• Beribadalah kamu sampai datang "Haqqul Yakin" (kematian)
Kamis, 21 November 2024

Masa Ali bin Thalib رضي الله عنه dan Mu’awiyah bin Abu Suyan رضي الله عنه saling berebut Pengaruh

Bagikan

1. Sikap Ali bin Thalib رضي الله عنه terhadap rakyat Iraq

Rakyat Iraq mulai menunjukkan penentangannya terhadap Ali, mereka menentang perintah dan larangannya serta memberontak kekuasaan beliau, memprotes ketetapan hukum beliau, menolak ucapan-ucapan beliau dan mengkritik kebijakan-kebijakan beliau. Karena kejahilan mereka dan kedangkalan akal mereka serta karena sikap mereka yang kasar dan keras ditambah lagi banyak dari mereka yang fasik.

Kemudian Ali mengirim surat kepada Abdullah bin Abbas ia adalah wakil beliau untuk kota Bashrah- mengadukan kepadanya perihal kondisi rakyat Iraq yang mulai menyelisihi kebijaksanaan beliau. Dalam surat itu beliau berkata, “Sesungguhnya aku mengajak mereka untuk menolong saudara mereka, di antara mereka ada yang menyambutnya dengan perasaan tidak suka dan di antara mereka ada yang membuat-buat alasan secara dusta. Aku memohon kepada Allah SWT. agar memberi bagiku jalan keluar dari keburukan mereka. Dan melepaskan diriku dari mereka secepatnya. Kalau bukan karena syahadah (mati syahid) yang kukejar niscaya aku tidak mau tinggal bersama mereka meski satu hari. Semoga Allah SWT. meneguhkan kita semua di atas ketakwaan dan hidayahNya. Sesungguhnya Dia Mahakuasa atas segala sesuatu. Wassalam.”

Kemudian Abdullah bin Abbas menulis surat jawaban kepada Ali, beliau menghiburnya dari perbuatan rakyat Iraq terhadapnya, menyampaikan tak-ziah atas kematian Muhammad bin Abi Bakar, mengajaknya supaya berlaku lembut terhadap rakyat Iraq serta sabar dalam menghadapi keburukan mereka. Sesungguhnya pahala Allah SWT. lebih baik dan lebih kekal. Abdullah bin Abbas berkata kepadanya, “Sesungguhnya kadang kala orang-orang merasa berat kemudian setelah itu mereka bergairah kembali. Berlaku lembutlah terhadap mereka wahai Amirul Mukminin!” Kemudian Abdullah bin Abbas berangkat dari Bashrah untuk menemui Ali di Kufah. Beliau menunjuk Ziyad sebagai amir sementara di Bashrah.

2. Usaha Mu’awiyah رضي الله عنه merebut Bashrah

Pada tahun ini (38 H), Mu’awiyah bin Abi Sufyan mengirim Abdullah bin Amru al-Hadhrami kepada penduduk Bashrah untuk mencari dukungan mereka. Sesampainya di Bashrah ia singgah di perkampungan Bani Tamim. Orang-orang Bani Tamim memberi perlindungan kepadanya. Ziyad datang menemuinya. Kemudian Ali bin Abi Thalib ra. mengutus A’yana bin Dhubai’ah bersama beberapa orang pasukan. Mereka menyerbu kampung Bani Tamim, pertempuranpun tidak terelakkan lagi. Dalam pertempuran itu gugurlah A’yana bin Dhubai’ah, amir peleton yang dikirim oleh Ali. Wakil Ibnu Abbas di kota Bashrah menulis surat kepada Ali, mengabarkan kepadanya pembelotan yang terjadi di Bashrah setelah Abdullah bin Abbas keluar dari sana. Kemudian Ali mengirim Jariyah bin Qudamah at-Tamimi bersama lima puluh personil ke kampungnya, yakni perkampungan Bani Tamim. Beliau menyertakan bersamanya sebuah surat kepada Bani Tamim. Setelah itu banyak dari mereka yang meninggalkan Ibnu al-Hadhrami. Jariyah mengejar Ibnu al-Hadhrami dan mengepungnya dalam sebuah rumah bersama sekitar empat puluh orang pengikutnya, ada yang mengatakan tujuh puluh orang, lalu Jariyah membakar rumah tersebut setelah menyampaikan alasan dan memberi peringatan kepada mereka namun mereka tidak mau menerimanya dan tidak mencabut perintah yang mereka bawa dari Mu’awiyah.

