Penaklukan Irak dan Wilayah Timur Periode Kedua
Penaklukan daerah Irak pada masa Abu Bakar ash-Shiddiq di bawah komando Khalid bin al-Walid pada fase awal dari penaklukan-penaklukan Islam terhadap daerah Timur adalah langkah awal dari penaklukan-penaklukan berikutnya yang terjadi pada masa Khulafa’ur Rasyidin, dan pada masa Umar رضي الله عنه langkah-langkah penaklukan ini disempurnakan dengan beberapa tahap, inilah salah satunya :
1. Pengangkatan Abu Ubaid Ats-Tsaqfi sebagai panglima perang di Irak
Setelah Abu Bakar ash-Shiddiq Wafat dan dikuburkan pada malam selasa tepatnya tanggal 22 bulan Jumadil Akhir tahun 13 H, Umar ra. segera naik menjadi penggantinya. Kebijakan pertamanya adalah memberikan motivasi langsung kepada kaum muslimin untuk memerangi Irak dengan besarnya ganjaran pahala yang akan mereka dapatkan atas penaklukan ini. Namun tidak satupun yang berdiri memenuhi ajakannya. Mereka tidak ingin memerangi bangsa Persia disebabkan kekuatan mereka yang begitu dahsyatnya dan betapa sulitnya untuk dapat menaklukkan mereka.
Pada hari kedua dan ketiga Umar ra. kembali memotivasi kaum muslimin untuk berperang menaklukkan Persia, namun tidak satupun dari mereka bersemangat menyambut seruannya, maka Mutsanna bin Haritsah turut berbicara dengan baik, sambil memberitakan kepada mereka bagaimana Allah telah menaklukkan sebagian besar wilayah Irak di bawah komando Khalid, dan betapa banyaknya harta, perbendaharaan, serta kekayaan yang mereka miliki, tetapi tidak seorangpun yang menyambut seruan ini menjelang hari ketiga.
Pada hari ke empat orang yang pertama kali menjawab seruan Jihad ini adalah Abu Ubaid bin Mas’ud Ats-Tsaqafi, setelah itu maka mulailah satu persatu mendaftarkan dirinya sebagai pasukan sukarelawan. Sebagian dari warga Madinah ada yang diwajibkan Umar ra. untuk ikut terjun dalam penaklukan ini, dan Umar ra. mengangkat Abu Ubaid sebagai pimpinan mereka padahal dia tidak tergolong sahabat Nabi, ada yang bertanya tentang kebijakan Umar ra. ini, “Kenapa tidak anda tunjuk sebagai pimpinan seorang dari Sahabat Nabi?” Maka Umar ra. menjawab, “Sesungguhnya aku akan memilih sebagai pemimpin pasukan orang yang pertama kali menjawab seruan jihadku, sesungguhnya kalian akan dinilai sebagai orang-orang terdepan disebabkan menolong agama ini, ternyata dialah (Abu Ubaid) yang telah mendahuli kalian.” Setelah itu Umar ra. memanggilnya dan memberikan wasiat kepada Abu Ubaid agar selalu bertakwa dan wasiat-wasiat kebaikan lainnya untuk dirinya dan kaum muslimin. Umar ra. memerintahkannya agar selalu bermusyawarah dengan para sahabat Rasulullah, dan bermusyawarah dengan Salith bin Qeis [461] yang telah banyak berpengalaman dalam bertempur.
Pasukan Islam mulai bergerak menuju Negeri Irak dengan personil pasukan sebanyak 7000 orang. Umar ra. telah menulis surat kepada Abu Ubaidah agar mengembalikan bala bantuan yang datang dari Irak di bawah komando Khalid ke negeri Syam agar dikembalikan ke posisi mereka semula di Irak. Segera Abu Ubaidah menyiapkan sepuluh ribu personil pasukan dengan pimpinan Hasyim bin Utbah. Umar ra. juga mengirim Jarir bin Abdillah al-Bajali menuju Irak dengan membawa pasukan sebanyak 4000 orang, maka dia segera berangkat ke Kufah. [462]
Ketika kaum muslimin telah sampai di Irak mereka mendapati suasana politik di kerajaan itu dalam keadaan goncang, terakhir mereka mengangkat Buran, puteri Kisra, sebagai raja mereka setelah menggulingkan bahkan membunuh raja sebelumnya yaitu Azar Maidakhat. Sejak itu Buran menyerahkan urusan pemerintahan secara total kepada Rustam bin Farrakhzad selama sepuluh tahun ke depan untuk mengurusi peperangan, dan setelah sepuluh tahun berlalu maka kerajaan akan kembali dipegang oleh keluarga Kisra. Maka Rustam bersedia menerima ketentuan itu. Rustam adalah seorang ahli nujum (astronom) yang cukup handal, ketika ditanyakan kepadanya mengapa dia bersedia rnenerima jabatan itu padahal dia tahu bahwa dia tidak akan mampu melaksanakannya, maka dia menjawab, “Karena Tamak dan cinta jabatan. [463]
