Pengangkatan Umar Ibnul Khatab رضي الله عنه Jadi Khalifah dan Beberapa Peristiwa
Ketika Abu Bakar ash-Shiddiq menderita sakit, Umarlah yang menggatikan posisinya sebagai imam shalat bagi kaum muslimin. Sewaktu sakit Abu Bakar sempat mewasiatkan jabatan kekhalifahan kepada Umar bin al-Khaththab dan yang menuliskan wasiat ini adalah Utsman bin Affan. Setelah itu wasiat tersebut dibacakan dihadapan seluruh kaum muslimin dan mereka mengakuinya serta tunduk dan mematuhi wasiat tersebut.
Ketika Abu Bakar ash-Shiddiq wafat pada hari Senin, setelah Maghrib dan dikuburkan pada malam itu juga, bertepatan pada tanggal 21 Jumadil Akhir tahun 13 H, Umar bin al-Khaththab al-Faruq menggantikan seluruh tugas-tugasnya dengan sebaik-baiknya sebagai Amirul Mukminin, Beliaulah yang pertama kali menyebut dirinya dengan gelar Amirul Mukminin -orang yang pertama kali memanggilnya dengan gelar tersebut adalah al-Mughirah bin Syu’bah dan ada yang berpendapat bukan al-Mughirah tetapi orang lain.[323]
1. Peristiwa tahun 13H secara global
Pada tahun ini Umar menjabat sebagai Khalifah tepatnya pada hari selasa 8 hari terakhir bulan Jumadats Tsaniah. Umar segera mengangkat Ali bin Abi Thalib sebagai Qadhi (Hakim) Madinah dan Abu Ubaidah Amu-bin Abdullah bin al-Jarrah al-Fihri sebagai pemimpin wilayah Syam menggantikan posisi Khalid bin al-Walid al-Makhzumi yang dicopot. Namun tetap dijadikan sebagai teman untuk bermusyawarah.
Imam al-Bukhari telah meriwayatkan dalam Tarikhnya, dan ulama lainnya dari jalur Ulay bin ar-Rabah dari Nasyirah bin Sumai al-Yazani, dia berkata, “Aku mendengar Umar meminta maaf kepada orang-orang yang berada di wilayah Jabiyah atas kebijakannya mencopot Khalid bin al-Walid. Umar berkata, ‘Aku memerintahkannya untuk mengirimkan harta rampasan perang kepada para fakir miskin kaum Muhajirin namun dia memberikannya kepada orang yang kuat, mulia dan pintar berbicara, karena itulah aku mengangkat Abu Ubaidah lbnuljarrah’. [324]
Pada tahun ini negeri Bushra ditaklukkan dengan damai, dan negeri ini adalah kota pertama yang ditaklukkan di wilayah Syam, menurut Saif bin Umar serta beberapa orang lainnya pada tahun ini Damaskus juga ditaklukkan, dan Yazid bin Abi Sufyan diangkat menjadi gubernur negeri itu. Dialah yang pertama kali diangkat menjadi wali (gubernur) kaum muslimin di negeri Syam.
Menurut sebagian ahli sejarah pada tahun ini Umar رضي الله عنه berangkat haji bersama kaum muslimin. Sementara menurut sumber lainnya Abdurrahman bin Auf yang diperintahkan menjadi amir rombongan jama’ah haji pada tahun tersebut. [325]
2. Peristiwa pada tahun 14H secara global
Pada tahun ke 14H ini Umar mencambuk anaknya yang bernama Ubaidullah dan kawan-kawan yang ikut bersamanya dalam kasus minuman keras. Umar juga mencambuk Abu Mihjan ats-Tsaqafi yang berkali-kali menenggak minuman keras, dicambuk pula bersamanya Rabi’ah bin Umayyah bin Khalaf. [326]
Pada tahun ini pula Sa’ad bin Abi Waqqas singgah di Kufah [327] Adapun para gubernur yang diangkat pada tahun ini, yaitu ‘Itab bin Usaid untuk wilayah Makkah, Abu Ubaidah untuk wilayah Syam, Utsman bin Abi al-Ash ada yang mengatakan al-Ala’ bin al-Hadhrami untuk wilayah Bahrain, Sa’ad untuk wilayah Irak, Hudzaifah bin Mihsan untuk wilayah Oman. [328]
3. Peristiwa pada tahun 16H secara umum
Al-Waqidi berkata, “Pada tahun ini Umar menjadikan daerah ar-Rabadzah sebagai tempat gembala kuda kaum muslimin, dan pada tahun ini pula Umar mengasingkan Abu Mihjan ats-Tsaqafi ke suatu tempat yang bernama Ba’dhi’. [329] Pada tahun ini Abdullah bin Umar menikahi Safiyyah bint Abi Ubaid [330] ayahnya (Abu Ubaid) terbunuh pada peperangan al-Jisr ketika menjabat sebagai panglima pasukannya. Istri Abdullah ini adalah saudara perempuan dari al-Mukhtar bin Abi Ubaid yang kelak akan menjabat sebagai gubernur di Irak. Ia seorang wanita yang shalih sementara saudara lelakinya adalah seorang yang jahat.
Pada tahun ini Umar melaksanakan haji bersama kaum muslimin, dan beliau menunjuk Zaid bin Tsabit sebagai penggantinya di Madinah. [331] Gubernur Umar di Makkah kala itu adalah ‘Itab, Abu Ubaidah untuk wilayah Syam, Sa’ad untuk wilayah Iraq, Utsman bin Abi al-Ash untuk daerah Thaif, Ya’la bin Umayyah untuk wilayah Yaman, al-Ala’ bin al-Hadhrami untuk wilayah Yamamah dan Bahrain, Hudzaifah bin Mihsan untuk wilayah Omman, al-Mughirah bin Syu’bah untuk wilayah Bashrah, Rib’i bin al-Afkal untuk wilayah Mosul, Iyadh bin Amr [332] al-Asy’ari untuk wilayah Jazirah, wilayah Syam secara keseluruhan di bawah pimpinan Abu Ubaidah bin al-Jarrah.
Al-Waqidi berkata, Pada bulan Rabi’ul Awwal pada tahun 16 H Umar memulai penanggalan secara resmi. Beliaulah orang yang pertama membuat penanggalan hijriyah. Sebabnya yaitu pernah dilaporkan kepadanya kwitansi hutang seorang terhadap orang lain yang termaktub di dalamnya bahwa hutang itu akan dibayar pada bulan Sya’ban, maka Umar bertanya kepadanya, “Sya’ban tahun kapan? Tahun ini atau tahun sebelumnya? atau malah Sya’ban tahun depan?” Akhirnya Umar segera mengumpulkan kaum muslimin dan berkata, “Buatlah tanggal agar orang tahu kapan janji hutang-piutangnya akan dibayar dan diterima.” Disebutkan bahwa sebagian orang mengusulkan kepadanya agar mengikuti penanggalan yang dibuat orang-orang Persia yang dimulai dengan kematian raja mereka. Jika raja mereka binasa maka mereka akan membuat tanggal baru seiring dengan pergantian raja baru. Namun banyak yang tidak sepakat dengan usul ini. Ada pula yang mengusulkan agar dimulai penanggalan dengan mengikuti penanggalan Romawi yang dimulai sejak zaman Alexander.
Namun banyak yang tidak menerima usulan ini. Ada yang mengusulkan memulai penanggalan sejak lahirnya Rasulullah ﷺ pendapat lain dimulai sejak Rasulullah ﷺ diutus. Ali mengusulkan agar penanggalan dimulai dari Hijrah Rasulullah ﷺ. Dan awal bulan di mulai dari bulan Muharram [333] karena itu lebih sesuai, hingga tidak terjadi pertentangan, sebab bulan Muharram adalah awal bulan Arab.