3. Usaha melepaskan Hijaz dan Yaman

Ibnu Jarir [1109] berkata, Di antara peristiwa besar yang terjadi pada tahun 40 H adalah Mu’awiyah mengerahkan pasukan berjumlah tiga ribu orang yang dikepalai oleh Busr bin Abi Artha’ah menuju Hijaz. Pasukan ini bergerak memasuki Madinah kemudian Makkah. Kemudian terus bergerak hingga sampai ke negeri Yaman. Saat itu wilayah Yaman dipimpin oleh Ubaidullah bin Abbas. Ubaidullah melarikan diri ke Kufah menemui Ali. Ia menunjuk Abdullah bin Abdil Mannan al-Haritsi sebagai penggantinya. Ketika Busr masuk ke Yaman, ia membunuh Abdullah bin Abdil Mannan dan membunuh puteranya. Kemudian Busr menemukan harta benda milik Ubaidullah bin Abbas bersama dua orang puteranya yang masih kecil. Busr membunuh keduanya. Kedua anak itu bernama Abdurrahman dan Qutsam. Konon menurut cerita-nya, Busr menyembelih keduanya di hadapan ibunya sehingga membuatnya gila.

Menurut sumber lain, Busr membunuh banyak sekali para pengikut Ali dalam ekspedisinya ini. Cerita-cerita ini sangat masyhur di kalangan ahli sejarah, namun menurutku kebenarannya masih harus dipertanyakan lagi. [1110] Ketika sampai ke telinga Ali perihal Busr dan pasukannya, beliau mengirim Jariyah bin Qudamah bersama dua ribu pasukan dan Wahab bin Mas’ud bersama dua ribu pasukan pula. Jariyah dan pasukan bergerak hingga sampai di Najran. Ia membakar kota ini dan membunuh para pengikut Utsman. Sementara Busr dan rekan-rekannya melarikan diri. Jariyah terus mengejar mereka hingga sampai di Makkah. Jariyah berkata kepada penduduk Makkah, “Berbai’atlah!” Mereka bertanya, “Kepada siapakah kami berbai’at? Bukankah Amirul Mukminin sudah wafat?” Jariyah berkata, “Berbai’atlah kepada orang yang dibaiat oleh rekan-rekan Ali bin Abi Thalib ra.!”

Mereka keberatan, namun akhirnya mereka berbai’at juga karena takut. Kemudian Jariyah terus bergerak ke Madinah. la berkata kepada penduduk Madinah, “Berbai’atlah kepada al-Hasan bin Ali bin Abi Thalib ra.” Mereka pun berbaiat. Jariyah dan pasukan singgah di Madinah selama beberapa hari. Kemudian bergerak kembali ke Kufah.

4. Perundingan antara Ali رضي الله عنه dan Mu’awiyah رضي الله عنه

Ibnu Jarir [1111] berkata, Pada tahun 40 H, terjadilah perundingan antara Ali dan Mu’awiyah setelah melewati dialog dan surat menyurat yang sangat panjang untuk disebutkan. Perundingan itu menghasilkan kesepakatan: Menghentikan peperangan di antara kedua belah pihak. Kekuasaan di Iraq berada di tangan Ali dan kekuasaan di Syam berada di tangan Mu’awiyah. Kedua belah pihak tidak boleh memasuki daerah yang bukan kekuasaannya, tidak boleh mengirim pasukan dan tidak boleh melakukan peperangan dan penyerangan ke daerah yang bukan kekuasaannya.

5. Kepemimpinan (Amir) Haji dan Negeri-negeri

Abdullah bin Abbas memimpin pelaksanaan ibadah haji pada tahun 36 H atas perintah Ali bin Abi Thalib ra. [1112] Ibnu Jarir [1113] berkata, “Pada tahun 37 H Ubaidullah bin Abbas memimpin pelaksanaan ibadah haji, wakil Ali untuk wilayah Yaman dan sekitarnya. Amir kota Makkah saat itu adalah Qutsam bin Abbas, sedang amirkota Madinah adalah Tammam bin Abbas, ada yang mengatakan Sahal bin Hu-naif. Amir kota Bashrah adalah Abdullah bin Abbas dan qadhinya adalah Abul Aswad ad-Du’ali. Amir Mesir adalah Muhammad bin Abi Bakar ash-Shiddiq. Amirul Mukminin Ali bin Abi Thalib ra. bermukim di Kufah sementara Mu’awiyah bin Abi Sufyan berada di Syam, melepaskan diri dari beliau. Ibnu Jarir dan ulama lainnya [1114] mengatakan, “Pada tahun 38 H Qutsam bin Abbas, wakil Ali untuk kota Makkah, memimpin pelaksanaan ibadah haji. Saudaranya, yakni Ubaidullah bin Abbas adalah wakil Ali untuk wilayah Yaman. Sementara saudara mereka berdua, yakni Abdullah bin Abbas adalah wakil Ali untuk kota Bashrah. Dan saudara mereka, yakni Tammam bin Abbas adalah wakil Ali untuk kota Madinah. Sementara wakil Ali untuk wilayah Khurasan adalah Khalid bin Qurrah al-Yarbu’i, ada yang mengatakan Ibnu Abza. Sementara negeri Mesir dikuasai oleh Mu’awiyah, ia menunjuk Amru bin al-‘Ash sebagai amir di sana, wallahu a’lam.”