2. Peperangan Namariq tahun 13 H.
Rustam mengutus pasukannya di bawah pimpinan seorang panglimanya yang bernama Jaban, dan diiringi Jusynus dan Mardiansyah di sayap kiri dan kanan pasukan. Panglima tersebut adalah seorang yang dikebiri dan sebelumnya adalah pengawal istana Persia. Akhirnya mereka bertemu dengan Abu Ubaid di suatu tempat yang bernama an-Namariq [464] yang terletak antara Hirah dan Qadisiyah- ketika itu pasukan berkuda tentara Islam dipimpin oleh al-Mutsanna bin Haritsah, sayap kanan pasukan dipimpin oleh Walid bin Jidarah, sementara sayap kiri pasukan dipimpin oleh Amr al-Haitsam as-Sulami.
Akhirnya pecah pertempuran yang sangat sengit antara dua pasukan. Allah mengalahkan tentara Persia, bahkan Jaban dan Mardiansyah keduanya tertawan. Adapun Mardiansyah terakhir dibunuh oleh orang yang menawannya, sementara Jaban berhasil mengelabui orang yang menawannya hingga akhirnya dibebaskan, namun kaum muslimin segera menangkapnya dan mereka tidak akan melepaskannya. Mereka berkata, “Yang kita tawan ini adalah panglima mereka!” Mereka segera menggiringnya ke hadapan Abu Ubaid sambil berkata, “Bunuhlah orang ini, dialah pemimpin pasukan Persia.” Abu Ubaid menjawab, “Walaupun dia pemimpin mereka namun aku tidak akan membunuhnya sebab seorang tentara Muslim telah memberikan jaminan keamanan baginya. [465]
3. Peperangan Saqqatiyah di Kaskar
Setelah itu Abu Ubaid mengejar pasukan Persia yang melarikan diri dan bersembunyi di dalam kota Kaskar [466] milik anak dari bibi Kisra yang bernama Narsi. Maka Narsi segera mengajak mereka kembali memerangi Abu Ubaid. Akhirnya mereka bertemu dengan pasukan Abu Ubaid di Saqqatiyah [467] dan kaum muslimin kembali mengalahkan mereka serta berhasil mendapatkan harta rampasan perang yang banyak dan makanan yang berlimpah, bagi Allah segala puji.
Setelah itu Abu Ubaid mengirim seperlimanya kepada Umar bin al-Khaththab ra. di Madinah. Dalam peristiwa ini salah seorang melantunkan bait syairnya, [468]
Demi sumpahku, dan urnurku bukanlah hal yang sederhana.
Ketika aku berada di pagi hari aku melihat tentara Namariq dihinakan
Oleh para pasukan yang telah bersiap-siap hijrah menuju Rabb mereka
Menyeret-nyeret tentara Namariq antara Durta dan Bariq
Kami telah menglmbisi mereka antara Marj Musllah dan Hawafi di sisijalan
Bazariq
4. Peperangan Barusma tahun 13 H.
Setelah itu mereka bertemu di suatu tempat yang terletak antara Kaskar dan Saqqatiyah yang disebut Barusma. Di sayap kanan dan kiri Nursi dipimpin oleh dua anak bibinya Bandawaih dan Bairuwaih. Sementara Rustam telah mempersiapkan pasukan tambahan yang dipimpin oleh Jalinius. Ketika mendengar berita tentang mereka, Abu Ubaid segera menyerang Nursi terlebih dahulu sebelum pasukan bantuan dari Rustam tiba ke tempat itu.
