Penumpasan Gerakan Riddah (Murtad) Lanjutan
1. Utusan Bani Asad dan Ghathafan Kepada Abu Bakar dan Hukum yang Dijatuhkan atas Mereka
Ats-Tsauri berkata, Diriwayatkan dari Qais bin Muslim, dari Thariq bin Syihab, dia berkata, “Ketika utusan Buzakhah datang yaitu Bani Asad dan Ghathafan- kepada Abu Bakar meminta perdamaian, Abu Bakar memberikan kepada mereka dua alternatif; Alternatif pertama, peperangan yang akan menghabisi mereka atau alternatif kedua yang menghinakan mereka. Mereka bertanya, “Wahai Khalifah Rasulullah ﷺ, adapun peperangan yang akan menghabisi kami sudah kami pahami, tetapi apa maksud dari alternatif kedua yang menghinakan kami itu?” Beliau berkata, “Akan diambil dari kalian seluruh tanah kalian, kemudian kalian biarkan orang-orang lain membajak sawah dan lading kalian. Hingga Allah memperlihatkan kepada khalifah nabinya dan kaum mukminin perkara yang dapat memberikan keringanan bagi kalian. Kemudian kalian wajib membayar apa yang kalian dapat dari kami dan kami tidak membayar apa yang kami dapat dari kalian. Kalian harus bersaksi bahwa orang yang terbunuh dari kami berada dalam surga dan orang yang terbunuh dari kalian berada dalam neraka. Kalian harus membayar denda terhadap orang-oang yang terbunuh dari kami, tetapi kami tidak membayar denda dari orang yang terbunuh dari kalian.”
Umar berkata, Adapun perkataanmu, “Kalian membayar diyat (denda) terhadap orang kami yang terbunuh” Seharusnya tidak sesuai bagi mereka, sebab tentara kita terbunuh dalam rangka menjalankan perintah Allah. Oleh karena itu tidak ada diyatnya. Pada awalnya Umar tidak setuju dengan pendapat Abu Bakar itu namun akhirnya ia mengatakan, “Benar pendapat-mu!” Diriwayatkan oleh al-Bukhari [158] dari hadits ats-Tsauri.
2. Kisah Ummu Ziml
Sebelumnya para pengikut Thulaihah dari Bani Ghathafan telah ber-kumpul di bawah pimpinan seorang wanita yang bernama Ummu Ziml Salma binti Malik bin Huzaifah- di sebuah tempat yang bernama Zhafar. [159] Wanita ini termasuk bangsawan Arab, ibunya Ummu Qirfah [160] sangat terkenal dengan kemuliannya disebabkan anaknya yang banyak, kemuliaan kabilah dan rumahnya. Ketika orangorang tersebut berkumpul di sekelilingnya ia memberikan sugesti agar mereka menyerang Khalid. Semangat mereka menjadi bangkit, apalagi setelah bergabungnya Bani Sulaim, Thayyi’, Hawa-zin dan Bani Asad bersama mereka. Terkumpullah pada mereka pasukan yang banyak, dan semakin kokoh pula kedudukan wanita ini.
