Manusia memasuki agama Allah secara berbondong-bondong
Daftar Isi : (Klik Menu menuju Isinya & kembali ke Menu)
-
- Para Utusan yang Datang :
- Utusan Abdul Qais
- Utusan Daus
- Utusan Farwah bin Amr Al-Judzami
- Utusan dari Shuda’
- Kedatangan Ka’b bin Zuhair bin Abu Sulma
- Utusan dari Udzrah
- Utusan dari Balli
- Utusan dari Tsaqif
- Surat dari raja-raja Yaman
- Utusan dari Hamdan
- Utusan Bani Fazarah
- Utusan dari Najran
- Utusan dari Bani Hanifah
- Utusan dari Bani Amir bin Sha’sha’ah
- Utusan dari Tujib
- Utusan dari Thayyi’
Seperti yang sudah kami sampaikan di atas, perang penaklukan Makkah merupakan peperangan yang final, melumatkan paganisme secara total, karena itu bangsa Arab bisa mengetahui mana yang haq dan mana yang batil, tidak lagi dihantui keragu-raguan, dan setelah itu mereka pun buru-buru masuk Islam.
Amr bin Salamah berkata, “Kami sedang berada di suatu mata air yang biasa disinggahi orang. Lalu ada sekawanan pejalan kalci yang melewati kami. Kami bertanya kepada mereka, “Apa komentar orang-orang tentang orang itu (Rasulullah)?”
Mereka menjawab,”Menurut pengakuannya, Allah telah mengutusnya dan menuntunkan wahyu kepadanya. Allah menurunkan wahyu begini bunyinya…”
Itu adalah kalimat yang paling kuhalalkan. Jadi seakan-akan mereka membaca apa yang ada di dalam pikiranku. Padahal sebelum itu orang-orang Arab mencela orang-orang yang masuk Islam pada saat penaklukan Makkah. Mereka berkata, “Biarkan saja dia dan kaumnya. Jika memang dia dapat mengalahkan kaumnya, berarti dia memang orang yang benar.”
Setelah penaklukan Makkah, setiap kaum segera menyatakan keislamannya. Ayah dan kaumku juga segera masuk Islam. Setelah ayahku kembali, dia berkata kepada semua kaumnya, “Demi Allah, aku datang kepada kalian dari sisi seorang Nabi yang benar. Laksanakan shalat ini pada waktu begini dan shalat ini pada waktu begini. Jika tiba waktu shalat, hendaklah salah seorang di antara kalian menyerukan adzan dan hendaklah orang yang lebih banyak hafal Al-Qur’an menjadi imam.”
Hadits ini menunjukkan seberapa jauh pengaruh penaklukkan Makkah dalam membalik keadaan, mengangkat kedudukan Islam, mendorong bangsa Arab untuk menentukan sikap dan kepasrahan mereka terhadap Islam. Kenyataan ini semakin dipertegas setelah Perang Tabuk. Karena itu kita bisa melihat sekian banyak utusan yang datang ke Madinah pada tahun 9 H dan 10 H. Kita bisa melihat bagaimana manusia masuk Islam secara berbondong bondong. Sehingga pasukan Islam yang hanya berjumlah 10.000 prajurit pada saat penaklukkan Makkah, langsung membengkak menjadi 30.000 prajurit pada waktu Perang Tabuk. Padahal rentang waktu antara dua keja.dian ini tidak sampai setahun penuh. Kemudian pada waktu haji wada’ kita bisa melihat hamparan lautan manusia sebanyak 144.000 orang, yang semuanya bergerak di sekeliling Rasulullah shallallhu ‘alaihi wa sallam sambil mengumandangkan talbiyah, takbir, tahmid, dan tasbih. Suara mereka berkumandang memenuhi angkasa dan membahana di seluruh penjuru tempat.
Para utusan yang disebutkan para penulis kisah peperangan jumlahnya lebih dari 70 utusan. Tidak mungkin bagi kita untuk merincinya satu per satu secara detil. Kita hanya akan menyebutkan secara global dan yang dianggap penting dalam sejarah. Secara umum, para utusan ini datang setelah penaklukkan Makkah. Tetapi ada sebagian kabilah yang mengirim utusannya sebelum penaklukkan Makkah.
Utusan Abdul Qais. Kabilah ini mengirim utasan dua kali, yang pertama pada tahun 5 H atau bahkan sebelum itu. Sebelum itu ada seorang dari penduduk kabilah ini bernama Munkid bin Hayyan yang datang ke Madinah sambil membawa barang dagangannya. Setelah datang di Madinah, tepatnya setelah kedatangan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam di Madinah dan dia mengetahui Islam, maka dia pun masuk Islam. Dengan berbekal surat beliau, dia kembali ke kaumnya, mengajak mereka agar masuk Islam, dan ajakannya ini mereka penuhi. Pada bulan suci, mereka mengirimkan utusan sebanyak 13 atau 14 orang untuk menemui Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam Mereka bertanya tentang iman dan macam-macam minuman. Pemimpin mereka adalah Al-Asyaj Al-Ashri, yang kemudian beliau bersabda tentang dirinya, “Sesungguhnya di dalam dirimu ada dua perkara yang dicintai Allah, yaitu kelemah lembutan dan kebiasaan mendahulukan kepentingan orang lain.”