Akhirnya terjadilah peperangan yang dahsyat antara kedua pasukan, namun akhirnya tantara Persia terkalahkan dan Nursi melarikan diri. Abu Ubaid segera mengirim al-Mutsanna bin Haritsah dan sekelompok tentara untuk menaklukkan daerah-daerah yang berada disekitar tempat itu seperti daerah sungai Jur dan lain-lainnya.
Maka al-Mutsanna berhasil menaklukkan seluruh daerah baik dengan perang ataupun dengan damai. Kemudian mereka diwajibkan membayar jizyah (pajak diri) serta kharaj (hasil dari bumi mereka). Waktu itu kaum muslimin mendapatkan harta rampasan perang yang banyak, alhamdulillah. Mereka juga dapat mengalahkan Jalinius yang datang ingin membantu Jaban, serta mengambil seluruh ramapasan perang yang mereka bawa. Sementara Jalinius berhasil lolos melarikan diri kembali kepada kaumya dalam keadaan hina dina. [469]
5. Peperangan Al-Jisr (Jembatan) yang dipimpin oleh Abu Ubaid Ats-Tsaqafi
Jalinius berhasil melarikan diri setelah pasukannya porak-poranda dihabisi oleh pasukan kaum muslimin. Maka para panglima Persia bermusyawarah antara sesama mereka, dan berkumpul di tempat Rustam. Rustam segera mengirim pasukan dalam jumlah yang sangat besar di bawah komando Panglima Zal Hajib Bahman Jazawaih. Rustam menyerahkan kepadanya panji Kisra yang diberi nama Dirafsy (Panji agung) yang dijadikan Persia sebagai lambang kemenangan jika membawanya berperang. Bendera tersebut terbuat dari kulit harimau yang lebarnya sebanyak 8 depa, dan panjangnya 12 depa. Mereka bergerak hingga tiba tidak jauh dari tentara kaum muslimin. Jarak antara mereka dan tentara kaum muslimin hanya dibatasi oleh sungai besar yang terbentang di atasnya jembatan panjang.
Maka tentara Persia mengirim utusan kepada kaum muslimin dan berkata, “Silahkan kalian yang datang kepada kami, atau kami yang akan datang kepada kalian.” Kaum muslimin berkata kepada Amir mereka Abu Ubaid, “Suruh mereka menyeberangi sungai dan datang ke kita.” Namun Abu Ubaid berkata, “Mereka tidak lebih berani mati dibandingkan kita.” Maka dia segera mengerahkan pasukannya menyerbu musuh dan bertemulah dua pasukan di atas jenbatan yang sangat sempit, maka pecahlah pertempuran yang sangat dahsyat dan belum pernah terjadi sebelumnya.
Pasukan Islam hanya berjumlah 10.000 personil. Di sisi lain tentara Persia datang dengan pasukan bergajah yang membawa gemerincing untuk menakut-nakuti kuda kaum muslimin. Setiap kali mereka menerobos kaum muslimin, pasukan berkuda kaum muslimin lari ketakutan dari pasukan bergajah disebabkan suara gemerincing lonceng yang dibawa gajah-gajah tersebut Hanya sedikit sekali kuda yang dapat bertahan. Jika kaum muslimin ingin menyerbu ke dalam pasukan lawan maka kuda-kuda mereka tidak berani maju mendekati pasukan bergajah, sementara tentara Persia memanahi mereka dari atas dengan leluasa hingga banyak tentara muslim terluka.
Telah terbunuh 6000 tentara kaum muslimin, maka segera Abu Ubaid merubah taktik perang dan menginstruksikan kepada kaum muslimin untuk membunuh gajah-gajah itu terlebih dahulu. Maka dengan segera pasukan Islam melompat dan berhasil membunuh seluruh gajah-gajah tersebut. ketika itu pasukan Persia menempatkan seekor gajah putih yang paling besar di depan pasukannya. Maka dengan segera Abu Ubaid maju dan memotong belalainya dengan pedangnya. Gajah itu menjadi marah dan menjerit sekuatnya kemudian Abu Ubaid berusaha kembali menyerang, namun Gajah putih itu berhasil menginjaknya hingga tewas. Setelah itu pengganti Abu Ubaid maju dan dia telah diwasiatkan sebelumnya untuk menjadi pimpinan, namun orang tersebut kembali gugur.
