’. Memberitahu jiwa bahwa ilmu tidak menolak keburukan perbuatan-perbuatan ini, sebaliknya adzabnya bisa dilipatgandakan karena hujjahnya yang juga dilipatgandakan. Barangsiapa melihat kepada sirah para ulama yang beramal dari kalangan salaf, maka dia akan memandang dirinya tidak ada apaapanya dan dia tidak akan menyombongkan diri. Barangsiapa mengetahui Allah, maka dia akan meninggalkan riya’. Barangsiapa memperhatikan berlakunya takdir Allah sesuai dengan kehendaknya, maka dia tidak hasad.
Terkadang Iblis masuk ke dalam barisan mereka dengan syubhat yang unik, dia berkata, “Kalian mencari ketinggian yang bukan termasuk kesombongan, karena kalian adalah pengawal-pengawal svyariat, kalian berusaha memuliakan agama, melawan ahli bid’ah, kalian melepaskan kata-kata terhadap orang-orang yang hasad adalah pembelaan terhadap agama, karena orang-orang yang hasad mencela siapa yang melakukannya. Apa yang kalian sangka riya~ maka itu bukanlah riya’, karena siapa di antara kalian yang berpura-pura khusyu’ dan menangis maka orang-orang akan meneladaninya, sebagaimana pasien yang mengikuti langkah kongkrit seorang dokter lebih besar daripada dia mengikuti kata-katanya tatkala dia menjelaskan.
Bantahan terhadap talbis ini, seandainya seseorang menyombongkan diri atas selain mereka dari kalangan mereka, dan meraih posisi di atas mereka atau seseorang yang hasad berkata sesuatu tentangnya, maka ulama itu tidak marah kepadanya seperti dia marah kepada dirinya sendiri. Bila memang yang bersangkutan termasuk pengawal-pengawal syariat, maka dia tidak akan marah terhadap dirinya, sebaliknya untuk ilmu.
Adapun riya’, maka tidak ada alasan padanya bagi siapa pun, tidak boleh menjadikannya sebagai sarana untuk mendorong orang-orang, Adalah Ayyub as-Sikhtiyani apabila menyampaikann sebuah hadits, maka hatinya melunak, dan mengusap wajahnya, lalu dia berkata, “Betapa berat flu ini!”
Sesudah ini, amal-amal adalah dengan niat-niat. Orang yang kritis melihat, berapa banyak orang yang tidak mengghibah kaum muslimin, namun bila seseorang mengghibah mereka di depannya, dia bahagia, maka dia ikut memikul dosa dari tiga sisi:
> Pertama: Dia berbahagia, ia terjadi karena perbuatan pengghibah yang merupakan dosa.
> Kedua: Dia berbahagia tatkala kaum muslimin dicela.
> Ketiga: Dia tidak mengingkarinya.
Iblis telah mengacaukan orang-orang yang memiliki ilmu sempurna. Mereka bangun malam, bekerja siang dalam menyusun kitab-kitab, maka Iblis memperlihatkan kepada mereka bahwa tujuan mereka adalah menyebarkan agama, namun tujuan tersebut dicampur oleh Ibis dengan tujuan terselubung yaitu kemasyhuran nama, ketinggian sanjungan, dan kepemimpinan sehingga orang-orang akan melakukan perjalanan kepada mereka untuk mendapatkan ilmu mereka.
Talbis ini dibongkar dengan mengatakan bahwa sekiranya orang-orang mengambil manfaat dari karya-karya ilmiah mereka tanpa harus datang keluar masuk kepada mereka atau karya-karya tersebut dibacakan kepada rekananya dalam ilmu, niscaya dia berbahagia karena itu bila tujuannya adalah menyebarkan ilmu. Sebagian salaf berkata, “Tidak ada suatu ilmu yang aku ketahui kecuali aku ingin mengambil manfaatnya tanpa menisbatkannya kepadaku.”
Di antara mereka ada yang berbahagia memiliki jumlah pengikut yang besar, maka Iblis mengacaukannya dengan kebahagiaan ini hanya karena meningkatnya jumlah penuntut ilmu, padahal maksud sebenarnya adalah banyaknya pendukung dan nama yang tersohor.
Di antaranya adalah bangga terhadap ilmu dan ucapan mereka. Talbis ini dibongkar dengan mengatakan, bahwa seandainya salah seorang dari muridnya meninggalkannya dan beralih kepada orang yang lebih berilmu, niscaya hal itu memberatkannya.
Ini bukanlah sifat orang yang ikhlas dalam mengajarkan ilmu, karena perumpamaan orang yang ikhlas adalah seperti para tabib, mereka mengobati orang sakit karena Allah, bila sebagian pasien sembuh di tangan seorang tabib, maka tabib yang lain ikut bahagia.
Talbis Iblis yang Samar
Penulis berkata, “Terkadang ulama yang sempurna mampu berlepas diri dari talbis-talbis Iblis yang lahir, maka Iblis mendatangi mereka dengan membawa talbis yang samar, dia berkata kepadanya, “Aku belum pernah bertemu orang sepertimu, betapa tahunya kamu tentang jalan masuk dan jalan keluarku.” Bila yang bersangkutan menerima hal ini, maka dia akan binasa dengan ujub, sedangkan bila dia menolak berdamai dengan Iblis maka dia selamat.
As-Sari as-Siqthi berkata, “Seandainya seorang laki-laki masuk ke sebuah kebun, di sana terdapat berbagai macam pohon yang Allah ciptakan, dan di sana juga terdapat berbagai jenis burung yang Allah ciptakan, lalu setiap burung berbicara kepadanya dengan bahasanya, ‘Atasmu wahai wali Allah!’ Maka jiwanya merasa tenang olehnya, maka dia adalah tawanan di tangannya.” Allah adalah pemberi petunjuk tidak ada lah yang haq selainNya.
Bab VII : Talbis Iblis atas para pemimpin dan sultan
Penulis berkata, “Iblis telah mengacaukan mereka dari banyak sisi, dan kami akan menyebutkan induknya.”
> Pertama: Iblis memperlihatkan kepada mereka bahwa Allah mencintai mereka, karena bila tidak maka Allah tidak menjadikan mereka sebagai sultan, dan tidak menjadikan mereka sebagai penggantiNya pada hamba-hambaNya.
Talbis ini dibongkar dengan mengatakan, “Bila memang para sultan adalah para pengganti Allah pada hamba-hambaNya, maka hendaknya mereka menjadikan syariat Allah sebagai hakim, dan hendaknya mereka mengikuti keridhaanNya, maka saat itu Allah mencintai mereka karena mereka menaatiNya.”
Adapun kerajaan dan kesultanan, maka Allah memberikannya kepada orang-orang yang Dia murkai. Allah melapangkan dunia bagi orang-orang yang Dia tidak melihat kepada mereka. Allah menguasakan beberapa orang dari mereka atas wali-waliNya dan orang-orang shalih, maka orang-orang itu membunuh mereka dan mengalahkan mereka, maka apa yang Allah berikan kepada mereka adalah atas keburukan mereka bukan untuk kebaikan mereka. Hal itu termasuk dalam firman Allah:
“Sesungguhnya Kami memberi ‘tangguh kepada mereka hanyalah supaya bertambah-tambah dosa mereka;” (QS. Ali Imran: 178).
> Kedua: Iblis berkata kepada mereka, “Kekuasaan memerlukan wibawa.” Maka mereka menyombongkan diri menolak mencari ilmu, bergaul dengan para ulama, hingga mereka mengamalkan pendapat mereka dan akhirnya merusak agama
Sudah diketahui bahwa tabiat mencuri sifat orang-orang yang bergaul satu sama lain, bila para sultan itu bergaul dengan orang-orang bodoh yang hanya mementingkan dunia, maka tabiat mereka .akan mencuri sifat-sifat mereka di samping dia sendiri sudah memiliki sebagian darinya, dan dia tidak mendapatkan apa yang melawan dan menghardiknya, dan itulah sebab kebinasaan.
> Ketiga: Iblis menakut-nakuti mereka terhadap musuh, dan memerintahkan mereka untuk memperketat penjagaan, hingga orang-orang yang teraniaya tidak bisa menemui mereka.
Abu Maryam al-Asadi mereka dari nabi bahwa beliau bersabda:
“Barangsiapa Allah serahi sebagian urusan kaum muslimin, lalu dia menutup diri dari mereka dengan tidak menunaikan hajat, kebutuhan dan kemiskinan mereka, maka Allah akan menutup diriNya dari hajat, kebutuhan dan kemiskinannya. ”
> Keempat: Mereka mengangkat orang-orang yang tidak kapabel, tidak berilmu dan tidak bertakwa, sehingga orang-orang mendoakan keburukan atas mereka bukan dengan kebaikan karena mereka berbuat aniaya terhadap mereka, dia memberi makan mereka dari hasil haram melalui jual beli yang rusak, menetapkan hukuman had atas orang yang tak berhak untuk dihukum, dan mereka mengira diri mereka telah berbuat apa yang menjadi kewajiban pemimpin yang Allah tetapkan di pundak mereka.
Mana mungkin, bila seorang amil zakat menyerahkan pembagiannya kepada orang-orang fasik lalu mereka berkhianat maka amil tersebut harus bertanggung jawab.
> Kelima: Iblis membaguskan bagi mereka amal atas dasar akal mereka, maka mereka memotong apa yang tidak boleh dipotong, membunuh .siapa yang tidak halal dibunuh, Iblis mengelabuhi mereka bahwa ini adalah kebijakan, padahal ia mengandung arti bahwa syariat kurang, ia masih memerlukan penambahan, dan kami menyempurnakannya dengan akal kami.
Ini termasuk penipuan paling buruk, karena syariat merupakan kebijakan Hahiyah, mustahil terjadi padanya kekeliruan yang memerlukan pelurusan dari manusia. Allah berfirman:
“Tiadalah Kami alpakan sesuatu pun di dalam al-Kitab.” (QS. al-An’am: 38).
Dan Allah berfirman:
“Tidak ada yang dapat menolak ketetapanNya;.” (QS. ar-Ra’ad: 41).
Orang yang mengklaim hal itu sama dengan mengklaim adanya kekeliruan dalam syariat, dan ini merupakan saudara kekufuran.
Telah diriwayatkan kepada kami bahwa Adhud ad-Daulah menyukai seorang gadis yang mengusik hatinya, maka dia memerintahkan agar gadis tersebut ditenggelamkan, agar hatinya bisa tenang mengatur kerajaan.
Ini merupakan kegilaan total, karena membunuh seorang muslim tanpa dosa adalah haram, dan meyakini bahwa hal ini boleh adalah kekufuran. Bila dia meyakini bahwa ia tidak boleh namun dia melihatnya sebagai kemaslahatan maka tidak ada kemaslahatan pada sesuatu yang menyimpang dari syariat.
> Keenam: Iblis membuat mereka memandang baik dalam menggunakan harta secara boros, karena mereka menyangka bahwa ia dalam kekuasaan mereka. Ini adalah talbis Iblis, kedok talbis ini dibongkar dengan kewajiban hajr atas orang yang tak mampu membelanjakan hartanya dengan baik, lalu bagaimana dengan orang yang disewa untuk menjaga harta orang lain?! Dia hanya mendapatkan upah sesuai dengan pekerjaannya, sehingga tidak ada alasan membelanjakannya secara boros.
Ibnu Aqil berkata, “Diriwayatkan dari Hammad seorang perawi syair bahwa dia mengucapkan beberapa bait di hadapan al-Walid bin Yazid, maka al-Walid memberinya lima puluh ribu dan dua orang hamba sahaya wanita.”
Ibmu Aqil berkata, “Ini di antara apa yang diriwayatkan dalam bentuk pujian kepada mereka. Padahal ia adalah celaan terhadap mereka, karena yang bersangkutan menghambur-hamburkan harta kaum muslimin.”
Iblis menghiasi untuk sebagian sultan sehingga dia tidak memberi orang yang berhak untuk diberi, dan ini merupakan saudara tabdzir.
> Ketujuh: Iblis membuat indah bagi mereka sikap meremehkan kemaksiatan, Iblis membisikkan kepada mereka, “Kalian telah menjaga jalan, mengamankan negara, yang semua itu akan menolak adzab dari kalian.”
Jawabannya adalah dengan mengatakan, “Kalian diangkat menjadi pemimpin agar kalian menjaga negara dan mengamankan jalan, dan ini merupakan kewajiban mereka, sedangkan sikap meremehkan kemasiatan dilarang, ini tidak menepis adzab dari mereka dengan itu.
> Kedelapan: Iblis mengacaukan kebanyakan dari mereka bahwa dia telah menunaikan kewajiban, dari sisi bahwa keadaan hidup masyarakat terlihat baik. Seandainya yang bersangkutan melihat lebih dalam niscaya dia mengetahui perbedaan yang banyak.
> Kesembilan: Iblis memperindah bagi mereka menarik harta dan mendapatkannya melalui cambukan yang keras, menyita semua harta yang dipunyai oleh koruptor dan menuntutnya bersumpah, padahal jalan yang benar adalah menegakkan bukti atasnya.
Telah diriwayatkan kepada kami dari Umar bin Abdul Aziz bahwa seorang pegawainya menulis kepadanya, isinya, “Ada orang-orang yang mengkorup harta Allah, dan saya tidak kuasa menarik apa yang ada di tangan mereka kecuali bila aku_menimpakan hukuman atas mereka.” Maka Umar menjawab, “Aku lebih suka bila mereka bertemu Allah dengan membawa penghianatan mereka daripada aku bertemu Allah dengan membawa darah mereka.”
> Kesepuluh: Iblis membaguskan bagi mereka sedekah sesudah ghasab, dia memperlihatkan kepada mereka bahwa sedekah bisa menghapusnya, dan dia berkata, “Satu dirham sedekah menghapus sepuluh dosa karena ghasab.”
Ini mustahil, karena dosa ghasab tetap ada, sedangkan bila dirham sedekah itu dari hasil ghasab, maka ia tidak akan diterima. Bila ia dari hasil halal, maka ia tetap tidak menghapus dosa ghasab, karena memberi orang miskin tidak menggugurkan tanggung jawab terhadap orang lain.
> Kesebelas: Iblis membaguskan kepada mereka, di samping terus menerus berbuat dosa, ziarah kepada orang-orang shalih, meminta doa mereka, Iblis memperlihatkan kepada mereka bahwa hal itu meringankan dosa, padahal kebaikan ini tidak menepis keburukan itu.
> Kedua belas: Di antara pemimpin ada yang menjadi bawahan pemimpin lainnya, lalu atasannya memerintahkannya berbuat zhalim maka dia melakukannya, maka Iblis datang mengacaukannya dengan berkata, “Dosanya dipikul oleh atasanmu.”
Ini batil, karena dia telah membantu berbuat zhalim, setiap pembantu perbuatan maksiat adalah pelaku maksiat, karena Rasulullah melaknat sepuluh orang yang terkait dengan khamr. Beliau melaknat pemakan riba, pemberi makan, penulisnya dan dua saksinya.
Termasuk dalam hal ini adalah seorang bawahan menarik uang untuk atasannya, dia mengetahui bahwa atasannya menghamburhamburkannya dan melakukan pengkhianatan padanya, maka orang ini adalah pembantu dalam berbuat zhalim.
Malik bin Dinar berkata, “Cukuplah seseorang itu dianggap pengkhianat bila dia menjadi orang kepercayaan para pengkhianat.” Allah-lah Pembimbing ke jalan yang benar.
Bab VIII : Talbis Iblis atas ahli ibadah dalam ibadah
Penulis berkata, “Ketahuilah bahwa gerbang masuk Iblis kepada P manusia adalah kebodohan, dari sana dia masuk kepada orang-orang bodoh dengan aman. Adapun ulama, maka Iblis tidak masuk kepadanya kecuali dengan mengendap-endap. Iblis telah mengacaukan banyak ahli ibadah melalui kebodohan mereka, karena kebanyakan dari mereka hanya sibuk beribadah tanpa menguasai ilmu.”
Talbis Iblis pertama adalah membuat mereka mementingkan ibadah atas ilmu, padahal ilmu lebih utama daripada ibadah sunnah. Iblis memperlihatkan kepada mereka bahwa tujuan ilmu adalah amal, sayangnya mereka tidak memahami amal kecuali amal anggota tubuh, mereka tidak paham bahwa amal juga mencakup amal hati yang lebih afdhal daripada amal tubuh.
Mutharrif bin Abdullah berkata, “Keutamaan ilmu lebih tinggi daripada keutamaan ibadah.”
Yusuf bin Asbath berkata, “Satu bab ilmu yang kamu pelajari adalah lebih utama daripada tujuh puluh peperangan.”
Al-Mu’afa bin Imran berkata, “Menulis satu hadits lebih aku sukai daripada ibadah satu malam.”
Penulis berkata, “Manakala Iblis berhasil mengacaukan mereka, maka mereka pun mulai mementingkan ibadah dengan anggota tubuh di atas ilmu, hingga Iblis mampu mengacaukan mereka dalam berbagai bentuk ibadah.”
Talbis Iblis atas Mereka dalam Istinja’ dan Hadats
Di antaranya Iblis memerintahkan mereka untuk berlama-lama di dalam WC, padahal itu mengganggu hati, bahkan sepatutnya di dalam WC adalah secukupnya.
Di antara mereka ada yang berdiri lalu berjalan, berdehem, mengangkat satu kaki dan menurunkan yang lain, dia melakukan itu agar bersih, karena dengan gerakan tersebut, air kencing akan turun.
Penjelasannya bahwa air turun ke kandung kemih dan berkumpul dij sana, bila seseorang bersiap-siap untuk kencing, maka keluarlah apa yang tertampung, bila dia berjalan, berdehem dan berdiri, maka akan turun air kencing baru, dan turunnya air kencing ini tidak berhenti, padahal cukup baginya mengurut sisa yang ada di batang penis dengan dua jarinya kemudian membasuhnya dengan air.
Di antara mereka ada yang diajak Iblis untuk menghabiskan air dalam jumlah yang banyak, padahal menurut madzhab yang paling berat, cukup baginya tujuh kali basuhan sesudah najas hilang. Bila dia menggunakan batu untuk buang hajat yang tidak melebihi jalan keluar, maka cukup dengan tiga batu bila memang sudah bersih dengannya. Maka barangsiapa merasa kurang dengan jumlah yang ditetapkan oleh syariat maka dia telah membuat syariat bukan mengikuti syariat. Dan Allah-lah Maha Pembimbing.
Talbis Iblis atas Mereka dalam Urusan Wudhu
Di antara mereka ada yang dikacaukan oleh Iblis dalam niat, Anda melihatnya mengucapkan, “Saya niat menghilangkan hadats.” Kemudian dia berkata, “Saya niat melakukan shalat dengan bersuci ini.” Kemudian dia mengulanginya lagi, “Saya niat menghilangkan hadats.”
Sebab talbis ini adalah kebodohan terhadap syariat, karena niat berkait dengan hati bukan lafazh. Memaksakan diri mengucapkannya dengan lafazh merupakan sesuatu yang tidak diperlukan, kemudian tidak ada makna di balik pengulangan lafazh.
Di antara mereka ada yang dikacaukan oleh Iblis dengan memandang air wudhu, Iblis berkata kepadanya, “Dari mana kamu tahu bahwa air ini suci dan mensucikan?” Lalu Iblis meletakkan kemungkinan-kemungkinan yang jauh, padahal keputusan syariat sudah cukup baginya bahwa hukum asal air adalah suci dan mensucikan, sehingga hukum asal ini tidak patut ditinggalkan hanya karena kemungkinan.
Di antara mereka ada yang dikacaukan oleh Iblis dengan memperbanyak penggunaan air, padahal perbuatannya tersebut menyatukan empat perkara yang dibenci:
Pertama: Boros air.
Kedua: Membuang-buang umur yang berharga untuk sesuatu yang bukan wajib dan bukan pula dianjurkan.
Ketiga: Terjerumus ke dalam perkara yang dilarang oleh Nabi, yaitu membasuh lebih dari tiga kali.
Keempat: Bisa jadi dia wudhu lama sekali, hingga ketinggalan shalat atau ketinggalan awalnya, padahal ia adalah keutamaan, atau ketinggalan jamaah.
Talbis Iblis dalam hal iniadalah dengan membisikkan kepadamu bahwa kamu sedang melakukan ibadah, bila ia tidak sah maka shalat juga tidak sah. Seandainya yang bersangkutan merenungkan keadaannya, niscaya dia menyadari bahwa dia menyelisihi atau melalaikan. Kami melihat orang-orang yang mengikuti bisikan was-was ini, di saat yang sama dia tidak memperhatikan makanan dan minumannya, tidak menjaga lisannya dari ghibah, seandainya saja dia membalikkan urusan. Dalam hadits dari Abdullah bin Amru bin al-Ash bahwa nabi melewati Sa’ad yang sedang berwudhu, Nabi bersabda, “Wahai Sa’ad, apa-apaan pemborosan ini?” Dia bertanya, “Apakah dalam wudhu ada pemborosan?” Nabi menjawab, “Ya, sekalipun kamu berwudhu di sungai yang mengalir.”
