• Beribadalah kamu sampai datang "Haqqul Yakin" (kematian)
Kamis, 21 November 2024

Lima Tingkatan manusia dalam shalat

Bagikan

5 Tingkatan Manusia Ketika Shalat

Oleh Ustad Ammi Nur Baits, ST., BA.
Bismillah was shalatu was salamu ‘ala Rasulillah, wa ba’du,Ibnul Qayim dalam kitabnya al-Wabil as-Shayib menuliskan tentang 5 tingkatan manusia dilihat dari kualitas shalatnya. Dimulai dari tingkatan yang paling rendah, hingga tingkatan yang paling sempurna.

Tingkat pertama dan terendah, Mereka yang tidak memperhatikan kesempurnaan bagian lahiriyah dalam shalat. Sehingga sisi lahiriyah shalatnya masih sangat kurang. Seperti, wudhunya tidak sempurna, waktunya telat, pakaiannya tidak pantas, gerakannya sangat cepat sehingga tidak tumakninah ketika mengerjakan rukun-rukun shalat.

Ibnul Qayim menyebutnya sebagai martabat (tingkatan) al-Mufrith (orang yang meremehkan).

Tingkatan kedua, mereka yang shalatnya sudah baik dari sisi lahiriyah. Wudhunya sudah bagus, tepat waktu, pakainnya sopan, juga rukun dan gerakannya sempurna. Hanya saja pikirannya masih sering melayang-layang. Prosentase kekhusyu’an sangat minim, pikirannya lebih banyak teralihkan untuk urusan dunia atau urusan di luar shalat. Sementara itu, tidak ada upaya darinya untuk fokus dan mengembalikan kekhusyu’annya ketika shalat.

Tingkatan ketiga,mereka yang shalatnya secara lahiriyah sudah baik. Sementara batin pikirannya selalu berjuang untuk khusyu’. Hatinya berperang melawan bisikan setan, mereka berusaha untuk konsentrasi. Sehingga pikirannya tidak dibiarkan bebas melayang ke mana-mana. Ibnul Qayim mengatakan, orang ini mengerjakan shalat sambil berjihad melawan was-was.

Tingkatan keempat, mereka yang sempurna lahiriyah shalatnya, secara batin sempurna khusyu’nya. Hati dan pikirannya menyelami setiap gerakan dan bacaan dari mulai takbiratul ihram, hingga salam. sehingga tidak ada bagian shalatnya yang lalai karena memikirkan perkara lainnya.

Tingkatan kelima, level tertinggi, shalat yang mampu membuat pelakunya serasa meletakkan hati dan pikirannya ada di hadapan Allah Yang Maha Agung. Perasaan seolah-olah dia benar-benar sedang menghadap Allah. Bahkan sampai dia telah meninggalkan raganya. Dirinya hanyut bermunajat dengan Rabnya yang Maha Rahman.

Kemudian Ibnul Qayim menyebutkan 5 keadaan di atas, Level pertama akan dihukum, level kedua akan dihisab, level ketiga Shalatnya bisa menjadi kaffarah baginya (mukaffar), level keempat mendapatkan pahala, dan level kelima merekalah yang mendekat kepada Rabnya (Muqarabun). Inilah orang yang shalatnya menjadi Penenang jiwanya. Siapa yang ketika di dunia, shalatnya menjadi penenang jiwanya maka dia akan mendapatkan ketenangan ketika dekat dengan Rabnya di akhirat. (al-Wabil as-Shayib, hlm. 38)

Contoh shalat level kelima: mereka yang menghadirkan hatinya di hadapan Allah, menggapai tingkatan khusyu’nya paling tinggi.

1. Dipanah 3 Kali, Tidak Membatalkan Shalat
Tersebutlah sahabat Abbad bin Bisyr radhiyallahu ‘anhu.

Pada peristiwa perang Dzatu ar-Riqa’, pasukan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mendapat kemenangan. Sehingga beliau pulang membawa ghanimah dan tawanan. Salah satu diantara tawanan itu adalah seorang wanita, istri salah seorang musyrik yang berhasil melarikan diri ketika perang. Ketika pasukan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam melakukan perjalanan kembali ke Madinah, lelaki musyrik inipun membuntuti mereka, karena ingin membebaskan istrinya.

Tibalah waktu malam, mereka harus beristirahat. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bertanya kepada para sahabat, Siapa yang sanggup berjaga di malam ini? Majulah Abbad bin Bisyr dan Ammar bin Yasir radhiyallahu anhuma mengajukan dirinya,

“Kami siap, ya Rasulullah.”

Ammar dan Abbad adalah dua sahabat yang dipersaudarakan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam ketika Muhajirin tiba di Madinah.

Abbad meminta kepada Ammar, “Kita gantian, kamu jaga dulu atau istirahat dulu?”

Ammar memilih untuk istirahat dulu.