Utusan kedua terjadi pada tahun datangnya para utusan, yang jumlahnya ada 40 orang. Di antara mereka ada seorang yang bernama Al-Jarud bin Al-Ala’ Al-Abdi, yang sebelumnya beragama Nashrani, lalu masuk Islam dan Islamnya menjadi bagus.
Utusan Daus. Utusan kabilah ini datang pada awal tahun 7 H, yang saat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam sedang berada di Khaibar. Di bagian terdahulu sudah kami
paparkan sedikit uraian tentang keislaman Ath-Thufail bin Amr Ad-Dausi, yang masuk Islam saat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berada di Makkah. Kemudian dia kembali ke kaumnya dan terus menerus mengajak mereka kepada Islam. Karena mereka tidak segera memenuhi ajakannya dan menunda-nunda, membuatnya putus asa. Lalu dia kembali menemui beliau dan memohon agar beliau berdoa untuk kaum Daus. Maka beliau berdoa,”Ya Allah berikanlah pettinjuk kepada Daus.” Akhirnya mereka masuk Islam. Pada awal tahun 7 H, Ath-Thufail mengutus 70 atau 80 keluarga dari kaumnya ke Madinah. Karena saat itu beliau sedang berada di Khaibar, maka mereka pun menyusul ke sana.
1.3.Utusan Farwah bin Amr Al-Judzami
Utusan Farwah bin Amr Al-Judzami. Farwah adalah seorang komandan pasukan Arab di bawah kekuasaan Romawi. Semua orang Arab yang tunduk di bawah kekuasaan Romawi berada di bawah komandonya. Tempat tinggalnya di Muan dan daerah-daerah sekitanwa yang tennasuk Syam menjadi wilayah kekuasaannya. Dia masuk Islam setelah melihat kepahlawanan dan keberanian orang-orang Muslim serta kehebatan mereka di Perang Mu’tah. Setelah masuk Islam dia mengirim utusan kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dan menghadiahkan seekor bighal berwama putih.
Penguasa Romawi langsung mencari dirinya setelah mengetahui keislamannya, memegang dan memenjarakannya. Dia disuruh memilih keluar dari Islam, ataukah mati. Dia memilih yang kedua dari pada keluar dari Islam. Karena itu mereka menyalibnya di Palestina di dekat mata air Afra lalu memenggal lehernya.
Utusan dari Shuda’. Utusan ini datang sepulang Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dari Ji’ranah pada tahun 8 H. Pada saat itu beliau sudah menyiapkan satuan pasukan sebanyak 400 orang Muslim dan memerintahkan agar mereka pergi ke Yaman, yang di sana ada Bani Shuda’. Selagi para utusan Muslimin ini berkubu di tengah celah bukit, Ziyad bin Al-Harits Ash-Shuda’i mengetahuinya. Maka dia buru-buru menemui Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dan berkata, “Aku adalah utusan yang mewakili orang-orang di belakangku. Tariklah kembali pasukan engkau dan aku bersama kaumku tunduk kepada engkau.”
Maka beliau menarik kembali satu.pasukan yang diutusnya, yang sedang berkubu di celah bukit. Lalu Ziyad mendatangi kaumnya dan menganjurkan agar mereka mau menemui Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam Maka ada 15 orang di antara mereka yang menemui beliau dan menyatakan sumpah setia kepada Islam. Setelah itu mereka kembali lagi ke kaumnya, mengajak mereka masuk Islam, hingga Islam tersebar di tengah mereka. Beliau membawa 100 orang di antara mereka sewakta haji wada’.
1.5. Kedatangan Ka’b bin Zuhair bin Abu Sulma
Kedatangan Ka’b bin Zuhair bin Abu Sulma. Dia berasal dari sebuah keluarga penyair dan dia sendiri termasuk penyair Arab terkenal. Dulunya dia suka menyerang Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam lewat syair-syaimya. Setelah beliau pulang dari Perang Tha’if pada tahun 8 H, Ka’b bin Zuhair dikirimi surat oleh saudaranya sendiri, Bujair bin Zuhair, yang isinya: “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam membunuh beberapa orang di Makkah yang dulunya suka menyerang dan mengolok-olok beliau. Sedangkan penyair-penyair Quraisy lainnya bisa melarikan diri kemana pun mereka bisa menyelamatkan diri. Jika engkau masih merasa sayang terhadap dirimu sendiri, maka temuilah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam karena beliau tidak membunuh orang yang memohon maaf. Jika tidak, selamatkan dirimu.
Setelah itu mereka berdua saling membalas surat hingga akhirnya Ka’b merasakan bumi ini terlalu sempit baginya. Karena dia masih merasa sayang terhadap dirinya sendiri, maka dia datang ke Madinah dan singgah di rumah seorang dari Juhainah. Pada pagi harinya dia shalat bersamanya. Seusai shalat, temanya memberi isyarat agar Ka’b menghampiri Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Maka dia segera bangkit dan duduk di hadapan beliau. Lalu dia meletakkan tangannya di atas tangan beliau, sementara beliau belum mengenal dirinya. Ka’b berkata, “Wahai Rasulullah, sesungguhnya Ka’b bin Zuhair datang untuk memohon perlindungan kepada engkau sebagai seorang yang bertaubat dan menyatakan Islam. Apakah engkau mau menerimanya jika aku datang bersamanya?”
