Kumpulan pertanyaan sekitar Sumpah
1. Orang Yang Bersumpah Dalam Hati, Apakah Sumpahnya Berlaku
Pertanyaan
Aku bersumpah tanpa aku keraskan, cukup dengan menggerakkan kedua bibirkan. Apakah hal itu dianggap sebagai sumpah yang mengikat?
Jawaban
Alhamdulillah.
Di antara syarat sahnya sumpah adalah orang yang bersumpah melafazkannya, maksudnya adalah menggerakkan lisanya. Jika dia tidak menggerakkan lisannya, maka sumpahnya tidak dianggap berdasarkan keumuman sabda Nabi shallallahu alaihi wa sallam,
إِنَّ اللَّهَ تَجَاوَزَ عَنْ أُمَّتِي ، مَا حَدَّثَتْ بِهِ أَنْفُسَهَا ، مَا لَمْ تَعْمَلْ ، أَوْ تَتَكَلَّمْ
“Sesungguhnya Allah mengampuni dari umatku apa yang dia bicarakan dalam hati, selama tidak dia lakukan atau bicarakan.”
Qatadah berkata, إِذَا طَلَّقَ فِي نَفْسِهِ ، فَلَيْسَ بِشَيْءٍ “Jika dia berbicara dalam hati, maka tidak ada konsekwensi apa.” [HR. Bukhari, no. 5269]
Disebutkan dalam fatwa Lajnah Daimah, Al-Majmuah Al-Ula, (20/214), “Jika kondisinya seperti yang anda sebutkan yaitu bahwa anda tidak mengucapkannya secara keras atau dengan perlahan, maka tidak ada sumpah padanya, akan tetapi dia hanya lintasan hati, dan perkara ini tidak ada pengaruhnya dan tidak ada konsekwensi apa-apa baginya, tidak ada talak, tidak ada kafarat.”
Menggerakkan kedua bibir lebih kuat dari menggerakkan lisan. Menggerakkan keduanya nyaris tidak dapat dilakukan kecuali dengan menggerakkan lisan.
Imam Ahmad meriwayatkan dalam musnadnya, no. 10968, dari Abu Hurairah radhiallahu anhu dari Nabi shallallahu alaihi wa sallam, beliau bersabda,
إِنَّ اللهَ عَزَّ وَجَلَّ قَالَ: أَنَا مَعَ عَبْدِي إِذَا هُوَ ذَكَرَنِي، وَتَحَرَّكَتْ بِي شَفَتَاهُ
“Sesugguhnya Allah Azza wa Jalla berfirman, ‘Aku bersama hambaKu jika dia berzikir kepadaku dan menggerakkan kedua bibirnya untuk (berzikir) kepadaKu.” [Dinyatakan shahih oleh Al-Albany dan para peneliti sanad]
Imam Bukhari rahimahullah telah mencantumkannya dalam Bab ‘Firman Allah Taala: ( لَا تُحَرِّكْ بِهِ لِسَانَكَ ) ‘Jangan kamu gerakkan lidahmu untuknya (membaca Al-Quran)…” (Al-Qiyamah75/:16). Lalu dalam bab ini beliau menyebutkan hadits qudsi ini.
Mula Ali Al-Qari berkata dalam berkata dalam ‘Mirqatul Mafatih Syarh Misykatul Mashabih” (4/1560)
Makna (إذا ذكرني) maksudnya adalah jika dia berzikir kepadaku dengan hati dan lisan.
Makna (وتحركت بي) maksudnya adalah bergerak lisannya berzikir kepadaku.
Makna (شفتاه) artinya kedua bibir. Ath-Thayiby berkata: Di dalamnya terdapat penguatan yang tidak terdapat dalam ucapan ‘Jika dia berzikir kepadaku dengan lisan.”
Hal ini menunjukkan bahwa menggerakkan kedua bibir menuntut gerakan lisan, dan bahkan lebih kuat.