Ketika Khalid mendengar berita ini ia segera bergegas menuju mereka. Maka terjadilah pertempuran yang hebat. Wanita itu mengendarai unta ibunya yang katanya “Satu ekor unta jantan ini sebanding dengan seratus unta biasa” hal itu disebabkan kemuliannya. Namun Khalid berhasil mengalahkan mereka dan berhasil menyembelih unta tersebut dan menghabisi wanita itu. sctelah itu ia mengirim utusan untuk membawa berita gembira ini kepada Abu Bakar ash- Shiddiq ra..[161]
3. Kisah al-Fuja’ah
Nama lengkapnya adalah lyas bin Abdullah bin Abdi Yaa lail bin Umairah bin Khufaf dari Bani Sulaim, sebagaimana yang dikatakan oleh Ibnu Ahaq. Akhir hidupnya mati dibakar oleh Abu Bakar ash-Shiddiq ra. di pemakaman Baqi’ kota Madinah. Adapun kisahnya bahwa dia pernah mendatangi Abu Bakar dan Abu Bakar mengira bahwa dia telah masuk Islam sambil menginstruksikan agar dia menyiapkan pasukan untuk memerangi oang-orang yang murtad, akhirnya Abu Bakar dan al-Fuja’ah menyiapkan pasukan. Ketika pasukan ini bergerak, tiap kali mereka menjumpai orang Islam maupun orang kafir pasti akan dibunuh dan diambil hartanya. Ketika Khalid mengetahui berita ini ia segera mengirim bala tentara untuk mengembalikannva. Tatkala Allah memberikan kesempatan kepada Abu Bakar untuk menghukumnya, maka Abu Bakar mengirimnya ke al-Baqi [162] kemudian dalam keadaan tangán terikat ke kepala ia dilemparkan ke dalam api hingga tewas terbakar.
4. Kisah Sajah dan Bani Tanim
Bani Tamim berselisih pendapat, sebagian dari mereka ada yang murtad dan enggan membayar zakat. Sebagian lainnya masih tetap membayar zakat kepada Abu Bakar ash-Shiddiq ra. Dan ada pula yang berdiam diri tidak mengambil sikap sambil melihat situasi. Dalam kondisi demikian datanglah Sajaah binti al-Harits bin Suwaid bin Uqfan at-Tuglabiyah dari al-Jazirah, dari kalangan Nasrani Arab yang mengaku dirinya sebagai Nabi. Didukung oleh para pengikutnya dan orang-orang yang bergabung dengan pasukannya mereka sepakat untuk menyerang Abu Bakar ash-Shiddiq ra.
Ketika melewati negeri Bani Tamim, dia mengajak Bani Tamim untuk mengikutinya. Ternyata banyak dari kalangan awam mengikuti ajakannya. Di antara mereka adalah Malik bin Nuwairah at-Tamimi, Atharid bin Hajib dan sekelompok pembesar Bani Tamim. Sementara itu di sisi lain sebagian Bani Tamim tidak mau mengikuti seruannya. Kemudian mereka sepakat agar tidak terjadi peperangan di antara mereka. Namun ketika Malik bin Nuwairah akan meninggalkan Sajah, ia memalingkan keinginannya dan memberikan semangat kepada Sajah untuk menaklukkan Bani Yarbu’. Akhirnya mereka sepakat untuk memerangi semua orang. Mereka bertanya, “Siapa yang pertama kali kita perangi?” Maka Sajaah menjawab dengan sajaknya,
Siapkan pasukan berkuda bersiap-siaplah untuk merampas kalahkan Rabbab [164] sebab mereka tidak memiliki perlindungan Setelah itu Bani Tamim berhasil merubah keputusan Sajah. Ia berangkat ke Yamamah untuk memerangi Musailamah bin al-Habib al-Kadzdzab. Namun kaumnya segan terhadap Musailamah karena mereka mendengar tentang kekuasaannya yang besar. Kaumnya berkata, “Kekuasaannya besar dan kuat!” Sajah berkata kepada kaumnya, “Hendaklah kalian pergi ke Yamamah dan pukullah genderang perang seperti pukulan merpati, sesung-guhnya peperangan pasti terjadi dan kalian tidak akan mendapat cela setelahnya.” Maka mereka bersiap-siap untuk memerangi Musailamah. Ketika Musailamah mendengar keberangkatan mereka menuju negerinya, dia merasa takut terhadap wanita itu yang akan merampas negeri Yamamah darinya. Apalagi dia sedang sibuk bersiap-siap memerangi Tsumamah bin Utsal. [165] Apalagi Tsumamah dibantu oleh Ikrimah bin Abu Jahal dengan seluruh tentara kaum muslimin sedang bermukim di dekat negerinya menunggu kedatangan Khalid bin Walid. Maka Musailamah segera mengirim utusan kepada Sajah meminta perlindungan kepadanya dan berjanji akan memberikan setengah dari bumi Yamamah yang akan diberikannya kepada Quraisy jika dia mengurungkan niatnya. Bahkan dia mengirim surat kepadanya untuk berkumpul dengannya di tengah-tengah kaumnya. Musailamah segera menjumpainya dengan membawa empat puluh orang penunggang berkuda, mereka berkumpul dalam satu kemah. Tatkala mereka berduaan dan Musailamah menawarkan padanya setengah dari hasil bumi Yamamah, Sajah langsung menyetujuinya dan menerima tawaran tersebut.