“Ya,” jawab beliau.
“Akulah Ka’b bin Zuhair,” kata Ka’b.
Seorang Anshar melompat di dekatnya dan meminta izin kepada beliau untuk memenggal lehernya. Beliau bersabda, “Jaula dia, karena dia datang untuk memohon ampunan dan meninggalkan apa yang pernah dulu dia lakukan.”
Kemudian Ka’b merangkum sebuah syairyang terkenal dan melantunknya, yang isinya pujian terhadap diri Rasulullah
“Biarkan wanita itu enyah dan hatiku perih tak terperikan
jejaknya tampak buruk dan tiada tebusan bagi tawanan
aku diberi tahu bahwa Rasulullah memberikan janji kepadaku ampunan dari Rasulullah pasti bisa diharapkan dan ditunggu semoga petunjuk datang padamu dari pemberi Al-Qur’an
di dalamnya terkandung uraian terinci dan peringatan
jangan hukum diriku karena tuduhan para penyebar fitnah
aku tiada berdosa sekalipun banyak perkataan yang tertumpah
aku berdiri di suatu tempat andaikan seekor gajah ada di sana
dia kan bisa melihat dan mendengar dariku untaian kata
pasti ada bayang-bayang yang ikut bergoyang
dengan izin Allah beliau akan menertma dengan lapang dada ada canda yang membuatku takut mengucapkannya lagi
karena engkau akan diminta tanggung jawab dan ditanyai
oleh singa yang mendekam di tempat persembunyiannya
di tengah pepohonan yang rimbun tempat bersarangnya
Rasul adalah cahaya yang bersinar berkilauan
laksana pedang India yang terhunus tajam.”
Kemudian Ka’b menyanjung para Muhajirin dari Quraisy. Sebab siapa pun di antara mereka tidak berbicara tentang diri Ka’b saat dia datang kecuali yang baik-baik. Lalu dia juga menawarkan diri untuk menyanjung orang orang Anshar. Dia berbuat seperti itu karena ada seorang Anshar yang hendak memenggal lehernya.
Setelah masuk Islam dan Islamnya menjadi baik, malia dia berkata memuji orang-orang Anshar dalam syairnya,
“Siapa yang menghendaki kehidupan yang mulia
orang-orang Ansharlah yang layak menjadi teman setia
yang tua dan yang muda menjadt pewaris kemuliaan
orang-orang yang baik adalah bangsa pilihan.”
Utusan dari Udzrah. Para utusan ini datang pada bulan Shafar 9 H. Jumlahnya ada 12 orang. Di antara mereka ada Hamzah bin An-Nu’man. Jubir mereka menjawab saat ditanya tentang kaum mereka, “Kami adalah Bani Adzrah, saudara Quraisy dari pihak ibu. Kamilah dulu yang pemah membantu Qushay dan mengusir Khuza’ah dan Bani Bakr dari Makkah. Kami mempunyai kerabat dan saudara.”
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menerima kedatangan mereka dengan ramah dan menyampaikan kabar gembira tentang penaklukkan Syam. Beliau melarang mereka mendatangi dukun dan menyembelih korban seperti yang biasa mereka lakukan sebelumnya. Para utusan ini masuk Islam dan menetap di Madinah hingga beberapa hari. Setelah itu mereka kembali lagi ke kaumnya.
7. Utusan dari Balli. Para utusan ini datang pada bulan Rabi’ul Awwal 9
H. Mereka masuk Islam dan menetap di Madinah selama tiga hari. Pemimpin mereka bertanya kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam apakah bertamu itu juga ada pahalanya? Beliau menjawab, “Benar, dan setiap kebajikan yang engkau kerjakan terhadap orang yang miskin maupun kaya mendapatkan sedekah.”
Dia bertanya lagi tentang lamanya bertamu. Beliau menjawab, “Tiga hari.” Dia bertanya tentang domba yang lepas. Beliau menjawab, “Dia milikmu atau milik saudaramu atau menjadi bagian serigala.”
Diajuga menanyakan tentang onta yang lepas. Beliau menjawab, “Ia bukan milikmu atau bagian serigala. Tetapi biarkan saja ia hingga pemiliknya dapat memegangnya lagi.”
Utusan dari Tsaqif. Mereka datang pada bulan Ramadhan 9 H, sepulang Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dari Tabuk. Adapun latar belakang keislaman mereka, karena pemimpin mereka, Urwah bin Mas’ud, Ats-Tsaqafi membuntuti Rasulullah sepulang dari Perang Tha’if pada bulan Dzul Hijjah 8 H. Sebelum tiba di Madinah, dia menemui beliau dan masuk Islam. Lalu dia kembali lagi di tengah kaumnya dan mengajak mereka masuk Islam. Dia merasa yakin bahwa mereka akan memenuhi ajakannya, karena sebelumnya dia memang seorang pemimpin yang disegani dan ditaati. Dialah di antara pemimpin yang paling dicintai kaumnya. Tetapi ketika dia mengajak mereka agar masuk Islam, justru mereka melancarkan serangan anak panah dari segala penjuru hingga dia meninggal dunia.