Kemudian digantikan oleh pemimpin yang selanjutnya dari Bani Tsaqif hingga tujuh dari mereka telah tewas sebelumnya mereka telah ditunjuk oleh Abu Ubaid untuk saling menggantikan yang lain jika tewas terbunuh kemudian kepemimpinan pindah ke tangan al-Mutsanna bin Haritsah atas dasar wasiat dari Abu Ubaid pula. Ketika kaum muslimin melihat peristiwa ini mereka melemah, padahal hampir saja mereka memperoleh kemenangan seandainya mereka dapat bersabar. Tetapi mereka menjadi lemah dan kekuatan mereka hilang, mereka lari tunggang langgang meninggalkan medan pertempuran, sementara tentara Persia dengan leluasa membunuhi mereka dari belakang hingga banyak sekali korban yang berjatuhan dan barisan tentara Islam telah kacau balau, mereka berlari menuju jembatan, dan akhirnya jembatan runtuh. Akhirnya sisa pasukan yang berada di medan pertempuran benar-benar tidak berdaya dan pasrah ditangan tentara Persia dan sebagian hanyut tenggelam di Sungai Eufrat kira-kira sebanyak 4000 orang. Inna lillahi wa inna ilaihi raji’un.
6.Tindakan al-Mutsanna Menyelamatkan Pasukan
Kemudian al-Mutsanna berjalan dan berhenti di tepi jembatan dari arah mereka datang ketika mereka mulai kalah sebagian tentara melompat ke sungai dan tenggelam maka al-Mutsanna menyeru, “Wahai manusia menyingkirlah dan aku akan bertahan di sisi jembatan ini dan tidak akan melewatinya hingga kita seluruhnya selamat dan pergi dari sini tanpa ada yang tersisa” ketika orang-orang mulai mundur teratur ke arah yang lain maka al-Mutsanna berjalan menjaga mereka bersama para jagoan Islam yang telah banyak terluka parah. Diantara pasukannya ada yang pergi ke padang luas tidak diketahui rimbanya, ada yang kembali ke Madinah dalam keadaan ketakutan. [470]
Berita kekalahan ini dibawa oleh Abdullah bin Zaid bin Asim al-Mazini kepada Umar bin al-Khaththab ra. yang sedang berada di atas mimbar. Maka Umar ra. segera bertanya kepadanya, “Apa berita yang kau bawa wahai Abdullah bin Zaid?” Dia berkata, “Telah datang kepadamu berita yang pasti wahai Amirul mukminin.” Kemudian Abdullah naik ke mimbar dan membisikkan padanya tentang kekalahan tentara kaum muslimin, sebagian ulama sejarah menyebutkan bahwa yang membawa berita adalah Abdullah bin Yazid bin Husain al-Khutami, [471] wallahu a’lam.
7. Peperangan Buwaib dan Kaum Muslimin Membalas Kekalahan Mereka
Ketika para pemimipin Persia mendengar berita kekalahan kaum muslimin di peristiwa jembatan sungai Eufrat, dan mendengar banyaknya jumlah tentara Al-Mutsanna, maka mereka mengutus pasukan lain di bawah komando Mihran, dan akhirnya dua pasukan yang berseteru ini bertemu di suatu tempat yang disebut dengan al-Buwaib sekarang berada dekat dengan kota Kufah dan pembatas antara dua pasukan ini hanyalah sungai Eufrat.
Tentara Persia kembali mengirimkan utusannya dan bertanya, “Menyeberanglah kepada kami atau kami yang menyeberang kepada kalian!” Tentara Islam menjawab, “Kalianlah yang seharusnya menyeberang kepada kami.” Akhirnya tentara Persia menyeberangi jembatan dan bertemulah dua pasukan. Kejadian ini bertepatan dengan bulan Ramadhan tahun 13 H. Maka Al-Mutsanna mengharuskan kaum muslimin untuk berbuka dan tidak berpuasa waktu itu Maka seluruhnya sepakat berbuka agar mereka lebih kuat dalam menghadapi musuh. al-Mutsanna melewati tiap panjipanji yang dibawa masing-masing pemimpin pasukan sambil memberikan nasehat kepada mereka agar semangat berjihad, banyak bersabar dan diam.
Di antara pasukannya terdapat Jarir bin Abdillah al-Bajali dan beberapa orang dari kalangan senior sahabat. Al-Mutsanna menginstruksikan kepada mereka, “Aku akan bertakbir sebanyak tiga kali maka bersiap-siaplah, jika aku bertakbir yang keempat kalinya maka serbulah musuh dan tembus pertahanan mereka.” Maka seluruh prajurit siap patuh dan taat dengan aba-aba yang akan diserukan al-Mutsanna kelak.