Pada tahun ini, Mariyah ibu dari Ibrahim putera Rasulullah ﷺ wafat, tepatnya pada bulan Muharram sebagaimana yang telah disebutkan oleh al-Waqidi, Ibnu Jarir dan lain-lain. [334] Umar yang bertindak menjadi imam menyalatkan jenazahnya. Setelah berusaha mengumpulkan kaum muslimin untuk menghadiri jenazahnya. la dikuburkan di Baqi’. la adalah Mariyah al-Qibtiyah, pemberian raja Alexandria yaitu Juraij bin Mina sebagai hadiah kepada Rasulullah ﷺ di samping hadiah-hadiah lainnya, dan Rasul menerima hadiah tersebut.
Di samping Mariyah, raja Alexandria juga memberikan seorang wanita lainnya yang bernama Syirin yang diberikan Rasulullah ﷺ kepada Hassan bin Tsabit, darinya lahir anak Hassan yang bernama Abdurrahman bin Hassan. Diantara hadiah yang diberikan kepada Rasulullah ﷺ adalah seekor unta yang bagus yang diberi nama Duldul dan kain-kain yang terbuat dari sutera hasil tenunan wilayah Iskandariyah. Hadiah ini datang pada tahun 8 hijriyah.
Akhirnya Mariyah mengandung anak Rasulullah ﷺ yang bernama Ibrahim dan ia hidup selama 20 bulan dan akhirya wafat satu tahun sebelum Rasulullah ﷺ meninggal. Rasulullah ﷺ begitu sedih atas kematiannya dan beliau menangisinya sambil berkata, “Sesungguhnya air mata jatuh bercucuran, dan hati merundung duka, namun kami tidak akan mengatakan perkataan apapun kecuali yang diridhai Rabb kami, dan sesungguhnya kami wahai ibrahim sangat bersedih atas perpisahan dengan dirimu. [335]
Mariyah adalah salah seorang wanita yang shalihah dan baik. Rasul begitu kagum kepadanya. Ia mirip dengan Hajar, budak wanita Ibrahim, dan keduanya sama-sama berasal dari Mesir dan keduanya merupakan budak yang dinikahi oleh dua hamba yang mulia dan khalil Allah (kekasih Allah) yang Maha mulia.
4. Peresmian kota Kufah tahun 17H
Pada bulan Muharram tahun ini, Sa’ad bin Abi Waqqash berpindah dari kota Mada’in ke Kufah, sebabnya para sahabat banyak yang terkena demam malaria di sana, warna muka mereka telah berubah dan badan mereka turut melemah disebabkan bagitu banyaknya lalat dan debu yang berterbangan. Sa’ad menulis surat kepada Umar melaporkan hal ini, Umar membalas suratnya dan berkata, “Sesungguhnya orang-orang Arab tidak layak hidup kecuali di tempat yang alamnya cocok dengan unta-unta mereka.” Maka Sa’ad segera mengutus Hudzaifah bin al-Yaman dan Salman bin Ziyad untuk mencari tempat tinggal yang sesuai untuk kaum muslimin.
Maka keduanya melewati negeri Kufah dan negeri ini adalah negeri yang memiliki banyak bebatuan dan padang pasir. Hudzaifah dan Salman merasa kagum kepada negeri ini dan segera memberitahukan kepada Sa’ad, akhirnya Sa’ad segera menginstruksian pasukannya agar membangun kamp kamp di Kufah, ia berangkat menuju tempat ini pada awal Muharram. Dan yang pertama kali mereka bangun sesampainya di sana adalah masjid, lantas Sa’ad memerintahkan seorang prajuritnya untuk memanah ke empat penjuru mata angin, maka tempat jatuhnya anak panah di situlah Sa’ad memerintahkan kaum muslimin untuk membangun rumah-rumah mereka. Sa’ad membangun istana tepat di depan arah mihrab sebagai tempat pemerintahan dan baitul mal. Sejak saat itu orang orang mulai membangun rumah-rumah dengan kayu-kayu.
Tetapi saying dipertengahan tahun rumah-rumah ini terbakar. Kemudian Umar Memerintahkan mereka untuk membangun rumah dari batu-bata dengan syarat mereka tidak boleh membangun secara berlebihan dan melampaui batas yang diberikan untuk mereka.
Sa’ad kemudian mengirim utusannya kepada para pemimpin tentara dan pemimpin suku agar datang kepadanya. Setelah datang Sa’ad memerintahkan mereka untuk bermukim di Kufah, Sa’ad juga memerintahkan kepada Abu Hayyaj perwakilan Sa’ad untuk mengatur pemukiman para tentara-agar menginstruksian kepada tentara untuk menyisakan 40 hasta sebagai jalan dan 7 hasta untuk ganggang. Lalu dibangun istana kediaman Sa’ad di dekat pasar. Tetapi orang-orang di pasar [336] selalu ribut dan suara mereka menganggu Sa’ad ketika berbicara, akhirnya Sa’ad mengunci pintu istananya dan berkata, “Dengan cara seperti ini suara gaduh tidak lagi terdengar.”
Namun tatkala kata-kata Sa’ad sampai ke telinga Umar. Di Madinah, ia segera mengutus Muhammad bin Maslamah, dan menginstruksikan kepadanya jika telah sampai di Kufah untuk mengumpulkan kayu bakar serta membakar pintu istana, setelah itu langsung pulang ke Madinah. Begitu sampai di Kufah Muhammad bin Maslamah segera melaksanakan perintah Umar. Dan memerintahkan Sa’ad untuk tidak menutup pintu istananya dari rakyat dan tidak membuat para penjaga pintu yang menghalangi rakyat untuk bertemu dengannya. [337] Akhirnya Sa’ad mematuhi segala instruksi Umar. la sempat menawarkan kepada Muhammad bin Maslamah agar sudi menerima hadiah namun Muhammad tidak menerimanya dan langsung kembali ke Madinah. [338]
Sa’ad masih tetap memegang jabatan kepemimpinan selama tiga setengah tahun hingga akhirnya ia dicopot oleh Umar bin al-Khaththab tanpa sebab, baik berupa kelemahan maupun penghkhianatan.
5. Kedatangan Umar رضي الله عنه ke Syam tahun 17H
Ibnu Jarir berkata, Pada tahun ini Umar bin al-Khaththab datang ke wilayah Syam untuk berperang. Ketika ia sampai di Sargh [339] menurut pendapat Ibnu Ishaq, sementara menurut Saif bin Umar ketika sampai di Jabiyah para pemimpin prajurit memberitakan kepadanya bahwa Syam terserang wabah penyakit, maka Umar segera mengumpulkan kaum Muhajirin dan Anshar untuk bermusyawarah. Mereka menyelisihi pendapat Umar. Ada yang berkata, “Jika engkau telah datang untuk berperang maka mengapa harus kembali?” Ada juga yang berkata, “Menurut kami engkau harus terus berjalan mem-bawa para sahabat Rasulullah ﷺ ke daerah yang terserang wabah ini.” Ketika dikatakan bahwa Umar menginstrukskian seluruh tentara kaum muslimin untuk kembali besok hari, maka Abu Ubaidah berkata kepada Umar , “Apakah kita berlari dari takdir (ketentuan) Allah سُبْحَانَهُ وَتَعَالَىٰ ?” Umar menjawab, “Ya, kita lari dari satu takdir (ketentuan Allah سُبْحَانَهُ وَتَعَالَىٰ) kepada takdir (ketentuanNya) yang lain, bagaimana pendapatmu jika engkau akan berhenti di satu lembah yang me-miliki dua alternatif jalan, yang satu subur dan yang lainnya kering dan tandus, jika engkau memilih yang subur maka engkau telah memilihnya dengan ketentuan Allah سُبْحَانَهُ وَتَعَالَىٰ, tetapi jika engkau memilih jalan yang gersang dan tandus apakah engkau katakan juga bahwa pilihanmu itu dengan ketentuan Allah سُبْحَانَهُ وَتَعَالَىٰ ?” Umar رضي الله عنه berkata, “Alangkah baik jika selain dirimu yang mengucapkan ini wahai Abu Ubaidah.” Ketika itu Abdurrahman tidak hadir disebabkan berangkat memenuhi sebagian hajatnya. Ketika Abdurrahman datang ia segera berkata, “Aku memiliki ilmu pengetahuan dalam masalah ini, aku pernah mendengar Rasulullah ﷺ bersabda, ‘Jika kalian mendengar ada wabah di suatu negeri maka janganlah kalian mendatanginya, tetapi jika wabah itu terjadi di suatu negeri yang kalian diami maka janganlah keluar berlari darinya’.”