Dari Abu Na’amah bahwa Abdullah bin Mughaffal mendengar anaknya berkata, “Ya Allah, sesungguhnya aku memohon surga Firdaus kepadaMu. Aku memohon istana putih di samping kanan surga bila aku memasukinya.” Maka Abdullah berkata, “Mohonlah surga kepada Allah dan berlindunglah kepadaNya dari neraka, sesungguhnya aku mendengar Rasulullah bersabda, Akan muncul di kalangan umat ini orang-orang yang berlebih-lebihan dalam doa dan bersuci.”
Dari Syaudzab berkata, “Al-Hasan menyindir sebagian dari mereka, dia berkata, “Salah seorang dari mereka berwudhu menghabiskan air satu qirbah, mandi dengan satu gentong, membasuh dengan basuhan yang sebenar-benarnya dan mengusap dengan usapan yang sebenar-benarnya, mereka menyiksa diri mereka sendiri, karena menyelisihi sunnah Nabi mereka.”
Abu al-Wafa’ bin Aqil berkata, “Waktu adalah sesuatu yang paling berharga bagi orang-orang berakal. Alat ibadah paling minim adalah air.” Tidak diketahui dari akhlak Rasulullah bahwa beliau beribadah dengan banyaknya air.
Talbis Iblis atas Mereka dalam Adzan
Di antaranya adalah melagu-lagukan adzan. Malik bin Anas dan ulama lainnya sangat membencinya, karena ia mengeluarkannya dari dasar pengagungan kepada mirip nyanyian.
Di antaranya adalah bahwa mereka mencampur adzan Shubuh dengan peringatan, tasbih dan nasihat-nasihat, adzan ditempatkan di tengah hingga ia bercampur. Para ulama memakruhkan segala apa yang ditambahkan pada adzan.
Kami melihat orang-orang naik ke menara di malam hari, dia menasihati dan mengingatkan. Di antara mereka ada yang membaca alQur’an dengan suara tinggi, akibatnya mengganggu tidur masyarakat, mengacaukan bacaan orang-orang yang sedang shalat tahajud, itu semua merupakan kemungkaran iblis Iblis atas Mereka dalam Thaharah Di antaranya talbis Iblis adalah terkait dengan pakaian yang digunakan untuk menutupi. Anda melihat salah seorang dari mereka mencuci . bajunya yang suci berkali-kali, terkadang seorang muslim memegang bajunya lalu dia mencucinya.
Di antara mereka ada yang mencuci bajunya di sungai Dajlah, karena beranggapan bahwa mencuci baju di rumah tidak sah. Dan di antara mereka ada yang menjulurkannya ke dalam sumur seperti yang dilakukan oleh orang-orang Yahudi.
Para sahabat tidak melakukan semua itu, bahkan saat mereka menaklukkan Persia, mereka menggunakan pakaian mereka untuk shalat, mereka menggunakan permadani dan baju mereka.
Di antara orang-orang yang ditimpa penyakit was-was ada yang bajunya tertetesi oleh setetes air, namun dia mencucinya seluruhnya, hingga dia terlambat dari shalat berjamaah.
Di antara mereka ada yang tidak shalat berjamaah hanya karena hujan gerimis, takut bajunya basah oleh hujan.
Jangan ada yang salah sangka terhadapku dengan menuduhku menolak kebersihan badan dan kebersihan hati, akan tetapi berlebihlebihan sampai batas keluar dari syariat yang membuang-buang waktu adalah sesuatu yang kami larang.
Di antaranya adalah talbis Iblis atas mereka dalam niat shalat, di antara mereka ada yang mengucapkan, “Saya shalat ini.” Kemudian dia mengulanginya lagi karena dia beranggapan telah membatalkannya, padahal niat tidak batal sekalipun lafazhnya tak diterima.
Di antara mereka ada yang bertakbir kemudian membatalkannya kemudian bertakbir kemudian membatalkannya. Saat imam ruku’, barulah orang yang ditimpa was-was ini bertakbir lalu ruku’ bersamanya.
Maka saya uangkapkan, “Siapakah gerangan yang menghadirkan niat saat itu? Hal itu tidak lain kecuali Iblis hendak melenyapkan keutamaan darinya.”
Di antara orang-orang yang ditimpa was-was ada yang bersumpah dengan nama Allah, “Demi Allah, aku hanya akan bertakbir sekali.” Di antara mereka ada yang bersumpah dengan nama Allah dengan melepaskan hartanya atau mentalak istrinya. Semua ini merupakan talbis Iblis.
Syariat itu mudah, toleran dan bersih dari penyakit-penyakit ini, Dan hal itu sedikitpun hal itu tidak ada pada zaman Rasulullah dan para shahabat beliau.”
Telah sampai kepada kami dari Abi Hazim, bahwa dia masuk masjid lantas iblis membisikkan kepadanya, “Sesungguhnya kamu shalat tanpa wudhu!” Maka dia menjawab, “Nasihatmu tidak sampai kepada kami!”
Membongkar talbis ini adalah dengan mengatakan kepada orang yang was-was, bila kamu ingin menghadirkan niat, maka niat sudah hadir (ada), karena kamu berdiri untuk melakukan shalat fardhu, ini merupakan niat, Tempat niat ada di hati, bukan di lisan. Bila kamu ingin membetulkan lafazh, maka lafazh tak wajib, kemudian kamu sudah mengucapkannya dengan benar, lalu dengan alasan apa harus méngulang?
Penulis berkata, “Sebagian syaikh menceritakan kepadaku dari Ibnu Adil sebuah hikayat yang ajaib, bahwa ada seorang laki-laki menemuinya, dia berkata, ‘Aku sudah membasuh anggota tubuhku, tetapi aku masih berkata dalam hati aku belum membasuh. Aku bertakbir namun hatiku berkata belum bertakbir.” Maka Ibnu Aqil menjawab, ‘Tinggalkan shalat, karena ia tidak wajib atasmu.” Maka orang-orang bertanya kepada Ibnu Agil, ‘Bagaimana bisa begitu?’ Ibnu Aqil menjawab, ‘Karena Rasulullah bersabda, ‘Pena diangkat dari orang gila hingga dia sembuh.” Siapa yang bertakbir lalu berkata bélum bertakbir adalah orang tak berakal, sedangkan orang gila tidak wajib shalat.’”
Penulis berkata, “Ketahuilah bahwa sebab was-was dalam niat shalat adalah kerusakan pada akal, kebodohan terhadap syariat. Sudah diketahui bahwa barangsiapa kedatangan seorang ulama, lalu dia berdiri untuknya,’ dia berkata, ‘Saya niat berdiri untuk menghormati kedatangan ulama ini karena ilmunya, menyambutnya dengan wajahku.’ Orang ini dibodohkan akalnya, karena kata-katanya tersebut sudah tercatat dalam benaknya sejak dia melihat ulama tersebut.” ‘
Berdirinya seseorang untuk shalat dalam rangka menunaikan kewajiban merupakan sesuatu yang telah terbayangkan dalam jiwa saat itu juga, dan masanya tidak lama, sedangkan yang lama adalah waktu untuk menyusun kata-kata itu padahal ia tidak harus, maka was-was adalah kebodohan murni.
Orang yang terkena was-was memaksakan diri untuk menghadirkan dalam hatinya shalat Zhuhur, shalat fardhu tepat waktu dan shalat fardhu sekaligus dalam satu keadaan yang terperinci dengan kata-kata, dia menelaahnya, ini mustahil, seandainya dia memaksakan dirinya untuk melakukannya saat berdiri menyambut seorang ulama niscaya dia tak kuasa.
Barangsiapa mengetahui ini maka dia mengetahui niat.
Kemudian niat boleh didahulukan sesaat sebelum takbir asalkan belum difasakh, lalu apa alasan berlelah-lelah mengharuskannya beriringan dengan takbir, padahal bila dia sudah mewujudkannya dan tidak membatalkannya, maka ia beriringan dengan takbir.
Dari Mis’ar berkata, bahwa Maan bin Abdurrahman mengeluarkan selembar kertas, dan dia bersumpah bahwa tulisan dalam kertas itu adalah tulisan tangan bapaknya, di sana tertulis, Abdullah berkata, “Demi Allah, yang tidak Ilah yang haq selainNya, aku tidak melihat seseorang yang paling keras sikapnya terhadap orang-orang yang mempersulit diri daripada
Rasulullah, aku tidak melihat seseorang yang paling mengkhawatirkan mereka sesudah beliau daripada Abu Bakar, sesungguhnya aku mengira bahwa Umar adalah orang di bumi ini yang paling takut atas mereka.” Talbis Iblis atas Mereka dalam Shalat Di antara orang-orang yang diganggu oleh iblis yaitu, orang yang niatnya benar lalu bertakbir, namun sesudahnya dia lupa terhadap shalatnya, seolah-olah tujuan shalat hanyalah takbir saja.
Ini adalah talbis, ia dibongkar dengan mengatakan bahwa maksud takbir adalah masuk ke dalam shalat, bagaimana ibadah sesudahnya dilalaikan padahal ia seperti rumah, lalu pemiliknya menyibukkan diri menjaga pintunya saja.
Di antara orang-orang yang was-was ada yang mendapatkan takbir di belakang imam, padahal rakaat tinggal sedikit, lalu dia membaca doa istiftah, berta’awwudz, akibatnya imam pun ruku’. Ini adalah talbis Iblis, karena apa yang dilakukannya, yakni membaca istiftah dan ta’awwudz adalah sunnah, sedangkan apa yang ditinggalkannya yaitu membaca al-Fatihah menurut sebagian ulama adalah wajib atas makmum, dan semestinya dia tidak mendahulukan sunnah atasnya.
Penulis berkata, “Aku menjadi makmum di belakang syaikh kami Abu ad-Dinawari al-Fakih saat aku masih anak-anak, suatu kali beliau melihatku melakukan hal ini, maka ia berkata, ‘Anakku, sesungguhnya para fugaha~ berbeda pendapat tentang wajibnya membaca al-Fatihah di belakang imam, namun mereka tidak berbeda pendapat bahwa istiftah adalah sunnah, maka sibukkanlah dirimu dengan yang wajib dan tinggalkanlah yang sunnah.’” Meninggalkan Sunnah Iblis mengacaukan sebagian orang hingga mereka meninggalkan banyak sunnah karena peristiwa-peristiwa yang terjadi pada mereka.
Di antara mereka ada yang menolak shaf pertama, dia berkata, “Yang penting adalah kedekatan hati.”
Di antara mereka ada yang tidak menurunkan tangan di atas tangan, dia berkata, “Saya tidak ingin memperlihatkan kekhusyu’an yang tak ada dalam hatiku.”
Telah diriwayatkan kepada kami bahwa dua perbuatan ini dilakukan oleh sebagian pemuka orang-orang shalih.
Perkara ini adalah akibat dari minimnya ilmu. Dalam ash-Shahihain dari hadits Abu Hurairah dari nabi bahwa beliau bersabda:
“Seandainyaorang-orang mengetahuiapayangmerekadapatkan dalam adzan dan shaf pertama, kemudian mereka tidak mendapatkannya kecuali dengan mengundi niscaya mereka akan mengundii. ”
Dalam riwayat Muslim dari Abu Hurairah dari Nabi bahwa beliau bersabda:
“Sebaik-baik shaf laki-laki adalah yang pertama dan seburuk-buruknya adalah yang akhir. ”
Adapun meletakkan tangan di atas tangan maka ia sunnah, Abu Dawud meriwayatkan dalam Sunannya bahwa Ibnu az-Zubair berkata, “Meletakkan tangan di atas tangan adalah sunnah.”
Tonu Mas’ud shalat, dia meletakkan tangan kirinya di atas tangan kanannya, Nabi melihatnya, maka beliau meletakkan tangan kanannya di atas tangan kirinya.
Penulis berkata, “Jangan heran terhadap pengingkaran kami terhadap siapa yang berkata, ‘Maksudnya adalah kedekatan hati, aku tidak meletakkan tangan di atas tangan.’ Sekalipun yang melakukan dan mengucapkan termasuk ulama besar, karena bukan kami yang mengingkari akan tetapi syariat.”
Seseorang berkata kepada Imam Ahmad bin Hanbal, “Ibnul Mubarak berkata ini dan ini.” Maka Ibnu Hanbal menjawab, “Ibnul Mubarak tidak turun dari langit.” Seseorang berkata kepada Imam Ahmad, “Ibrahim bin Adham berkata ini dan ini.” Maka dia menjawab, “Kalian mendatangkan kepadaku cabang-cabang jalan. Peganglah jalan utama!”
Syariat tidak boleh ditinggalkan hanya karena ucapan seorang lakiJaki yang diagungkan oleh jiwa, karena syariat lebih agung, sedangkan kekeliruan bertakwil pada manusia sangat terbuka, dan bisa juga mereka belum mengetahui hadits.!
Iblis mengacaukan sebagian mushallin (orang yang shalat) tentang makhraj huruf. Anda melihatnya membaca al-hamdu, al-hamdu, pengulangan kata mengeluarkannya dari kaidah adab dalam shalat.
Terkadang Iblis mengacaukannya dalam perkara mewujudkan tasydid. Terkadang dalam mengeluarkan dhah al-maghdhub. Sungguh aku melihat orang yang membaca al-maghdhubi, dia sampai menyemprotkan ludahnya bersama dengan dhad karena kuatnya tasydidnya, padahal yang dituntut hanya membaca huruf dengan sebaik-baiknya.
Iblis mengeluarkan mereka dengan menambah dari aturan membaca dengan baik, menyibukkan mereka dengan perhatian yang berlebihlebihan terhadap makhraj huruf sehingga tidak memahami maknanya. Semua ini merupakan was-was Iblis.
Dalam Shahih Muslim dari hadits Utsman bin al-Ash berkata, aku berkata kepada Rasulullah, “Ya Rasulullah, sesungguhnya setan mengganggu shalat dan bacaanku, ia mengacaukannya atasku.” Maka Rasulullah menjawab, “Itu setan bernama Khinzab, bila kamu merasakan kehadirannya maka berlindunglah kepada Allah darinya tiga kali dan meludahlah ke kirimu.” Aku pun melakukannya, maka Allah mengusirnya dariku.
Iblis telah mengacaukan banyak orang dari para ahli ibadah yang bodoh, mereka memandang bahwa ibadah hanya bediri dan duduk saja, mereka melakukannya demikian, di saat yang sama mereka melalaikan sebagian kewajiban mereka tanpa mengetahuinya.
Saya memperhatikan beberapa orang, mereka salam saat imam salam, padahal masih tersisa atas mereka sedikit tasyahud, padahal sisi ini tidak dipikul oleh imam untuk mereka.
Iblis mengacaukan sebagian lain dari mereka, maka mereka memanjangkan shalat, memperlama bacaan, namun mereka meninggalkan apa yang sunnah dalam shalat dan melakukan apa yang makruh.
Saya melihat sebagian ahli ibadah sedang shalat sunnah di siang hari, dia mengeraskan bacaan, maka aku berkata kepadanya, “Mengeraskan bacaan di shalat siang makruh.” Dia menjawab, “Aku melakukannya untuk mengusir kantuk.” Aku berkata kepadanya, “Sunnah tidak ditinggalkan hanya karena kamu kurang tidur. Bila kamu mengantuk maka tidurlah karena dirimu memiliki hak atasmu.”
Memperbanyak Shalat Malam
Iblis mengacaukan sebagian ahli ibadah, maka mereka memperbanyak shalat malam, di antara mereka ada yang menghidupkan seluruh malam, berbangga bisa shalat malam dan shalat dhuha dengan kebanggaan melebih pelaksaannya terhadap shalat fardhu, kemudian sesaat sebelum Shubuh dia tertidur, maka shalat Shubuh berjamaah tertinggalkan, atau dia bangun, bersiap-siap shalat namun dia tetap tidak mendapatkannya atau dia mendapatkan pagi dalam keadaan lelah, hingga ia tidak mampu bekerja untuk keluarganya.
Saya melihat seorang syaikh ahli ibadah bernama Husain al-Qazwini, dia mondar-mandir di siang hari di masjid al-Manshur, maka aku bertanya tentang sebabnya, seseorang menjawabku, “Agar tidak tidur.” Maka aku berkata, ini merupakan kebodohan berdasarkan tuntutan syariat dan akal. Adapaun untuk yang menurut syariat, karena Nabi bersabda:
“Sesungguhnya untuk dirimu atas dirimu hak, bangun dan tidurlah. ”!
Nabi bersabda:
“Peganglah oleh kalian petunjuk yang seimbang, karena siapa memberatkan agama maka agama mengalahkannya.”?Dari Anas bin Malik berkata, bahwa Rasulullah masuk masjid, beliau melihat tambang yang terbentang di antara dua tiang, beliau bertanya, “Apa ini?” Mereka menjawab, “Punya Zainab, dia shalat, bila dia lelah atau malas maka dia berpegangan kepadanya.” Nabi bersabda, “Lepaskanlah ia.” Kemudian Nabi bersabda, “Hendaknya salah seorang di antara kalian shalat saat giat, bila malas atau lelah maka hendaknya duduk. ”
Dari Aisyah berkata, Rasulullah bersabda:
“Bila salah seorang di antara kalian mengantuk maka hendaknya dia tidur sampai kantuknya hilang, karena bila dia shalat dalam keadaan mengantuk, bisa jadi dia ingin beristighfar, malah dia mencaci maki dirinya. ”!
Adapun menurut akal, karena tidur dapat mengembalikan kebugaran yang telah melemah karena tidak tidur, manakala seseorang menolaknya padahal dia membutuhkannya, maka ia akan berdampak buruk terhadap badan dan akalnya. Kami berlindung kepada Allah dari kebodohan ini. Bila seseorang berkata, “Anda telah meriwayatkan kepada kami bahwa beberapa orang salaf menghidupkam malam seluruhnya.” Kami menjawab, “Mereka melakukan itu tahap demi tahap sehingga mereka mampu, di saat yang sama mereka percaya bisa tetap melakukan shalat Shubuh berjamaah, mereka mendukung usaha mereka dengan tidur di tengah siang, di tambah dengan makanan yang disedikitkan, maka mereka mampu melakukannya. Kemudian kami tidak mendengar bahwa Rasulullah menghidupkan seluruh malamnya, maka sunnah beliau adalah yang wajib diikuti.”
Iblis telah mengacaukan beberapa orang ahli qiyamul lail, mereka membicarakannya di siang hari, terkadang salah seorang dari mereka berkata, “Fulan muadzin mengumandangkan adzan pada waktunya.” Agar orang-orang mengetahui bahwa saat itu dia terjaga.
Perbuatan ini paling tidak bila pelakunya selamat dari riya’ Mmemindahkan perbuatan dari catatan amal rahasia kepada catatan amal terangterangan, sehingga mengurangi pahalanya.
Talbis Iblis atas Mereka Pada al-Qur an Iblis mengacaukan ahli ibadah yang lain, mereka menyendiri di masjid untuk shalat dan beribadah, mereka dikenal demikian, maka orang-orang datang dan berkumpul kepada mereka, orang-orang mengikuti shalat mereka, keadaan mereka menyebar di masyarakat, padahal ia termasuk talbis Iblis, dengan itu jiwa sernakin bersemangat untuk beribadah, karena jiwa mengetahui bahwa hal itu menyebar dan menghadirkan pujian. ” Dari Zaid bin Tsabit bahwa Nabi bersabda:
“Sesungguhnya shalat seseorang yang paling utara adalah di rumahnya kecuali shalat fardhu. ”
Amir bin Abdi Qais tidak suka bila orang-orang melihatnya shalat, dia tidak shalat sunnah di masjid.
Ibnu Abu Laila, saat dia shalat lalu seseorang masuk kepadanya, maka dia berbaring.
Iblis mengacaukan atas sebagian orang ahli ibadah, mereka menangais dikelilingi oleh orang-orang, hal ini bisa terjadi padanya dan tidak mungkin ditolak. Maka barangsiapa mampu menutupinya namun dia malah menampakkannya, berarti dia sengaja riya”.
Dari Ashim berkata, “Bila Abu Wail shalat di ramahnya, dia menangis, seandainya dia diberi dunia dengan catatan dia melakukannya saat ada yang melihatnya niscaya dia menolak.”
Ayyub as-Sikhtiyani, bila dia kalah oleh tangisnya maka dia berdiri.
Iblis mengacaukan sebagian ahli ibadah. Anda melihat mereka shalat siang malam, namun mereka tidak berupaya memperbaiki penyakit batin, tidak memperbaiki makanan mereka, padahal usaha memperbaiki yang akhir ini lebih penting dari banyaknya ibadah sunnah.