Musailamah berkata, “Allah akan mendengar orang yang mendengar, dan akan memberikan baginya kebaikan dengan ambisinya, urusannya pasti akan berjalan dengan lancar.” Setelah itu Musailamah berkata, “Maukah engkau aku nikahi dan dengan itu kita akan memiliki seluruh harta Arab?” Sajah menjawab, “Ya, aku mau.” Maka sejak itu Sajaah tinggal bersama Musailamah tiga malam, kemudian dia kembali kepada kaumnya.
Mereka bertanya pada Sajah, “Apa mahar pernikahanmu?” Dia menjawab, “Musailamah tidak memberikan mahar padaku sedikitpun!” Mereka menjawab, “Alangkah jeleknya seorang wanita terhormat seperti dirimu dinikahi tanpa mahar.” maka Sajah mengirim seseorang kepada Musailamah untuk meminta maharnya. Musailamah berkata, “Kirimkan padaku seorang mu’adzin kalian.” Sajaah mengirim mu’adzinnya yaitu Sibts bin Rib’iy ar-Rayyahi. Musailamah berkata padanya, “Serukan di tengah-tengah kaummu bahwa Musailamah bin Habib utusan Allah telah mengurangi shalat yang diajarkan Muhammad kepada kalian yaitu shalat subuh dan Isya’- dan katakan itulah mahar dari Musailamah untuk dirinya.”
Setelah itu Sajah kembali ke negerinya tatkala mendengar kedatangan tentara Khalid yang telah mendekat ke negeri Yamamah. Dia kembali setelah memungut setengah hasil bumi Yamamah dari Musailamah. Setelah itu dia menetap di tengah-tengah kaumnya, yakni Bani Taghlib hingga zaman Mu’awiyah. Dan terakhir Mu’awiyah mengusir mereka pada tahun jama’ah yakni tahun 40 H.
‘Atharid bin Hajib at-Tamimi membuat sebait syair, ia berkata,
Semalam nabi kami seorang wanita yang kami kelilingi, Namun sekarang nabi-nabi mereka adalah para lelaki
5. Berita tentang Malik bin Nuwairah Alyarbui At-Tamimi dan Kaumnya
Sebelumnya Malik hanyalah berbasa-basi dengan Sajah yang datang dari tanah Jazirah. Namun tatkala Sajah berhubungan dengan Musailamah dan kembali ke negerinya, Malik merasa menyesal. Ia berdiam di suatu tempat yang bernama al-Buthah. [166] Khalid segera datang dengan bala tentara-nya untuk membuat perhitungan dengannya. Namun sebagian Anshar enggan untuk [166] Yaitu sebuah danau kecil di daerah Bani Asad di negeri Najed. (Yaqut, ibid 1/445). mengikutinya dan mereka berkata,”Kita telah menjalankan apa yang diperintahkan oleh Abu Bakar ash-Shiddiq ra.” Khalid berkata kepada mereka, “Hal ini harus dilakukan karena ini adalah kesempatan yang tak boleh terlewatkan. Walaupun aku tidak mendapat instruksi, namun aku adalah pimpinan kalian dan akulah yang bertanggung jawab. Oleh karena itu aku tidak bisa memaksakan kalian untuk mengikutiku, yang jelas aku harus ke al-Buthah.” Maka Khalid berjalan selama dua hari kemudian kaum Anshar akhirnya turut juga mengikutinya dan mengejarnya.
