Muhammad bin al Hasan al Syabani
Beliau adalah Muhammad bin Hasan bin Farqad, dilahirkan di daerah Wasith, tahun 132 H, dan besar di Kufah.
Perjalanan Menuntut Ilmu
Beliau banyak mencari hadis. Di antara guru beliau adalah Mis’ar, Ats-Tsauri, Abu Hanifah, dan Abu Yusuf–setelah Abu Hanifah meninggal–,Imam Malik, dan Al-Auza’i.
Kedudukan Muhammad bin Hasan
Beliau dikenal sebagai orang yang unggul dalam bahasa Arab, ilmu nahwu, dan ilmu hitung. Imam Asy-Syafi’i mengatakan, “Saya tidak pernah melihat orang yang bahasanya paling fasih (bagus) melebihi Muhammad bin Hasan.” Beliau juga dikenal sebagai manusia yang paling paham dengan hukum halal-haram, sampai dianggap sebagai puncak tokoh fikih di Irak setelah meninggalnya Abu Yusuf. Di antara murid beliau dalam fikih adalah Imam Asy-Syafi’i, Abu Ubaid Al-Qasim bin Sallam, Yahya bin Main, dan ulama lainnya.
Aktivitas Imam Muhammad bin Hasan
Beliau pernah mengajar di Masjid Kufah ketika berusia 20 tahun. Kemudian beliau pindah ke Baghdad dan menjabat sebagai hakim. Beliau memiliki andil yang besar dalam melestarikan Mazhab Hanafi, karena banyak di antara karya tulisnya dan riwayat-riwayatnya dari Abu Hanifah yang dijadikan rujukan para ulama Mazhab Hanafi generasi setelahnya. Beliau memiliki beberapa karya tulis, di antaranya: Al-Ashlu, Al-Jami’ Al-Kabir, Al-Jami’ Ash-Shaghir, dan Az-Ziyadat.
Wafatnya Imam Muhammad bin Hasan
Beliau meninggal di daerah Rai pada tahun 189 H. Semoga Allah merahmati beliau. (Tarikh Tasyri’ Al-Islami, Master Text Book of Mediu, hlm. 150)
Artikel www.Yufidia.com
Sumber : https://yufidia.com/muhammad-bin-hasan/
Muhammad bin Hasan asy-Syaibani (wasit, 131 H/748 M.-189 H/804), ahli fikih dan tokoh ketiga madzhab Hanafi yang berperan besar dalam mengembagkan dan menulis pandangan Imam Abu Hanifah. Nama lengkapnya adalah Abu Abdillah Muhammad bin al-Hasan bin Farqad asy-Saybani). Lahir di Wasit, Damaskus (Syuriah) dan besar di Kufah dan menimbah ilmu di Baghdad.
Pendidikannya berawal di rumah dibawah bimbingan langsung dari ayahnya, seorang ahli fikih di zamannya. Pada usia belia, asy-Syaibani telah menghafal al-Qur’an. Pada usia 19 tahun, ia belajar kepada Imam Abu Hanifah. Kemudian ia belajar kepada Imam Abu Yusuf, murid Imam Abu Hanifah. Dari kedua Imam inilah asy-Syaibani memahami fikih madzhab Hanafi dan tumbuh menjadi pendukung utama madhab tersebut. asy-Syaibani sendiri dikemudian hari banyak menulis pelajaran yang pernah diberikan Imam Abu Hanifah kepadanya.
Ia belajar hadits dan ilmu hadits kepada Sufyan as-Tsauri dan Abdurrrahman al-Auza’i. Di samping itu, ketika berusia 30 tahun, ia mengunjungi Madinah dan berguru kepada Imam Malik yang mempunyai latar belakang sebagai ulama ahlul hadits. Berguru kepada ulama di atas memberikan nuansa baru dalam pemikiran fikihnya. Asy-Syaibani menjadi tahu lebih banyak tentang hadits yang selama ini luput dari pengamatan Imam Abu Hanifah.
Dari keluasan pendidikannya ini, asy-Syaibani dapat membuat kombinasi antara aliran Ahlu al-Ra’yi di Irak dan ahlulhadits di Madinah. Ia tidak sepenuhnya sependapat dengan Imam Abu Hanifah yang lebih mengutamakan metodologi nalar (ra’yu). Ia juga mempertimbangkan serta mengutip hadits-hadits yang tidak dipakai Imam Abu Hanifah dalam memperkuat pendapatnya. Di Baghdad, al-Syaibani, yang berprofesi sebagai guru, banyak berjasa dalam mengembangkan fikih madzhab Hanafi. Imam al-Syafi’i sendiri sering ikut dalam majlis pengajian al-Syaibani. Hal ini ditopang pula oleh polisi pemerintah Dinasti Abbasiyah yang menjadikan Madzhab Hanafi sebagai madzhab resmi negara. Tidak mengherankan kalau Imam Abu Yusuf, yang diangkat oleh Khalifah Harun al-Rasyid untuk menjadi hakim agung (qadhi al-qudhat), mengangkat al-Syaibani sebagai hakim di al-Riqqah (Irak).