Umar memuji Allah سُبْحَانَهُ وَتَعَالَىٰ atas kesesuaian pendapatnya dengan sabda Rasulullah ﷺ dan dengan itu ia memerintahkan pasukan untuk kembali.
6. Wabah Tha’un di Amawas
Pendapat yang paling masyhur menurut jumhur (mayoritas ulama) bahwa Tha’un di Amawas terjadi pada tahun 18 H. Namun kami mengikuti pendapat Saif bin Umar. Ibnu Jarir menyatakan bahwa wabah ini terjadi pada tahun 17 H. Nama wabah ini dinisbatkan kepada sebuah negeri kecil disebut Amawas [340] yang terletak antara al-Quds dengan Ramalah karena dari negeri inilah asal mulanya menyebar wabah Tha’un kemudian baru menyebar di seluruh wilayah Syam.
Muhammad bin Ishaq meriwayatkan dari as-Syu’bah dari al-Makhariq [341] bin Abdillah al-Bajali dari Thariq bin Syihab al-Bajali, dia berkata, “Kami mendatangi Abu Musa di rumahnya di Kufah untuk berbincang-bincang dengannya. Ketika kami duduk, dia berkata, ‘Janganlah kalian takut sesung-guhnya seseorang di rumah ini telah tertular wabah. Kalian tidak perlu menghindar dari tempat ini ke tempat lain yang tidak terkena wabah hingga Allah سُبْحَانَهُ وَتَعَالَىٰ mengangkat wabah ini. Aku akan memberitahukan kepada kalian tentang apa-apa yang dibenci dan dijauhi. Janganlah orang yang keluar dari tempat ini beranggapan bahwa jika ia bermukim di sini akan mati, dan jangan pula orang yang telah terkena berkata bahwa andai saja ia keluar dari tempat ini niscaya dia tidak terkena wabah.
Jika seorang muslim tidak memiliki prasangka seperti ini maka tidak mengapa dia keluar dan menjauhi wabah ini. Sesungguhnya aku pernah bersama Abu Ubaidah bin al-Jarrah di Syam, pada waktu itu wabah Tha’un Amawas menyebar. Ketika wabah ini sampai pada puncaknya dan sampai beritanya kepada Umar. Umar segera mengirim surat kepada Abu Ubaidah yang isinya: ‘Assalamu alaika, amma ba’du, sesungguhnya aku sangat membutuhkan kehadiranmu dan ingin berbicara langsung denganmu, aku berazam jika engkau telah membaca surat ini maka jangan letakkan surat itu dari tangganmu hingga engkau langsung menjumpaiku.’
Maka Abu Ubaidah paham bahwa Umar sebenarnya ingin mengeluarkannya dari daerah yang telah terkena wabah tersebut, dia berkata,‘Semoga Allah سُبْحَانَهُ وَتَعَالَىٰ mengampuni Amirul Mukminin.’ Abu Ubaidah lantas segera mengirimkan balasan surat Umar yang isinya, ‘Wahai Amirul mukminin aku mengerti apa keinginanmu terhadapku, sesungguhnya aku berada di tengah tentara kaum muslimin سُبْحَانَهُ وَتَعَالَىٰ dan tidak ingin berpisah dari mereka, aku tidak akan meninggalkan mereka hingga Allah . menetapkan apa yang telah ditentukanNya pada diriku dan seluruh pasukanku. Maafkanlah, aku tidak dapat mengabulkan keinginanmu wahai Amirul Mukminin. Biarkanlah aku bersama tentaraku.’
Ketika Umar membaca suratnya Umar menangis, orang bertanya padanya: ‘Apakah Abu Ubaidah telah tewas?’ Ia menjawab, ‘Tidak, tetapi kelihatannya ia akan tewas.’ Kemudian Umar membalas suratnya yang bunyinya: ‘Salam ‘alaika amma ba ‘du, sesungguhnya engkau membawa pasukanmu ke tempat yang tidak baik maka pindahkanlah mereka, cari tempat yang tinggi dan udaranya yang bersih.’ Abu Musa berkata, ‘Ketika surat Umar sampai ke tangan Abu Ubaidah, ia memanggilku dan berkata padaku, ‘Sesungguhnya surat Amirul mukminin telah datang kepadaku sebagaimana yang telah engkau lihat, maka keluarlah dan cari tempat yang baik untuk kaum muslimin supaya mereka dapat aku pindahkan ke tempat itu.’Aku segera pulang ke rumah dan ternyata aku dapati istriku telah terserang wabah itu, aku segera kembali menemuinya dan memberitahukan, ‘Demi Allah سُبْحَانَهُ وَتَعَالَىٰ, sesungguhnya telah terjadi sesuatu terhadap istriku.’ Abu Ubaidah bertanya, ‘Apakah istrimu telah terserang wabah itu?’ Aku katakan, ‘Ya.’ Maka ia memerintahkan agar kudanya dibawa dan langsung berangkat, namun ketika turun dan meletakkan kakinya di sebuah tempat ternyata ia juga telah terserang wabah tersebut, ia berkata, ‘Demi Allah سُبْحَانَهُ وَتَعَالَىٰ sesungguhnya aku telah terserang wabah itu. Kemudian ia memerintahkan rombongan agar berjalan hingga ke Jabi-yah. Dan tak berapa lama kemudian wabah penyakit Tha’un telah hilang.”
7. Orang-orang yang tewas terkena Tha’un Amawas
Al-Waqidi berkata, “Pada tahun 18 H. Tha’un Amawas telah melanda negeri Syam. Wabah ini telah memakan korban 25.000 jiwa, ada yang menga-takan korbannya sebanyak 30.000 jiwa. Di antara para sahabat yang terkena wabah ini adalah Abu Ubaidah bin Amir bin Abdillah bin al-Jarrah, al-Harits bin Hisyam, Syarahbil bin Hasanah, Fadhl bin Abbas, Muaz bin Jabal, Yazid bin Abi Sufyan, Abu Jandal bin Suhail bin Amr dan Abu Malik al-Asy’ari.”
8. Renovasi-renovasi yang dilakukan Umar رضي الله عنه
Al-Waqidi berkata, “Pada tahun 17 H. Umar رضي الله عنه melaksanakan ibadah Umrah pada bulan Rajab tahun ini. Ia memerintahkan agar Masjidil Haram direnovasi dan diperbaharui bangunannya. Umar رضي الله عنه melimpahkan perkara ini kepada Makhramah bin Naufal, Azhar bin Abdi Auf, Huwaitib bin Abdil Uzza dan Sa’id bin Yarbu’. [342]
Al-Waqidi berkata, “Aku diberitahukan oleh Katsir bin Abdillah al-Muzani dari ayahnya dari kakeknya, ia berkata, ‘Umar رضي الله عنه datang ke Makkah dalam rangka melaksanakan umrah pada tahun 17 H. Ia melewati sebuah jalan, para pemilik mata air meminta agar Umar رضي الله عنه membangun rumah-rumah antara Makkah dan Madinah -waktu itu di antara keduanya belum terdapat bangunan- maka Umar mengizinkan mereka untuk mendirikan bangunan dengan syarat para musafir dibolehkan menginap dan meminta air dari mereka. [343]
Al-Waqidi dan selainnya berkata, “Pada tahun 18 H tepatnya pada bulan Dzulhijjah, Umar ra. merubah posisi Maqam Ibrahim -yang sebelumnya menempel ke dinding beliau tarik ke belakang pada posisi yang bisa dilihat sekarang agar orang-orang yang thawaf tidak terganggu dengan orang-orang yang shalat di situ. [344] Ibnu Katsir berkata, “Aku telah menyebutkan sanad-sanadnya dalam biografi Umar , alhamdulillah bagiNya segala puji atas limpahan nikmatNya.”