Ketika dia mulai mengumandangkan takbir yang pertama, tentara Persia segera mendahului dan menyerbu mereka, dan pertempuran sengit kembali pecah. Al-Mutsanna melihat ada celah-celah terbuka di barisan tentaranya, maka segera dia mengutus seseorang dan berkata, “Amir kalian menyampaikan kepada kalian salam dan berkata, ‘Jangan kalian permalukan kaum muslimin sekali ini’.” Maka mereka menjawab, “Ya.” Mereka segera mengisi celah-celah yang terbuka dari barisan mereka.
Tatkala al-Mutsanna melihat itu dan mereka dari Bani Ijl dia tertawa kagum dan kembali mengutus seseorang agar menyampaikan pesannya, “Wahai kaum muslimin ingatlah kebiasaan kalian jika kalian menolong agama Allah pasti Dia akan menolong kalian.” Maka al-Mutsanna dan kaum muslimin berdoa kepada Allah agar memenangkan mereka. Ketika peperangan berjalan dengan alot, al-Mutsanna mengumpulkan sebagian dari sahabatnya para pejuang dan pahlawan yang gagah berani agar melindungi dirinya dari belakang. Setelah itu al-Mutsanna menyerang Mihran dan menariknya dari tempatnya hingga masuk ke sisi kanan. Kemudian datang al-Munzir bin Hasan bin Dhirar adh-Dhabbi turut menyerang dan menikamnya. Setelah itu jarir bin Abdillah al-Bajali secepat kilat memenggal lehernya hingga kepalanya terpisah dari badan.
Keduanya pun memperebutkan salb (harta maupun senjata yang ada pada musuh, pent.) milik Mihran, Jarir mengambil senjatanya dan al-Mundzir mengambil ikat pinggangnya. Melihat kejadian itu kaum Majusi kocar-kacir berlari meyelamatkan diri.
Sementara kaum muslimin dengan leluasa menghabisi mereka dari belakang sambil mencerai beraikan anggota tubuh mereka. Kemudian al-Mutsanna mendahuli mereka di dekat jembatan sambil menghalangi kaum Persia yang akan melarikan diri agar seluruhnya dapat dimusnahkan.
Maka sejak siang hingga malam hari mereka sibuk menghabisi pasukan musuh, hingga ada yang mengatakan bahwa saat itu pasukan Persia yang terbunuh maupun tenggelam mencapai 100.000 orang. Alhamdulillah, segala puji atas nikmat-Nya. Ketika itu kaum muslimin berhasil mendapatkan harta rampasan perang dalam jumlah yang sangat besar lengkap dengan bahan makanan yang berlimpah ruah. Kemudian dengan segera berita kemenangan ini beserta seperlima dari rampasan perang di kirimkan kepada Umar ra.
Pada peristiwa ini banyak juga di antara senior pasukan yang terbunuh. Setelah pertempuran ini hancurlah reputasi Persia diseluruh wilayah. Dengan demikian para sahabat semakin mudah menaklukkan wilayah-wilayah mereka yang terletak antara sungai Eurfat dan dan sungai Tigris. Mereka juga berhasil membawa harta rampasan perang yang tidak terhitung banyaknya. [472] Banyak kisah yang terjadi setelah peperangan Buwaib yang terlalu panjang jika dikisahkan, peperangan besar di Irak ini setara dengan pertempuran Yarmuk yang terjadi di wilayah Syam.
8. Kesepakatan Persia untuk mengangkat Yazdgrid
Konon Syira berhasil mengumpulkan seluruh keluarga Kisra dalam istana putih, mereka kemudian menyembelih seluruh anak lelakinya. Tetapi ibu Yazdigrid berhasil menyembunyikan anaknya, dan memberikanya kepada paman-pamannya untuk kemudian dilarikan secara diam-diam hingga sampai di negeri mereka. Ketika terjadi kekalahan mereka yang telak di peperangan Buwaib dan banyak pasukan mereka yang terbunuh sebagaimana yang telah kita sebutkan dan kaum muslimin mengejar mereka dan berhasil memenangkan pertempuran, bahkan dapat menguasai seluruh wilayah mereka dan tempat yang mereka duduki sebelumnya, maka mereka berkumpul dan bermusyawarah.Mereka menghadirkan dua panglima senior mereka yaitu Rustam dan Fairuzan.