Sumbangan Karya;
Imam Abu Hanifah tidak meninggalkan karya tulis yang mengungkapkan pokok-pokok pikirannya dalam ilmu fikih. Akan tetapi pendapatnya masih bisa dilacak secara utuh, sebab muridnya berupaya untuk menyebarluaskan prinsipnya, baik secara lisan maupun tulisan. Berbagai pendapat Abu Hanifah telah dibukukan oleh muridnya, antara lain Muhammad bin Hasan asy-Syaibani. Beberapa karya beliu dalam intern madzhab Hanafi biasa dikelompokkan dalam rumpun kitab ”Dzahir Ar-Riwayah dan an-Nawadir . Karya beliau yang dikelompokkan dalam jajaran kitab dzahir al-riwayah adalah :
1. al-Mabsut, dalam kitab ini dimuat berbagai pendapat Imam Hanafi dalam masalah fiqih, baik yang disetujui oleh Imam As-Syaibani dan Imam Abu Yusuf, maupun yang mereka bantah.
2. al-Jami’ al-Kabir, menguraikan berbagai masalah fikih.
3. al-Ziyadat. Di susun Imam asy-Syaibani setelah al-Jami’ al-Kabir, membahas tentang persoalan-persoalan yang tidak tercakup dalam al-Jami’ al-Kabir.
4. al-Jami’ al-Shaghir, memuat empat puluh masalah fiqih ,tetapi belum sistematis. Buku ini kemudian disusun sesuai dengan bab-bab fiqh oleh Imam Abu Tahir Ad-Dibas, ulama Mazhab Hanafi abad ke-4 H.
5. al-Siyar al-Kabir, membahas permasalahan jihad dan hubungan antara muslim dan nonmuslim secara luas.
6. al-Siyar as-Shaghir, membahas masalah yang sama dengan jilid yang sebelumnya.
Berkat dua karyanya ini (As-Siyar al-Shaghir dan as-Siyar al-Kabir), asy-Syaibani dikenal sebagai tokoh peletak dasar hukum internasional dalam Islam. asy-Syaibani adalah orang pertama yang menulis masalah hukum internasional dalam sebuah studi sistematis.
Keenam bagian ini ditemukan secara utuh dalam kitab al-Kafi yang disusun oleh Abi al-Fadl Muhammad bin Muhammad bin Ahmad al-Maruzi (w. 344 H.). (w.334 H/945). Dalam al-Kafi, persoalan-persoalan yang berulang dalam enam bagian Zahir ar-Riwayah dihapuskan. Kemudian pada abad ke-5 H. muncul Imam as-Sarakhsi (w. 483 H/1090 M) yang mensyarah al-Kafi tersebut dan diberi judul al-Mabsuth.
Buku ini disusun secara sistematis dengan bahasa yang mudah dan lugas, dibarengi dengan berbagai alasan. Disamping itu, dalam pembahasannya di setiap bab dikemukakan juga pendapat madzhab lain dengan alasan-alasannya, kemudian di kemukakan keunggulan pendapat Madzhab Hanafi. Al-Mabsut inilah yang dianggap sebagai kitab induk dalam Mazhab Hanafi.
Sedangkan beberapa kitab beliau yang termasuk dalam keluarga kitab An-Nawadir adalah al-Haruniyyah, al-Kasaniyyah, al-Jurjaniyyah, dan ar-Raqiyyah (kompilasi keputusan terhadap berbagai masalah yang dihadapinya ketika menjadi hakim di ar-Riqah).
Karya lain beliau adalah :
1. al-Makharij fi al-Khiyal (tentang khiyal dan jalan keluarnya);
2. ar-Radd ‘ala Ahl al-Madinah (penolakan terhadap pandangan orang-orang Madinah). Versi kitab Al-‘Ibar Fi Khabari Man Ghabar, nama kitab ini adalah Al-Hujjah ’Ala Ahl al-Madinah;
3. al-Atsar. Kitab ini melahirkan polemik tentang hak-hak non muslim di negara Islam dan ditanggapi oleh Imam Syafi’i. dalam kitabnya, al-Umm, Imam Syafi’I menulis bantahan dan kritik secara khusus terhadap asy-Syaibani dengan judul ar-Radd ‘ala Muhammad bin Hasan (bantahan terhadap pendapat Muhamad bin Hasan asy-Syaibani;
4. al-Amali;
Dalam Ensiklopedi Hukum Islam, keempat kitab ini dimasukkan dalam rumpun kitab al- Nawadir.
1. al-Ashl;
2. al-Muwattha’; dan
3. al-Fatawa.
Komentar;
Menurut Imam Syafi’i, beliau adalah orang yang sangat fashih. Kerananya, wajar beliau pernah berkata “Andai diri diperkenankan berbicara bahwa sebenarnya al-Qur’an diturunkan dengan lughat Muhammad bin al-Hasan, niscaya akan kukatakan.
Al-Khatib al-Baghday mengatakan bahwa beliau adalah Imamnya ahlu ra’y. ;
Abu ‘Ubaid berpandangan bahwa beliau adalah orang yang lebih tahu tentang makna al-Qur’an.
Harun al-Rasyid berkomentar ketika beliau wafat, ”kita telah mengubur fiqh dan nahwu”.
Sumber ;
1. Keterangan lebih luas dapat dilihat pada ”Tabaqat al-Hanafiyyah” karya Abu al-’Adl Zainuddin Qasim.
2. Ensiklopedi Hukum Islam
3. Musthalahat al-Madzahib al-Fiqhiyyah
4. Al-‘Ibar Fi Khabari Man Ghabar
Referensi: https://kenaliulama.blogspot.com/2011/11/muhammad-bin-hasan-al-syaibani-132-189.html