9. Pernikahan Umar رضي الله عنه dengan Ummu Kaltsum
Al-Waqidi menyebutkan, pada tahun 17 H, Umar menikahi Ummu Kaltsum binti Ali bin Abi Thalib, dari anak Fathimah binti Rasulullah ﷺ. Umar meni-kahinya pada bulan Zulqa’dah. Kami telah menyebutkan hal ini dalam sirah Umar dan musnadnya tentang proses pernikahan ini. Umar. Telah memberinya mahar sebanyak 40.000 dirham. Umar berkata, “Sesungguhnya aku menikahinya disebabkan perkataan Rasulullah ﷺ. ‘Seluruh wasilah dan nasab akan terputus pada hari kiamat kecuali wasilah dan nasabku’. [345]
10. Kejadian aneh saat khalid dicopot dari jabatannya dari wilayah Qinnasrin tahun 17H
Ibnu Jarir berkata, Pada tahun ini Khalid bin Walid dan Iyadh bin Ghanm berjalan melalui jalan yang ditempuh oleh orang Romawi. Mereka berhasil mencaplok dan menguasai daerah Romawi. Mereka mendapatkan harta rampasan perang serta para tawanan yang banyak. Diriwayatkan dari jalan Saif bin Umar dari Utsman, Abi Haritsah, ar-Rabi’ dan Abu Mujalid, mereka berkata, “Ketika Khalid kembali membawa harta rampasan perang yang sangat banyak, orang orang datang menemuinya mengharapkan agar mendapat bagian dari harta tersebut. Di antara orang-orang yang masuk menemui Khalid adalah al-Asy’ats bin Qais. Maka Khalid memberikan kepadanya secara cuma-cuma sebanyak 10.000 dirham. Ketika Umar mendengar berita tersebut ia segera menulis surat kepada Abu Ubaidah agar menghukum Khalid, membuka sorban dan tutup kepalanya. Setelah itu Umar. memerintahkannya agar mengikat Khalid dengan sorbannya sendiri serta menanyakan kepadanya asal usul uang sebanyak 10.000 dirham yang telah diberikannya kepada al-Asy’ats bin Qais itu. Jika ternyata memang benar uang yang diberikan itu adalah miliknya berarti hal ini dianggap suatu pemborosan. Jika ternyata uang itu bukan miliknya berarti ia telah berkhianat.
Setelah itu dicopotlah ia dari jabatannya. Maka Abu Ubaidah segera mencari Khalid dan naik ke atas mimbar, setelah datang Khalid dihadapkan di depan mimbar, dan Bilal segera melaksanakan perintah Umar bin al-Khaththab sebab dialah yang membawa surat dari Umar ketika Bilal membuka sorban dan tutup kepala Khalid serta mengikatnya dengan sorban itu, Abu Ubaidah duduk terdiam tidak berbicara sedikitpun, setelah itu Abu Ubaidah turun dari mimbar dan minta maaf kepada Khalid atas hukuman yang sebenarnya tidak diinginkannya ini terjadi. Khalid memaklumi bahwa semua itu bukanlah kehendaknya.
Setelah itu Khalid berjalan menuju Qinnasrin dan berpidato di hadapan penduduk di situ sambil mengucapkan kata perpisahan bahwa ia akan meninggalkan mereka. Ia juga berangkat ke Horns berpidato dan mengucapkan kata perpisahan pula, setelah itu barulah ia berangkat menuju Madinah. Ketika Khalid masuk menemui Umar , Umar segera membacakan Syair: Engkau telah berbuat sesuatu perkara yang tidak pernah dibuat oleh seorangpun sebelummu,Apapun yang diperbuat manusia tetapi Allah سُبْحَانَهُ وَتَعَالَىٰ jualah yang akan berbuat dan menentukan segala sesuatu,
Setelah itu Umar menanyakannya perihal pemberiannya kepada al-Asy’ats sebanyak 10.000 dirham, Khalid menjawab, “Aku mendapatkannya dari harta rampasan perang dan dari bagianku”, Umar berkata, “Uang yang lebih dari 60.000 dirham adalah milikmu.” Setelah itu Umar menghitung seluruh harta miliknya setelah itu Umar mengambil dari harta tersebut sebanyak 20.000 dirham lalu berkata, “Demi Allah سُبْحَانَهُ وَتَعَالَىٰ sesungguhnya engkau di mataku sangat mulia, dan sesungguhnya engkau sangat kucintai, dan sejak saat ini engkau tidak akan kutunjuk menjadi salah seorang pejabatku lagi untuk urusan apapun juga. [346]
Saif bin Umar meriwayatkan dari Abdullah dari al-Mustawrid dari bapaknya dari Adi bin Sahl. Ia berkata, “Umar menulis surat ke seluruh kota-kota, ‘Sesungguhnya aku tidak mencopot Khalid disebabkan murka ataupun ia berkhianat, tetapi disebabkkan orang-orang begitu banyak menyanjungnya dan terfitnah karena dirinya, maka aku ingin memberitahukan kepada manusia bahwa Allah-lah yang kuasa berbuat. Agar mereka tidak terfitnah’. [347]
Ketika Khalid wafat Umar berkata, “Semoga Allah سُبْحَانَهُ وَتَعَالَىٰ. Merahmati Abu Sulaiman, sesungguhnya kami selalu mencurigainya dalam banyak hal yang sebenarnya tidak pernah terbukti sama sekali.” [348] Juwairiyah bin Asma’ meriwayatkan dari Asma’ dari Nafi’, dia berkata, Ketika Khalid wafat dia hanya meninggalkan satu ekor kuda, seorang budak dan senjatanya. [349]
11. Kunjungan Umar رضي الله عنه kedua ke Negeri Syam tahun18 H [350]
Amirul mukminin Umar telah berkeinginan keras untuk mengelilingi negeri-negeri sambil mengunjungi para gubemurnya dan melihat tindak tanduk mereka maupun kebijakan-kebijakan yang mereka buat, para sahabat kembali berselisih antar mereka, ada yang mengatakan, “Mulailah dari Irak.” dan ada yang mengatakan, “Mulailah dari Syam.” Akhirnya Umar menentukan pilihan untuk mengunjungi Syam terlebih dahulu untuk membagikan warisan kaum muslimin yang wafat disebabkan Tha’un Amawas. Kaum muslimin merasa kesulitan membaginya maka diperlukan kedatangan beliau ke Syam. Ketika Umar sampai di Syam ia segera membagi-bagikan nafkah penduduk Syam, member nama daerah-daerah pantai dan dataran yang ditaklukkan.
Menutup daerah-daerah Syam yang terbuka, setelah itu ia membagi-bagikan harta warisan kepada para ahli waris yang berhak (baik yang hidup ataupun telah mati, pent.) setelah itu barulah ia menyerahkan harta tersebut kepada para ahli waris yang masih hidup. Kesulitan ini terjadi disebabkan banyaknya yang tewas akibat Tha’un tersebut satu demi satu sebelum dibagikannya harta. [351]
Saif bin Umar berkata, Ketika Umar akan kembali ke Madinah pada bulan Dzulhijjah tahun ini, ia sempat berpidato dihadapan manusia, setelah memuji Allah سُبْحَانَهُ وَتَعَالَىٰ ia berkata, “Ingatlah sesungguhnya aku telah dipilih menjadi pe-mimpin kalian, dan aku telah melaksanakan seluruh amanah yang diamanatkan Allah سُبْحَانَهُ وَتَعَالَىٰ di atas pundakku terhadap kalian insya Allah, kami berusaha berlaku adil terhadap kalian dalam hal pajak, rumah-rumah maupun peperangan, kami telah berusaha berbuat semaksimal mungkin untuk kalian, kami telah membuat tentara khusus, dan kami siapkan untuk kalian jalan keluar dan tempat tinggal kalian, kami telah lapangkan bagi kalian rizki kalian yang bersumber dari upeti dan harta rampasan kalian ketika berperang di wilayah Syam, dan kami juga telah menyiapkan makanan, gaji-gaji dan tanggungan nafkah bulanan.