Ketika mereka sampai di al-Buthah, Malik bin Nuwairah sedang berdiam diri. Khalid segera mengirim mata-matanya ke sekitar al-Buthah sambil mendakwahi manusia. Para pemimpin Bani Tamim menyambutnya dengan patuh dan ta’at. Mereka juga mengeluarkan zakat kecuali Malik bin Nuwairah sendiri, dia dalam keadaan bingung untuk berbuat dan menyendiri dari manusia. Maka tentara Khalid langsung menawan Malik dan teman-temannya. Pasukan kaum rmislimin berselisih mengenai status tawanan ini.
Abu Qatadah al-Harits bin Rib’iy al-Anshari angkat bicara setelah bertasyahhud, “Sesungguhnya mereka telah mendirikan shalat.” Sementara yang lain berpendapat, “Mereka tidak mengumandangkan adzan dan tidak mengerjakan shalat.” Para tawanan itu bermalam dalam keadaan kedinginan. Salah seorang suruhan Khalid menyeru, “Hangatkanlah para tawanan kalian!” Sebagian dari tentara menganggap bahwa ini adalah isyarat untuk membunuh mereka, maka seluruh tawanan dibunuh. Dhirar bin al-Azur [167] yang membunuh Malik bin Nuwairah. Ketika Khalid mendengar berita ini ia segera keluar menyusul mereka. Namun ternyata seluruhnya telah habis dibunuh. Khalid berkata, “Jika Allah menginginkan suatu urusan pasti akan terlaksana.”
Ada yang menyatakan bahwa Khalid memanggil Malik bin Nuwairah dan ia mencela segala yang telah dilakukan oleh Malik, mulai dari sikapnya yang mengikuti Sajah dan tidak mau membayar zakat, Khalid berkata, “Tidakkah engkau tahu bahwa zakat itu seiring dengan shalat?” Malik menjawab, “Begitulah yang dikatakan oleh sahabat kalian.” Khalid berkata, “Berarti ia adalah sahabat kami dan bukan sahabatmu? Wahai Dhirar penggallah lehernya!” Maka lehernya segera dipenggal, ketika itu Abu Qatadah mempermasalahkan perbuatan Khalid terhadap Malik hingga akhirnya Abu Qatadah melaporkan Khalid kepada Abu Bakar. Umar berbincang dengan Abu Qatadah tentang masalah Khalid ini hingga Umar berkata kepada Abu Bakar, “Copotlah Khalid dari jabatannya! Sesungguhnya pedangnya terlam-pau mudah mencabut nyawa orang.” Namun Abu Bakar menjawab, “Aku tidak akan menyarungkan pedang yang dihunus Allah terhadap Orang kafir.” Setelah itu datang Mutammin bin Nuwairah melaporkan perbuatan Khalid. Umar membantunya hingga akhirnya Abu Bakar ash-Shiddiq ra. “membayar diyat untuknya dari harta pribadinya.
Umar masih terus menerus menganjurkan Abu Bakar ash-Shiddiq ra. Agar mencopot kedudukan Khalid, ia berkata, “Sesunguhnya pedangnya terlam-pau mudah mencabut nyawa manusia!” Hingga akhirnya Abu Bakar ash-Shiddiq ra. mengirim utusan agar membawa Khalid ke Madinah. Khalid datang ke Madinah masih memakai baju perangnya yang terbuat dari besi, sementara di sana sini bajunya mulai berkarat disebabkan banyak terkena darah. Ia masuk menghadap Abu Bakar dan memohon maaf atas tindakannya. Abu Bakar memaafkan perbuatannya, dan tidak mencopotnya, walaupun sebenarnya Khalid telah berijtihad ketika membunuh Malik bin Nuwairah dan keliru dalam ijtihadnya.