Talbis Iblis atas Mereka dalam Membaca al-Qur an
Iblis mengacaukan sebagian orang dengan banyaknya bacaan al-Qur’an, mereka membacanya dengan cepat tanpa tartil dan tanpa memastikan kebenarannya, dan ini merupakan perbuatan yang tak terpuji.
Penulis berkata, “Iblis mengacaukan sebagian orang dari kalangan para qurra’, mereka membaca al-Qur’an di menara masjid pada malam hari dengan satu suara yang tinggi sebanyak satu atau dua juz, mereka menggabungkan dua perkara buruk, mengganggu orang-orang yang sedang tidur dan resiko riya’.”
Di antara mereka ada yang membaca di masjidnya saat adzan, karena saat itu orang-orang sedang berkumpul di masjid.
Penulis berkata, bahwa di antara perkara ajaib yang pernah aku saksikan di antara mereka adalah seorang laki-laki yang shalat Shubuh di hari Jum’at, dia menoleh lalu membaca mu’awwidzatain dan mengucapkan doa khatam al-Qur’an, agar orang-orang mengetahui, saya telah mengkhatamkan al-Qur’an.
Ini bukanlah jalan hidup salaf, karena para salaf menyembunyikan ibadah mereka. Amal perbuatan ar-Rabi’ bin Khutsaim adalah rahasia, terkadang dia sudah membuka mushaf lalu seseorang masuk kepadanya, maka dia menutupinya dengan pakaiannya.
Ahmad bin Hanbal banyak membaca al-Qur’an tanpa diketahui berapa banyak telah mengkhatamkannya.
Talbis Iblis atas Mereka Pada Cara Puasa
Penulis berkata, “Iblis mengacaukan sebagian orang, dia membaguskan bagi mereka puasa terus menerus, hal ini memang boleh bila seseorang berbuka di hari-hari yang dilarang berpuasa padanya, hanya saja ia tetap mengandung masalah dari dua sisi:
> Pertama: Puasa seperti ini bisa melemahkan kekuatan, akibatnya seseorang tidak kuasa bekerja untuk keluarganya, tidak mampu menafkahi istrinya secara batin. Dalam ash-Shahihain dari Rasulullah bersabda, “Sesungguhnya istrimu memiliki hak atasmu. ” Berapa banyak yang wajib tersia-siakan akibat amalan sunnah ini.
> Kedua: Dia kehilangan yang utama, karena Nabi telah bersabda secara shahih, “Sebaik-baik puasa adalah puasa Dawud, dia berpuasa satu hari dan berbuka satu hari.” Dari Abdullah bin Amru bahwa dia berkata, Rasulullah bertemu denganku, beliau bertanya kepadaku, “Aku dengar kamu melakukan shalat semalam suntuk? Bahwa kamu adalah yang berkata, Aku akan shalat malam dan berpuasa di siang hari?” Aku menjawab, “Benar, wahai Rasulullah. Aku memang berkata demikian.” Nabi bersabda, “Bangun dan tidurlah, berpuasa dan berbukalah, berpuasalah tiga hari perbulannya, karena ia setara dengan puasa setahun.” Aku berkata, “Wahai Rasulullah, aku mampu lebih dari itu.” Nabi bersabda, “Puasalah satu hari dan berbukalah satu hari, ini adalah puasa paling baik, ia adalah puasa Dawud.”
Aku berkata, “Ya Rasulullah, aku mampu lebih.” Rasulullah menjawab, “Tidak ada yang lebih utama darinya.” Diriwayatkan dalam ashShahihain.
Talbis Iblis Atas Mereka Pada Niat Puasa
Terkadang seorang ahli ibadah sudah dikenal berpuasa selamanya, dia mengetahui bahwa perbuatannya sudah diketahui masyarakat, maka dia sama sekali tidak berbuka, bila dia berbuka, maka dia menyembunyikannya agar kedudukannya tidak jatuh. Ini termasuk riya’ yang samar, seandainya dia bermaksud ikhlas dan menutupi keadaan niscaya dia berbuka di depan orang-orang yang mengetahuinya berpuasa, kemudian kembali berpuasa tanpa diketahui.
Di antara mereka ada yang memberitahukan puasa yang telah dia lakukan, dia berkata, “Sudah dua puluh tahun ini aku tak pernah berbuka.” Iblis mengacaukannya dengan alasan bahwa kamu memberitahukannya agar diikuti. Allah lebih mengetahui maksud seseorang.
Sufyan ats-Tsauri berkata, “Sesungguhnya seorang hamba melakukan suatu amal secara rahasia, lalu setan menggodanya hingga dia menceritakannya, amalnya pun berpindah dari catatan amal rahasia kepada amalan terang-terangan.” –
Di antara mereka ada yang terbiasa puasa Senin dan Kamis, seandainya dia diundang kepada hidangan makan, dia berkata, “Hari ini Kamis.” Seandainya dia berkata, “Aku berpuasa.” Niscaya ia adalah ujian, akan tetapi ucapannya, “Hari ini Kamis.” Maksudnya bermakna bahwa saya berpuasa setiap hari Kamis.
Di antara mereka ada yang merendahkan manusia karena dia berpuasa sedangkan mereka tidak. Di antara mereka ada yang selalu berpuasa tetapi tak pernah berpikir dengan apa dia berbuka, tidak menjauhi ghibah saat berpuasa, tidak menghindari pandangan, tidak menjauhi kata-kata yang tak berguna, Iblis berbisik kepadanya, “Puasamu menepis hukuman dari dirimu.” Semua ini adalah talbis Iblis.
Talbis Iblis atas Mereka Dalam Urusan Haji
Penulis berkata, “Terkadang seseorang sudah menggugurkan kewajiban dengan melaksanakan ibadah haji sekali kemudian dia mengulanginya tanpa ridha bapak ibu, ini salah.
Jerkadang seseorang berangkat haji padahal dia masih memikul hutang atau kezhaliman, terkadang berangkat hanya untuk tamasya, dan terkadang berhaji dengan biaya uang syubhat. – Di antara mereka ada yang ingin dipanggil haji bila bertemu seseorang.!” Kebanyakan dari mereka menyia-nyiakan kewajiban. di jalan, menyiakan-nyiakan thaharah dan shalat, berkumpul di Ka’bah dengan hati berdosa dan batin yang kotor.
Iblis memperlihatkan kepada mereka bentuk haji, maka dia menipu mereka, bahwa maksud haji adalah mendekatkan hati bukan badan semata, hal itu terwujud bila ketakwaan dilakukan.
Berapa banyak orang yang berangkat menuju Makkah, tujuannya hanyalah jumlah haji; hingga dia bisa berkata, “Saya sudah wukuf dua puluh kali.” .
Berapa banyak orang yang bertetangga dengan Ka’bah dalam waktu yang lama namun dia sama sekali tidak membersihkan hatinya, terkadang tujuan salah seorang dari mereka adalah futuhat yang sampai kepadanya.!
Terkadang dia berkata, “Sampai hari ini, aku sudah tinggal di Ka’bah selama dua puluh tahun.”
Berapa banyak orang yang aku lihat di jalan Makkah bermaksud menunaikan haji, mereka memukul rekan-rekannya karena berebut air dan mempersempit jalan mereka.
Iblis telah mengacaukan sebagian orang yang berangkat ke Makkah, mereka menyia-nyiakan shalat, mengurangi timbangan dan takaran saat mereka menjual, mereka menyangka bahwa haji menolak adzab dari mereka.
Iblis mengacaukan sebagian orang dari mereka, mereka mengadaadakan manasik yang bukan termasuk darinya. Aku melihat sekelompok orang berdandan saat ihram, membuka satu pundak, menjemurnya di bawah matahari berhari-hari, maka kulit mereka berubah gelap dan kepala mereka kusut, mereka menjadikannya sebagai perhiasaan di depan orang-orang.
Dari Ibnu Abbas bahwa Nabi melihat seorang laki-laki thawaf di Ka’bah dengan tambang atau lainnya, maka nabi memotongnya.
Penulis berkata, “Hadits ini melarang perbuatan bid’ah dalam agama sekalipun maksudnya adalah ibadah.”
Talbis Iblis atas mereka dalam Tawakal
Iblis mengacaukan sebagian orang yang mengaku bertawakal, maka mereka berangkat haji tanpa bekal, mereka beranggapan bahwa itulah tawakal, padahal mereka benar-benar keliru.
Seorang laki-laki berkata kepada Imam Ahmad bin Hanbal, “Saya ingin berangkat ke Makkah dengan tawakal tanpa bekal.” Maka Ahmad menjawab, “Berangkatlah tanpa rombongan.” Dia berkata, “Tidak, tetapi bersama rombongan.” Maka Imam Ahmad berkata, “Kamu bertawakal kepada kantong makanan orang.” Kami memohon kepada Allah agar membimbing kami.
Talbis Iblis atas Para Pejuang Perang Penulis berkata, “Iblis telah mengacaukan banyak orang, mereka berangkat berjihad sementara niat mereka adalah membanggakan diri dan riya’, agar dikatakan, ‘Fulan berperang.’ Bisa jadi tujuannya adalah agar dikatakan, ‘Fulan pemberani,’ atau mencari harta rampasan perang. Sesungguhnya amalan-amalan itu hanya dengan niat-niat.”
Dari Abu Musa berkata, “Ada seorang laki-laki yang datang kepada Nabi , dia berkata, “Ya Rasulullah, apa pendapatmu tentang seorang laki-laki yang berperang demi keberanian, berperang karena fanatisme dan berperang karena riya’, siapakah dari mereka yang berperang di jalan Allah?” Beliau menjawab, “Barangsiapa berperang untuk meninggikan kalimat Allah maka dia di jalan Allah.” Diriwayatkan dalam ashShahihain.
Dari Ibnu Mas’ud berkata, “Jangan berkata, ‘Fulan syahid.’ Atau, ‘Fulan gugur sebagai syahid.’ Karena terkadang seseorang berperang agar mendapatkan harta rampasan perang, berperang mencari nama dan berperang agar kedudukannya diketahui.”!””
Dari Abu Hurairah berkata, “Manusia pertama yang diputuskan di Hari Kiamat ada tiga: Seorang laki-laki gugur di medan perang, dia dihadirkan, dikenalkan kepada nikmat-nikmatnya maka dia mengenalnya. Allah bertanya, Apa yang kamu lakukan padanya?’ Dia menjawab, ‘Aku berperang di jalanMu hingga aku terbunuh.’ Allah berfirman, ‘Kamu dusta, karena kamu berperang agar dikatakan bahwa kamu pemberani dan itu sudah dikatakan.’ Kemudian Allah memerintahkannya agar diseret di atas wajahnya hingga dicampakkan ke dalam api neraka.
Seorang laki-laki belajar ilmu, mengajarkannya dan membaca alQuran, dia dihadapkan kepada Allah, Dia mengenalkan nikmat-nikmatNya maka dia mengenalinya. Allah bertanya kepadanya, Apa yang kamu lakukan padanya?’ Dia menjawab, ‘Aku belajar ilmu karenaMu, mengajarkannya dan aku membaca al-Qur’an.’ Allah berfirman, ‘Kamu dusta, sebaliknya kamu belajar agar dikatakan bahwa kamu alim dan itu sudah dikatakan. Kamu membaca al-Qur ‘an agar dikatakan bahwa kamu qari’ dan itu sudah dikatakan.’ Kemudian Allah memerintahkannya agar diseret di atas wajahnya hingga dicampakkan ke dalam api neraka.
Seorang laki-laki yang dilapangkan hidupnya, memberinya berbagai macam harta, dia dihadapkan, maka Allah mengenalkan nikmat-nikmatNya dan dia mengenalinya. Allah bertanya, Apa yang kamu lakukan padanya?’ Dia menjawab, ‘Aku tidak membiarkan satu jalan di mana Engkau menganjurkan berinfak padanya kecuali aku berinfak padanya karenaMu.’ Allah berfirman, ‘Kamu dusta, akan tetapi kamu berinfak agar dikatakan bahwa kamu dermawan dan itu sudah dikatakan.’ Kemudian Allah memerintahkannya agar diseret di atas wajahnya hingga dicampakkan ke dalam api neraka.” Diriwayatkan sendiri oleh Muslim.”
Talbis Iblis atas mereka Dalam Urusan Harta Rampasan
Iblis mengacaukan seorang mujahid tatkala harta rampasan perang diraih, terkadang dia mengambil harta rampasan perang padahal dia tidak boleh mengambilnya. Ada kemungkinan dia berilmu minim, sehingga dia melihat bahwa harta orang-orang kafir mubah bagi siapa yang mengambilnya dan dia tidak tahu bahwa menggelapkan harta rampasan perang adalah dosa.
Dalam ash-Shahihain dari hadits Abu Hurairah, ia berkata, “Kami berangkat bersama Rasulullah menuju Khaibar, dan Allah memberikan kemenangan kepada kami dan kami tidak mendapatkan harta rampasan perang berupa emas maupun perak, akan tetapi peralatan, makanan dan pakaian. Kemudian kami pergi ke lembah, sedangkan Rasulullah bersama seorang budaknya. Tatkala kami singgah, budak Rasulullah ini bangkit seraya membuka, namun sebuah anak panah mengenainya dan mematikannya. Kami berkata, ‘Selamat baginya, syahadah wahai Rasulullah.” Maka Nabi menjawab, ‘Tidak demi Allah yang jiwa Muhammad ada di tanganNya, sesungguhnya syal (yang digelapkannya) membakarnya, dia mengambilnya di perang Khaibar dan belum dibagi.’ Maka orang-orang ketakutan, seorang laki-laki datang membawa satu buah tali sandal atau dua, dia berkata, ‘Saya mengambilnya di perang Khaibar.’ Rasulullah bersabda, “Satu buah tali sandal dari neraka atau dua buah tali sandal dari neraka.””
Terkadang seorang prajurit mengetahui larangan, hanya saja dia melihat harta melimpah sehingga tak kuasa menahan diri darinya, bisa jadi dia menyangka bahwa jihadnya melindunginya dari apa yang dilakukannya. Di sinilah diketahui dampak iman dan ilmu.
Talbis Iblis atas Orang-orang yang Beramar Ma’ruf dan Nahi Mungkar
Mereka terbagi menjadi dua kelompok yaitu orang yang tahu dan orang yang tidak tahu. Adapun masuknya iblis kepada orang yang tahu melalui dua jalan:
>Jalan pertama: Menghiasi diri dengan itu, mencari nama baik dan membanggakan perbuatannya.
Telah diriwayatkan kepada kami dari Ahmad bin Abu al-Hawari berkata, bahwa aku mendengar Abu Salman berkata, “Aku mendengar Abu Bakar Ja’far al-Manshur menangis dalam khutbah Jum’atnya, aku marah, aku berniat untuk berdiri dan menasihatinya sesuai dengan apa yang aku ketahui bila dia turun. Maka aku tidak ingin berdiri kepada seorang khalifah lalu menasihatinya sementara orang-orang duduk menyaksikan, lalu menyusup keinginan menghiasi diri dengannya, maka dia memerintahkanku agar dibunuh, sehingga aku mati bukan di atas niat yang shahih, maka aku pun duduk dan diam.
> Jalan kedua: Marah terhadap diri sendiri, bisa jadi ia di permulaan, bisa jadi terjadi secara tiba-tiba saat mengajak kepada kebaikan, karena orang-orang yang mengingkari menyambutnya dengan penghinaan, hingga dia menjadi orang yang membela diri, sebagaimana yang diucapkan oleh Umar bin Abdul Aziz kepada seorang laki-laki, “Kalau aku tidak dalam keadaan marah, niscaya aku menghukummu. Kamu ingin memancing amarahku, aku khawatir hukumanku bercampur antara marah karena Allah dan marah karena diri sendiri.”
Bila pelaku amar ma’ruf dan nahi mungkar adalah orang bodoh, maka setan mempermainkannya, dia lebih banyak merusak daripada memperbaiki, karena tidak tertutup kemungkinan dia melarang sesuatu yang boleh dengan kesepakatan ijma’, bisa jadi dia mengingkari takwil rekannya dan mengikuti sebagian madzhab,’” bisa jadi dia mendobrak pintu, memanjat pagar, memukul pelaku kemungkaran dan menuduhnya, bila pelaku kemungkaran mengucapkan kata-kata yang membuatnya marah, maka dia marah karena dirinya.
Di antara talbis Iblis atas pengingkar kemungkaran bahwa bila dia mengaingkari, dia duduk di perkumpulan, dia menjelaskan apa yang dilakukannya dan membanggakannya, mencaci maki pelaku kemungkaran dengan cacian penuh kebencian, melaknat mereka, padahal bisa jadi orang-orang itu sudah bertaubat, bisa jadi mereka lebih baik darinya karena penyesalan mereka dan kesombongannya, pembicaraan melebar hingga dia membuka aurat kaum muslimin, karena dia memberitahu siapa orang tidak tahu, padahal menutupi aib seorang muslim adalah wajib sebisa mungkin.
Aku mendengar sebagian orang bodoh yang mengingkari kemungkaran bahwa dia menyerang suatu kaum tanpa memastikan apa yang sedang mereka lakukan, dia memukul mereka dengan pukulan menyakitkan, memecahkan bejana-bejana, padahal semua itu hanyalah ajakan kebodohan.
Adapun orang yang mengetahui, bila dia mengingkari maka kamu aman darinya.
Shilah bin Usyaim melihat seorang laki-laki berbicara kepada seorang wanita, dia berkata, “Sesungguhnya Allah melihat kalian berdua, semoga Allah menutupi kalian sebagaimana Dia menutupi kami.”
Dia melewati orang-orang yang sedang bermain-main, dia berkata kepada mereka, “Saudara-saudara, apa pendapat kalian tentang seseorang yang hendak melakukan perjalanan, namun dia malah tidur sepanjang malam dan main-main di siang hari, kapan dia akan menyelesaikan safarnya?” Seorang laki-laki dari mereka paham, dia berkata kepada teman-temannya, “Orang ini mengajari kita.” Maka dia dan temantemannya bertaubat.
Orang yang paling patut diingkari dengan kelembutan adalah para sultan, kepada mereka bisa dikatakan, “Allah sudah memuliakan kalian, maka kenalilah nikmatNya, karena nikmat Allah dijaga dengan mensyukurinya, dan tidak baik bagi kalian membalas nikmat dengan maksiat.”
Iblis telah mengacaukan sebagian ahli ibadah, dia melihat kemungkaran namun tidak mengingkarinya, dia berkata, “Yang memerintah dan melarang hanyalah orang yang pantas, aku belum pantas, bagaimana saya memerintah orang lain?”
Ini keliru, karena semestinya dia mau memerintah dan melarang sekalipun kemaksiatan itu ada padanya, hanya saja bila dia mengingkari kemungkaran dalam keadaan bersih darinya, maka pengingkarannya berdampak baik. Bila dia tidak bersih darinya maka pengingkarannya hampir tak berpengaruh, maka patut bagi orang yang mengingkari kemungkaran agar membersihkan dirinya agar usahanya dapat memberi pengaruh yang baik.
Ibnu Adil berkata, “Kami melihat di zaman kami Abu Bakar al-Aafali pada zaman al-Qaim, bila dia bangkit untuk mengingkari kemungkaran, dia diikuti oleh para syaikh yang tidak makan kecuali dari usaha tangan mereka seperti Abu Bakar al-Khabbaz dan beberapa orang yang tak satu pun dari mereka makan sedekah, tidak ternoda dengan menerima pemberian, mereka ahli puasa di siang hari dan ahli shalat di malam hari serta sering menangis. Bila ada orang yang mencampur kebaikan dengan keburukan, maka dia menolaknya, dia berkata, ‘Bila kita bertemu musuh dengan pasukan yang masih mencampuraduk kebaikan dengan keburukan maka kita bakal kalah!”
Bab IX : Talbis Iblis atas ahli zuhud dan ibadah
Orang awam mungkin mendengar celaan terhadap dunia di dalam al-Qur’an dan sunnah, maka dia melihat bahwa keselamatan adalah dengan meninggalkannya, dan dia tidak tahu dunia apa yang tercela, maka_Iblis mengacaukannya bahwa kamu tidak akan selamat di akhiyat kecuali dengan meninggalkan dunia, maka dia keluar menyingkir ke gunung-gunung, menjauh dari shalat Jum’at, shalat jamaah dan ilmu, dia menjadi seperti hewan liar, Iblis mengelabuhinya bahwa inilah zuhud hakiki, bagaimana tidak sementara dia telah mendengar tentang fulan bahwa dia luntang-lantung dan fulan lainnya bahwa dia beribadah di gunung, bisa jadi dia masih mempunyai keluarga, mereka terlantar, atau ibu yang menangisi kepergiannya, bisa jadi dia tidak mengetahui rukun-rukun shalat sebagaimana mestinya, dan bisa jadi dia masih memikul tanggungan yang belum ditunaikannya.