Al-Waqidi [1115] berkata bahwa pada tahun 39 H, Ali bin Abi Thalib ra. Mengutus Ubaidullah bin Abbas sebagai amir haji. Di lain pihak Mu’awiyah mengutus Yazid bin Syajarah ar-Rahawi untuk memimpin pelaksanaan haji. Ketika keduanya berkumpul di Makkah terjadilah pertengkaran. Kedua-duanya masingmasing tidak mau mengalah. Kemudian keduanya berdamai dengan mengangkat Syaibah bin Utsman bin Abi Thalhah al-Hajabi sebagai amir haji dan memimpin kaum muslimin melaksanakan ibadah haji dan mengimami mereka shalat pada tahun itu.

Abul Hasan al-Madaini [1116] mengatakan, Abdullah bin Abbas tidak menghadiri pelaksanaan ibadah haji pada masa kekhalifahan Ali hingga beliau terbunuh. Adapun amir haji yang bertengkar dengan Yazid bin Syajarah adalah Qutsam bin Abbas, lalu keduanya berdamai dengan mengangkat Syaibah bin Utsman sebagai amir haji. Ibnu Jarir [1117] berkata, “Sebagaimana yang dikatakan oleh Abul Hasan al-Madaini seperti itu pula yang diutarakan oleh Abu Misy’ar.”

Referensi :
[1100] Tarikh ath-Thabari 1V/546).

[1101] Lalu beliau menyebutkan isi surat Ali, di dalamnya terdapat kata-kata mungkar dan tidak shahih dari Ali. Riwayat tersebut dikeluarkan oleh ath-Thabari dalam Tar/khnya, 4/548, dalam sanadnya terdapat Hisyam bin Muhammad al-Kalbi, ia adalah seorang penganut paham Rafidhah matruk dan tidak tsiqah. Di dalam sanadnya juga terdapat Abu Mikhnaf Luth bin Yahya. Ia sama seperti di atas seorang sejarawan syi’ah tidak tsiqah {Mizanul I’tidal, 4/304 dan 3/419).

[1102] Khiribta adalah nama sebuah tempat di Mesir dekat al-Iskandariyah (silahkan lihat Mu’jamulBuldan, 2I4 )

[1103] Tarikh ath-Thabari, 4/549, dari jalur Hisyam al-Kalbi dari Abu Mikhnaf.

[1104] Tarikh ath-Thabari, 4/553, zhahirnya kisah ini adalah palsu.

[1105] Al-Bithan adalah tali kekang yang diletakkan di perut bagian bawah unta, di situ terdapat dua rantai, Jika kedua rantai itu disatukan maka akan menjadi ketatlah ikatan. Ini merupakan satu peribahasa bagi orang yang menjauhkan diri dari kebuwkan. Silahkan ithat Mu’jamul Amtsai, 3/102.

[1106] Tarikh ath-Thabari, 5/101.

[1107] Ibnu Jarir memuat cerita yang hampir sama dengan di atas dalam Tarikfmya, 5/105.

[1108] Tarikh ath-Thabari, 5/106.

[1109] Tarikh ath-Thabari, 5/140.

[1110] Al-Bidayah wan Nihayah, 10/683.

[1111] Tarikh ath-Thabari, 5/140.

[1112] Tarikh ath-Thabari, 4/576 dan al-Bidayah wan Nihayah, 10/503.

[1113] Tarikh ath-Thabari, 5/92.

[1114] Tarikh ath-Thabari, 5/132.

[1115] Tarikh ath-Thabari, 5/136.

Sumber : https://hbis.wordpress.com/2010/03/17/masa-ali-dan-muawiyah-saling-berebut-pengaruh/

Luas Tanah+/- 740 M2
Luas Bangunan+/- 500 M2
Status LokasiWakaf dari almarhum H.Abdul Manan
Tahun Berdiri1398H/1978M