Pernah juga Khalid diutus oleh Rasulullah ﷺ kepada Bani Khuzaimah dan ia membunuh para tawanan tersebut karena mengatakan, shaba’na! shaba’na (maksud mereka sebenarnya: Kami telah masuk Islam). Mereka mengatakannya disebabkan mereka sulit mengucapkan, Aslamna kami telah masuk Islam). Akhirnya Rasulullah ﷺ membayar diyat tiap tawanan tersebut dan Rasulullah ﷺ. mengembalikan bejana tempat minum anjing milik mereka. Beliau berdoa sambil mengangkat tangán, “Ya Allah sesungguhnya aku berlepas diri dari apa yang diperbuat Khalid. [168] Walaupun demikian Rasulullah ﷺ tidak mencopotnya dari jabatannya.
6. Pepperangan Aqraba di Yamamah dan Kisah terbunuhnya Musailamah Al-Kadzdzab
Setelah memaafkan Khalid bin Walid, Abu Bakar ash-Shiddiq ra. Mengutusnya untuk memerangi Bani Hanifah di Yamamah, dan melengkapinya dengan pasukan kaum muslimin. Pimpinan kaum Anshar ketika itu adalah Tsabit bin Qais bin Syammas.
Khalid mulai berjalan menuju Bani Hanifah. Tiap kali melewati kaum yang murtad, ia pasti menghabisinya. Ketika melewati pasukan berkuda milik Sajaah, Khalid menyerbu mereka hingga lari tercerai-berai dan akhirnya Khalid berhasil mengeluarkan mereka dari Jazirah Arab. Sementara itu Abu Bakar ash-Shiddiq ra. menyertakan bala bantuan di belakang Khalid untuk menjaganya dari belakang.
Sebelumnya Abu Bakar telah mengutus Ikrimah bin Abu Jahal dan Syarahbil bin Hasanah menuju Musailamah. Namun keduanya tidak mampu menghadapi Bani Hanifah disebabkan jumlah personil mereka yang amat banyak, yakni sekitar 40.000 personil. Ikrimah kembali sebelum kedatangan temannya, Syurahbil. Tatkala mereka berpapasan di jalan, keduanya sepakat untuk berbalik.
Adapun Musailamah, ketika mendengar kedatangan Khalid, dia menempatkan pasukannya di suatu tempat yang bernama Aqraba [169] di penghujung bumi Yamamah. Sementara perkampungan tepat di arah punggung mereka. Musailamah menggugah fanatisme kesukuan pasukannya. Bangkitlah fanatisme penduduk Yamamah memenuhi ajakannya. Musailamah menempatkan pada dua sayap pasukannya masing-masing al-Muhkam bin Thufail dan ar-Rajjal [170] bin Anfawah bin Nahsyal.
Sebelumnya Ar-Rajjal adalah sahabat Musailamah yang pernah bersaksi bahwa dia pernah mendengar Rasulullah ﷺ menyatakan bahwa Musailamah telah mendapatkan wahyu seperti nabi. Akibat kesaksian palsunya itu orang terlaknat ini memiliki andil besar dalam menyesatkan penduduk Yamamah. Hingga akhirnya penduduk Yamamah mengikuti Musailamah, semoga Allah melaknat keduanya. Bahkan ar-Rajjal pernah datang menghadap Rasulullah ﷺ dan sempat membaca surat al- Baqarah. Pada waktu terjadi pemurtadan besar-besaran, Abu Bakar mengutusnya kepada penduduk Yamamah untuk berdakwah menyeru mereka kepada Allah agar mereka tetap setia di atas Islam. Namun akhirnya ia turut murtad bersama Musailamah dan bersaksi bahwa Musailamah adalah nabi.
Saif bin Umar meriwayatkan dari Thulaihah dari Ikrimah dari Abu Hurairah dia berkata, “Suatu hari aku duduk di sisi Rasulullah saw. bersama seke-lompok orang. Di tengah kami hadir ar-Rajjal bin Anfawah. Nabi bersabda, “Sesungguhnya di antara kalian ada seseorang yang gigi gusinya di neraka lebih besar daripada gunung Uhud.”