Iblis berhasil menguasai orang ini karena minimnya ilmu, di antara bukti kebodohannya adalah bahwa dia rela terhadap dirinya untuk tidak berilmu, padahal seandainya dia diberi taufik untuk berguru kepada fakih yang memahami hakikat perkara, niscaya si fakih tersebut akan menunjukkan kepadanya bahwa dunia tidak tercela dari sisi dirinya, bagaimana nikmat Allah dicela, padahal ia merupakan nikmat nikmat yang menjadi hajat pokok bagi kelangsungan hidup manusia, menjadi sebab yang bisa membantunya mendapatkan ilmu dan ibadah berupa makanan, minuman, pakaian dan masjid untuk shalat. Sebaliknya yang tercela darinya adalah mengambil sesuatu bukan dari sumber yang halal atau memakannya secara boros bukan sekedar hajat kebutuhan atau jiwa bertindak padanya sejalan dengan kebodohannya tidak sejalan dengan syariat. Bahwa keluar pergi ke gunung menyendiri dilarang, karena nabi melarang seseorang bermalam sendirian, resiko meninggalkan shalat Jum’at dan jamaah adalah kerugian tanpa keuntungan, menjauh dari ilmy dan ulama menguatkan kekuasaan kebodohan, berpisah dari bapak dan ibu dalam keadaan ini adalah kedurhakaan dan ia termasuk dosa besar.
Adapun orang-orang yang dia dengar bahwa dia menyendiri ke gunung-gunung maka ada kemungkinan mereka tidak memiliki keluarga, bapak dan ibu, maka mereka keluar ke sebuah tempat untuk beribadah di sama secara bersama. Barangsiapa yang perbuatannya tidak mengandung sisi yang shahih maka dia di atas kesalahan, siapa pun dia.
Sebagian salaf berkata, “Kami keluar ke gunung untuk beribadah, maka Sufyan ats-Tsauri datang kepada kami dan menyuruh kami pulang.” Talbis Iblis atas Ahli Zuhud Di antara talbis Iblis atas para ahli zuhud adalah bahwa mereka berpaling dari ilmu dengan alasan sibuk zuhud, mereka telah menukar apa yang lebih baik dengan apa yang lebih rendah. Penjelasannya begini, manfaat orang zuhud tidak melampaui teras rumahnya, sementara manfaat orang yang berilmu menyebar, berapa banyak ahli ibadah yang dipulangkan kepada kebenaran oleh seorang yang berilmu.
Di antara talbis Iblis atas mereka adalah dia mengelabuhi mereka bahwa zuhud adalah meninggalkan hal-hal mubah. Di antara mereka tidak makan kecuali roti gandum. Di antara mereka ada yang tidak makan buah-buahan. Di antara mereka ada yang makan sedikit hingga badannya kering dan menyiksa dirinya dengan memakai wol serta menolak minum air dingin.
Semua ini bukan jalan hidup Rasulullah, tidak pula para shahabat dan orang-orang yang mengikuti mereka. Mereka memang lapar, namun itu karena mereka memang tidak punya makanan, bila makanan ada maka mereka makan.
Rasulullah makan daging dan menyukainya, makan ayam, menyukai manisan dan menikmati air yang dingin.
Seseorang berkata, “Aku tidak makan kue puding, aku takut tidak bisa mensyukurinya.” Maka al-Hasan al-Bashri berkata, “Dasar bodoh. Apakah dia bisa mensyukuri air yang dingin?!”
Bila Sufyan ats-Tsauri safar, dia membawa bekal dalam kantongnya berupa daging panggang dan puding. .
Seseorang sepantasnya mengetahui bahwa badannya adalah kendaraannya, dia harus memperlakukannya dengan kelembutan agar bisa menyampaikannya ke tujuan, mengambil apa yang menguatkannya dan membuang apa yang membahayakannya berupa kenyang berlebihan dalam menunaikan hajat jiwa karena hal itu bisa membahayakan badan dan agama.
Manusia memiliki tabiat yang berbeda-beda, bila orang-orang pedalaman memakai bahan wol dan hanya minum susu maka kita tidak mencela mereka, karena tubuh mereka sanggup memikul hal itu. Bila penduduk desa memakai bahan wol, dan makan kawamikh (makanan semacam acar), maka kita tidak mencela mereka. Kita tidak berkata, “Di antara mereka ada orang yang terlalu memaksakan diri.” Karena memang demikian adat mereka.
Tetapi bila badan makmur, tumbuh di atas kenikmatan, maka kami melarang pemiliknya membebankan sesuatu yang membahayakan atas dirinya. Bila dia berzuhud dan meninggalkan kesenangan, maka bisa jadi karena yang halal tidak mengandung pemborosan atau karena makanan yang enak mengundang selera untuk makan banyak, akibatnya adalah mengantuk dan malas. Dalam kondisi ini yang diperlukan adalah mengetahui apa yang bila ditinggalkan membahayakan atau tidak membahayakan, maka dia bisa mengambil kadar cukup tanpa membahayakan diri.
Tidak perlu menengok ucapan al-Harits al-Muhasibi dan Abu Thalib al-Makki di mana keduanya mengajak menyedikitkan makanan, melawan jiwa dengan tidak memenuhi hajatnya yang mubah, karena mengikuti Rasulullah dan para shahabatnya adalah lebih utama.
Ibnu Aqil berkata, “Betapa ajaibnya urusan kalian dalam beragama! Hawa nafsu yang diperturut atau kerahiban yang diada-adakan, antara menyeret ekor suka cita di zaman muda dan permainan dengan menyianyiakan hak, menelantarkan keluarga, menyepi di pojok-pojok masjid, mengapa mereka tidak beribadah secara syar’i dan logis?!”
Di antara talbis Iblis atas mereka adalah, dia mengelabuhi mereka bahwa zuhud hanya dengan gana’ah terhadap makanan dan pakaian rendah, maka mereka pun gana’ah dengan itu tetapi hati mereka berambisi memimpin dan mencari kedudukan. Anda melihat mereka menunggu saat-saat berkunjungnya para penguasa kepada mereka, memulaikan Orang-orang kaya dan meninggalkan orang-orang fakir, menampakkan kekhusyu’an saat bertemu orang, seolah-olah mereka baru keluar darj kuburan, terkadang salah seorang dari mereka menolak harta agar tidak dikatakan, “Fulan sempat berzuhud.” Padahal mereka dalam urusan datang perginya orang-orang kepada mereka mencium tangan mereka untuk membuka gerbang kedudukan dunia lebar-lebar, karena tujuan dunia adalah kedudukan.
Talbis Iblis atas Para Ahli Ibadah
Perkara utama yang dengannya Iblis mengacaukan para ahli ibadah dan ahli zuhud adalah riya~ yang samar. Adapun riya~ yang nampak maka ia tidak masuk ke dalam talbis, seperti menampakkan badan yang kurus, wajah yang pucat, kepala yang kusut agar dijadikan sebagai bukti zuhud, demikian juga merendahkan suara agar dikira khusyu’, demikian juga riya~ dalam shalat dan sedekah, hal-hal seperti ini adalah nyata yang tidak samatr.
Kami hanya membicarakan riya~ yang samar, karena Nabi bersabda:
“Sesungguhnya amal-amal itu adalah dengan niat-niat. “
Bila pelaku amal tidak berharap wajah Allah, maka tidak diterima. Malik bin Dinar berkata, “Katakanlah kepada orang yang tak jujur, ‘Tak usah berlelah-lelah!”
Ketahuilah bahwa seorang mukmin tidak mencari dengan amalnya kecuali wajah Allah, yang menyusup kepadanya adalah riva~ yang samar dan urusannya dikacaukan, maka keselamatannya darinya tidaklah mudah.
Dari Yasar berkata, bahwa Yusuf bin Asbath berkata kepadaku, “Belajarlah untuk membedakan antara amal yang benar dan yang tidak, sesunagguhnya aku mempelajarinya selama dua puluh dua tahun.”
Orang-orang shalih menyembunyikan amal mereka karena mereka takut terjatuh ke dalamnya, mereka memperlihatkan sebaliknya. Ibnu Sirin tertawa di siang hari dan menangis di malam hari. Adalah apabila Ibnu Adham sakit, maka di sisinya ada makanan yang biasa disantap oleh orang-orang yang sehat.
Bakkar bin Abdullah mendengar Wahab bin Munabbih berkata, “Ada seorang laki-laki yang termasuk orang-orang terbaik di zamannya, orang-orang datang mengunjunginya, dia menasihati mereka. Suatu hari orang-orang berkumpul kepadanya, dia berkata, “Sesungguhnya kita telah keluar dari dunia, berpisah dengan keluarga dan harta karena takut melampaui batas, saya takut dalam keadaan ini disusupi oleh sikap melampaui batas dalam kadar yang lebih besar daripada apa yang menyusup kepada orang-orang kaya pada harta mereka, lalu salah seorang di antara kita ingin hajatnya ditunaikan, bila bertemu dihormati dan dimuliakan karena kedudukan agamanya.”
Ucapannya ini menyebar hingga terdengar oleh raja, dia kagum kepadanya, maka raja datang untuk mengucapkan salam kepadanya dan mengenali keadaannya. Tatkala raja datang, seseorang berkata kepada laki-laki tersebut, “Ini paduka raja, dia datang kepadamu untuk mengucapkan salam kepadamu.” Dia bertanya, “Dalam rangka apa?” Dia menjawab, “Karena ucapan yang pernah kamu ucapkan.” Maka laki-laki itu bertanya kepada pelayannya, “Ada makanan?” Dia menjawab, “Sedikit buah yang biasa engkau makan saat berbuka.” Maka dia menghidangkannya di atas sebuah kain dari bulu dan meletakkannya di depannya, maka laki-laki tersebut memakannya, padahal sebelumnya dia selalu berpuasa di siang hari tanpa berbuka, maka raja berdiri di depannya dan mengucapkan salam kepadanya. Laki-laki itu pun menjawab dengan jawaban yang samar lalu melanjutkan makannya. Raja berkata, “Mana laki-laki itu?” Seseorang menjawab, “Ini dia.” Raja bertanya, “Yang sedang makan ini?” Mereka menjawab, “Benar.” Raja berkata, “Kebaikan apa yang dipunyai oleh laki-laki ini?” Lalu raja pergi. Laki-laki itu berkata, “Segala puji bagi Allah yang memalingkanmu dengannya.”
Dalam sebuah riwayat dari Wahab, bahwa tatkala raja tiba, laki-laki itu. menghidangkan makanannya, dia mulai makan biji-bijian dengan suapan yang besar, mencelupnya dalam minyak, makan dengan sangat lahap, maka raja berkata Kepadanya, “Bagaimana kamu wahai fulan?” Dia menjawab, “Seperti orang-orang.” Maka raja menarik tali kekang kudanya sambil berkata, “Tak ada kebaikan pada orang ini.” Laki-laki itu berkata, “Segala puji bagi Allah yang telah membuatnya pergi dariku dalam kKeadaan tidak menerima keadaanku.”
Di antara ahli zuhud ada yang berzuhud Iahir batin, akan tetapi dia mengetahui bahwa zuhudnya akan dibicarakan oleh rekan-rekannya dan istrinya, maka kesabaran meringankannya. Seandainya dia ingin selamat dalam zuhudnya, niscaya dia akan makan bersama keluarganya sekedar untuk menurunkan ambisi jiwa dan memutuskan pembicaraan tentananya.
Dawud bin Abu Hind berpuasa selama dua puluh tahun, sedangkan keluarganya tidak mengetahuinya. Dia mengambil makanannya dan membawanya ke pasar, di jalan dia mensedekahkannya, maka orang-orang pasar menyangkanya sudah makan di rumah dan keluarganya menduganya makan di pasar. Demikian orang-orang dulu. Kritik Terhadap Jalan Ahli Zuhud Di antara ahli zuhud ada yang bersemangat untuk menyendiri di masjid atau pos penjagaan perbatasan atau gunung, kenikmatannya ada pada pengetahuan orang-orang terhadap kesendiriannya, terkadang dia beralasan atas sikapnya yang menyendiri dengan berkata, “Saya khawatir melihat kemungkaran-kemungkaran di jalanku saat keluar.”
Padahal dia menyimpan ambisi terselubung, di antaranya kesombongan dan meremehkan manusia. Di antaranya pula dia khawatir orang-orang tak melayaninya dengan baik, mempertahankan kedudukan dan posisinya, karena bergaul dengan manusia melenyapkan semua itu, sementara dia ingin menjaga nama baik dan sanjungan terhadap dirinya, dan terkadang tujuannya adalah menutupi aib, kekurangan dan kebodohannya, dia melihat hal ini, namun dia juga ingin dikunjungi dan mengunjungi, berbahagia bila penquasa datang mengunjunginya, orang-orang awam berkumpul di pintunya, dan mencium tangannya. Pada saat yang sama, dia tidak menjenguk orang sakit dan tidak menghadiri jenazah. Rekan-rekannya berkata, “Maafkan syaikh kami. Ini adalah kebiasaannya.” Bukanlah adat yang baik bila ia menyelisihi ajaran syariat.
Seandainya orang ini memerlukan bahan makanan, tetapi di sisinya tidak ada orang yang membelikannya untuknya, maka dia akan menahan diri dengan rasa laparnya, agar tidak terlihat keluar membeli makan untuk dirinya, akibatnya kedudukannya akan turun karena dia berjalan di tengah-tengah orang awam, seandainya dia pergi membeli makanan niscaya dia tak lagi terkenal, tetapi batinnya melaknat usaha menjaga kedudukan.
Rasulullah keluar ke pasar untuk membeli hajatnya dan memikulnya sendiri. Abu Bakar membawa kain di atas pundaknya, menjual dan membeili.
Dari Abdullah bin Hanzhalah berkata, “Abdullah bin Salam lewat sedangkan di kepalanya ada seikat kayu bakar, maka orang-orang berkata, Apa yang membuatmu melakukan ini sementara Allah sudah mencukupimu?’ Dia menjawab, ‘Aku ingin membuang kesombongan dengannya, hal itu karena aku mendengar Rasulullah bersabda, ‘Tidak masuk surga seorang hamba yang dalam hatinya tersisa kesombongan walaupun seberat biji sawi.’”
Penulis berkata, “Apa yang aku sebutkan ini, yakni keluar untuk membeli kebutuhan hidup dan merendahkan diri yang sepertinya adalah kebiasaan salaf terdahulu, kebiasaan tersebut telah berubah sebagaimana keadaan dan pakaian juga telah berubah, maka saya berpendapat hendaknya di hari ini seorang ulama tidak keluar sendiri untuk membeli kebutuhannya, karena hal itu membuka cahaya ilmu di kalangan orang-orang bodoh padahal mengangungkannya menurut mereka adalah sesuatu yang disyariatkan, sementara memperhatikan hati mereka dalam keadaan ini mengeluarkan kepada riya’, menggunakan apa yang mewariskan wibawa dalam hati tak dilarang.”
Tidak semua yang terjadi di zaman salaf, yang tidak merubah hati manusia di saat itu patut dilakukan di hari ini. Al-Auza’i berkata, “Kami .tertawa dan bersenda gurau, bila kami akan diikuti dalam hal itu, maka saya berpendapat bahwa hal itu tidak patut.”
Telah diriwayatkan kepada kami dari Ibrahim bin Adham bahwa di suatu hari rekan-rekannya sedang bergurau, seorang laki-laki mengetuk pintu, maka Ibrahim meminta mereka untuk diam dan tenang, mereka berkata, “Anda mengajarkan riya~ kepada kami?” Dia menjawab, “Aku tak ingin Allah didurhakai karena kalian.”
Penulis berkata, “Dia khawatir terhadap kata-kata orang bodoh, ‘Lihatlah mereka para ahli zuhud, apa yang mereka lakukan?’ Hal itu karena orang-orang awam sulit menerima hal seperti ini bagi orang-orang ahli ibadah.”
Talbis Iblis atas mereka Dalam Mengharuskan Apa yang Tidak harus
Di antara mereka ada orang-orang yang bila salah seorang dari mereka diminta memakai pakaian yang berbahan lembut niscaya dia tak mau, agar kedudukannya dalam zuhud tak jatuh, seandainya ruhnya keluar dari badannya, dia tetap tak akan makan sementara orang-orang melihat kepadanya, menjaga diri agar tidak tersenyum apalagi tertawa. Iblis mengelabuhinya bahwa hal itu adalah dalam rangka memperbaiki manusia, padahal ia hanyalah riya~ yang dengannya dia berusaha menjaga kaidah ibadah, Anda melihatnya menundukkan kepala, terlihat bekas-bekas kesedihan, namun bila dia sedang sendiri maka dia adalah singa lapar.
Sedangkan salaf berusaha menepis segala hal yang bisa membuat mereka ditunjuk, dan mereka berlari dari tempat yang mereka ditunjuk di sana. Yusuf bin Asbath berkata, “Saya meninggalkan Sabaj dengan berjalan kaki, saya tiba di al-Mishshishah, kantongku di atas pundakku, seorang laki-laki keluar dari kedainya mengucapkan salam kepadaku, laki-laki itu mengucapkan salam kepadaku, maka aku meletakkan kantongku, aku masuk masjid shalat dua rakaat, orang-orang mengelilingiku, seorang laki-laki menghadapkan wajahnya di wajahku. Aku berkata kepada diriku, ‘Seberapa lama hatiku bisa tetap di atas hal ini?’ Maka aku mengambil kantongku, dengan keringat dan kelelahan aku kembali lagi ke Sabaj, sesudah itu aku tidak bertanya kepada hatiku selama dua tahun.”
Di antara ahli zuhud ada yang memakai pakaian yang robek dan tidak menjahitnya, membiarkan surbannya yang rusak, tidak menyisir janggutnya, agar terlihat bahwa dia tidak mempunyai sedikit pun dari kesenangan dunia.
Ini termasuk pintu-pintu riya~. Bila dia memang benar tidak memperhatikan kepentingan dirinya, sebagaimana yang dikatakan kepada Dawud ath-Tha’i, “Mengapa Anda tidak menyisir jenggot Anda?” Dia menjawab, “Saya sibuk hingga tak sempat melakukannya.” Maka hendaknya dia menyadari bahwa dia telah berjalan di jalan yang salah, karena ini bukanlah sunnah Rasulullah dan para sahabatnya, Rasulullah menyisir rambutnya, meminyakinya dan memakai wewangian, padahal beliau adalah orang yang paling sibuk terhadap akhirat.
Abu Bakar dan Umar, dua shahabat paling takut kepada Allah dan paling zuhud, melaburi kepala mereka dengan henna dan katam.
Barangsiapa mengklaim derajat di atas sunnah dan perbuatan para shahabat besar, maka dia tak patut ditengok.
Di antara ahli zuhud adalah yang terus-menerus diam, tidak bergaul dengan keluarganya, menyakiti mereka dengan akhlaknya yang buruk dan wajahnya yang masam, dia lupa terhadap sabda Nabi, “Sesungguhnya keluargamu mempunyai hak atasmu.”
Rasulullah bergurau, bermain dengan anak-anak, berbincang dengan istri-istrinya, berlomba lari dengan Aisyah, dan masih banyak lagi akhlak lembut beliau.
Laki-laki zuhud ini menjadikan istrinya seperti janda, anaknya seperti anak yatim, karena menyibukkan diri dari mereka, akhlaknya buruk kepada mereka, karena dia melihat bahwa semua itu menyibukkannya dari akhirat, dia tidak tahu karena memang ilmunya minim bahwa bercengkerama dengan suka cita bersama keluarga membantu meraih akhirat.
Dalam ash-Shahihain bahwa Nabi bersabda kepada Jabir, “Mengapa kamu tidak menikahi gadis perawan, kamu mencumbunya dan dia mencumbumu?”
Terkadang si ahli zuhud ini berubah menjadi orang yang garing hingga dia tidak lagi menyentuh istrinya, dan menyia-nyiakan hal yang wajib karena sibuk dengan perbuatan sunnah yang tak terpuji.
Di antara ahli zuhud ada yang melihat amalnya, dia takjub kepadanya, seandainya dikatakan kepadanya, “Kamu termasuk patok bumi.”!” Niscaya dia membenarkannya.