Sepeninggal Urwah, mereka merasa dicekam ketakutan. Setelah berjalan beberapa bulan, mereka bermusyawarah dan menyadari bahwa mereka tidak alcan sanggup menghadapi orang-orang Arab di sekitamya yang telah masuk Islam. Mereka sepakat untuk mengirim seorang utusan kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Mereka membujuk Abd Yalil dan menawarkan kepadanya untuk diangkat sebagai utusan. Namun dia menolaknya, dengan alasan karena khawatir dia akan menjadi sasaran balas dendam seperti yang mereka lakukan terhadap Urwah. Dia berkata, “Aku tidak akan sudi melakukannya kecuali jika kalian mengutasku bersama beberapa orang.” Maka mereka menunjuk dua orang dari sekutu mereka, tiga orang dari Bani Malik, sehingga jumlah mereka ada enam orang, karena ditambah Utsman bin Abul Ash Ats-Tsaqafi, orang yang paling muda di antara mereka.
Setiba di Madinah mereka mendirikan tenda bundar di dekat masjid, agar bisa mencuri dengar dan mengintip orang-orang Muslim mendirikan shalat. Mereka ingin merundingkan satu dua hal dengan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam saat beliau menyeru mereka agar masuk Islam. Karena itu pemimpin mereka mengajukan permintaan agar beliau menulis sebuah perjanjian antara beliau dan Bani Tsaqif, yang isinya:
1. Mereka diperkenankan melakukan zina.
2. Mereka diperkenankan minum khamr.
3. Mereka diperkenankan melakukan riba.
4. Mereka dibebaskan dari kewajiban shalat.
5. Berhala mereka, Lata, dibiarkan saja.
6. Mereka tidak disuruh merobohkan patung-patung mereka.
Tetapi tak satu pun permintaan mereka yang dipenuhi Rasullulllah shallallahu ‘alaihi wa sallam Mereka dibiarkan berembug sendiri dan tidak ada jalan lain kecuali tunduk kepada beliau. Karena itu mereka masuk Islam. Tetapi mereka mengajukan syarat agar beliau menunjuk orang lain untuk merobohkan Lata dan bukan tangan orang-orang Tsaqif sendiri. Beliau menerima syarat ini. Lalu beliau menulis surat yang ditujukan kepada kaum Tsaqif dan menunjuk Utsman bin Abul Ash Ats-Tsaqafi sebagai pemimpin mereka, karena dialah orang yang paling antusias memahami Islam, mempelajari agama dan Al-Qur’an.
Pasalnya, setiap hari para utusan Bani Tsaqif ini menemui Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pada pagi hari dan meninggalkan Utsman bin Abu Ash di tenda mereka. Jika mereka kembali karena hari sudah siang, maka giliran Utsman yang menemui beliau, meminta untuk dibacakan Al-Qur ‘an dan banyak bertanya tentang agama. Dia juga mendatangi Abu Bakar untuk tujuan yang sama. Utsman juga merupakan orang yang paling mendatangkan barakah bagi kaumnya pada masa-masa merebaknya kemurtadan. Saat Bani Tsaqif menyatakan murtad, maka dia berkata kepada mereka, “Wahai semua penduduk Tsaqif, kalian adalah orang-orang yang terakhir masuk Islam, maka janganlah kalian menjadi orang-orang yang pertama murtad.” Akhinwa mereka tidak jadi murtad dan tetap teguh memeluk Islam.
Para utusan ini kembali lagi ke kaumnya dan mereka menyembunyikan hakikat yang sebenarnya. Para utusan ini menakut-nakuti kaumnya dengan pertempuran dan peperangan. Wajah mereka tampak gelisah dan sendu. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam meminta mereka agar masuk Islam, meninggalkan zina, tidak minum khamr dan lain-lainya. Jika tidak, maka beliau akan menyerang mereka. Rupanya mereka masih dikuasai kebanggaan berdasarkan pemikiran jahiliyah. Dua atau tiga hari mereka bersiap-siap untuk berperang. Kemudian Allah menyusupkan ketakutan ke dalam hati mereka. Karena itu mereka berkata kepada para utusan itu, “Temuilah dia lagi dan berikan apa yang dimintanya.”
Barulah para utusan tersebut mengatakan apa yang sebenamya terjadi dan menunjukkan perjanjian yang telah mereka sepakati. Akhirnya semua masuk Islam.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengutus beberapa orang untuk merobohkan berhala Lata, yang dipimpin Khalid bin Al-Walid. Setibanya di sana, Al-Mughirah bin Syu’bah mengambil cangkul dan berkata kepada rekan-rekannya, “Demi Allah, aku benar-benar akan membuat kalian tertawa karena perbuatan orang-orang Tsaqif.” Kemudian dia merobohkan berhala Lata dengan dua buah cangkul hingga roboh.
Penduduk Tha’if yang menonton serasa bergetar hatinya. Mereka berkata, “Semoga Allah mengutuk Al-Mughirah. Dia tentu akan dicekik penjaga berhala.”