Kemudian aku perhatikan bahwa seluruh yang hadir telah wafat, dan yang tinggal hanya aku dan ar-Rajjal. Aku sangat takut menjadi orang yang disebutkan oleh Nabi tersebut hingga akhirnya ar-Rajjal keluar mengikuti Musailamah dan membenarkan kenabiannya. Sesungguhnya fitnah ar-Rajjal lebih besar daripada fitnah yang ditimbulkan oleh Musailamah.” Hal ini diriwayatkan oleh Ibnu Ishaq dari gurunya dari Abu Hurairah [171]
Pasukan Khalid telah dekat, formasi pasukannya; di depan dipimpin Syarhabil bin Hasanah, sementara di sayap kiri dan kanan Zaid dan Abu Hudzaifah. Pasukan Islam yang terdepan yang lebih dahulu menemui musuh berjumlah sebanyak 40 prajurit ada yang mengatakan 60 prajuruit penunggang Kuda di malam hari dibawah pimpinan Majja’ah bin Murarah. Kali ini ia berangkat untuk membalas dendam terhadap Bani Tamim dan Bani Amir. Kemudian ketika kembali kepada kaumnya ia dan teman-temannya ditangkap oleh kaum muslimin dan dibawa kepada Khalid. Seluruhnya minta pengampunan Khalid, namun Khalid tidak percaya bahkan memerintahkan seluruhya dibunuh kecuali Majja’ah. Ia dibiarkan hidup dalam keadaan terikat di sisi Khalid karena keahliannya dalam siasat perang. Apalagi ia merupakan pemimpin yang dimuliakan dan dipatuhi oleh kaumnya.
Versi lain mengatakan bahwa ketika mereka dihadapkan pada Khalid, Khalid bertanya kepada mereka, “Bagaimana pendapat kalian wahai Bani Hanifah?” Mereka serentak menjawab, “Dari kami seorang nabi dan dari kalian seorang nabi pula!” Khalid membunuh mereka seluruhnya kecuali seorang yang bernama Sariyah. Sariyah berkata kepada Khalid, “Wahai bung, jika anda ingin berperang esok hari, bagaimanapun kondisi yang anda temui baik ataupun sebaliknya, namun biarkanlah satu orang ini hidup!” yaitu Majja’ah bin Murarah Oleh karena itulah Khalid membiarkannya hidup dalam keadaan terikat.
Ketika kedua pasukan bertemu, Musailamah berkata kepada kaumnya, ”Hari ini adalah hari penentuan! Hari ini jika kalian kalah maka istri-istri kalian akan dinikahi orang lain dan ditawan, atau mereka akan dinikahi dengan paksa. Oleh karena itu berperanglah kalian untuk mempertahankan harga diri dan kaum wanita kalian.”
Adapun kaum muslimin, mereka telah maju dan membuat pertahanan di perbatasan Yamamah. Di sana Khalid telah mendirikan tenda-tenda. Panji kaum Muhajirin dipegang oleh Salim Maula Abi Hudzaifah dan panji Anshar diregang oleh Tsabit bin Qais bin Syammas. Orang-orang Arab juga membawa panji mereka, sementara Majja’ah terikat di dalam tenda. Pertempuran antara kaum muslimin dan orang-orang kafir mulai berkobar, namun tiba-tiba terjadi serangan balik oleh pasukan Musailamah. Kaum muslimin mulai terdesak hingga Bani Hanifah berhasil memasuki tenda Khalid bin Walid dan hampir membunuh Ummu Tamim, kalau tidak dilindungi oleh Majja’ah dan berkata, “Sesungguhnya wanita merdeka ini sangat mulia.”