Di antara mereka ada yang menanti-natikan munculnya karomah pada dirinya, dia berkhayal seandainya dia dibawa ke air niscaya dia bisa berjalan di atasnya, bila sesuatu terjadi padanya lalu dia berdoa namun tak dikabulkan, maka dia marah dalam hatinya, seolah-olah dia adalah pekerja yang menuntut hak upah, seandainya dia diberi pemahaman, niscaya tidak tahu bahwa dia adalah hamba sahaya, sedangkan hamba sahaya tidak merasa berjasa dengan perbuatannya. Seandainya dia melihat kepada taufik Allah kepadanya sehingga dia bisa beramal, niscaya dia melihat kewajiban syukur, sehingga dia khawatir tidak menunaikannya dengan sebaik-baiknya, semestinya rasa takutnya terhadap ketidakmampuannya melaksanakan amal dengan sebaik-baiknya membuatnya menyibukkan diri untuk memperbaikinya bukan malah membanggakannya, sebagaimana sebagian dari mereka berkata, “Aku memohon ampun kepada Allah dari minimnya kejujuranku dalam kata-kataku.” Seseorang berkata kepadanya, “Apakah kamu melakukan suatu amal yang kamu melihatnya diterima?” Dia menjawab, “Bila demikian maka rasa takutku adalah terhadap ditolaknya amal itu atasku.”
Di antara talbis Iblis atas sebagian orang dari para ahli zuhud, yaitu Iblis masuk kepada mereka melalui pintu kebodohan bahwa mereka beramal berdasarkan realita mereka tanpa menoleh kepada pendapat ahli fikih.
Ibnu Adil berkata, “Abu Ishaq al-Khazzaz adalah laki-laki shalih, dia adalah orang pertama yang mengajariku al-Qur’an, di antara kebiasaannya adalah tidak berbicara di bulan Ramadhan, dia menjawab dengan ayat-ayat al-Qur’an terhadap peristiwa yang terjadi padanya, bila dia memberi izin maka dia mengucapkan:
“Serbulah mereka dengan melalui pintu gerbang (kota) itu,” (QS. al-Maidah: 23), dia berkata kepada anaknya tentang makan malam puasa:
“Yaitu: sayur-mayur, ketimun,” (QS. al-Baqarah: 61), dia memerintahkannya agar membeli sayur.
Maka aku berkata kepadanya, ‘Apa yang kamu yakini ibadah ini sebenarnya adalah maksiat.’ Hal ini terasa berat atasnya. Aku berkata lagi, ‘Al-Qur’an yang mulia ini diturunkan untuk menjelaskan hukumhukum syar’i, ia tidak patut digunakan untuk kepentingan-kepentingan dunia. Apa yang kamu lakukan ini adalah seperti kamu menggunakan kertas mushaf untuk membungkus daun bidara dan asynan atau kamu menggunakannya untuk alas.’ Maka dia marah dan mendiamkanku, dia tak mendengar hujjah.”
Salaf melarang ahli zuhud sekalipun mereka mengetahui banyak ilmu untuk berfatwa, karena ahli zuhud tidak mengabungkan sayart-syarat fatwa. Bagaimana bila salaf melihat kekacauan para ahli zuhud di zaman ini dengan memberi fatwa hanya berdasar kepada realita saja?
Dari Ismail bin Syabbah berkata, “Aku datang kepada Ahmad bin Hanbal -saat itu Ahmad bin Harb telah tiba dari Makkah-, maka Ahmad bin Hanbal berkata kepadaku, ‘Siapa laki-laki Khurasan yang baru datang?’ Aku menjawab, ‘Seorang ahli zuhud, di antara zuhudnya adalah begini begini, di antara kebersihan hatinya adalah begini begini.” Maka Ahmad berkata, ‘Tidak patut bagi siapa yang mengklaim apa yang diklaimnya untuk masuk ke dunia fatwa.’”
Antara Ahli Zuhud Dengan Fuqaha
Di antara talbis Iblis atas para ahli zuahud adalah bahwa mereka meremehkan para ulama dan mencela mereka. Para ahli zuhud berkata, “Tujuan syariat adalah amal.” Mereka tidak memahami bahwa ilmu adalah cahaya hati, seandainya mereka mengetahui derajat ulama dalam menjaga syariat, bahwa derajatnya adalah derajat para nabi, niscaya mereka akan memandang diri mereka seperti orang bisu di tengah-tengah orang fasih, dan orang buta di tengah-tengah orang melihat. Para ulama adalah para penunjuk jalan, dan manusia di belakang mereka, sedangkan yang selamat dari mereka berjalan sendiri.
Dalam ash-Shahihain dari hadits Sahl bin Sa’ad bahwa Nabi bersabda kepada Ali bin Abi Thalib, “Demi Allah, Allah memberi petunjuk kepada satu orang melalui dirimu adalah lebih baik bagimu daripada unta merah. ”
Di antara celaan ahli zuhud terhadap ulama adalah kelonggaran para ulama dalam sebagian perkara mubah yang dengannya mereka menguatkan diri dalam rangka mencari ilmu, ahli zuhud juga mencela pengumpul harta.
Padahal seandainya ahli zuhud itu memahami makna mubah niscaya mereka mengetahui bahwa pelaku mubah tidak tercela, dan paling bante; adalah selainnya mungkin lebih baik. Lantas Apakah baik bagi orang yang shalat malam mencela orang yang menunaikan shalat wajib (Shubuh) dan ia tidur (tidak shalat malam)?
Celakanya, ulama dari kalangan ahli zuhud yang bodoh dan merasa puas dengan ilmu sendiri, dia melihat amalan utama sebagai sebuah kewajiban. Maka, wajib atas ahli zuhud belajar kepada para ulama, bila tidak maka hendaknya diam.
Dari Malik bin Dinar berkata, “Sesungguhnya setan mempermainkan para qari’ seperti anak-anak mempermainkan bola.” Yang dia maksud dengan para qari~ adalah ahli zuhud, ini adalah nama lama yang sudah dikenal. Allah pemberi taufik kepada kebenaran, hanya kepadaNya tempat kembali dan berpulang.
Bab XI : Talbis Iblis atas ahli agama dengan sesuatu yang mirip karomah
Kami telah menjelaskan sebelumnya bahwa Iblis berhasil menguasai seseorang sesuai dengan minimnya ilmu yang dimilikinya, semakin sedikit ilmu seseorang, semakin kuat pengaruh Ibllis terhadapnya, semakin banyak ilmu seseorang, sebaliknya sedikit kekuasaan Iblis atasnya.
Di antara ahli ibadah ada yang melihat cahaya atau sinar di langit, bila ia di bulan Ramadhan, maka dia berkata, “Aku melihat lailatul qadar.” Bila di selainnya, dia berkata, “Pintu langit dibuka untukku.”
Terkadang secara kebetulan dia mendapatkan apa yang dia cari, maka dia menyangkanya sebagai karomah, padahal bisa jadi hanya kebetulan, atau bisa jadi hanya ujian bahkan bisa jadi tipuan Iblis, padahal orang yang berakal tidak merasa mantap dengan sesuatu seperti ini sekalipun ia adalah karomah.
Dari Malik bin Dinar dan Habib al-Ajami bahwa keduanya berkata, “Sesungguhnya setan mempermainkan para qari’ sebagaimana anak-anak mempermainkan bola.”
Di antara Kisah Karomah Mereka yang Ajaib
Iblis menyesatkan sebagian ahli zuhud yang lemah dengan memperlihatkannya sesuatu yang mirip karomah, hingga dia berani mengaku sebagai nabi.
Diriwayatkan dari Abdurrahman bin Hassan berkata, bahwa al-Harits al-Kadzdzab adalah orang Damaskus, dia adalah budak Abu al-Jullas dan dia memiliki bapak di hutan. Iblis senantiasa mengganggunya, sementara dia adalah seorang ahli ibadah yang zuhud. Seandainya dia memakai jubah emas, niscaya kamu tetap melihat kezuhudan padanya, bila dia q mulai bertahmid, maka orang-orang yang mendengar tidak menyimak, ucapan yang lebih bagus darinya.
Dia menulis pesan kepada bapaknya, “Wahai Bapakku, segerakanlah kepadaku, sesungguhnya aku melihat berbagai hal, aku khawatir ia dari para setan.” Maka bapaknya membuatnya semakin tersesat jauh, bapaknya menjawab, “Wahai anakku, lakukanlah apa yang aku perintahkan kepadamu, sesungguhnya Allah berfirman:
“Apakah akan Aku beritakan kepadamu, kepada siapa setan-setan itu turun? Mereka turun kepada tiap-tiap pendusta lagi yang banyak dosa,” (QS. asy-Syua’ara~>: 222), dan kamu bukan pembual dan bukan pendosa, lakukanlah apa yang aku perintahkan.”
Dia pun datang kepada orang-orang di masjid satu demi satu, dia menceritakan urusannya, mengambil perjanjian serta sumpah setia bila dia melihat apa yang diridhai maka dia akan menerima, dan bila tidak maka dia menyembunyikan atasnya.
Dia memperlihatkan kepada mereka keajaiban-keajaiban: Dia mendatangi batu marmer di masjid, lalu dia mengetuknya dengan tangannya maka ia bertasbih. Dia memberi makan mereka dengan buah-buahan pada musim panas di musim dingin, dia berkata kepada mereka, ‘Ikutlah denganku, aku tunjukkan malaikat kepada kalian.’ Lalu dia membawa mereka ke biara al-Murran dan memperlihatkan mereka kaum laki-laki di atas kuda.
Dia diikuti orang orang-orang dalam jumlah banyak, perkaranya pun menyebar dan pengikutnya bertambah, hingga kabarnya sampai kepada al-Qasim bin Mukhaimirah, maka al-Harits berkata kepada al-Qasim, “Aku nabi.” Maka al-Qasim menjawab, “Kamu dusta wahai musuh Allah.” Maka Abu Idris berkata kepada al-Qasim, “Tindakanmu buruk, mengapa kamu tidak bersikap lunak sedikit hingga bisa menangkapnya, sekarang dia kabur.”
Al-Qasim bangkit untuk menemui Abdul Malik, dia menyampaikan kabar al-Harits, maka Abdul Malik mengirim orang-orang untuk mencarinya, namun mereka tak menemukannya dan Abdul Malik sendiri keluar hingga dia tiba di Unaibirah, dan dia mencurigai para pasukannya sudah terpengaruh oleh al-Harits.
Al-Harits sendiri pergi ke Baitul Maqdis, di sana dia menyembunyikan diri, namun para pengikutnya keluar untuk mencari anggota baru dan dibawa menghadap al-Harits.
Seorang laki-laki Bashrah datang ke Baitul Maqdis, dia dibawa kepada al-Harits, maka al-Harits mulai bertahmid, menyampaikan perkaranya bahwa dirinya adalah seorang nabi dan rasul yang diutus. Laki-laki dari Bashrah tersebut berkata, “Ucapanmu bagus, tetapi dalam masalah ini aku harus menimbang terlebih dulu.” Al-Harits menjawab, “Silakan.”
Lalu laki-laki dari Bashrah ini keluar kemudian kembali kepadanya, lalu dia menjawab ucapan al-Harits, dan berkata, “Ucapanmu bagus, ia menyentuh hatiku, aku beriman kepadamu, inilah agama yang lurus.” Lalu laki-laki dari Bashrah ini meminta kepada al-Harits agar dia tidak dihalang-halangi bila datang, maka laki-laki Bashrah ini bisa keluar masuk kepada al-Harits secara leluasa hingga dia mengetahui rahasiarahasia al-Harits dan segala ihwalnya, ke mana dia kabur, hingga laki-laki Bashrah ini akhirnya menjadi orang yang paling mengetahui al-Harits. Laki-laki Bashrah tersebut berkata kepada al-Harits, “Beri aku izin.” Al-Harits bertanya, “Ke mana?” Dia menjawab, “Bashrah, aku akan menjadi da’imu yang pertama di sana.”
Al-Harits pun mengizinkannya, maka laki-laki ini pulang ke Bashrah dengan segera, dan dia menemui Abdul Malik di Unaibirah. Tatkala dia mendengar ke markas Abdul Malik, dia berteriak, “Aku membawa nasihat. Aku membawa nasihat.” Maka pasukannya bertanya, “Nasihatmu apa?” Dia menjawab, “Nasihat untuk Amirul Mukminin.” Maka Abdul Malik memerintahkan agar dia dibawa masuk kepadanya, maka dia masuk sementara Abdul Malik dikelilingi oleh penasihat-penasihatnya.
Laki-laki itu berkata, “Nasihat.” Abdul Malik berkata, “Apa nasihatmu?” Dia menjawab, “Empat mata di antara kita, jangan ada orang ketiga.” Maka Abdul Malik meminta semua hadirin di majlisnya untuk keluar, laki-laki Bashrah berkata, “Boleh aku mendekat.” Abdul Malik menjawab, “Mendekatlah.” Dia mendekat sementara Abdul Malik duduk di kursinya. Abdul Malik bertanya, “Apa yang kamu bawa?” Dia menjawab, “AlHarits….
Tatkala laki-laki ini menyebut nama al-Harits, Abdul Malik langsung bangkit dari kursinya dan duduk di tanah, kemudian dia bertanya, “Di mana dia?” Laki-laki Bashrah tersebut menjawab, “Wahai Amirul Mukminin, dia di Baitul Maqdis. Aku telah mengetahui tempat dan waktu masuk maupun keluarnya.”
Lalu laki-laki ini menceritakan kisahnya dan apa yang dia lakukan. Maka Abdul Malik berkata kepadanya, “Kamulah orangnya, kamu Amir Baitul Maqdis dan Amir kita di sini, katakan apa yang kamu inginkan.” Dia menjawab, “Wahai Amirul Mukminin, beri aku orang-orang yang tidak mengerti ucapan.” Maka Abdul Malik memberinya empat puluh orang dari Farghanah. Abdul Malik berkata kepada mereka, “Pergilah kalian bersama orang ini, apa pun perintahnya, lakukanlah.” Lalu Abdul Malik menulis kepada gubernur Baitul Maqdis, “Sesungguhnya fulan adalah Amirmu hingga dia keluar, taatilah perintahnya kepadamu.”
Tatkala laki-laki ini tiba di Baitul Maqdis, dia menyerahkan surat Amirul Mukminin kepada gubernurnya. Sang gubernur berkata, “Silakan Anda memerintahkanku.” Maka laki-laki Bashrah itu berkata, “Kumpulkan semua obor yang kamu mampu di Baitul Maqdis, serahkan satu obor kepada satu orang, tatalah mereka di setiap lorong jalan dan sudutnya, bila aku berteriak, ‘Nyalakan.’ Maka nyalakanlah.
Maka sang gubernur melakukan apa yang diperintahkan oleh laki-laki Bashrah ini, lalu dia sendiri pergi ke rumah al-Harits, dia mengetuk pintu, dan berkata kepada penjaga, “Mintakan izin untukku kepada nabi Allah.” Penjaga menjawab, “Di waktu seperti ini tak seorang pun diizinkan hingga Shubuh.” Maka laki-laki Bashrah itu berkata, “Katakanlah kepadanya bahwa aku kembali karena rindu kepadanya sebelum aku sampai.” Maka penjaga masuk dan menyampaikan ucapan laki-laki Bashrah ini dan alHarits pun memerintahkan agar dia diizinkan masuk.
Kemudian laki-laki Bashrah ini berteriak, “Nyalakan.” Maka oborobor menyala, hingga malam terang benderang seperti siang, kemudian laki-laki Bashrah ini memberikan instruksi, “Siapa yang lewat, tangkap dia, siapa pun dia.” Maka laki-laki Bashrah ini masuk ke persembunyian al-Haris, namun dia tidak menemukannya, maka rekan-rekan al-Harits berkata, “Mana mungkin, kalian hendak membunuh nabi Allah, dia sudah diangkat ke langit.”
Lalu laki-laki Bashrah ini mencarinya di sebuah sudut, di sana ada sebuah lorong di dalam tanah, laki-laki Bashrah ini memasukkan tangannya ke dalam lorong tersebut, ternyata al-Harits ada di sana menutupi dirinya dengan jubahnya, maka laki-laki Bashrah ini menariknya keluar kemudian berkata kepada orang-orang Farghani, “Ikat dia.” Dia pun mengikatnya lalu membawanya ke Abdul Malik. Saat satu barid mereka berjalan, alHarits berkata, “Apakah kalian hendak membunuh seorang laki-laki yang berkata Tuhanku Allah?” Maka seorang laki-laki Farghani yang tak paham bahasa Arab karena mereka adalah orang-orang Ajam menjawab, “Ini adalah karomah kami, maka tunjukkanlah karomahmu.”
Mereka menyerahkan al-Harits kepada Abdul Malik, sesudah mendengar ucapan al-Harits, Abdul Malik menyalibnya, lalu dia memerintahkan seorang laki-laki untuk menusuknya dengan sebatang tombak. Tatkala tombak menyentuh salah satu tulang rusuknya, ia meleset maka orang-orang berteriak dan berkata, “Para nabi tak mempan senjata.”
Tatkala hal itu dilihat oleh seorang laki-laki dari kaum muslimin, maka ia maju ke depan dengan membawa tombak. Dia berjalan kepada al-Harits sembari meneliti sebentar hingga dia menemukan celah di antara dua tulang rusuk, lantas dia menusuknya sampai tombak tersebut menembus dan membunuhnya.
Al-Walid berkata, “Saya mendengar bahwa Khalid bin Yazid bin Mu’awiyah datang kepada Abdul Malik bin Marwan dan berkata, ‘Kalau saat itu aku hadir di sisimu, maka aku tidak memerintahkanmu untuk membunuhnya.’ Abdul Malik bertanya, ‘Mengapa?’ Dia menjawab, ‘Dia hanya memegang keyakinannya, seandainya engkau membuatnya lapar niscaya keyakinannya lenyap darinya.’”
Talbis Iblis dengan Sesuatu yang Mirip Karomah
Berapa banyak orang yang tertipu dengan sesuatu yang menyerupai karomah. Telah diriwayatkan kepada kami dari Abu Imran berkata, bahwa Farqad berkata kepadaku, “Wahai Abu Imran, hari ini aku sedih karena tunggakan pajakku sebesar enam dirham, sementara hilal telah muncul dan aku tak punya apa pun. Aku hanya bisa berdoa, saat aku berjalan di tepi sungai Eufrat, aku melihat enam dirham, aku mengambilnya dan menimbangnya, ternyata ia enam tak lebih dan tak kurang.” Dia berkata, “Sedekahkanlah, karena dia bukan milikmu.”
Saya katakan, “Abu Imran adalah Ibrahim an-Nakha’i, fakih orang-orang Kufah.”
Lihatlah kepada ucapan para fuqaha~, mereka sama sekali tidak tertipu oleh kejadian seperti ini. Bagaimana Abu Imran mengabarkan kepadanya bahwa ia Juqathah, dia tidak menengok sisi yang menyerupai karomah, namun dia tidak memerintahkannya untuk mengqumumkannya karena madzhab orang-orang Kufah mengatakan bahwa luqathah yang kurang dari satu dinar tidak wajib diumumkan, dan Abu Imran memerintahkannya agar menyedekahkannya agar yang bersangkutan tidak menyangka bahwa ia sebagai karomah yang patut diambil dan dibelanjakan.
Dari Ibrahim al-Khurasani bahwa dia berkata, “Suatu hari aku hendak berwudhu, tiba-tiba aku melihat sebuah wajah dari mutiara dan siwak dari perak, ujungnya lebih lembut daripada wol, maka aku memakai siwak tersebut dan berwudhu lalu meninggalkan keduanya dan pergi.”
Saya berkata, “Di antara perawi hikayat ini ada rawi yang riwayatnya tidak bisa dipercaya. Jika asumsinya benar, maka hal itu menunjukkan minimnya ilmu orang ini, karena kalau dia mengerti fikih, niscaya dia tahu bahwa bersiwak dengan perak tidak boleh, akan tetapi karena sedikit ilmunya maka dia memakainya. Bila dia menyangkanya sebagai karomah, maka Allah tidak memberi karomah dengan sesuatu yang dilarang untuk digunakan secara syar’i, kecuali bila Dia menampakkan hal tersebut baginya dalam konteks ujian.
Berhati-hati Terhadap Sesuatu yang Zhahirnya
Karomah Tatkala orang-orang berakal menyadari kerasnya talbis Iblis, mereka memperingatkan hal-hal yang nampaknya seperti karomah, dan mereka khawatir ia termasuk talbis Iblis.
Telah diriwayatkan kepada kami dari Abu ath-Thayyib bahwa dia berkata, “Aku mendengar Zahrun berkata, ‘Burung berbicara kepadaku, ceritanya saat aku di pedalaman, aku tersesat, lantas aku melihat seekor burung putih, burung itu berkata kepadaku, ‘Wahai Zahrun, kamu tersesat?’? Aku menjawab, ‘Wahai setan! Silakan kamu menipu orang lain.’ Dia berkata kepadaku, ‘Zahrun, kamu tersesat?’ Aku menjawab, ‘Setan, silakan kamu menipu orang lain.’ Di kali ketiga, dia turun dan hinggap di pundakku dan berkata, ‘Aku bukan setan, sementara kamu tersesat dan aku diutus kepadamu.’ Kemudian dia terbang menghilang.’”