Barang siapa memiliki usul baik yang belum kami lakukan untuk kalian hendaklah usul tersebut disampaikan dan kami akan berusaha mengamalkannya insya Allah, tiada kekuatan kecuali dengan kekuatan Allah سُبْحَانَهُ وَتَعَالَىٰ [352]
Ketika itu waktu shalat telah tiba, orang-orang berkata pada Umar , “Alangkah baiknya jika engkau perintahkan Bilal yang mengkumandangkan adzan?” Umar memerintahkan Bilal untuk mengumandangkan suaranya, maka tidak satupun dari para sahabat yang pernah bersama Rasulullah ﷺ.
Mendengarkan adzan Bilal pada masa Rasulullah ﷺ hidup kecuali menangis hingga basah jenggotnya, dan Umar yang paling hebat tangisannya. Orang-orang yang tidak pernah berjumpa dengan Rasulullah ﷺ pun turut menangis disebab-kan tangisan mereka dan terkenang kepada Rasulullah ﷺ [353]
12. Tahun paceklik (Ramadah)
Musim kering dimulai pada akhir tahun ke 18 H, tepatnya pada bulan Dzulhijjah dan musim kering ini terus-menerus berjalan hingga 9 bulan, orangorang mulai kesulitan, kekeringan telah melanda seluruh bumi al-Hijaz, dan orang-orang mulai merasakan kelaparan yang sangat, dan telah kami rinci masalah ini dalam sirah (biografi) Umar ra.
Dinamakan dengan tahun ramadah disebabkan permukaan bumi menjadi hitam kering karena sedikitnya turun hujan, hingga warnanya sama dengan ramad (debu), ada yang mengatakan bahwa sebab dinamakan tahun ramadah karena angin selalu membawa debu seolah-olah ramad (abu), dan mungkin pula dinamakan dengan tahun ramadah karena dua hal ini. wallahu a ‘lam.
Tahun ini daerah Hijaz benar-benar kering kerontang. Para penduduk kampung banyak yang mengungsi ke Madinah dan mereka tidak lagi memi-liki sedikitpun bahan makanan, mereka segera melaporkan nasib mereka kepada Amirul mukminin Umar ra.
Umar segera membagi-bagikan makanan dan uang dari baitul mal hingga gudang makanan dan baitul mal kosong total. Beliau memaksakan dirinya untuk tidak makan lemak susu maupun makanan yang dapat menggemukkan hingga musim paceklik ini berlalu.
Jika pada waktu sebelumnya selalu dihidangkan roti dan lemak susu, maka pada waktu ini beliau hanya makan minyak dan cuka, beliau hanya mengisap-isap minyak, dan tidak pernah kenyang dengan makanan tersebut. Hingga warna kulit Umar berubah menjadi hitam dan tubuhnya berubah kurus hingga dikhawatirkan kelak akan jatuh sakit dan lemah. Keadaan peceklik ini berlangsung selama 9 bulan. Setelah itu keadaan berubah kembali menjadi normal sebagaimana biasanya. Akhirnya masing-masing para pengungsi yang kelaparan dari tiap-tiap per-kampungan kembali ke rumah-rumahnya di desa. [354]
Asy-Syafi’i berkata, “Aku mendengar bahwa seorang Arab pernah berkata kepada Umar ketika orang-orang desa berangkat dari Madinah, Musim paceklik telah berlalu, ternyata engkau benar-benar anak seorang yang merdeka, engkau telah berbuat kebajikan kepada manusia dan menolong mereka’.”
Telah diriwayatkan kepada kami bahwa Umar pernah mengontrol rakyatnya di Madiah pada suatu malam di tahun peceklik. Umar. Tidak mendapati satu orangpun ada yang tertawa, ataupun berbincang-bincang di rumah sebagaimana biasanya. Umar tidak pula mendapati ada yang meminta-minta, maka ia bertanya apa sebabnya, maka ada yang berkata kepadanya, “Mereka pernah meminta tetapi tidak ada yang dapat diberikan, akhirnya mereka tidak lagi meminta, sementara mereka benar-benar dalam keadaan yang menyedihkan dan sangat memprihatinkan, oleh karena itu mereka tidak lagi bisa berkata-kata ataupun tertawa.”
Akhirnya Umar mengirim surat kepada Abu Musa di Bashrah yang isinya, “Bantulah umat Muhammad! Mereka hampir binasa.” Setelah itu ia juga mengirim surat yang sama kepada Amr bin al-Ash di Mesir. Kedua gubernur ini mengirimkan ke Madinah bantuan dalam jumlah besar terdiri dari makanan dan bahan makanan pokok berupa gandum. Bantuan Amr dibawa melalui laut hingga sampai ke Jeddah kemudian dari sana baru di bawa ke Makkah. [355] Atsar ini sanadnya baik, tetapi penyebutan Amr bin al-Ash sebagai gubernur Mesir pada tahun paceklik perlu dipertanyakan kembali, sebab Mesir belum ditaklukkan pada tahun 18 H. Hanya ada dua kemungkinan, pertama, peristiwa paceklik ini terjadi setelah tahun 18 H. Atau kedua, penyebutan Amr bin al-Ash dalam kisah ini adalah keliru, wallahu a ‘lam.
Saif bin Umar menyebutkan dari para gurunya bahwa Abu Ubaidah pernah datang ke Madinah membawa 4000 hewan tungganggan yang dipenuhi dengan makanan. Umar memerintahkannya untuk membagikannya di perkampungan sekitar Madinah, setelah selesai dari tugasnya Umar memberikan kepadanya uang sebanyak 4000 dirham namun Abu Ubaidah menolaknya.
Tetapi Umar terus memaksanya hingga akhirnya ia mau menerimanya. [356] Ath-Thabrani berkata, “Kami diberitahu oleh Abu Muslim al-Kassyi, dia berkata, ‘Kami diberitahu oleh Muhamamd bin Abdillah al-Ansari, dia berkata, ‘Kami diberitahukan oleh ayahku dari Tsumamah bin Abdillah bin Anas, dari Anas bahwa Umar keluar untuk melaksanakan doa minta hujan. Beliau keluar bersama Abbas dan meminta kepadanya berdoa agar hujan diturunkan. Umar berdoa sambil berkata, ‘Ya Allah sesungguhnya apabila kami ditimpa kekeringan sewaktu Rasulullah ﷺ masih hidup kami meminta kepadaMu melalui Nabi kami, dan sekarang kami meminta kepadaMu melalui paman Nabi Kami Al-Bukhari meriwayatkan dari Hasan bin Muhammad dari Muhammad bin Abdillah al-Ansari dari jalur yang sama dengan lafaznya, “Diriwayatkan dari Anas bahwa saat musim paceklik melanda, Umar meminta hujan melalui doa Abbas bin Abdul Muththalib. Dan berkata, ‘Ya Allah sesungguhnya kami meminta kepadaMu melalui paman Nabi kami, maka berilah kami hujan.’ Maka manusia pun akhirnya mendapatkan hujan. [357]
13. Sikap tegas Umar رضي الله عنه dalam hidupnya
Ibnu Jarir menyebutkan peristiwa pada tahun 18 H dari jalur Saif bin Umar dengan sanadnya kepada as-Sya’bi, dia berkata, “Abu Ubaidah menulis surat kepada Umar bin al-Khaththab bahwa sebagian dari kaum muslimin minum khamr, di antara mereka; Dhirar dan Abu Jandal bin Suhail, kami bertanya kepada mereka mengapa masih meminum Khamr, maka mereka menjawab, ‘Al-Qur’an memberikan pilihan pada kami (antara meminum ataupun tidak) dalam ayatNya yang berbunyi: ‘Tidakkah kalian berhenti.’ (Al-Maidah: 91).
Maka kami memilih untuk meminumnya, menurut mereka ayat ini tidak tegas melarang.’ Akhirnya Umar mengumpulkan para sahabat dalam kasus penafsiran yang keliru ini, akhirnya semua sepakat untuk menentang pemahaman mereka mengenai makna ayat tersebut, dan makna dari ayat yang sebenarnya adalah kata perintah yang berarti: Berhentilah! Akhirnya para sahabat sepakat untuk mencambuk orang-orang yang minum Khamr sebanyak 80 kali cambukan untuk tiap-tiap orang.