Pada waktu terjadinya serangan balik inilah ar-Rajjal bin Anfawah tewas terbunuh semoga Allah melaknatnya, ia dibunuh oleh Zaid bin al-Khaththab. Situasi semakin genting, sesama sahabat mulai saling memberi semangat, Tsabit bin Qais bin Syammas berkata, “Alangkah jelek perbuatan kalian terhadap rekan rekan kalian!” Ia mulai menyeru ke setiap penjuru, Bantulah kami wahai Khalid!”
Sebagian dari kaum Muhajirin dan Anshar datang membantu. Disebutkan bahwa al-Barra bin Ma’rur jika melihat peperangan bergejolak semangatnya terbakar, maka dirinya akan bergetar hebat seolah diserang alarwa’ [172] ia segera duduk di atas punggung kendaraannya hingga terkencingkencing dalam celana. Setelah itu ia menjerit laksana singa mengaum dan maju menyerang Bani Hanifah dengan penuh keberanian yang tidak ada bandingannya.
Para sahabat saling berwasiat satu sama lainnya dan saling berkata, “Wahai penghafal surat al-Baqarah hari ini sihir akan hancur!” Sementara Tsabit bin Qais telah menggali dua lubang dan membenamkan kedua kaiknya ke dalamnya hingga sampai betisnya, dia mengenakan kain kafan lengkap dengan wangi-wangiannya sambil membawa panji Anshar, dia tetap tegar di tempat itu hingga akhirnya terbunuh. Orang-orang Muhajirin berkata kepada Salim Maula Abu Hudzaifah, “Tidakkah engkau takut jika musuh berhasil menjebol pertahananmu?” Dia berkata, “Kalau hal itu terjadi alangkah buruk diriku sebagai penghafal al-Qur’an.” Zaid bin al-Khaththab berkata, “Wahai saudara-saudara sekalian, gigit erat dengan geraham kalian dan bunuhlah musuh-musuh, majulah dan seranglah!” la juga berkata, “Demi Allah aku bersumpah tidak akan berbicara hingga Allah mengalahkan mereka atau aku bertemu denganNya dan akan aku sampaikan hujjahku!” Akhirnya dia terbunuh sebagai syahid.
Abu Huzaifah berkata, “Wahai Ahli al-Qur’an hiasilah al-Qur’an dengan perbuatan kalian!” Kemudian dia masuk menyerbu ke arah musuh hingga terbunuh. Khalid bin Walid masuk menyerbu ke tempat musuh hingga melewati mereka, dia terus berjalan sambil mencari Musailamah, kemudian dia kembali dan berdiri di antara dua pasukan sambil menyeru untuk perang tanding, ia berteriak, “Aku adalah putera al-Walid al-Aud! Aku anak Ibnu Amir dan Zaid!” Kemudian ia memanggil dengan syiar kaum muslimin, yang ketika itu adalah Ya Muhammadaah. Setiap kali ada yang maju melayaninya pasti akan terbunuh olehnya, tidak ada yang mendekat kecuali pasti akan dihabisinya. Waktu itu Khalid telah memisah-misahkan antara kaum Muhajirin, kaum Anshar, orang-orang Arab dan tiap tiap kabilah masing-masing membawa panji dan berperang di bawahnya. Dengan cara itu kelak akan diketahui dari mana musuh bisa memasuki pertahanan kaum muslimin. Pada peperangan ini tampak keuletan dan kesabaran para sahabat yang tiada tandingannya. Mereka terus menerus maju ke arah musuh hingga Allah menaklukkan musuh dan orang kafir lari tungang-langgang. Kaum muslimin terus mengejar mereka sambil menebas leher-leher mereka, dan mengayunkan pedang ke arah mana saja yang mereka maui. Hingga akhirnya orang kafir terdesak sampai kepada kebun kematian, hadiqatul maut.