Dari Zulfa berkata, saya berkata kepada Rabi’ah al-Adawiyah, “Wahai Bibi, mengapa engkau tidak mengizinkan orang-orang untuk datang kepadamu?” Dia menjawab, “Apa yang aku harapkan dari mereka, bila mereka datang kepadaku, mereka menceritakan dariku apa yang tidak aku lakukan, saya mendengar bahwa mereka berkata bahwa aku menemukan dirham-dirham di bawah sajadah shalatku dan bejana dimasak untukku tanpa api, padahal seandainya hal ini benar-benar terjadi padaku niscaya aku ketakutan.” Zulfa berkata, maka aku berkata kepadanya, “Orang-orang banyak membicarakanmu, mereka berkata, ‘Rabi’ah mendapatkan makanan dan minuman di rumahnya.’ Apakah memang benar demikian?” Dia menjawab, “Wahai Keponakanku, seandainya aku mendapatkan sesuatu di rumahku maka aku tidak menyentuhnya dan tidak akan mengambilnya.”
Dari Zulfa dari Rabi’ah bahwa ia berpuasa pada hari yang dingin, dia berkata, “Jiwaku berharap makanan yang hangat untuk berbuka, dan aku mempunyai gajih, maka aku berkata dalam diriku, ‘Seandainya ada bawang merah atau bombay maka aku memasaknya.’ Tiba-tiba seekor burung kecil datang, lalu ia menjatuhkan bawang putih dari paruhnya melalui sebuah lubang, tatkala aku melihatnya, aku mengurungkan keinginanku karena aku takut dari setan.”
Dari Muhammad bin Yazid berkata, “Orang-orang melihat Wuhaib termasuk penghuni surga, bila hal itu disampaikan kepadanya, maka dia menangis dengan keras dan berkata, ‘Aku takut hal itu dari setan.” Kritik Terhadap Kisah-kisah Ajaib dan Klaim-klaim Aneh ala Sufi Iblis mengacaukan orang-orang dari kalangan muta‘akhkhirin, mereka meletakkan hikayat-hikayat karomah para wali untuk mendukung madzhab sufi, padahal kebenaran tidak memerlukan dukungan kebatilan, maka Allah membuka kedok mereka melalui para ulama riwayat.
Dari Sahl bin Abdullah berkata, “Aku menyertai seorang laki-laki yang termasuk wali di sebuah jalan di Makkah, dia merasa kelaparan selama tiga hari. Dia mendatangi sebuah masjid di kaki gunung, di sana ada sebuah sumur yang di atasnya terdapat kerekan timba dan alat bersuci. Di sisi sumur tersebut ada sebuah pohon delima yang tak berbuah. Dia tinggal di masjid tersebut hingga Maghrib. Tatkala waktu Maghrib tiba, muncullah empat puluh orang dengan jubah bulu dan sandal pelepah kurma, mereka masuk masjid dan mengucapkan salam. Salah seorang dari mereka mengumandangkan adzan lalu iqamat. Dia maju dan mengimami rekan-rekannya. Usai shalat dia menuju ke pohon delima tersebut, ternyata di sana ada empat puluh biji delima matang dan segar, lalu masing-masing dari mereka memetik satu biji dan memakannya lantas pergi.”
Wali itu berkata, “Aku melalui malam dalam keadaan lapar, di waktu yang mana mereka mengambil delima, mereka datang lagi, ketika mereka selesai shalat, mereka mengambil delima, maka aku berkata, ‘Wahai kaumku, aku saudara kalian dalam Islam, semenatar aku sangat kelaparan, mengapa kalian tidak berbicara kepadaku dan membantuku?!’ Maka ketua mereka menjawab, ‘Kami tidak berbicara dengan orang yang tertutup oleh apa yang ada padanya. Pergilah dan lemparkanlah apa yang ada padamu di balik bukit itu ke lembah, lalu kembalilah kepada kami hingga kamu mendepatkan apa yang kami dapatkan.’”
Maka aku naik ke gunung, sementara jiwaku menolakku untuk melem. par apa yang ada padaku, maka aku menguburkannya dan kembaili, Ketuanya bertanya kepadaku, “Sudahkah kamu melemparnya?” Aky menjawab, “Ya.” Dia bertanya, “Kamu melihat sesuatu?” Aku menjawab, “Tidak.” Dia berkata, “Kalau begitu kamu belum melemparkannya, Kembalilah dan lemparkanlah ke dasar lembah.”
Aku pun kembali dan melemparkan apa yang ada padaku. Tiba-tiba aku diliputi oleh nur wilayah seperti rerumputan segar, maka aku kembali, ternyata di pohon ada sebuah delima lain, aku memakannya hingga rasa lapar dan hausku terasa ringan. Kemudian aku kembali ke Makkah, ternyata aku melihat empat puluh orang itu di antara Zam-zam dan Maqam Ibrahim, mereka semuanya datang kepadaku dan bertanya kepadaku tentang keadaanku serta memberi salam kepadaku, aku berkata, “Allah mencukupkanku oleh kalian akan kata-kata kalian yang terakhir, sebagaimana Allah mencukupkan kalian’ dengan kata-kataku yang pertama, maka pada diriku tidak ada lagi tempat untuk selain Allah.”
Penulis berkata, “Dalam sanad hikayat ini ada Amru bin Washil, Ibnu Abu Hatim mendhaifkannya, ada al-Adami dan bapaknya yang keduanya sama-sama majhul.”
Di antara yang menunjukkan bahwa kisah ini rekayasa adalah ucapan, “Lemparkanlah apa yang ada padamu.” Karena wali yang benar tidak menvelisihi syariat dan syariat melarang menyia-nyiakan harta.
Ucapannya, “Aku diliputi oleh nur wilayah.” Ini adalah kisah yang dibuat-buat dan omong kosong. Siapa yang mencium aroma ilmu tak akan tertipu oleh kisah seperti ini, karena yang tertipu olehnya hanya orang-orang yang bodoh terhadap agama yang tidak mempunyai bashirah.
Dari Abdul Aziz al-Baghdadi berkata, “Aku menelaah kisah-kisah sufi, suatu hari aku naik ke atap, lalu aku mendengar seseorang berkata, ‘Dan Dia melindungi orang-orang yang shalih’ (QS. al-A’raf: 196), maka aku menoleh dan tidak melihat seorang pun, lalu aku melemparkan diriku dari atap, tiba-tiba aku terhenti di udara.”
Saya katakan, “Ini dusta, juga tak masuk akal. Orang yang berakal tak menyangsikan kebohongannya, dengan asumsi ia benar, karena tetap saja melemparkan diri dari atap adalah haram, dan dugaannya bahwa Allah menolong orang yang melakukan apa yang Dia larang adalah batil, karena Allah berfirman:
“Dan janganiah kamu menjatuhkan dirimu sendiri ke dalam kebinasaan,” (QS. al-Baqarah: 195)
Bagaimana dia disebut orang yang shalih sementara dia sudah menyelisihi Rabbnya?! Dengan asumsi demikian, lantas siapa yang mengabarkan kepadanya bahwa dia termasuk mereka?!
Ada banyak orang yang menyusup ke dalam barisan orang-orang sufi dan meniru mereka, lalu mereka merekayasa dan mengklaim berbagai karomah, serta menunjukkan kebohongan-kebohongan kepada orang-orang awam dalam rangka menghalang-halangi mereka dari kebenaran.
Telah diriwayatkan kepada kami dari al-Hallaj bahwa dia mengubur roti, daging panggang dan manisan di sebuah tempat di padang pasir, dan dia menunjukkan hal ini kepada sebagian pengikutnya. Saat pagi tiba, dia berkata kepada mereka, “Kita keluar untuk mengembara.” Maka dia bangkit, dan diikuti oleh orang-orang. Dia mendatangi tempat di mana dia mengubur apa yang dia kubur. Tatkala mereka telah sampai di tempat tersebut, maka murid yang sebelumnya sudah diberitahu oleh al-Hallaj berkata, “Kami ingin makan ini dan ini.” Maka al-Hallaj meninggalkan mereka, dan mendatangi tempat di mana dia mengubur apa yang dia kubur. Di sana dia shalat dua rakaat lalu membawa makanan yang dia kubur sebelumnya kepada mereka.
Laki-laki ini menengadahkan tangannya ke udara, melemparkan emas di tangan orang-orang dan melakukan hal-hal yang aneh.
Suatu hari sebagian hadirin berkata kepadanya, “Dirham-dirham ini sudah dikenal, aku akan percaya kepadamu bila kamu memberiku dirham yang tertulis namamu dan nama bapakmu di sana.”
Dia terus membual sampai akhirnya disalib.
Dari Abu Amru bin Haiwah berkata, “Tatkala Husain al-Hallaj dibawa keluar hendak dihukum mati, aku ikut hadir, aku menerobos kerumunan orang hingga aku melihatnya, dia berkata kepada rekan-rekannya, Jangan bersedih karena ini, karena aku akan kembali kepada kalian sesudah tiga puluh hari.”
Keyakinan al-Hallaj adalah keyakinan yang buruk, dan kami telah menjelaskan di awal buku sebagian dari keyakinannya dan pengacuannya, dan kami juga telah menjelaskan bahwa dia dihukum mati dengan fatwa para fuqaha~ di zamannya.
Di antara orang-orang muta‘akhkhirin ada yang melaburi dirinya dengan lotion anti api, lalu dia duduk di atas api untuk memperlihatkan bahwa itu adalah karomah.
Saya mencantumkan kisah seperti ini agar diketahui bahwa orang-orang itu telah beranilancang mempermainkan agama. Lantas keberadaan apa bagi syariat di depan keadaan mereka yang seperti ini?
Bab XII : Talbis Iblis atas Orang-orang awam
Kami telah menjelaskan bahwa talbis Iblis menguat sesuai dengan kebodohan, Iblis memiliki banyak cara dalam menjerumuskan orang-orang awam. Saking banyaknya cara Iblis dalam mengacaukan dan memfitnah mereka, maka membatasinya pun lumayan sulit, oleh karena itu kami hanya akan menyebutkan cara-cara dasar yang bisa dijadikan seb. tai petunjuk atas lainnya. Semoga Allah memberi taufik.
Di antaranya Iblis datang kepada orang awam, dia mengajaknya merenungkan dzat Allah dan sifat-sifatNya, lalu dia membuatnya ragu-ragu. Rasulullah telah mengabarkan hal ini sebagaimana yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah bahwa beliau bersabda:
“Sesungguhnya setan datang kepada salah seorang di antara kalian, lalu dia berkata, ‘Siapa yang menciptakanmu?’ Dia menjawab, Allah.’ Lalu setan berkata, ‘Siapa yang menciptakan langit dan bumi?’ Dia menjawab, “Allah.’ Setan berkata, ‘Siapa yang menciptakan Allah?’ Bila salah seorang di antara kalian mendapatkan hal itu maka hendaknya berkata, Aku beriman kepada Allah dan RasulNya.
Saya katakan, “Malapetaka ini terjadi karena dominasi perasaan, sebab tatkala dia tidak melihat sesuatu kecuali diciptakan, maka Iblis berkata kepada orang awam ini, ‘Bukankah kamu tahu bahwa Allah menciptakan zaman bukan di zaman, tempat bukan di tempat, bila bumi dengan isinya bukan di tempat, dan tidak ada sesuatu apa pun di bawahnya, sementara perasaanmu menolak hal ini, karena sesuatu tidak diketahui kecuali di sebuah tempat, maka siapa yang tak diketahui dengan perasaan tidak dicari dengan perasaan, mintalah pendapat kepada akalmu, karena pendapatnya bersih.’”
Terkadang Iblis mengacaukan orang-orang awam saat mendengar sifat-sifat Allah, lalu mereka memahaminya sesuai dengan tuntutan perasaan, hingga mereka meyakini tasybih.
Terkadang Iblis mengacaukan orang-orang awam melalui sikap fanatik kepada madzhab. Anda melihat orang awam bermusuhan dan berkelahi karena suatu urusan yang dia sendiri tidak mengetahui hakikatnya, di antara mereka ada yang mengajak kepada sikap fanatik kepada Abu Bakar, di antara mereka ada yang mengajak kepada Ali bin Abi Thalib dan berapa banyak pertikaian terjadi karena hal ini. Hal seperti ini terjadi antara orang-orang Karkh dengan orang-orang Bashrah bertahun-tahun lamanya berupa pembunuhan dan pembakaran, yang panjang bila disebutkan di sini.
Anda melihat tidak sedikit dari kalangan mereka yang terlibat dalam masalah seperti ini masih memakai sutera, minum khamr dan membunuh, padahal Abu Bakar dan Ali berlepas diri dari mereka.
Terkadang orang awam merasa memiliki suatu pemahaman pada dirinya, lalu Iblis membujuknya untuk menentang Rabbnya, di antara mereka ada yang berkata kepada Rabbnya, “Bagaimana Allah menetapkan qadha’ lalu Dia menghukum?” Di antara mereka ada yang berkata, “Mengapa Allah menyempitkan rizki orang yang bertakwa dan melapangkan rizki pendosa?”
Di antara mereka ada yang bersyukur atas nikmat-nikmat, namun saat ditimpa ujian, dia menentang dan kufur.
Di antara mereka ada yang gagal meraih tujuannya atau ia ditimpa ujian lalu kufur, maka dia berkata, “Aku tak mau shalat lagi.”
Terkadang laki-laki Nasrani lagi fajir mengalahkan seorang mukmin, dia membunuhnya atau memukulinya, maka orang-orang awam berkata, “Salib telah menang, lalu untuk apa kita shalat bila urusannya demikian?!”
Iblis mampu menanamkan semua penyakit ini pada mereka karena jauhnya mereka dari ilmu dan para ulama. Seandainya mereka bertanya kepada para ulama, niscaya para ulama mengabarkan kepada mereka bahwa Allah Maha Bijaksana lagi Mahakuasa, sehingga tak satu pun sanggahan yang akan tetap tegak.
Talbis Iblis atas Orang-orang Awam Dalam Fatwa
Di antara orang-orang awam ada yang senang dengan pendapatnya sendiri, dia tak peduli bila menyelisihi para ulama. Saat fatwa para ulama bertentangan dengan tujuannya, dia membantah dan mengqugat mereka. Ibnu Aqil berkata, “Aku hidup selama bertahun-tahun, seandainya aku memasukkan tanganku ke dalam hasil pekerjaan seorang pengrajin, maka dia berkata, ‘Kamu hanya merusak.’ Seandainya aku berkata, ‘Aku seorang Ulama.’ Maka dia akan berkata, ‘Allah memberkahi ilmumu, ini bukan lahanmu.’ Padahal lahannya adalah lahan yang nyata dan tak butuh lama untuk memahaminya, sedangkan apa yang aku miliki adalah urusan akal, bila aku memberinya fatwa maka dia pun menolaknya!!”
Talbis Iblis atas Orang-orang Awam yang Mendahulukan Ahli Zuhud atas Para Ulama
Di antara talbis Iblis atas orang-orang awam adalah bahwa mereka mendahulukan para ahli zuhud atas para ulama. Seandainya mereka melihat jubah wol di badan orang yang paling bodoh, maka mereka akan mengagungkannya, khususnya bila yang bersangkutan selalu menundukkan kepalanya dan memperlihatkan sikap khusyu’ kepada mereka, maka mereka berkata, “Orang ini tak ada bandingannya dengan ulama fulan. Ulama fulan hanya mencari dunia, sedangkan laki-laki zuhud ini tidak makan anggur, kurma muda dan tidak menikah sama sekali.” Hal ini mereka ucapkan karena mereka sama sekali tidak tahu kKeutamaan para ulama atas ahli zuhud, dan karena lebih mementingkan para ahli zuhud di atas syariat Muhammad bin Abdullah.
Di antara nikmat Allah atas mereka adalah bahwa mereka tidak bertemu dengan Rasulullah, karena bila mereka melihat beliau menikah dengan banyak istri, makan daging ayam, menyukai manisan dan madu, niscaya mereka sama sekali tak menghormati beliau!
Talbis Iblis atas Orang-orang Awam Dalam Menggugat Ulama
Di antara talbis Iblis atas orang-orang awam adalah gugatan mereka terhadap para ulama yang melakukan hal-hal yang mubah, padahal itu termasuk kebodohan yang paling buruk.
Mereka lebih cenderung kepada orang-orang asing, maka mereka lebih mementingkan orang asing daripada penduduk kotanya yang telah mereka ketahui kehidupannya dan mereka kenal akidahnya, mereka cenderung kepada orang asing, padahal bisa jadi dia adalah orang bathiniyah.
Padahal sepantasnya jiwa-jiwa tersebut diserahkan kepada pihak yang mengenalinya dengan baik.
Allah berfirman:
“Kemudian jika menurut pendapatmu mereka telah cerdas (pandai memelihara harta), maka serahkanlah kepada mereka harta-harta mereka.” (QS. an-Nisa’: 6).
Allah melimpahkan nikmatNya kepada manusia dengan mengutus Muhammad kepada mereka semuanya bahwa mereka mengetahui keadaannya.
Allah berfirman:
“Sungguh Allah telah memberi karunia kepada orang-orang yang beriman ketika Allah mengutus di antara mereka seorang rasul dari golongan mereka sendiri,” (QS. Ali Imran: 164).
Dan Allah berfirman:
“mereka mengenalnya (Muhammad) seperti mereka mengenal anak-anaknya sendiri.” (QS. al-An’am: 20).
Mengagungkan Para Ahli Zuhud Iblis mengajak orang-orang awam untuk menerima klaim-klaim ahli zuhud sekalipun ia menodai syariat dan menyimpang dari aturan-aturannya, Anda melihat seorang dukun berkata kepada seorang awam, “Kamu melakukan ini dan ini kemarin dan akan terjadi ini dan ini padamu.” Lalu si awam mempercayainya dan berkata, “Orang ini berbicara atas dasar pemikiran.” Dia tidak tahu bahwa mengklaim hal yang ghaib adalah kekufuran.
Kemudian orang-orang awam melihat para dukun itu melakukan hal-hal yang diharamkan atau tidak diperbolehkan, seperti berhubungan akrab dengan kaum wanita, berkhalwat dengan mereka, sedangkan orang-orang tersebut sama sekali tidak mengingkari, sebaliknya mereka pasrah menerima.
Melepaskan Hawa Nafsu dalam Kemaksiatan
Di antara talbis Iblis atas orang-orang awam adalah melepaskan tali kekang jiwa mereka untuk mengembara di lapangan kemaksiatan. Bila mereka dinasihati maka mereka menirukan ucapan orang zindik. Di antara mereka ada yang berkata, “Saya tidak meninggalkan yang kontan untuk sesuatu yang tertunda.”
Seandainya mereka memahami, niscaya mereka mengetahui bahwa ini bukan kontan, karena ia diharamkan, dan yang dibolehkan untuk dipilih hanyalah yang kontan atau tertunda dalam perkara mubah, mereka seperti orang yang demam lagi bodoh makan madu, bila dia ditegur maka dia menjawab, “Syahwat adalah sesuatu yang kontan dan kesembuhan adalah sesuatu yang tertunda.”
Kemudian bila mereka mengetahui hakikat iman, niscaya mereka mengetahui bahwa apa yang tertunda adalah janji benar yang tidak akan diselisihi. Seandainya mereka mengetahui perbuatan para saudagar yang berani mempertaruhkan banyak harta dengan harapan meraih laba yang tidak banyak, niscaya mereka mengetahui bahwa apa yang mereka tinggalkan adalah sedikit dan apa yang mereka harapkan adalah banyak. Seandainya mereka membedakan antara yang mereka pentingkan dengan apa yang mereka hilangkan dari diri mereka, niscaya mereka melihat bahwa penyegeraan mereka terhadap apa yang mereka segerakan namun membuat mereka kehilangan laba terus menerus dan menjerumuskan mereka ke dalam adzab merupakan kerugian nyata yang tak akan pernah tertambal.
Di antara mereka ada yang berkata, “Tuhan Mahabaik, ampunanNya luas dan berharap adalah ajaran agama.” Mereka menyebut angan-angan dan tipu daya yang menimpa mereka dengan harapan, inilah pendapat yang membinasakan kebanyakan pelaku dosa.
Abu Amru bin al-Ala’ berkata, “Aku mendengar bahwa al-Farazdaq duduk bersama orang-orang yang membicarakan rahmat Allah, dia adalah orang yang paling luas dadanya dalam urusan harapan. Mereka berkata kepadanya, ‘Mengapa kamu menuduh para wanita yang baik-baik?’ Dia menjawab, ‘Katakan kepadaku, seandainya aku melakukan dosa terhadap bapak ibuku yang tidak aku lakukan kepada Tuhanku, apakah jiwa keduanya akan tenang untuk melemparkanku ke dalam tungku yang penuh dengan bara api?” Mereka menjawab, “Tidak, karena keduanya menyayangimu.” Dia berkata, “Sesungguhnya aku yakin dengan rahmat Tuhanku kepadaku daripada keduanya.”