Berdasarkan hal tersebut, sumpah yang telah anda nyatakan adalah sumpah yang berlaku dan mengharuskan anda. Dan anda diharuskan membayar kafarat jika membatalkannya.
Wallahu a’lam
Disalin dari islamqa
Referensi : https://almanhaj.or.id/3134-orang-yang-bersumpah-dalam-hati-apakah-sumpahnya-berlaku.html
2. Hukum Banyak Bersumpah, Benar Ataupun Dusta
Oleh Syaikh Abdul Aziz bin Baz
Pertanyaan.
Syaikh Abdul Aziz bin Baz ditanya : Saya memiliki kerabat yang banyak sekali bersumpah atas nama Allah, baik dia ucapkan secara benar ataupun dusta ; apa hukumnya?
Jawaban.
Dia harus dinasehati dan dikatakan kepadanya, “Seharusnya kamu tidak memperbanyak bersumpah sekalipun kamu benar” dan hal ini berdasarkan firmanNya.
وَاحْفَظُوا أَيْمَانَكُمْ
“Dan jagalah sumpah-sumpah kamu”
Juga berdasarkan sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam.
ثلاثة لا يكلمهم الله ولا ينظر إليهم يوم القيامة ولا يزكيهم ولهم عذاب أليم أشيمط زان وعائل مستكبر ورجل جعل الله بضاعته لا يشتري إلا بيمينه ولا يبيع إلا بيمينه
“Tiga orang yang Allah tidak akan berbicara kepada mereka pada Hari Kiamat dan tidak Dia sucikan mereka bahkan mereka mendapatkan adzab yang pedih (yaitu) : seorang yang sudah bercampur rambut hitam dan putihnya (orang yang sudah tua) lagi pezina, seorang fakir lagi sombong dan seorang laki-laki yan Allah jadikan dia tidak membeli barangnya kecuali dengan bersumpah atas namaNya dan tidak menjual kecuali dengan bersumpah dengan bersumpah atas namaNya” [1]
Orang-orang Arab selalu memuji orang yang tidak banyak bersumpah sebagaimana yang diungkapkan oleh seorang penyair.
Sedikir bersumpah, selalu menjaga sumpahnya.
Bila sudah bersumpah, dia segera menepatinya.
Seorang Mukmin disyari’atkan agar tidak banyak bersumpah sekalipun dia benar karena memperbanyaknya terkadang bisa menjerumuskan ke dalam kedustaan
Sebagaimana dimaklumi bahwa dusta haram hukumnya dan bila ia disertai dengan sumpah, maka tentu sangat diharamkan lagi akan tetapi bila dipaksa oleh kondisi atau suatu kemaslahatan yang lebih dominan sehingga harus bersumpah secara dusta, maka hal itu tidak apa-apa. Hal ini berdasarkan hadits yang shahih dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam yang bersumber dari hadits Ummu Kultsum binti Uqbah bin Abu Mu’ith Radhiyallahu anha bahwasanya Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda.
لَيْسَ الْكَذَّابُ الَّذِي يُصْلِحُ بَيْنَ النَّاسِ، فَيَنْمِي خَيْرًا، أَوْ يَقُولُ خَيْرًا
“Bukanlah termasuk pendusta orang yang mendamaikan antara sesama manusia, lalu dia berkata baik atau menanamkan kebaikan”
Di (Ummu Kultsum) berkata, “Belum pernah aku mendengar beliau memberikan dispensasi (rukhshah) terhadap sesuatu yang dikatakan orang sebagai suatu kedustaan kecuali dalam tiga hal : Perang, Mendamaikan antara sesama manusia dan percakapan seorang suami kepada istrinya dan percakapan istri kedapa suaminya” [2]
Bila ketika seseorang mendamaikan antara sesama manusia, dia berkata, “Demi Allah, sesungguhnya teman-teman kamu itu mencintai perdamaian dan persatuan. Mereka ingin begini dan begitu ..” lalu dia mendatangi pihak yang lain dengan mengatakan hal yang sama dan tujuannya hanyalah untuk berbuat baik dan mendamaikan, maka hal itu tidak apa-apa berdasarkan hadit di atas.