Al-Mughirah melompat ke arah mereka seraya berkata, “Semoga Allah memburukan rupa kalian. Berhala ini hanyalah tumpukan batu dan lumpur yang hina.” Kemudian dia menghancurkan pintu tempat penyimpanan barang, naik ke atas pagarnya, yang diikuti rekan-rekannya, lalu mereka merobohkan pagar pagar itu hingga semuanya rata dengan tanah. Bahkan mereka juga menggali semua bangunan yang ada hingga ke fondasinya dan mengeluarkan perhiasan kain-kain yang disimpan di tempat penyimpanannya. Orang-orang Bani Tsaqif diam terpaku. Kemudian Khalid bin Al-Walid dan rekan-rekannya kembali ke Madinah dan menyerahkan semua barang yang diambil dari berhala Lata dan menyerahkannya kepada Rasulullah shallallahu ‘alahi wa sallam Pada hari itu pula beliau membagi bagikannya sambil memuji Allah.
1.9. Surat dari raja-raja Yaman
Surat dari raja-raja Yaman. Sepulang Nabi shallallahu ‘alahi wa sallam dari Perang Tabuk, datang surat dari raja-raja Himyar. Raja-raja itu adalah Al-Harits bin Abdi Kulal, An¬Nu’man bin Qail Dzu Ru’ain, Hamdan dan Ma’afir. Adapun yang menjadi utusan mereka untuk menemui Rasulullah shallallahu ‘alahi wa sallam adalah Malilt bin Murrah Ar¬Rahawi. Mereka mengutus Malik kepada beliau shallallahu ‘alahi wa sallam untuk menyatakan keislaman mereka dan ketetapan meninggalkan syirik dan para pendukungnya. Beliau menulis surat balasan kepada mereka, berisi penjelasan tentang hak-hak yang diperoleh orang-orang Muslim dan kewajiban-kewajiban mereka.
Sedangkan orang-orang yang mengikat perjanjian dari kalangan non-Muslim mendapat perlindungan Allah dan Rasul-Nya, jika mereka bersedia membayar jizyah. Beliau juga mengutus beberapa orang dari sahabat ke sana, yang dipimpin Mu’ adz bin Jabal.
Utusan dari Hamdan. Para utusan ini datang pada tahun 9 H, sepulang Nabi shallallahu ‘alahi wa sallam dari Perang Tabuk. Beliau menulis sebuah perjanjian bagi mereka dan memberikan apa yang mereka minta. Beliau menunjuk Malik bin An-Namath sebagai pemimpin mereka, khususnya bagi kaumnya yang telah masuk Beliau mengutus Khalid bin Al-Walid kepada mereka secara keseluruhan, dengan tugas menyeru mereka kepada Islam. Enam bulan dia berada di sana untuk berdakwah, tetapi mereka tetap menolak ajakannya. Kemudian beliau mengutus Ali bin Abu Thalib untuk menggantikan Khalid bin Al-Walid. Dia datang ke Hamdan, membacakan surat Rasulullah shallallahu ‘alahi wa sallam menyeru mereka kepada Islam dan akhirnya mereka pan masuk Islam semuanya. Ali menulis surat kepada beliau, mengabarkan keislaman mereka. Setelah membacanya beliau melakukan sujud, lalu mengangkat kepala seraya bersabda, “Kesejahteraan atas Hamdan. Kesejahteraan atas Hamdan.”
Utusan Bani Fazarah. Para utusan ini datang pada tahun 9 H. sepulang Rasulullah shallallahu ‘alahi wa sallam dari Perang Tabuk. Jumlah mereka ada sepuluh orang lebih, antuk menyatakan Islam. Mereka juga membawa misi untuk mengadukan masalah kekeringan yang melanda wilayah mereka. Maka beliau naik ke atas mimbar, mengangkat kedua tangan dan memintakan hujan. Belian bersabda, “Ya Allah, turunkanlah hujan ke negeri-Mu dan hewan temak-Mu, sebarkanlah rahmatMu, hidupkanlah negeri-Mu yang mati. Ya Allah turunkanlah hujan yang lebat, bermanfaat, menyenangkan, susul menyusul, meluas, segera dan tidak ditunda tunda, bermanfaat dan tidak berbahaya. Ya Allah, turunkanlah hujan berupa rahmat, bukan hujan berupa siksaan, kehancuran, menenggelamkan, dan tidak memusnahkan. Ya Allah, turunkanlah hujan kepada kami dan tolonglah kami dalam mengalahkan musuh.”
Utusan dari Najran. Najran adalah sebuah wilayah yang cukup luas, sejauh 7 marhalah dari Makkah ke arah Yaman. Wilayah ini meliputi 73 dusun, yang memiliki 100.000 prajurit, bernaung di bawah bendera Nashrani.
Para utusan dari Najran ini datang pada tahun 9 H, berjumlah 60 orang. Dua puluh empat termasuk para bangsawan mereka dan tiga orang merupakan pemimpin penduduk Najran. Orang pertama di antara mereka berjuluk Al¬Aqib, yang memegang roda pemerintahan, namanya adalah Abdul Masih. Orang kedua berjuluk As-Sayid yang memegang urusan peradaban dan politik. Namanya adalah Al-Aiham atau Syurahbil. Orang ketiga beljuluk Al-Usquf, yang memegang urusan agama dan kepimpinan spiritual. Adapun namanya adalah Abu Haritsah bin Alqamah.