Saya katakan, “Inilah kedunguan seratus persen, karena rahmat Allah bukan kelembutan tabiat. Seandainya demikian niscaya burung tidak disembelih, anak tidak dimatikan dan tak seorang pun dimasukkan ke dalam neraka Jahanam.”
Dari Abbad berkata, bahwa al-Ashma’i berkata, “Aku bersama Abu Nuwas di Makkah, lalu aku melihat seorang anak muda yang cambangnya belum tumbuh mengusap Hajar Aswad, maka Abu Nuwas berkata kepadaku, “Demi Allah, aku tidak akan meninggalkan tempat sehingga aku menciumnya di Hajar Aswad.” Aku berkata, “Celaka kamu! Bertakwalah kepada Allah, kamu ada di negeri Haram dan Baitul Haram.” Lalu dia menjawab, “Harus.” Kemudian Abu Nuwas mendekati Hajar Aswad tersebut. Sementara anak muda itu mengusap Hajar Aswad, maka Abu Nuwas cepat-cepat, dia meletakkan pipinya ke pipi anak muda itu, dia menciumnya dan aku melihat.” Aku berkata kepadanya, “Celaka kamu, beraninya kamu melakukan ini di haram Allah.” Dia menjawab, ‘Jangan berkata demikian, karena Tuhanku Maha Penyayang.” Kemudian dia berkata,
Dua orang yang saling menyinta,
Pipi keduanya bertemu saat mengusap Hajar Aswad Keduanya puas tanpa memikul dosa Seolah-olah keduanya sudah berjanji
Saya katakan, “Lihatlah kepada kelancangan orang ini yang hanya melihat kepada rahmat Allah dan melupakan kerasnya hukuman karena melanggar aturan-aturan agama.”
Di antara orang-orang awam ada yang berkata, “Para ulama itu menjaga aturan-aturan, ada fulan yang melakukan ini, dan fulan yang jain melakukan ini, maka perkaraku mirip.”
Membuka talbis ini adalah dengan mengatakan bahwa orang yang berilmu dan orang yang bodoh dalam urusan taklif adalah sama, maka hawa nafsu yang mendominasi ulama tidak menjadi alasan bagi orang yang bodoh.
Di antara mereka ada yang berkata, “Berapa besar dosaku hingga aku diadzab?! Siapa aku hingga aku disiksa?! Dosaku tak merugikanku, ketaatanku tidak bermanfaat bagi Allah, maafNya lebih besar daripada dosaku.” Sebagaimana salah seorang dari mereka berkata,
Siapa aku di sisi Allah hingga bila Aku berbuat dosa, Dia tak mengampuniku
Ini adalah kedunguan besar, seolah-olah mereka meyakini bahwa Allah tidak menyiksa kecuali karena menyekutukan atau membandingkan. Kemudian mereka tidak mengetahui bahwa dengan menyelisihi mereka telah menduduki kursi penentang.
Ibnu Aqil mendengar seorang laki-laki berkata, “Siapa aku hingga Allah menghukumku?!” Maka Ibnu Aqil menjawab, “Kamu adalah orang yang seandainya Allah mematikan semua manusia dan tinggal kamu seorang, niscaya firman Allah, ‘Wahai manusia’ mencakup dirimu.”
Di antara mereka ada yang berkata, “Aku akan bertaubat dan memperbaiki.” Berapa banyak orang bahlul merasa tenang dengan anganangannya, dan tiba-tiba kematian menjemputnya, padahal bukan termasuk ketegasan menyegerakan kesalahan dan menunggu kebenaran, karena bisa jadi tidak ada taubat, seandainya ia ada, bisa jadi ia tidak sah dan bisa jadi tidak diterima. Kemudian bila diterima, maka rasa malu karena dosa akan tersisa selamanya, dan dia memikul beban berat ajakan dosa hingga ia lebih mudah hilang daripada memikul beban taubat hingga ia diterima.
Di antara mereka ada yang bertaubat kemudian membatalkannya, | maka Iblis menyusup kepadanya dengan tipu muslihatnya, karena Iblis tahu tekadnya yang lemah.
Dari al-Hasan bahwa dia berkata, “Bila setan melihat kepadamu, dan dia melihatmu tidak berada dalam ketaatan kepada Allah, maka dia mengumumkan kematianmu. Sebaliknya bila dia melihatmu istiqamah di atas ketaatan kepada Allah maka dia jenuh dan menolakmu, sedangkan bila dia melihatmu, sesekali maksiat dan sesekali taat, maka dia berharap terhadapmu.”
Talbis Iblis atas Mereka Hingga Tertipu Oleh Kemuliaan Nasab
Di antara talbis Iblis atas mereka, bila salah seorang dari mereka memiliki nasab yang dikenal, maka Iblis menipunya dengan nasabnya. Dia berkata kepadanya, “Aku keturunan Abu Bakar.” Ini berkata, “Aku keturunan Ali.” Ini berkata, “Aku orang mulia, keturunan al-Hasan atau al-Husain.” Atau dia berkata, “Nasabku tak jauh dengan si fulan sang ulama atau si fulan ahli zuhud.”
Orang-orang itu memijakkan kehidupan mereka di atas dua perkara:
> Pertama: Mereka berkata, “Barangsiapa mencintai seseorang, maka dia mencintai keluarga dan anak-anaknya.”
> Kedua: Mereka mempunyai syafaat dan orang yang paling berhak meraih syafaat mereka adalah keluarga dan anak-anak mereka.
Dua perkara ini sama-sama salah. Adapun untuk perkara cinta, maka cinta Allah tidak seperti cinta manusia, karena Allah hanya mencintai orang yang menaatiNya, karena ahli kitab adalah-anak keturunan Ya’qub, namun bapak mereka tidak bisa memberi manfaat bagi mereka. Sedangkan untuk syafaat, Allah berfirman:
“Dan mereka tiada memberi syafa’at melainkan kepada orang yang diridhai Allah,” (QS. al-Anbliya’: 28).
Tatkala Nuh ingin mengajak anaknya untuk naik perahu, dikatakan kepadanya:
“Sesungguhnya dia bukanlah termasuk keluargamu…” (QS. Hud: 46).
Ibrahim pun tidak bisa memberi manfaat kepada ayahnya. Begitu juga nabi kita tidak bisa memberi manfaat kepada ibundanya.
Nabi bersabda kepada putrinya Fatimah , “Aku tak bisa memberimu manfaat di sisi Allah.”
Barangsiapa menyangka selamat dengan keselamatan bapaknya maka dia menyangka kenyang dengan makanan bapaknya. Bersandar Kepada Sifat Baik dan Tidak Peduli Dengan Apa yang Sesudahnya Di antara talbis Iblis atas orang-orang awam adalah membuat salah seorang dari mereka mengandalkan sebuah sifat baik dan tak peduli dengan apa yang sesudahnya. Di antara mereka ada yang berkata, “Aku termasuk Ahlus Sunnah sementara Ahlus Sunnah di atas kebaikan,” kemudian dia tidak menghindari dosa-dosa.
Membuka talbis ini adalah dengan mengatakan kepadanya, “Sesungguhnya keyakinan dalam kewajiban, dan menahan diri dari kemaksiatan adalah kewajiban lain yang berbeda, maka salah satunya tidak menutupi yang lainnya.”
Orang-orang Rafidhah berkata, “Wala kepada ahli bait menolak adzab dari kami.” Mereka dusta, karena hanya takwa yang bisa menolak adzab.
Talbis Iblis atas Para Preman dalam Memalak Orang-orang
Termasuk dalam bab ini adalah talbis Iblis atas para preman pengangguran dalam memalak harta orang-orang, mereka dikenal dengan nama anak-anak muda, dan mereka berkata, “Anak muda tidak berzina, tidak berdusta dan tidak membuka kain wanita.” Di saat yang sama mereka tidak menolak untuk memalak harta manusia dan melupakan betapa beratnya hati melepaskan harta.
Mereka menyebut jalan mereka dengan futuwah, dan terkadang salah seorang dari mereka bersumpah demi hak futuwah, hingga dia tidak makan maupun minum.
Mereka menetapkan pemakaian celana sebagai syarat bagi siapa yang masuk ke dalam madzhab mereka layaknya orang-orang sufi yang mensyaratkan memakai baju tambal-tambal.
Terkadang salah seorang dari mereka mendengar tentang anak perempuannnya atau saudara perempuannya satu kalimat dosa yang tidak benar. Kalimat itu dari si tukang fitnah, maka dia membunuhnya dan mereka menyangka bahwa hal ini adalah futuwah.
Mengandalkan Amal Sunnah dan Menyia-nyiakan Amal Fardhu
Di antara orang-orang awam ada yang bersungguh-sungguh dalam mengamalkan amalan-amalan sunnah dan menyia-nyiakan amalan fardhu, misalnya dia datang ke masjid sebelum adzan, dia shalat sunnah, tetapi dalam shalat berjamaah dia mendahului imam.
Di antara mereka ada yang tidak menghadiri shalat berjamaah namun rela berdesak-desakan untuk shalat Raghaib.
Di antara mereka ada yang beribadah, menangis dalam ibadahnya tetapi terus menerus di atas perbuatan keji dan tidak meninggalkannya, bila dia ditegur, dia menjawab, “Keburukan dan kebaikan. Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.”
Di antara mereka ada yang beribadah dengan akalnya, mereka lebih banyak merusak daripada memperbaiki.
Aku melihat seorang laki-laki sudah hafal al-Qur’an dan zuhud, mengebiri dirinya, padahal ini termasuk perbuatan keji yang paling buruk. Menghadiri Majlis-majlis Dzikir Iblis mengacaukan banyak orang awam, mereka menghadiri majlis-majlis dzikir, menangis dan merasa cukup dengan itu. Mereka menyangka bahwa yang dituntut adalah hadir dan menangis, karena mereka mendengar keutamaan menghadiri majlis-majlis dzikir. Seandainya mereka mengetahui bahwa yang dimaksud adalah amal, dan bila apa yang didengar tidak diamalkan, maka ia hanya menambah hujjah (bantahan) atasnya.
Aku mengetahui banyak orang menghadiri majlis dzikir beberapa tahun, mereka menangis, memperlihatkan kekhusyu’an, namun dalam kehidupan mereka sama sekali tidak berubah. Mereka masih bermuamalah dengan riba, berbuat curang dalam jual beli, tidak tahu rukun-rukun shalat, mengghibah kaum muslimin dan mendurhakai orang tua.
Iblis telah mengacaukan mereka, dengan cara Iblis memperlihatkan kepada mereka bahwa menghadiri majlis dzikir dan menangis menolak hukuman akibat dosa yang mereka kerjakan.
Iblis memperlihatkan kepada sebagian dari mereka bahwa bergaul dengan para ulama bisa menolak adzab dari mereka. Iblis menyibukkan yang lain dengan menunda-nunda taubat, hingga mereka terus menundanundanya. Iblis membangkitkan orang-orang yang hanya menikmati apa yang mereka dengar dan melalaikan pengamalannya.
Talbis Iblis atas Orang-orang Berharta
Iblis mengacaukan orang-orang yang berharta dari empat jalan:
> Pertama: Dari jalan mendapatkannya. Mereka tidak peduli bagaimana harta itu didapatkan, riba mewabah di kebanyakan muamalah mereka hingga mereka telah menganggapnya biasa, sampai-sampai kebanyakan muamalah mereka menyimpang dari ijma’ ulama.
> Kedaua: Dari jalan bakhil terhadap harta. Di antara mereka ada yang sama sekali tidak mengeluarkan zakat karena mengandalkan ampunan Allah.
Di antara mereka ada yang mengeluarkan sebagian zakat, kemudian kalah oleh sikap bakhilnya, lalu dia mengangqgap bahwa apa yang sudah dikeluarkan bisa menolak adzab darinya. Di antara mereka ada yang mencari berbagai alasan untuk menggugurkan zakat, misalnya dia menghibahkan harta sebelum haul kemudian memintanya kembali. Di antara mereka ada bertaktik dengan memberi orang miskin sehelai baju yang dia hargai sepuluh dinar, padahal ia hanya dua dinar saja, dan orang bodoh ini menyangka dia sudah bebas. Di antara mereka ada yang membayar harta yang buruk sebagai ganti harta yang bagus. Di antara mereka ada yang memberikan zakat kepada orang yang dia pekerjakan sepanjang tahun, padahal sebenarnya zakat tersebut adalah upahnya. Di antara mereka ada yang membayar zakat sebagaimana mestinya, namun Iblis berkata kepadanya, “Tidak ada sesuatu pun yang tersisa untukmu? Tak ada.” Lalu Iblis menghalanghalanginya untuk bersedekah karena cinta harta, akibatnya Iblis berhasil melenyvapkan pahala orang yang bersedekah darinya padahal harta adalah rizki orang lain.
> Ketiga: Dari jalan memperbanyak harta, karena orang kaya melihat dirinya lebih baik daripada orang miskin, padahal ini adalah suatu kebodohan, karena keutamaan hanya dengan keutamaan-keutamaan jiwa yang menyertainya, bukan dengan mengumpulkan batu di luarnyva, sebagaimana seorang penyair berkata:
Kaya jiwa bagi-orang berakal adalah Lebih baik daripada kaya harta
Keutamaan jiwa ada pada jiwa Bukanlah keutarnaan itu pada keadaan ekonomi
> Keempat: Dari jalan pembelaanjaannya. Di antara mereka ada yang membelanjakannya secara boros dan hura-hura.
Terkadang untuk membangun rumah yang melebihi kubutuhan, menghiasi dinding, memperindah rumah dan membuat rupakarupaka. Terkadang di bidang pakaian yang menyeret pemakainya kepada kesombongan dan keangkuhan. Terkadang dalam hal makanan yang keluar sampai batas berlebihan.
Pelaku perbuatan-perbuatan seperti ini tidak selamat dari perbuatan yang haram atau makruh, dan dia akan diminta tanggung jawab terkait dengan semua ini.
Dari Anas bin Malik berkata bahwa Rasulullah bersabda: “Wahai Bani Adam, kedua kakimu tidak bergeser di hari Kiamat di depan Allah hingga kamu ditanya tentang empat perkara: Umurmu, untuk apa kamu menghabiskannya? Jasadmu, untuk apa kamu menggunakannya? Hartamu, dari mana kamu mendapatkannya dan ke mana kamu membelanjakannya? Dan ilmumu, apa yang kamu amalkan dengannya?”
Di antara mereka ada yang berinfak untuk membangun masjid-masjid dan jembatan-jembatan, hanya saja niatnya adalah riya, sum’ah dan sanjungan manusia serta namanya ditulis pada apa yang dia bangun. Seandainya amalnya karena Allah, niscaya dia merasa cukup bahwa Allah mengetahuinya. Seandainya dia diminta untuk membangun sebuah tembok tanpa menulis namanya, niscaya dia enggan.
Setali tiga uang dengan ini mereka memberikan minyak di bulan Ramadhan untuk lampu penerang karena mencari nama baik, padahal masjid-masjid mereka gelap gulita sepanjang tahun, karena memberikan sedikit minyak setiap malam tidak mendatangkan sanjungan, berbeda dengan mengeluarkannya di bulan Ramadhan, padahal memberikan harga minyak kepada orang-orang miskin lebih utama.
Di antara mereka ada yang bersedekah, dan memberikannya kepada orang miskin sementara orang-orang melihatnya, maka dia menyatukan dua perkara, bermaksud mencari pujian dan merendahkan si miskin.
Di antara mereka ada yang membuat dinar-dinar yang ringan, satu dinar dicampur dengan dua qirath atau yang sepertinya, terkadang ia buruk, lalu dia bersedekah di depan khalayak manusia agar dikatakan, “Fulan telah memberikan dinar.”
Kebalikan dari ini, sebagian orang-orang shalih terdahulu memasukkan dinar berat ke dalam amplop kecil, timbangannya lebih dari satu dinar setengah, dan mereka memberikannya kepada orang miskin secara rahasia. Bila si miskin melihat amplop kecil, dia menyangkanya hanya sepotong kertas, namun saat dia merabahnya, ternyata ada dinarnya, sehingga dia bersuka cita, kemudian bila dia membukanya maka dia menyangka timbangannya ringan, dan bila dia mengetahuinya berat maka dia menyangka mencapai satu dinar. Bila dia mengetahuinya melebihi satu dinar, maka dia lebih bersuka cita, maka pahala berlipat ganda bagi pemberi setiap kali penerima bersuka cita.
Di antara mereka ada yang bersedekah kepada orang-orang jauh dan meninggalkan para kerabat padahal mereka lebih berhak.
Dari Sulaiman bin Amir berkata bahwa aku mendengar Rasulullah bersabda:
“Sedekah kepada miskin adalah sedekah, sedangkan sedekah kepada kerabat adalah dua, sedekah dan silaturrahim. ”
Di antara mereka ada yang mengetahui sedekah kepada para kerabat, hanya saja antara dia dengan mereka ada permusuhan dunia, maka dia menolak membantunya padahal dia tahu kerabatnya itu miskin. Padahal seandainya dia membantunya, niscaya dia mendapatkan pahala sedekah, silaturrahim dan melawan hawa nafsu.
Di antara mereka ada yang membelanjakan hartanya untuk haji, lalu Iblis mengacaukannya dengan mengatakan kepadanya bahwa haji adalah ibadah, padahal maksudnya adalah riya’ , suka cita dan sanjungan manusia.
Seorang laki-laki berkata kepada Bisyr al-Hafi, “Aku menabung beberapa dirham untuk menunaikan ibadah haji.” Bisyr bertanya, “Apakah kamu sudah haji?” Dia menjawab, “Ya.” Bisyr menjawab, “Bayarlah hutang orang yang berhutang.” Dia berkata, “Hatiku tidak cenderung kecuali kepada haji.” Bisyr berkata, “Maksudmu adalah kamu ingin berangkat dan pulang, lalu dikatakan fulan haji.”
Di antara mereka ada yang membelanjakan hartanya untuk nyanyian dan berjoget. Iblis mengacaukannya dengan mengatakan kepadanya bahwa kamu mengumpulkan orang-orang miskin dan memberi mereka makan. Kami telah menjelaskan bahwa hal itu termasuk perkara yang merusak hati.
Di antara mereka ada yang bila menyiapkan putrinya untuk menikah, dia membuat untuknya sebuah nampan perak, dan menganggap hal itu sebagai ibadah. Terkadang dia membuat majlis khataman, lalu pembakar kayu gaharu dari perak disiapkan, perjamuan ini dihadiri oleh beberapa orang ulama, sementara yang bersangkutan tidak merasa perbuatannya sebagai dosa dan para ulama juga tidak mengingkari karena sudah terbiasa mengikuti adat.
Di antara mereka ada yang berbuat zhalim dalam wasiatnya, dan menghalang-halanginya dari pewarisnya, serta melihat bahwa harta tersebut adalah hartanya, dia berhak bertindak padanya sesuka hatinya. Dia lupa bahwa bila dia sakit, maka hak-hak para pewaris sudah terikat dengan hartanya.
Talbis Iblis atas Orang-orang Miskin
Iblis mengacaukan orang-orang miskin. Di antara mereka ada yang memperlihatkan kemiskinan padahal dia kaya, bila hal ini ditambah dengan meminta-minta dan menerima pemberian orang-orang maka dia hanya memperbanyak api Jahannam.
Dari Abu Hurairah dari Nabi bahwa beliau bersabda:
“Barangsiapa meminta harta kepada manusia untuk memperbanyak hartanya, maka dia hanya meminta bara api, silakan menyedikitkannya atau memperbanyak. ”
Bila dia tidak menerima apa pun dari orang-orang, maka tujuannya dengan menampakkan kemiskinan adalah agar dikatakan fulan ahli zuhud, maka sungguh dia telah berbuat riya’.
Bila dia menyembunyikan nikmat Allah pada dirinya agar ia terlihat miskin dengan tujuan agar tidak dituntut berinfak, maka kebakhilannya mengandung keluh kesah kepada Allah.
Seandainya jika dia memang seorang yang fakir yang berhak menerima sedekah, maka dianjurkan baginya untuk menyembunyikan kemiskinannya dan memperlihatkan kebaikan. Di antara salaf ada yang membawa kunci agar dikira mempunyai rumah padahal rumahnya hanyalah masjid-masjid.
Di antara talbis Iblis atas orang-orang miskin adalah bahwa dia melihat dirinya lebih baik daripada orang kaya karena dia berzuhud pada apa yang dikumpulkan oleh orang kaya tersebut.
Ini salah, karena kebaikan bukan dengan kekayaan dan kemiskinan, akan tetapi dengan sesuatu di balik semua itu.