Demikian juga bila seseorang melihat ada orang yang ingin membunuh seseorang secara zhalim atau menzhalimi dirinya dalam suatu hal, lalu dia berkata, “Demi Allah, orang itu adalah saudaraku” agar dia dapat menyelamatkannya dari tindakan orang yang zhalim tersebut karena ingin membunuhnya tanpa haq atau memukulnya tanpa haq sementara dia tahu bahwa dia bila dia mengatakan “Saudaraku” tadi, orang itu akan membiarkannya karena menghormatinya ; maka melakukan hal seperti itu menjadi wajib baginya demi tujuan menyelamatkan saudaranya dari perbuatan zhalim.
Yang dimaksudkan di sini bahwa hukum asal sumpah-sumpah dusta itu adalah dilarang dan diharamkan kecuali bila berimplikasi suatu kemaslahatan besar yang lebih besar daripada implikasi dusta tersebut, sebagaimana dalam tiga hal yang disebutkan dalam hadits di atas.
[Majalah Ad-Da’wah, Vol.40, hal 163-164 dari Fatwa Syaikh Bin Baz]
[Disalin dari buku Al-Fatawa Asy-Syar’iyyah Fi Al-Masa’il Al-Ashriyyah Min Fatawa Ulama Al-Balad Al-Haram, Penyusun Khalid Al-Juraisy, Edisi Indonesia Fatwa-Fatwa Terkini, Penerjemah Musthofa Aini, Penerbit Darul Haq]
_______
Footnote
[1]. Lihat Al-Mu’jam Al-Kabir karya Ath-Thabrani (6111), Al-Mu’jam Al-Awsath senada dengan itu (5577), Al-Haitsami berkata di dalam kitabnya Majma Az-Zawa’id ; para periwayatnya adalah para periwayat pada kitab Shahih.
[2]. Hadits Riwayat Al-Bukhari dengan terbatas pada lafazh yang marfu saja, dalam kitab Ash-Shulh (2692), Shahih Muslim dalam kitab Al-Bir wa Ash-Shilah (2605)
Referensi : https://almanhaj.or.id/1459-hukum-banyak-bersumpah-benar-ataupun-dusta.html
3. Melanggar Sumpah Wajib Membayar Dendanya
Oleh Syaikh Abdul Aziz bin Baz
Pertanyaan
Syaikh Abdul Aziz bin Baz ditanya : Saya sering bersumpah di hadapan anak-anak saya agar mereka tidak melakukan perbuatan-perbuatan tertentu, tapi ternyata mereka tetap saja melakukannya. Apakah dengan demikian saya wajib membayar denda sumpah saya ?
Jawaban
Apabila anda bersumpah dihadapan anak-anak anda atau dihadapan siapapun agar mereka melakukan atau meninggalkan suatu perbuatan, kemudian mereka melanggarnya, maka anda wajib membayar denda sumpah anda tersebut. Hal ini berdasarkan firman Allah Subhanahu wa Ta’ala.