Akhirnya mereka saling bermufakat dan terakhir berkata kepada dua panglima ini, “Jika kalian berdua tidak dapat bertempur dengan baik dan mengalahkan mereka maka kami akan membunuh kalian berdua untuk mengobati rasa geram kami.” Kemudian mereka mengusulkan agar mendatangkan seluruh istri-istri kisra dari seluruh penjuru. Jika ada di antara mereka yang memiliki anak maka dia akan dinobatkan menjadi raja. Akhirnya mereka ditunjukkan kepada Ibu Yazdigrid dan mereka segera memanggilnya beserta anaknya.
Maka sejak itu mereka menobatkan Yazdigrid menjadi raja mereka yang masih berusia 21 tahun. Dia adalah anak keturunan Syahriyar bin Kisra. Setelah itu mereka mencopot Buran, dan berusaha mengambil alih kekuasaan darinya. Mereka bergembira di bawah pemerintahan raja baru mereka, dan mereka siap untuk mempertahankan negeri mereka sebaik-baiknya, dengan itu kekuatan mereka menjadi pulih kembali.
Setelah itu mereka mengirim surat ke seluruh wilayah bekas jajahan mereka agar membatalkan kesepakatan damai yang telah dibuat dengan para sahabat Nabi. Maka para sahabat segera memberitahukan hal ini kepada Umar ra. Umar ra. menginstruksikan kepada mereka untuk meninggalkan wilayah ter-sebut dengan segera dan berkumpul di seluruh ujung wilayah Persia sambil mengitari mereka di sepanjang sungai. Umar ra. memesankan agar setiap kabilah selalu mengawasi kabilah lainnya agar segala kejadian yang terjadi pada satu kabilah dapat diketahui oleh kabilah yang berdekatan dengannya, peristiwa ini terjadi pada tahun 13 H. [473]
Referensi :
[461] Salith Bin Qais bin Amr al-Ansari adalah seseorang yang berasal dari Bani Najjar, dia pernah mengikuti Perang Badar dan seluruh peperangan Rasulullah, lihat al-Ishabah karya Ibnu Hajar, 3/163.
[462] Maksudnya tempat yang akan dibangun kelak di atasnya Kota Kufah.
[463] Ibnu Jarir Tarikh ar-Rusul wa al-Muluk, 3/449
[464] Sebuah tempat yang terletak di dekat Kufah. (Yaqut, op.citSI 304).
[465] Ibnu jarir, /to? 3/449.
[466] Kaskir, yaitu sebuah daerah yang luas yang perbatasannya adalah kayu-kayu yang dipancangkan oleh Al-Hajja] antara Kufah dan Bashar, (Yaqut, Op.at4/ 461).
[467] As-Saqqatiyah. ujung dari Kaskir dari bumi wasith, Ibid, 3/ 226
[468] Dalam kitab Tarikh, ath-Thabari menyebutkannya menisbahkannya kepada Ashim bin Amr At-Tamimi saudara dari Al-Qa’qa. Lihat biografinya dalam al-Ishabah, 3/574. Adapun kata durta maupun Bariq adalah nama tempat-tempat
[469] Lihat rinciannya dalam Ibnu Jarir dalam Tarikh ar-Rusul wa al-Muluk, 3/451-453
[470] Untuk lebih detail silahkan ruju’ kepada kitab Tarikh ath-Thabari, 3/454-459 dari jalan Saif bin Umar, dan dari jalan Ibnu Ishaq.
[471] adalah riwayat Ibnu Ishaq sebagaimana yang terdapat di Tarikh ath-Thabari, 3/458, dan pada Ibnu Sa’ad, dia adalah sahabat pada thabaqah (tingkatan) yang kelima 2/257 dari riwayat al-Waqidi dan dia menyebutkan nama orang tersebut dengan Abdullah bin Zaid bin Hushain, sementara Ibnu Jarir telah menisbatkannya pada kakeknya
[472] Lihat berita mengenai peperangan ini pada ath-Thabari, Tarikh ar-Rusul wa al-Muluk 3/461-472 dengan penjelasan yang lebih rinci.
[473] Ibid 3/477-478
Sumber : https://hbis.wordpress.com/2010/02/04/penaklukakan-di-irak-dan-daerah-tlmur-periode-kedua/