Mereka juga sepakat bahwa siapa saja yang masih berpegang teguh dengan penafsiran yang keliru ini akan dihukum mati. Umar segera menulis surat kepada Abu Ubaidah yang bunyinya, ‘Tanyakan kepada mereka mengenai khamr apakah menurut mereka halal? Jika mereka mengatakan halal maka bunuhlah mereka, tetapi jika mereka mengatakan haram maka cambuklah mereka.’ Akhirnya mereka mengakui keharamannya, setelah itu mereka segera dicambuk. Dan mereka menyesal atas penafsiran mereka yang serampangan terhadap ayat ini. Bahkan Abu Jandal sempat digoda setan yang membisikkan padanya seolah-olah dosanya sangat besar dan tidak akan diampunkan, maka Umar segera menulis surat untuk-nya secara khusus dan berkata padanya sambil membacakan ayat: ‘‘Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa syirik, dan Dia mengampuni segala dosa yang selain dari (syirik) itu, bagi siapa yang dikehendakiNya. Barangsiapa yang mempersekutukan Allah, maka sungguh ia telah berbuat dosa yang besar.‘ (An-Nisa: 48).
Maka bertaubatlah kepada Allah سُبْحَانَهُ وَتَعَالَىٰ dan angkat kepalamu jangan berputus asa dari rahmat Allah سُبْحَانَهُ وَتَعَالَىٰ sesungguhnya Alah berfirman: ‘Katakanlah, ‘Hai hamba-hambaKu yang melampaui batas terhadap diri mereka sendiri, janganlah kamu berpntus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya Allah mengampuni dosa-dosa semuanya. Sesungguhnya Dia-lah Yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang’.” (Az-Zumar: 53).
Umar juga menulis surat kepada manusia, ‘Hendaklah kalian mengawasi diri kalian sendiri, jika ada yang merubah agama ini maka rubahlah mereka dan tunjuki, jangan seseorangpun menghina temannya atas kesalahannya yang akan membuat bala bencana semakin tersebar diantara kalian’.”
Al-Waqidi berkata, “Pada tahun 19 H. muncul kobaran api dari sebuah kampung Laila yang berada di Madinah, Umar ingin memadamkannya bersama kaum muslimin, tapi tidak berhasil. Akhirnya ia menganjurkan agar kaum muslimin bersedekah, maka gejolak api segera padam, alhamdulillah.”[358]
14. Peristiwa tahun 20 H
Al-waqidi menyebutkan, pada tahun ini Umar mencopot Qudamah bin Mazh’un dari jabatannya sebagai gubernur di Bahrain. Setelah itu ia juga dihukum cambuk dalam kasus minum Khamr. [359] Sebagai penggantinya untuk mengawasi wilayah Bahrain dan Yamamah, Umar menganggkat Abu Hurairah ad-Dausi .
Pada tahun ini Umar mengusir kaum Yahudi dari Khaibar ke Azriat [360] dan tempat lainnya. Selanjutnya Umar juga mengusir kaum Yahudi di Najran ke Kufah, dengan demikian Umar membagi-bagikan wilayah Khaibar, Wadi al-Qura dan Najran kepada kaum muslimin.
Pada tahun ini juga Umar mengadakan kebijakan baru yaitu membuat kantor administrasi, sementara al-Waqidi menganggap Umar telah membuat kantor sebelum tahun ini, [361] wallahu a ‘lam.
15. Keluhan Penduduk Kufah atas perilaku Sa’ad dan diturunkannya dari Jabatannya
Penduduk Kufah bangkit mengadakan demonstrasi memprotes Sa’ad bin Abi Waqqash sewaktu kaum muslimin bersiap-siap akan menaklukkan Persia pada peperangan Nahrawan tahun 20 H. Mereka melaporkan segala tindak tanduk Sa’ad hingga mereka menuduh Sa’ad tidak benar shalatnya. Oknum yang melaporkan hal ini kepada Umar adalah seorang lelaki yang bernama al-Jirah bin Sinan al-Asadi dengan dukungan beberapa orang yang bersamanya. [362]
Ketika laporan ini mereka bawa kepada Umar, beliau berkata, “Sesungguhnya tanda niat jelek kalian adalah pembangkangan kalian terhadapnya dalam kondisi seperti ini. Yaitu dalam kondisi Sa’ad telah bersiap-siap untuk memerangi musuh-musuh Allah سُبْحَانَهُ وَتَعَالَىٰ yang telah berkumpul untuk memerangi kalian, meskipun demikian hal tersebut tidak menghalangiku untuk memeriksa Sa’ad sebagaimana yang kalian laporkan.”
Kemudian Umar mengutus Muhamamad bin Maslamah sebagai utusan kepada para gubernur- ketika sampai di Kufah Muhammad berjalan mengelilingi seluruh kabilah, perkampungan dan seluruh Masjid di Kufah untuk mencari informasi yang paling akurat mengenai Sa’ad, ternyata seluruh penduduk memuji Sa’ad kecuali para pengikut al-Jirah bin Sinan, mereka diam tidak berkomentar, tidak memujinya ataupun mencelanya hingga Muhammad sampai di perkampungan Bani ‘Abs. Salah seseorang lelaki yang bernama Abu Sa’dah Usamah bin Qatadah [363] berdiri lalu berbicara, “Jika engkau memang menginginkan berita tentang Sa’ad maka ketahuilah bahwa Sa”ad tidak pernah membagi dengan rata, tidak adil terhadap rakyatnya, dan tidak pernah berperang bersama pasukannya.”
Sa’ad segera mendoakan kejelekan untuknya dan berkata, “Ya Allah jika apa yang dikatakannya adalah dusta, riya dan karena ingin dipuji maka butakanlah matanya, banyakkan anaknya dan jatuhkan dia ke dalam fitnah dan jeratan hawa nafsu yang menyesatkan.” Tak lama matanya menjadi buta dan dia memiliki 10 anak perempuan, jika mendengar tentang wanita maka dia akan berusaha mendatanginya dan menggodanya, jika dia tergelincir jatuh dia akan selalu berkata, “Aku terkena doa Sa’ad si lelaki yang penuh berkah.”
Sa’ad juga mendoakan al-Jirah dan para sahabatnya yang telah memfitnahnya, maka seluruhnya terserang penyakit di sekujur badan mereka dan bencana kehancuran pada harta mereka. Setelah itu Muhammad bin Maslamah mengerahkan penduduk Kufah untuk memerangi penduduk Nahawand sesuai dengan instruksi Umar bin al-Khaththab,kemudian membawa Sa’ad, Muhammad bin Maslamah, al-Jirah dan rekan-rekannya berjalan menemui Umar . Ketika hadir di hadapan Umar , beliau langsung mengecek kebenaran laporan perihal Sa’ad dan menanyakan kepada Sa’ad bagaimana shalat yang ia lakukan. Sa’ad memberitahukan bahwa dia memanjangkan shalat di dua rakaat pertama dan memendekkan di dua rakaat terakhir, Sa’ad berkata, “Tidak sedikitpun aku berpaling dari tata cara shalat Rasulullah.” Umar berkata padanya, “Begitulah prasangka-ku terhadapmu wahai Abu Ishaq. [364] Sa’ad melanjutkan, “Aku adalah orang yang kelima masuk Islam, dan kami pernah makan daun kayu ketika tidak menemukan makanan lagi hingga mulut kami luka-luka, aku juga orang yang pertama memanah di jalan Allah سُبْحَانَهُ وَتَعَالَىٰ, dan Rasulullah pernah mengumpulkan nama kedua ibu-bapaknya untukku padahal tidak pernah sebelumnya beliau berbuat hal itu untuk seseorangpun.