لَا يُؤَاخِذُكُمُ اللّٰهُ بِاللَّغْوِ فِيْٓ اَيْمَانِكُمْ وَلٰكِنْ يُّؤَاخِذُكُمْ بِمَا عَقَّدْتُّمُ الْاَيْمَانَۚ فَكَفَّارَتُهٗٓ اِطْعَامُ عَشَرَةِ مَسٰكِيْنَ مِنْ اَوْسَطِ مَا تُطْعِمُوْنَ اَهْلِيْكُمْ اَوْ كِسْوَتُهُمْ اَوْ تَحْرِيْرُ رَقَبَةٍ ۗفَمَنْ لَّمْ يَجِدْ فَصِيَامُ ثَلٰثَةِ اَيَّامٍ ۗذٰلِكَ كَفَّارَةُ اَيْمَانِكُمْ اِذَا حَلَفْتُمْ ۗوَاحْفَظُوْٓا اَيْمَانَكُمْ
“Allah tidak menghukum kamu disebabkan sumpah-sumpahmu yang tidak dimaksud (untuk bersumpah), tetapi Dia menghukum kamu disebabkan sumpah-sumpah yang disengaja, maka kaffarat (melanggar) sumpah itu, ialah memberi makan sepuluh orang miskin, yaitu dari makanan yang biasa kamu berikan kepada keluargamu, atau memberi pakaian kepada mereka atau memerdekakan seorang budak. Barangsiapa tidak sanggup melakukan demikian, maka kaffaratnya puasa selama tiga hari. Yang demikian itu adalah kaffarat sumpah-sumpahmu bila kamu bersumpah (dan kamu langgar). Dan jagalah sumpahmu“. [Al-Ma’idah/5 : 89]
Begitu juga jika anda bersumpah untuk melakukan atau meninggalkan suatu perbuatan, lalu anda melihat bahwa ternyata anda lebih baik membatalkan sumpah anda tersebut, maka batalkanlah sumpah anda kemudian anda membayar denda sumpah tersebut. Hal ini berdasarkan sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam
وَإِذَا حَلَفْتَ عَلَى يَمِينٍ، فَرَأيْتَ غَيْرَهَا خَيْرًا مِنْهَا، فَأتِ الَّذِي هُوَ خَيرٌ وَكَفِّرْ عَنْ يَمِينِكَ
“ Jika engkau bersumpah, kemudian engkau melihat sesuatu yang lebih baik dari sumpah tersebut, maka batalkanlah sumpahmu (dengan membayar denda) dan kerjakanlah sesuatu yang lebih baik dari sumpahmu itu“. [Hadits Riwayat Bukhari dan Muslim]
4. DENDA SUMPAH ADALAH BERUPA MAKANAN BUKAN UANG
Pertanyaan
Syaikh Abdul Aziz bin Baz ditanya : Ibu saya mempunyai kewajiban membayar denda sumpah (kaffarat yamin). Bolehkah saya yang membayarnya dengan uang real Saudi seharga makanan untuk 10 orang ? Kalau boleh, berapa real yang harus saya keluarkan ? Dan bolehkah uang tersebut saya serahkan kepda yayasan sosial ? Berikanlah jawaban kepada saya, semoga anda diberi pahala oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Jawaban
Anda boleh membayarkan denda sumpah ibu anda, baik ketika ibu anda masih hidup atau sudah meninggal, dengan syarat ibu anda mengijinkannya. Adapun pembayaran denda tersebut harus berupa makanan, bukan uang. Karena hal tersebut sudah ditetapkan dalam Al-Qur’an dan As-Sunnah. Banyaknya makanan yang harus diberikan adalah setengah sha’ ( 1 ½ kg) dan berupa makanan pokok penduduk setempat sepertu : Kurma, beras, jagung dan lain-lain. Atau boleh juga anda memberi makan siang atau malam kepada 10 orang miskin tersebut, atau memberikan kepada mereka pakaian yang bisa dipakai untuk shalat seperti ; ghamis (baju panjang), sarung, baju biasa dan lain-lain.
[Disalin dari kitab Al-Fatawa Juz Tsani, edisi Indonesia Fatawa Bin Baaz, Penulis Syaikh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baaz, Penerjemah Abu Umar Abdillah, Penerbit At-Tibyan – Solo]
Referensi : https://almanhaj.or.id/1681-melanggar-sumpah-wajib-membayar-denda-denda-sumpah-adalah-berupa-makanan-bukan-uang.html