Saat para utusan itu tiba di Madinah dan bertemu Rasulullah shallallahu ‘alahi wa sallam terjadi tanya jawab antara beliau dan mereka. Kemudian beliau mengajak mereka untuk masuk Islam. Beliau juga membacakan Al-Qur’ an. Tetapi mereka menolak ajakan beliau ini. Mereka bertanya apa komentar beliau tentang Isa. Seharian beliau belum bisa memberikan jawaban, hingga turun ayat,
“Sesungguhnya misal (penciptaan) Isa di sisi Allah, adalah seperti (penciptaan) Adam. Allah menciptakan Adam dari tanah, kemudian Allah berfirman kepadanya, jadilah (seorang mtmusia)’, maka jadilah dia (apa yang telah Kami ceritakan itu). Itulah ytmg benar, yang datang dari Tuhanmu, karena itu janganlah kamu termasuk orang-orang yang ragu ragu. Siapa yang membantahmu tentang kisah Isa sesudah datang ilmu (yang meyakinkan kamu), maka katakanlah (kepadanya), Marilah kita memanggil anak-anak kami dan anak-anak kamu, istri-istri kami dan istri istri kamu, diri kami dan diri kamu; kemudian marilah kita bermubahalah kepada Allah dan kita minta supaya laknat Allah ditimpakan kepada orang-orang yang dusta.” (Ali Imran: 59-61)
Pada keesokan harinya beliau menyampaikan tanggapan tentang diri Isa, sesuai dengan kandungan ayat ini. Seharian ini beliau meninggalkan mereka, agar mereka bisa mengambil keputusan. Tetapi rupanya mereka tetap tidak mau menerima tanggapan beliau tentang diri Isa dan sekaligus mereka menolak masuk Islam. Maka kemudian beliau mengajak mereka bermubahalah. Kala mereka melihat kesungguhan dan persiapan beliau untuk bermubahalah, mereka pun bermusyawarah lagi.
“Demi Allah, kalian jangan melayaninya. Jika dia benar-benar seorang Nabi, maka Allah pasti akan mengutuk kita dan kita pun tidak akan beruntung sama sekali serta tidak ada yang menyisa sesudah itu bagi kita. Semua yang ada pada diri kita pasti akan binasa,” kata mereka kepada yang lain.
Akhirnya mereka sepakat untuk tunduk kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam Mereka menghadap beliau dan berkata, “Kami pasrah apa pun yang engkau minta dari kami.” Beliau menyatakan siap menerima jizyah dari mereka dan disepakati agar mereka menyerahkan 2000 hullah setiap tahunnya, 1000 pada bulan Rajab dan 1000 lagi pada bulan Shafar. Sebagai gantinya beliau memberikan perlindungan Allah dan Rasul-Nya kepada mereka, dan mereka diberi kebebasan secara mutlak untuk menjalankan agamanya. Untuk itu ditulis sebuah piagam perjanjian. Mereka meminta agar beliau mengirim seorang penjaga keamanan ke daerah mereka. Tugas ini diserahkan kepada Ubaidah Al-Jarrah.
Lambat laun Islam menyebar di tengah mereka. Bahkan para penulis sejarah menyebutkan bahwa As-Sayyid dan Al-Aqib masuk Islam sekembalinya ke Najran. Kemudian Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mengutus Ali bin Abu Thalib untuk mengurus sedekah dan jizyah mereka.”
1.13. Utusan dari Bani Hanifah
Utusan dari Bani Hanifah. Mereka datang pada tahun 9 H, sebanyak 17 orang, yang di antaranya ada Musailamah Al-Kadzdzab, ymg nama lengkapnya Musailamah bin Tsumamah bin Kabir bin Hubaib bin Al-Harits dari Bani Hanifah. Mereka singgah di rumah salah seorang Anshar, kemudian menemui Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam lalu menyatakan masuk Islam.
Ada beberapa riwayat yang berbeda tentang diri Musailamah Al-Kadzdzab. Namun dari beberapa riwayat ini pula dapat disimpulkan bahwa Musailamah adalah seorang yang selalu menampakkan kesombongan, kecongkakan, dan ambisi untuk mendapatkan kedudukan. Dia tidak datang menemui beliau bersama utusan yang lain. Sementara beliau ingin meluluhkan hatinya dengan perkataan dan perlakuan yang manis. Tetapi karena dia sudah dikuasai niat yang buruk, tentu saja semua itu tidak banyak artinya.
Sebelumnya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah bermimpi mendapatkan kekayaan duniawi yang melimpah. Tiba-tiba di tanganya ada dua buah gelang yang kebesaran, sehingga hal ini sangat mengganggunya. Lalu beliau dibisiki agar meniup gelang itu. Setelah dibisiki, gelang itu pun hilang entah kemana. Beliau menakwili bahwa dua gelang itu adalah dua orang pendusta yang akan muncul sepeninggal beliau.