Tapi kini Bani Sa’ad menganggap diriku tidak pandai shalat dengan benar, dalam riwayat lain mereka mencurigai keislamanku jika memang benar tuduhan mereka berarti aku telah binasa dan sia-sia seluruh amalku. [365] Kemudian Umar berkata kepada Sa’ad, “Siapa yang engkau tunjuk untuk memimpin Kufah?”
Sa’ad berkata, “Abdullah bin Abdullah bin Itban.” Umar membenarkan pilihan Sa’ad itu sebagai penggan-tinya untuk mengawasi wilayah Kufah. Abdullah adalah seorang yang telah berumur, salah seorang dari tokoh sahabat yang menjadi halif (sekutu) Bani Hubla dari kaum Ansar. Sementara sejak dibebas tugaskan walaupun sebenarnya pemberhentian ini bukan disebabkan kelemahannya maupun pengkhianatan dirinya hampir saja Sa’ad menuntut para pengadu tersebut agar dijatuhi hukuman berat kalau saja dirinya tidak mengingat bahwa tuntutan tersebut akan mempengaruhi orang-orang lain kelak menjadi takut melaporkan tingkah laku para pemimpin (amir) mereka.
Umar berkata dalam wasiatnya setelah menyebutkan Sa’ad termasuk salah seorang dari enam tokoh penting dalam musyawarah untuk memilih Khalifah, “Jika jabatan khalifah ternyata jatuh kepada Sa’ad maka ia berhak untuk itu, tetapi jika tidak maka siapa saja yang menjadi khalifah hendaklah selalu meminta petunjuk dan saran-sarannya, sesungguhnya aku memecat-nya bukanlah karena dirinya tidak sanggup memikul amanah dan bukan pula karena dirinya berkhianat. [366]
16. Aneka Peristiwa di tahun 20H
Ath-Thabari berkata, “Yang menjabat sebagai Qadhi (hakim) Kufah tahun ini adalah Syuraih, dan yang menjabat sebagai Qadhi Bashrah adalah Ka’ab bin Surah.” Ath-Thabari melanjutkan, “Adapun Mush’ab az-Zubairi menyebutkan bahwa Malik meriwayatkan dari az-Zuhri bahwa Abu Bakar dan Umar Tidak mengangkat para qadhi [367] Ath-Thabari juga berkata, “Pada tahun ini Umar menunaikan Haji bersama rombongan para istri Nabi, dan inilah haji terakhir bagi Umar tahun ini juga Umar wafat, setelah itu Ath-Thabari menyebutkan kisah terbunuhnya Umar dengan panjang lebar [369] Dan saya telah menyebutkannya panjang lebar dalam bagian terakhir dari sirah Umar ra.
Referensi :
[323] Silahkan meruju’ ke Thabaqat Ibnu Sa’ad, 3/281.
[324] At-Tarikh al-Kabir Kitab al-Kuna him. 54, Ahmad telah meriwayatkan dalam Musnadnyd, 3/476, dan ath-Thabrani dalam al- Mu’jam al-Kabir, 22/298 jalan cerita yang semakna dengan ini, al-Haitsami berkata dalam Majma az-Zawaid, 9/350, “Diriwayatkan oleh Ahmad dan ath-Thabrani dan para perawi yang terdapat dalam jalan mereka adalah Tsiqat.”
[325] Menurutku, “Yang masyhur bahwa Umar menunjuk penggantinya pada musim haji tahun 13, setelah itu dia memimpin ibadah haji sepuluh tahun secara berturut-turut, dan terakhir yaitu pada tahun 23 H.”
[326] Ath-Thabari menyebutkan hal yang serupa dalam Tarikhnya, 3/597 tanpa sanad.
[327] Ibid 3/597
[328] Ibid.
[329] Badhi’ adalah nama sebuah pulau di laut Yaman. (Yaqut, Op.cit 1/324).
[330] Lihat kisah ini di Tarikh ath-Thabari, 4/38
[331] /We/4/38.
[332] Dalam naskah asli tertulis Iyadh bin Ghanim, tetapi ini keliru, perbaikan ini diambil dari Tarikh ath-Thabari, 4/39
[333] Masalah penanggalan Hijriyah ini, lihat Tarikh ath-Thabah, 4/38, al-Bidayah wan Nihayah, 3/206, dan as-Sakhawi dalam al- I’lan bi at-Taubikh //man Dzamma at-tarikh, him. 78, dan Imam as-Suyuti dalam sebuah risalahnya yang berjudul as-Syamarikh fi Ilmi at-Tarikh.
[334] Tarikh ath-Thabari, 4/38.
[335] Shahih al-Bukhari, kitab al-Jartaiz, bab Qaul an-Nabi Inna bika Lamahzunun’ (3/172 dari Fathul Ban), lihat Jug biografi Mariyah di ath-Thabaqat al-Kubra Vonu Sa’ad 8/ 212.
[336] Maksudnya suara mereka yang begitu ribut
[337] Hal ini disebutkan oleh al-Hafizh Ibn Hajar dalam al-lshabah, 6/35 dia menyandarkannya kepada Abdullah bin Mubarak dari kitab Zuhudnya, Ahmad juga mengeluarkan riwayat ini dalam A-Musnad, 1/54 No. 390 tahqiq Ahmad Syakir, yakni mengenai berita diutusnya Muhammad bin Maslamah untuk membakar pintu istana, Syeikh Ahmad Syakir berkata, “Sanadnya dhaif(lemah).”
[338] Untuk informasi mengenai pembangunan dan perencanaan negerai kufah agar lebih luas, silahkan ruju’ kepada kitab Tarikh ath-Thabari, 4/40-47.
[339] Sargh adalah awal negeri Hijaz dari arah Syam yang terletak antara daerah Mughitsah dan Tabuk, Imam Malik berkata, “Sargh adalah sebuah perkampungan di Lembah Tabuk.” ( Mujam at-Buldan, 3/211).
[340] Lihat Yaqut, Mu’jam al-Bu!dan, 4/157, dan dibarisi dengan fathah awaldan yang kedua (Amawas), dinukil dari Zamakhsari bahwa dia membarisinya dengan kasrah awa/(Imawas).
[341] Dalam naskah asli tertulis Mukhtardan perbaikan ini dari Tarikh ath-Thabari, 4/60. Lihatlah selengkapnya dalam kitab ini
[342] Al-Fakihi: Akhbar Makkah, 2/273, bandingkan dengan Tarikh ath-Thabari, 4/69.
[343] Silakan lihat Tarikh ath-Thabari, 4/69
[344] Diriwayatkan oleh Abdurrazzaq dalam Mushanna/hya 5/47, melalui beberapa jalur dan Imam Ahmad dalam Fadhaail Shahabat, 1/324 nomor 455. Muhaqqiq berkata, sanadnya shahih sampai kepada Atha’ dan menyebutkan beberapa riwayat penyerta. Silakan lihat Akhbar Makkah karangan al-Fakihi 1/454, Tarikh ath-Thabari, 4/101, Tafsir al-Qur’an al-Azhim 1/170, Akhbar Makkah karangan al-Azruqi 1/33 dengan sanad yang shahih sebagaimana dikatakan oleh al-Hafizh Ibnu Hajar al- Asqalani dalam Fathul Ban, 1/499, penjelasan bahwa renovasi itu dilakukan setelah musibah banjir yang melanda kota Makkah yang terkenal dengan sebutan banjir Ummu Nahsyal pada masa kekhalifahan Umar & Maqam Ibrahim mereka temukan dl daerah bagian bawah kota Makkah. Kemudian mereka mengikatnya di dinding Ka’bah. Hingga ketika Umar datang ke kota Makkah beliau mengembalikan Maqam Ibrahim ke tempatnya semula pada masa Rasulullah ﷺ. ? dan Abu Bakar & Umar meminta petunjuk kepada al-Muththalib bin Abi Wada’ah di mana kira-kira letaknya semula padahal beliau sendiri mengetahuinya. Para peneliti sejarah lebih menguatkan perkataan ini daripada yang lainnya. Dan bahwasanya apa yang dilakukan oleh Umar adalah meletakkan Maqam Ibrahim ke posisinya semula. (Silahkan lihat tulisan Said Bakdasy dalam Fadhl Hajar al-Aswad wa Maqam Ibrahimm, halaman 106-113).