Mulailah Abbad berjaga di tengah suasana malam yang tenang. Ketenangan malam yang membuat Abbad ingin bermunajat dengan Rabnya. Beliau bangkit mengerjakan shalat, dengan membaca surat al-Kahfi. Hingga beliau tenggelam dalam tadabbur ayat demi ayat yang dibaca.

Si Musyrik ternyata mengamati semua kondisi ini dengan yaik. Dia melihat kesendirian Abbad yang sedang berjaga, lalu dia mengarahkan anak panahnya hingga mengenai tubuh Abbad. Beliau langsung mencabutnya, dan tetap melanjutkan al-Qurannya.

Si Musyrik melemparkan anak panah yang kedua, tepat mengenai badan Abbad. Namun beliau hanya mencabutnya dan melanjutkan shalatnya. Si Musyrik melemparkan anak panah yang ketiga, beliau hanya mencabutnya.

Kali ini beliau tidak sanggup lagi bertahan, badan beliau lemas, saking banyaknya darah yang mengalir. Kemudian beliau bangunkan Ammar, karena khawatir beliau meninggal, sementara tidak ada yang menjaga Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.

Melihat kejadian ini, si Musyrik lari ketakutan…

Subhanallah… tenggelam dalam kekhusyu’an shalatnya, hingga melupakan rasa sakit anak panah yang menancapnya. Ammar mengingatkan, “Kenapa kau tidak bangunkan aku di anak panah pertama?” Abbad mengatakan,

Saya sedang menikmati surat yang kubaca, saya tidak ingin memutusnya hingga selesai, Demi Allah, andai tidak khawatir meninggalkan tugas jaga yang Rasulullah perintahkan, saya rela mati sebelum menyelesaikan bacaan ayat itu. (Ahmad 14704 dan dihasankan Syuaib al-Arnauth).

Contoh shalat level kelima: mereka yang menghadirkan hatinya di hadapan Allah, menggapai tingkatan khusyu’nya paling tinggi.

2. Tetap Bersujud, Meskipun Meriam Mengarah Kepadanya
Sahabat Abdullah bin Zubair, cucu Abu Bakr as-Shiddiq radhiyallahu ‘anhuma, sangat terkenal dengan kekhusyu’annya ketika shalat.

Pada peristiwa penyerangan Masjidil Haram, Hajjaj bin Yusuf at-Tsaqafi menyiapkan manjanik (ketapel besar seperti meriam batu).

Ketika itu, sahabat Abdullah bin Zubair radhiyallahu ‘anhu tengah melaksanakan shalat.

Syaikhul Islam menceritakan,

Abdullah bin Zubair pernah sujud – di masjidil haram — dan meriam batu sudah disiapkan. Sampai ada orang yang menarik baju Abdullah, namun beliau tidak mengangkat kepalanya dari sujud. (Majmu’ al-Fatawa, 22/605).

3. Rumahnya Kebakaran, tapi Tidak Terasa

Tersebutlah seorang ulama tabiin, bernama Muslim bin Yasar rahimahullah. Beliau wafat th. 100 H. Dikisahkan oleh ad-Dzahabi,

Ketika Muslim bin Yasar shalat, keadaannya seperti baju yang digantung. Beliau pernah mengatakan kepada istrinya sebelum memulai shalat, “Silahkan kalian ngobrol, saya tidak dengar obrolan kalian.”

Diceritakan bahwa terjadi kebakaran di rumahnya dan beliau sedang shalat. ketika diceritakan setelah shalat, beliau mengatakan, ‘Saya tidak terasa, (Siyar A’lam an-Nubala’, 4/512).

4. Disengat Tawon, Tetap Bertahan Shalat

Imam al-Bukhari penulis kitab Shahih yang disepakati umat islam,

Suatu ketika Imam Bukhari shalat, tiba-tiba beliau disengat tawon Zanbur 17 kali. Usai shalat, beliau mengatakan, ‘Tolong lihatkan apa yang menggangguku ketika shalat?’

Merekapun melihatnya, ternyata bengkak di 17 tempat. Namun beliau tidak membatalkan shalatnya. Ketika ditanya, ‘Kenapa kamu tadi tidak membatalkan shalatmu?’ Jawab al-Bukhari, Saya sedang membaca surat tertentu, dan saya ingin membacanya hingga selesai. (Siyar Alam an-Nubala’, 12/442).

Semoga Allah menyempurnakan kualitas khusyu kita ketika Shalat. Wallahu waliyyut taufiq.

Sumber : https://www.alquran-sunnah.com/artikel/buku-islam/tafsir-shalat/1064-5-tingkatan-manusia-ketika-shalat.html

Luas Tanah+/- 740 M2
Luas Bangunan+/- 500 M2
Status LokasiWakaf dari almarhum H.Abdul Manan
Tahun Berdiri1398H/1978M