Dengan sikapnya yang congkak, Musailamah Al-Kadzdzab pernah berkata, “Jika Muhammad mau memberiku kekuasaan sepeninggalnya, maka aku mau mengikutinya.”
Beliau menemui Musailamah yang berada bersama rekan-rekannya, lalu terjadi percakapan panjang lebar. Musailamah berkata, “Kalau memang engkau menghendaki, biarkan antara dirimu dan urusan ini, lalu serahltan kekuasaan ini sepeninggalmu.”
Beliau menjawab, “Jika engkau meminta kekuasaan seperti ini, maka aku tidak akan memberikannya kepadamu. Sekali-kali engkau tidak bisa mencampuri urusan Allah. Jika engkau berpaling, niscaya Allah akan membunuhmu. Demi Allah, aku melihat dirimu adalah orang yang kulihat dalam mimpiku. Dan ini adalah Tsabit yang akan mengikutimu dan meninggalkan aku.”
Benar apa yang disabdakan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam Setelah pulang ke Yamamah, Musailamah terus memikirkan kedudukan dirinya, sampai akhirnya dia membuat pemyataan untuk bersekutu dengan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Dia menyatakan dirinya sebagai Nabi, membuat beberapa keputusan tersendiri, menghalalkan khamr dan zina bagi kaumnya, tapi dia juga tetap mengakui Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam sebagai nabi. Kaumnya terpedaya dan mereka pun mengikutinyadan bergabung bersamanya, sehingga kedudukan dirinya semakin bertambah popular. Dia mendapatkan julukan Rahman Yamamah, karena kemapanan kedudukan dirinya di tengah mereka. Dia juga menulis sebuah surat yang ditujukan kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, yang berisi, “4ku bersekutu denganmu dalam agama ini. Kami mendapat separoh bagian, dan separohnya lagi bagi Quraisy.”
Beliau mengirimkan balasan, yang di dalamnya tertulis ayat
“Sesungguhnya bumi (ini) kepunyaan Allah, dipusakakan-Nya kepada siapa yang dihendalj-Nya dari hamba-hamba-Nya. Dan, kesudahanyang baik adalah bagi orang-orang yang bertakwa.” (Al-A’raf: 128)
Dari Ibnu Mas’ud, dia berkata, “Ibnun Nawwahah dan Ibnul Atsal
mendatangi Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam sebagai utusan Musailamah. Beliau bertanya kepada mereka berdua, “Apakah kalian bersaksi bahwa aku adalah Rasul Allah?” Keduanya menjawab, “Kami bersaksi bahwa Musailamah adalah Rasul Allah.”
Beliau menjawab, “Aku percaya kepada Allah dan Rasul-Nya. Andaikata aku boleh membunuh seorang utusan, niscaya kalian berdua akan kubunuh.”
Pengakuan Musailamah sebagai nabi ini terjadi pada tahun 10 H. Dia akhirnya dibunuh pada masa Abu Bakar pada bulan Rabi’ul Awwal 12 H di tangan Wasyi, pembunuh Hamzah. Sedangkan orang kedua yang membual sebagai nabi adalah Al-Aswad Al-Ansi di Yaman. Dia dapat dibunuh sehari semalam sebelum Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam meninggal dunia. Ada wahyu turun kepada beliau mengabarkan hal ini, lalu beliau mengabarkannya kepada para sahabat. Baru setelah itu ada kabar dari Yaman yang diterima Abu Bakar.
1.14. Utusan dari Bani Amir bin Sha’sha’ah
Utusan dari Bani Amir bin Sha’sha’ah. Di antara para utusan ini terdapat Amir bin Ath-Thufail musuh Allah, Arbad bin Qais, Khalid bin Ja’far, dan Jabbar bin Aslam. Mereka adalah para pemimpin kaumnya. Amir adalah orang yang pemah mengkhianati para sahabat di Bir Ma’unah. Sebelum para utusan ini tiba di Madinah, Amir dan Arbad berembug untuk bersekongkol membunuh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam Ketika mereka sudah menghadap beliau, Amir berbicara di hadapan beliau, sedangkan Arbad mondar mandir di belakang beliau, siap menghunus pedangnya. Tetapi Allah menahan tangamwa sehingga dia tidak mampu melakukannya dan beliau selamat dari persekongkolan mereka. Lalu beliau mendoakan kecelakaan bagi mereka berdua.
Dalam perjalanan pulang, Allah mengirim petir yang menyambar Arbad dan ontanya sehingga dia mati dalam keadaan hangus tersambar petir. Sedangkan Amir terkena sakit di tenggorokamwa saat singgah di rumah seorang wanita dari Bani Salul. Sebelum meninggal di sana, dia berkata, “Apakah aku terkena penyakit tenggorokan seperti yang biasa menjangkiti anak onta di rnmah sorang wanita dari bani fulan? Bawa ke sini kudaku.” Lalu dia naik ke punggung kuda dan akhimya dia mati saat berada di atas punggung kudanya.