Talbis Iblis atas Jumhur Orang-orang Awam
Iblis telah menyeret kebanyakan orang-orang awam untuk mengikuti berbagai adat, padahal ini termasuk sebab kebinasaan mereka yang paling besar.
Di antaranya adalah bahwa mereka bertaklid kepada leluhur dan nenek moyang dalam keyakinan mereka sesuatu dengan apa yang mana mereka dibesarkan atasnya. Maka Anda melihat seorang laki-laki hidup selama lima puluh tahun bertaklid kepada apa yang dipegang oleh bapaknya tanpa melihat apakah benar atau salah.
Termasuk dalam hal ini bertaklid kepada orang-orang Yahudi dan Nasrani serta jahiliyah leluhur mereka, demikian juga kaum muslimin yang berjalan bersama adat dalam urusan shalat dan ibadah-ibadah mereka, hingga Anda melihat seseorang hidup selama enam puluh tahun, dia shalat berdasarkan apa yang dia lihat dari orang-orang, terkadang dia tidak membaca al-Fatihah dan tidak mengetahui apa saja yang diwajibkan. Tidak mudah baginya untuk mengetahui hal itu, karena dia telah meremehkan agama, padahal seandainya dia hendak melakukan perdagangan, niscaya dia akan bertanya sebelum berangkat tentang biaya yang harus dikeluarkan di negeri tujuan.
Kemudian Anda melihat salah seorang dari mereka ruku’ dan sujud sebelum imam. Aku melihat beberapa orang yang salam seiring dengan salam imam, padahal mereka masih belum menyelesaikan tasyahud, dan terkadang salah seorang dari mereka meninggalkan kewajiban dan berlebihan dalam nafilah. Terkadang mereka meremehkan membasuh sebagian anggota wudhu seperti tumit. Terkadang di tangannya ada cincin yang menghalangi air untuk menyentuh seluruh jari, namun dia tidak memutarnya saat berwudhu dan tidak menyampaikan air ke bagian bawahnya, akibatnya wudhunya tidak sah.
Untuk urusan jual beli, kebanyakan akad-akad mereka adalah akadakad yang rusak, dan mereka tidak berusaha mengenal hukum syariat padanya. Salah seorang dari mereka tidak merasa berat untuk bertaklid kepada rukshah seorang fakih karena merasa mampu mandiri hingga tidak perlu masuk ke dalam hukum syariat.
Mereka tidak menjual sesuatu kecuali kebanyakan darinya mengandung kecurangan dan menutupi kecacatan barang tersebut.
Di antara bentuk berjalannya orang-orang awam bersama adat adalah bahwa salah seorang dari mereka bermalas-malasan dalam melaksanakan shalat fardhu di bulan Ramadhan, dan berbuka puasa dengan menyantap makanan haram serta mengghibah orang orang.
Di antara mereka ada yang mengqadaikan rumahnya atas sesuatu dan membayar, dia berkata, “Dharurat.” Padahal mungkin dia memiliki rumah yang lain dan di rumahnya terdapat peralatan-peralatan yang seandainya dia mau menjualnya niscaya dia tidak harus menggadaikan dan menyewa, akan tetapi dia takut kedudukannya jatuh bila dikatakan fulan menjual rumahnya.
Di antara bentuk berjalannya orang-orang awam bersama adat adalah kepercayaan mereka kepada tukang ramal, ahli nujum dan dukun. Hal ini menyebar di antara orang-orang, kebiasaan beberapa tokoh yang berjalan di atasnya. Anda sering melihat bila salah seorang dari mereka hendak melakukan perjalanan atau menggunting baju atau berbekam, dia bertanya terlebih dulu kepada ahli nujum dan mengamalkan ucapannya, dan rumah-rumah mereka tidak bersih dari kalender yang dibuat oleh para ahli nujum, padahal berapa banyak rumah mereka yang tidak ada al-Qur’an di dalamnya.
Dalam ash-Shahih bahwa Nabi ditanya tentang para dukun, maka beliau menjawab, “Mereka bukan sesuatu apa pun.” Mereka berkata, “Ya Rasulullah, terkadang mereka menyampaikan sesuatu yang benar.” Rasul menjawab, “Kata yang benar itu hasil penyadapan seorang jin lalu dia membisikkannya ke telinga walinya seperti ayam mematok makanannya, maka mereka mencampurnya dengan seratus kebohongan lebih.”
Dalam Shahih Muslim dari Nabi bahwa beliau bersabda:
“Barangsiapa mendatangi tukang ramal lalu dia bertanya kepadanya tentang sesuatu maka tidak diterima shalatnya selama empat puluh malam.”
Abu Dawud dari hadits Abu Hurairah dari Nabi bahwa beliau bersabda:
“Barangsiapa mendatangi dukun lalu membenarkan apa yang diucapkannya maka dia berlepas diri dari apa yang diturunkan kepada Muhammad. ”
Di antara bentuk berjalannya orang-orang awam bersama adat adalah banyaknya sumpah yang dilanggar yang mana kebanyakan darinya adalah zhihar mereka, sedangkan mereka tidak mengetahui, maka kebanyakan ucapan mereka dalam bersumpah adalah, “Haram atasku ini bila aku menjual.”
Di antara kebiasaan mereka adalah memakai sutera dan cincin emas. Terkadang salah seorang dari mereka menolak memakai sutera, namun di sebagian waktu tergoda untuk memakainya seperti khatib di hari Jum’at.
Di antara adat mereka adalah meniadakan nahi mungkar, hingga seorang laki-laki melihat saudaranya atau kerabatnya minum khamr, memakai sutera sedangkan dia mendiamkannya tanpa mengingkarinya, dan tidak menampakkan perubahan, sebaliknya mempergaulinya seperti rekan akrab.
Di antara adat mereka adalah seseorang membangun pancuran talang di depan pintu rumahnya yang akan menyempitkan jalan orang yang lalu lalang, terkadang air hujan menggenang di depan rumahnya dan banyak, dan dia wajib menghilangkannya namun ia tidak melakukannya, padahal dia telah berdosa karena menjadi sebab terganggunya kaum muslimin.
Di antara kebiasaan mereka adalah masuk pemandian umum tanpa celana, di antara mereka ada yang masuk memakai celana namun dia menariknya tinggi-tinggi hingga sisi pantatnya terlihat, datang ke tukang pijat dan memperlihatkan sebagian auratnya sedangkan tukang pijat memegangnya, karena aurat antara pusar sampai lutut, kemudian mereka melihat kepada aurat orang-orang tersebut dan hampir tidak menundukkan pandangannya dan tidak mengingkarinya.
Di antara kebiasaan mereka adalah menelantarkan hak-hak istri, terkadang mereka memaksa istri untuk menggugurkan maharnya, lalu suami menyangka telah bebas karena istrinya telah menggugurkannya karena paksaannya.
Terkadang seorang suami berpoligami dan cenderung kepada salah seorang istrinya, maka dia berbagi secara zhalim, dia meremehkannya karena menyangka bahwa perkaranya ringan.
Abu Hurairah meriwayatkan dari Nabi bahwa beliau bersabda:
“Barangsiapa beristri dua lalu dia cenderung kepada salah satunya atas yang lainnya, maka dia datang di Hari Kiamat menyeret salah satu sisi tubuhnya yang miring atau terjatuh,
Di antara kebiasaan mereka adalah kemauan untuk divonis pailit oleh hakim, dia menyangka bahwa siapa yang telah divonis pailit oleh hakim maka kewajiban-kewajiban yang dipikulnya gugur, padahal bisa jadi dia mampu namun enggan untuk menunaikan hak.
Di antara perkara yang mana mereka berjalan di atas adat adalah bahwa seorang pekerja disewa untuk bekerja seharian, namun dia membuang-buang banyak waktu, terkadang dengan berangkat terlambat atau dengan bermalas-malasan atau sibuk memperbaiki peralatan kerja, misalnya tukang kayu menajamkan kapak atau menajamkan gergaji, padahal ini adalah pengkhianatan, kecuali bila hanya sebentar yang mana kebiasaan berlaku untuk yang sepertinya.
Terkadang kebanyakan dari mereka melalaikan shalat, dia berkata, “Aku sedang bekerja untuk si fulan.” Dia tidak paham bahwa waktu shalat tidak termasuk dalam akad pekerjaan. Jarangnya saling menasihati antara mereka dalam bekerja lebih banyak.
Di antara perkara yang berjalan sesuai dengan adat adalah menguburkan mayit dalam kotak peti, padahal ini perbuatan yang makruh. Adapun untuk kafan, maka tidak patut dijadikan sebagai kebanggaan dengan bermahal-mahal, yang patut adalah pertengahan.
Mereka menguburkan beberapa pakaian bersama mayit, ini haram karena termasuk membuang-buang harta.
Mereka membuat majlis meratapi mayit, dalam Shahih Muslim bahwa Nabi bersabda:
“Sesungguhnya wanita yang meratapi mayit, bila dia tidak bertaubat sebelum meninggal dunia, maka di Hari Kiamat akan dibangkitkan dengan memakai selimut dari tima panas dan jubah yang membuatnya gatal.”
Di antara kebiasaan mereka adalah menampar pipi dan merobek baju khususnya untuk kaum wanita. Dalam ash-Shahihain bahwa Nabi bersabda:
“Bukan termasuk golongan kami siapa yang merobek pakaian, menampar pipi dan mengucapkan seruan jahiliyah.”
Terkadang mereka melihat orang yang tertimpa musibah telah merobek pakaiannya, tetapi mereka tidak mengingkarinya, bahkan terkadang mereka mengingkari siapa yang tidak merobek pakaiannya, mereka berkata tentangnya, “Dia tidak terpengaruh oleh musibah.”
Di antara kebiasaan orang-orang awam adalah ziarah kubur di malam nishfu Sya’ban, menyalakan api di sana, dan mengambil tanah kuburan orang yang diagungkan.
Ibnu Aqil berkata, “Tatkala beban-beban taklif terasa sulit bagi orang-orang bodoh dan orang-orang malas, maka mereka meninggalkan ajaranajaran syariat dan menggantinya dengan ritual-ritual bikinan mereka hingga ia terasa mudah bagi mereka, karena dengan itu mereka tidak berada di bawah perintah orang lain. Menurutku mereka adalah orang-orang kafir dengan meletakkan ritual-ritual ini, seperti mengagungkan kuburan dan memuliakannya dengan cara yang dilarang oleh syariat berupa menyalakan api di kuburan, mencium kuburan dan berbicara kepada orang-orang yang sudah mati dengan menggunakan papan kayu serta kertas yang tertulis padanya, “Wahai tuanku, lakukanlah ini dan ini untukku.” Mereka mengambil tanah kubur karena meyakini keberkahannya, menyemprotkan minyak wangi ke kubur, melakukan perjalanan ke kubur, melemparkan kain-kain ke pohon yang di kubur karena meniru para penyembah Lata dan Uzza. Kamu tidak menemukan di antara mereka yang menguasai satu masalah dalam zakat, kemudian ia ditanya tentang hukum yang wajib atasnya dan dia tak tahu. Menurut mereka celaka bagi siapa yang tidak mencium altar Ashabul Kahfi, dan siapa yang tidak mengusap batu bata masjid Ma’muniyah di hari Rabu.”
Talbis Iblis atas Kaum Wanita
Untuk talbis Iblis atas kaum wanita, maka jumlahnya banyak sekali, saya telah menulis sebuah kitab khusus untuk kaum wanita, dalam buku tersebut saya menyebutkan hal-hal yang berkaitan dengan kaum wanita, mencakup ibadah dan lainnya. Di sini saya menyebutkan beberapa kalimat dari talbis Iblis atas mereka.
Di antaranya seorang wanita suci haid sesudah masuk waktu Zhuhur, lalu dia mandi sesudah Ashar, dan dia shalat Ashar saja, padahal shalat Zhuhur wajib atasnya tanpa dia sadari.
Di antara mereka ada yang menunda mandi haid sampai dua hari dan beralasan mencuci bajunya.
Terkadang seorang wanita menunda mandi junub di malam hari sampai matahari terbit, bila dia masuk pemandian umum, dia tidak menutup auratnya sebagaimana mestinya, dia beralasan, “Hanya ada saudara perempuanku, ibuku dan budakku, sedangkan mereka adalah kaum wanita sepertiku, maka dari siapa aku harus menutup diriku?” Semua itu haram.
Haram bagi seorang wanita melihat wanita lainnya antara pusar sampai kedua lututnya, sekalipun dia adalah anak gadisnya atau ibunya, kecuali bila seorang anak perempuan yang masih kecil, bila sudah mencapai tujuh tahun maka dia menutupi dirinya dan ditutupi darinya.
Terkadang seorang wanita shalat dengan duduk padahal dia mampu berdiri, maka dalam kondisi ini shalatnya tidak sah. Terkadang seorang wanita beralasan karena bajunya najis dengan sebab dikencingi oleh anaknya, padahal dia mampu mencucinya. Padahal seandainya dia ingin keluar ke jalan niscaya dia menyiapkan diri dan meminjam baju, sedangkan dia tidak melakukan hal ini untuk shalat karena urusan shalat baginya remeh.
Dia tidak mengetahui sedikit pun tentang kewajiban-kewajiban shalat dan tidak berusaha bertanya. Terkadang aurat wanita merdeka terbuka saat shalat yang membuat shalatnya batal sedangkan dia tidak mempedulikannya.
Terkadang seorang wanita meremehkan masalah menggugurkan kandungan, dia tidak memahami bahwa bila dia menggugurkan janin yang sudah bernyawa maka dia telah membunuh seorang muslim.
Terkadang seorang istri bertingkah buruk terhadap suaminya, terkadang berbicara kepada suaminya dengan ucapan yang tidak enak didengar, dia berkata, “Kamu adalah bapak anak-anakku, inilah antara kita.” Lalu dia keluar rumah tanpa izin suami dan dia berkata, “Aku tidak keluar untuk bermaksiat.”
Dia tak sadar bahwa keluarnya dia dari rumah tanpa izin suaminya sudah merupakan kemaksiatan. Di samping keluarnya itu sendiri tidak menjamin aman dari fitnah. Di antara mereka ada yang mendiami kuburan, berduka cita bukan untuk suaminya, padahal Rasulullah telah bersabda:
“Tidak halal bagi seorang wanita yang beriman kepada Allah dan RasulNya untuk berihdad atas mayit kecuali atas suami empat bulan lebih sepuluh hari. ”
Di antara para istri ada yang menolak bila diajak suaminya ke ranjang, dia menyangka bahwa penolakannya ini bukan kemaksiatan, padahal dia dilarang berbuat demikian, berdasarkan apa yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah ia berkata, Rasulullah bersabda:
“Bila seorang suami mengajak istrinya ke tempat tidur lalu dia menolak, lalu dia bermalam dalam keadaan suami marah kepadanya, maka para malaikat melaknatnya sampai pagi.” Diriwayatkan dalam ash-Shahihain.
Terkadang seorang istri melalaikan harta suaminya, padahal tidak halal bagi seorang istri untuk mengeluarkan sesuatu pun dari rumahnya kecuali dengan izin suaminya atau dia memastikan suaminya rela.
Terkadang seorang wanita membayar ahli nujum yang bekerja untuknya, menyihir untuknya, membuatkan jimat pengasihan dan mantera azimat, dan semua ini haram.
Terkadang seorang ibu mengizinkan anak laki-lakinya ditindik padahal ia haram.
Bila seorang wanita beruntung dan menghadiri majlis ta’lim, maka terkadang dia berkenan memakai baju tambal-tambal di tangan seorang syaikh sufi, dan berjabatan tangan dengannya, hingga dia menjadi anak perempuan mimbar dan keluar kepada keajaiban-keajaiban.
Saatnya menghentikan gerakan pena karena sudah cukup dengan keterangan ringkas yang disebutkan, karena masalah ini panjang. Seandainya kami menyebutkan semua keterangan dalam buku ini atau kami menyusun masalah bantahan kami terhadap pihak yang kami bantah dengan hadits-hadits dan atsar-atsar niscaya akan terkumpul berjilid-jilid.
Kami menyebutkan yang sedikit sebagai petunjuk kepada yang banyak.
Kami merasa cukup hanya dengan menyebutkan keburukan yang paling buruk dari perbuatan orang-orang yang menyimpang dengan mencantumkannya semata tanpa membantahnya, karena keburukannya nyata tanpa sanggahan.
Semoga Allah menjaga kita dari kekeliruan, dan membimbing kita kepada ucapan dan perbuatan yang shalih dengan karunia dan kemurahanNya.
Bab XIII : Talbis Iblis atas semua orang yang panjang angan-angan
Penulis berkata, “Betapa sering terbersit dalam dada orang Yahudi atau Nasrani kecintaan kepada Islam, namun Iblis menghalanghalanginya dan berkata kepadanya, Jangan terburu-buru, pikirkan dulu dengan seksama.’ Iblis menggodanya untuk menunda hingga dia mati di atas kekufurannya.”
Iblis mengajak orang yang berbuat maksiat untuk menunda-nunda taubat, maka dia meletakkan tujuan baginya di balik hawa nafsu dan mengiming-iminginya dengan taubat, sebagaimana seorang penyair berkata:
Jangan segera berbuat dosa karena nafsu
Dan engkau berharap bertaubat besok hari
Berapa banyak orang yang bertekad menjadi baik yang telah digoda olehnya hingga dia menundanya. Berapa banyak orang yang berusaha melakukan kemuliaan yang dia halangi.
Terkadang seorang fakih berniat mengulang kajiannya, maka Iblis berkata kepadanya, “Istirahatlah sesaat.” Atau seorang ahli ibadah bangun di malam hari hendak shalat, maka Iblis berkata kepadanya, “Tidurlah lagi, waktu masih panjang.”
Iblis menanamkan kemalasan, mengajak menunda amal dan menyandarkan urusan kepada panjang angan. Maka orang yang tegas harus beramal berdasarkan ketegasan, ketegasan adalah memanfaatkan waktu sebaik-baiknya, membuang sikap menunda-nunda dan berpaling dari angan-angan, karena yang dikhawatirkan tidak dijamin dan yang sudah berlalu tak bisa dikembalikan.
Sebab segala kelalaian dalam kebaikan atau kecenderungan kepada keburukan adalah panjang angan, manusia selalu mengajak dirinya untuk menjauhi keburukan dan mendatangi kebaikan, hanya saja dia hanya memberikan janji kepada jiwa dengan itu.
Tidak diragukan bahwa siapa yang berangan-angan bisa berjalan di siang hari, maka dia akan berjalan dengan lunglai dan barangsiapa yang berangan-angan bisa mendapatkan pagi maka dia akan beramal di malam hari ala kadarnya, tetapi barangsiapa membayangkan kematian segera datang, maka dia akan berjalan dengan segera dan bersungguh-sungguh.
Rasulullah bersabda, “Shalatlah dengan shalat orang yang akan berpisah, ”
Sebagian salaf berkata, “Aku memperingatkan kalian dari ‘Akan’ karena ia adalah bala tentara Iblis paling besar.”
Perumpamaan orang yang beramal dengan keteo’ san dan orang yang diam berpangku tangan karena bersandar’ ada panjang angan adalah seperti orang-orang dalam sebuah perjalanan, mereka masuk ke sebuah desa, orang yang tegas masuk dan membeli apa yang dibutuhkannya untuk melanjutkan perjalanannya, dia duduk bersiap-siap untuk meneruskan langkahnya, sedangkan orang yang lalai berkata, “Aku akan bersiap-siap, mungkin kita akan tinggal satu bulan.” Namun tiba-tiba terompet keberangkatan ditiup, maka orang yang sudah siap tinggal berangkat, sementara orang yang lalai hanya bisa menggigit jarinya.
Ini adalah perumpamaan manusia di dunia, di antara mereka ada yang bersiap-siap yang berjaga-jaga, maka bila malaikat maut datang, dia tidak menyesal, dan di antara mereka ada yang tertipu yang selalu menunda-nunda, maka saat malaikat maut datang, dia hanya bisa meneguk pahitnya penyesalan. Bila sikap menunda-nunda sudah menyatu dengan tabiat, maka sulit untuk melawannya, hanya saja siapa yang menyadari untuk dirinya, maka dia mengetahui bahwa dia berada di shaf peperangan, bahwa musuhnya tiada kenal berhenti darinya, bila secara lahir dia berhenti, maka secara batin dia menyiapkan tipu daya dan menyembunyikan bala tentara cadangan.
Kami memohon kepada Allah keselamatan dari tipu daya musuh, fitnah setan dan keburukan jiwa dan dunia, sesungguhnya Dia Mahadekat lagi Maha Menjawab doa.
Semoga Allah menjadikan kita semua termasuk orang-orang yang beriman.
Selesai dan segala puji bagi Allah pertama dan terakhir.
Sumber data : https://terjemahankitab.com/
Sumber data : https://terjemahankitab.com/