[345] Silakan lihat Shahih Jam:’ ash-Shaghir, 4403, dari hadits Abdullah bin Abbas dan al-Miswar bin Makhramah, dan riwayat ini dinisbatkan kepada ath-Thabrani, al-Hakim dan al-Baihaqi sebagaimana disebutkan oleh Syaikh al-Albani dalam Silsilah al- Ahadits ash-Shahihah, 2036
[346] Rincian masalah ini silahkan lihat riwayat ath-Thabari dalam 7a/*/nya 4/67 dari jalan Saif bin Umar dari para syaikhnya, dan di sebagian isinya terdapat perkara-perkara mungkar yang tidak benar, dan Saif sendiri adalahseorang yang dhaif serta par syaikhnya merupakan orang-orang yang tidak diketahui. Ibn Katsir telah menerangkan keanehan ini dengan perkataannya ketika mengomentari judul kisah ini, “Suatu yang asing.” Dan dasarberita dicopotnya Khalid adalah benar, dan sebabnya telah jelas sebagaimana yang diterangkan Umar alasan pencopotannya ke seluruh wilayah dan dalam khutbahnya di Jabiyah tepat di hadapan seluruh panglima perang di Syam. Adapun kisah berlebihan yang disebutkan di sini, tidak sedikitpun memiliki sanad yang dapat dijadikan sandaran
[347] Tarikh ath-Thabari, 4/ 68, dan riwayat ini memiliki sy3/?/e'(penguat) yang shahih dalam Thabaqat Sa’ad, 3/ 284.
[348] Dikeluarkan oleh Ibnu Sa’ad dalam ath-Thabaqat al-Kubra, 6/94 diambil dari manuskrip Ahmad yang ketiga dari Abdullah bin Zubair al-Humaidi, dia berkata, “Kami diberitahukan oleh Sufyan bin Uyainah, dia berkata, kami diberitahukan oleh Ismail bin Abi Khalid dia berkata, Aku mendengar Qais bin Abi Hazim berkata, “Sanadnya shahih.”
[349] Diriwayatkan oleh Ibnu Sa’ad, /»/tf 6/195.
[350] Pada masa pemerintahannya, Umar pernah berkunjung tiga kali ke Syam, pertama ketika menaklukkan Baitul Maqdis, kedua untuk berperang namun dia kembali disebabkan adanya Wabah Tha’un, dan ini yang ketiga
[351]. Lihat Tarikh ath-Thabari, 4/64
[352]. Ibid 4/65.
[353] Ibid 4/66.
[354] Lihat kisah tentang tahun paceklik ini di ath-Thabaqat al-Kubra karya Ibnu Sa’ad 3/ 310-317, dan lihat pula karya Ibn Syabat, Akhbar al-Madinah, 2/736-745.
[355] Hal yang senada diriwayatkan oleh Ibn Syabbah dalam Akhbaral-Madinah dari jalan al-Haitsam bin Adi, 2/743, sebagaimana dia juga meriwayatkan dari jalan al-Walid bin Muslim, dia berkata, “Aku telah diberitahukan oleh Abdurahman bin Zaid bin Aslam dari Ayahnya dari Kakeknya bahwa Umar memerintahkan Amr bin al-Ash untuk mengirim makanan dan mirah dari Mesir ke Madinah dari Laut Ailah pada tahun paceklik 2/745, sementara Abdurrahman bin Zaid adalah dfiaif sebagaimana disebutkan dalam taqribr (Biografi no. 3890).
[356] Lihat Tarikh ath-Thabari, 4/ 100
[357] Shahih Bukhari, kitab al-Istisqa, bab sualun nas al-imam al-Istisqa idza quhithu, 2/494 dari Fathul Bahri. Sebelum ini pengarang (Ibnu Katsir) menyebutkan kisah datangnya seseorang ke kubur Nabi dan memohon darinya untuk minta hujan terhadap umatnya, maka dalam mimpinya dia melihat Nabi memerintahkannya agar mendatangi Umar sambil memberitakan kepada umar bahwa mereka akan diberi hujan…dst hingga selesai. Kisah ini di nukil dari al-Baihaqi dari jalan al-A’masy dari Abu Shalih dari Malik ad-Dar, dia menshahihkan isnadnya. Kisah ini dikeluarkan oleh Ibn Abi Syaibah dalam mushanna/hya, 12/31 dari jalan ini dan al-Hafizh mengomentari hal ini 2/495, “Isnadnya Sahih.” Sengaja tidak kusebutkan hal ini karena sanadnya mengandung berbagai nakarah (hal-hal yang aneh dan dalam msntashhlh sanadnya juga perlu diteliti ulang, sebab al-A’masy adalah seorang mudallis dan di sini dia telah membawakan lafaz ‘an’anah, sementara Malik ad-Dar tidak pernah seorangpun mengetahui biografinya kecuali Ibnu Sa’ad dalam ath-Thabaqat, 5/12 dan di sini juga Ibnu Sa’ad tidak sedikitpun memberikan komentar terhadap perawi ini baik dalam bentuk/3rf7(cela) maupun f3′<#/(pujian). Al- Allamah Ibn Baaz berkata dalam ta’//qnya terhadap FathulBari, “Andai saja atsar ini benar sebagaimana kata syarih yang menerangkan kitab ini, namun tidak dapat dijadikan hujjah bolehnya meminta hujan dengan Nabi setelah beliau wafat, sebab orang yang meminta padanya majhul (tidak dikenal) dan praktek dari para sahabat menyelisihi hal ini, padahal merekalah yang paling mengerti dengan agama ini, tidak pernah seorangpun dari mereka datang ke kubur nabi sambil memohon padanya agar hujan diturunkan ataupun permohonan lainnya, bahkan Umar sendiri pada musim paceklik langsung meminta kepada Abbas agar berdoa hujan diturunkan, dan tidak seorangpun dari kalangan sahabat yang mengingkari hal ini, maka dapat diketahui bahwa inilah yang benar.”
[358] Lihat Tarikh ath-Thabah, 4/102, dan perkampungan Lila terdapat di daerah utara Madinah. (Yaqut, op.c/f 2/247).
[359] Lihat 4/112, dan kisah mengenai di ditegakkannya hadits ini lihat Ibn Abi Syaibah dalam Mushannaf, 10/39, dan juga Pada Umar ibn Syabbah pada Akhbaral-Madinah, 3/843 dan sanadnya shahih.
[360] Sebuah kota yang terletak di ujung wiiayah Syam berbatasan dengan wilayah Balqa’ dan Amman. {Mu’jam al-Buldan, 1/130).
[361] Lihat kisah ini sebelumnya dalam Tarikh ath-Thabari, 4/112.
[362] Al-Hafizh berkata dalam FathulBari, “Nama sebagian mereka disebutkan dalam riwayat Saif dan ath-Thabrani di antaranya al-Jirah bin Sinan, Qabisah dan Arbad, seluruhnya penduduk Basrah.”
[363] Biografinya dalam al-Ishabah, 1/195 ada yang menyebutkan bahwa dia sempat menemui masa ketika nabi diutus..
[364] Lihat Shahih Bukhari, Kitab Shalat, bab wujub qira’at Ill-imam wal-makmum. (2/236 dari Fathul Ban).
[365] ibid, kitab Fadhail Shahabah, bab Manaqib Sa’ad bin Abi Waqqash, 7/83, Fathul Bari, bandingkan dengan ath-Thbaqat ai-Kubra, 3/140
[366] Shahih al-Bukhari, kitab al-Fadhail, bab Qissatul Baiat wal IWfaq ‘ala Ustman, 7/61 dari Fathul Bahri.
[367] Tarikh ath-Thabari, 4/241.
[368] Ibid, 4/241.
[369] Ibid, 4/190-227, lihat kembali masalah ini dalam Pasal 1.
Sumber : https://hbis.wordpress.com/2010/02/02/pengangkatan-umar-ra-menjadi-khalifah-dan-beberapa-peristiwa/