Utusan dari Tujib. Para utusan ini datang sambil membawa sedekah kaumnya dari kelebihan kebutuhan mereka. Para utusan ini berjumlah 13 orang. Mereka banyak bertanya tentang Al-Qur’ an dan Sunnah untuk dipelajari. Mereka tidak lama berada di Madinah. Ketika beliau memberikan bekal perjalanan kepada mereka, maka mereka mengirim seorang pemuda yang sebelumnya mereka tinggal di dalam kemah. Maka pemuda tersebut menghadap Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam seraya berkata, “Demi Allah, tidak ada yang membuatku sibuk tentang urusan negeriku, melainkan hendaklah engkau berdoa kepada Allah agar mengampuni dan merahmatiku serta menj adikan kekayaanku ada di dalam hatiku.”
Maka beliau berdoa seperti itu, sehingga pemuda tersebut menjadi orang yang paling merasa puas menerima keadaan. Dia tetap teguh di dalam Islam ketika banyak orang keluar dari Islam. Bahkan dia aktif memperingatkan kaumnya, menasehati dan memerintahkan agar mereka teguh hati. Para utusan ini bertemu lagi dengan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pada saat haji wada’ pada tahun 10 H.
Utusan dari Thayyi’. Di antara para utusan ini terdapat Zaid Al-Khail. Setelah berbicara panjang lebar dengan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam maka mereka pun masuk Islam dan keislaman mereka benar-benar menjadi baik. Beliau bersabda tentang Zaid, “Tak seorang pan dari bangsa Arab yang namanya disebutkan kepadaku, yang menurut ceritanya dia adalah orang kaya, namun setelah tiba di hadapanku, aku tidak melihat kenyataan dirinya seperti yang diceritakan itu, selain dari Zaid Al-Khail. Dia tidak membawa apa pun yang dimilikinya.” Lalu beliau menamakan dirinya dengan julukan “Al-Khair.”
Jadi begitulah para utusan datang secara bergiliran selama dua tahun, 9 dan 10 H. Para penulis sejarah dan peperangan menyebutkan beberapa utusan dari penduduk Yaman, Al-Azd, Bani Sa’d Hudzaim dari Qadha’ah, Bani Anir bin Qais, Bani Asad, Bahra’, Khaulan, Muharib, Bani Al-Harits bin Ka’b, Ghamid, Bmi Al-Muntafiq, Salaman, Bani Abs, Mmainah, Murad, Zubaid, Kindah, Dzi Marrah, Ghassan, Bani Ish, dan Naltha’ yang merupakan unsur terakhir, yang datang pada pertengahan bulan Muharram 11 H sejumlah 200 orang. Yang paling banyak dari berbagai utusan ini datang pada tahun 9 H.
Kedatangan para utusan secara terus-menerus dan bergiliran ini menunjukkan seberapa jauh dakwah Islam yang sudah bisa diterima secara menyeluruh, kekuasaan dan pamornya di selumh pelosok Jazirah Arab. Semua bangsa Arab melihat ke Madinah dengan pandangan hormat, sehingga tidak terlihat satu penghalang pun untuk tunduk ke kuasaan Madinah ini. Madinah sudah berubah menjadi ibu kota Jazirah Arab. Hal ini tidak bisa dipungkiri. Hanya saja kita tidak bisa mengatakan bahwa Islam telah tertanam Iman di dalam sanubari mereka. Sebab tidak sedikit para penduduk di daerah pelosok dan pedalaman yang masuk Islam hanya karena mengekor para pemimpinnya. Padahal hati mereka belum bersih dari niat untuk mengadakan persengkokolan dan ajaran Islam pun belum merasuk ke dalam sanubari mereka. Al-Qur’an telah menggambarkan sebagian di antara mereka di dalam surat At-Taubah,
“Orang-orang Arab Badui itu, lebih sangat kekafiran dan kemunafikannya, dan lebih wajar tidak mengetahui hukum-hulann yang diturunkan Allah kepada Rasul-Nya. Dan, Allah Maha Mengetahui lagi Mahabijaksana. Di antara orang-orang Arab Badui itu ada orang yang memandang apa yang dinafkahkannya (di jalan Allah), sebagi suatu kerugian, dan Dia menanti-nanti mara bahaya menimpamu, merekalah yang akan ditimpa mara bahaya. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.” (At-Taubah: 97-98)
Namun an juga memuji sebagian yang lain,
“Di antara orang-orang Arab Badui itu ada orang yang beriman kepada Allah dan hari kemudian, dan memandang apa yang dinafkahkannya (di jalan Allah) itu, sebagai jalan untuk mendekatkannya kepada Allah dan sebagai jalan untuk memperoleh doa Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam. Ketahuilah, sesungguhnya nafkah itu adalah suatu jalan bagi mereka untuk mendekatkan diri (kepada Allah). Kelak Allah akan memasukan mereka kedalam rahmat (surga) Nya; Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (At-Taubah: 99)
Sedangkan orang-orang yang relatif sudah beradab, seperti yang berada di Makkah, Madinah, Tsaqif, mayoritas penduduk Yaman dan Bahrain, maka keislaman mereka benar-benar kuat dan mereka menjadi pemuka sahabat dan orang-orang Muslim.
Sumber : Kitab Sirah Nabawiyah – Syaikh Shafiyyur-Rahman Al-Mubarakfury