Pemimpin Yamamah, Muhakkam bin Thufail, semoga Allah melaknatnya telah memberi isyarat agar mereka masuk ke dalam kebun, akhirnya seluruhnya masuk kebun yang di dalamnya terdapat Musailamah al-Kadzdzab musuh Allah. Abdurrahman bin Abu Bakar berhasil mengejar Muhakkkam bin Thufail dan berhasil membunuhnya dengan anak panah yang menghujam tepat di lehernya saat sedang berpidato di depan kaumnya. Setelah seluruhnya masuk, Bani Hanifah mengunci pintu kebun tersebut, sementara di luar para sahabat telah mengepung mereka.
Barra’ bin Malik kemudian berkata, “Wahai kaum Muslimin lemparkan aku ke dalam kebun!” Mereka membawanya di atas tameng besi dan mereka lempar beramai-ramai hingga melewati pagar kebun tersebut. Lantas Barra’ bin Malik terus bertempur hingga ia berhasil membuka pintunya. Akhirnya kaum muslimin berhasil masuk ke dalam kebun, baik dari pintunya maupun dari dindingnya, sambil membunuh orang-orang kafir penduduk Yamamah yang berada di dalamnya. Hingga akhirnya mereka sampai ke tempat Musailamah yang terlaknat itu. Waktu itu dia sedang berdiri di salah satu pagar kebun yang bolong seolah-olah dia seekor unta jantan yang gagah. Dia ingin bersandar dalam keadaan tidak tahu apa yang harus dilakukan karena kemarahannya yang memuncak. Biasanya,jika setannya datang maka dia akan mengeluarkan buih dari mulutnya. Wahsy bin Harb Maula Jubair bin Muth’im “pembunuh Hamzah” datang mendekatinya dengan cepat ia melemparkan tombaknya ke arah Musailamah tepat mengenainya hingga tembus ke sisi belakang. Dengan cepat Abu Dujanah Simak bin Kharasyah mendatanginya dan menebasnya dengan pedang hingga terjatuh.
Perempuan-perempuan dari dalam istana menjerit, “Aduhai malangnya nasib pemimpin kita, dia dibunuh oleh budak hitam!” Jumlah yang terbunuh dari pihak musuh yang berada di dalam kebun maupun dalam pertempuran sebanyak 10.000 orang dan ada juga yang mengatakan sebanyak 21.000 orang. Adapun jumlah kaum muslimin yang terbunuh sebanyak 600 orang, ada yang mengatakan 500 orang, Wallahu Alam.
Di antara yang terbunuh banyak terdapat sahabat Nabi yang senior. Setelah itu Khalid memerintahkan pasukannya untuk mengelilingi Yamamah sambil mengambil harta maupun tawanan yang berceceran. Khalid berkeinginan menyerbu benteng musuh. Benteng itu telah punah kecuali kaum wanita dan anak-anak serta orang-orang yang sudah tua. Hanya saja Khalid berhasil dikelabui oleh Majja’ah yang berkata kepadanya, “Sesungguhnya benteng itu dipenuhi oleh para tentara! Lebih baik kita berdamai saja!”
Khalid menerima tawaran itu, ia melihat pasukan kaum muslimin sudah letih dan bosan disebabkan peperangan yang terus menerus. Majja’ah berkata, “Biarkan aku masuk ke benteng agar mereka menyetujui kesepakatan damai yang aku buat.” Khalid berkata, “Pergilah!” Majja’ah segera masuk benteng dan memerintahkan kaum wanita untuk memakai baju perang dan menampakkan kepala mereka dari atas benteng. Ketika itu Khalid melihat ke atas benteng, ia melihat seluruh benteng dipenuhi oleh kepala manusia yang sedang mengintip. Ia mengira mereka adalah pasukan perang sebagaimana yang dikatakan oleh Majja’ah, karena itulah ia memilih untuk berdamai.
Setelah itu Khalid mengajak mereka masuk Islam, dan ternyata seluruhnya menerima tawaran tersebut. Akhirnya mereka kembali kepada kebenaran. Bahkan Khalid mengembalikan kepada mereka sebagian dari harta rampasan dan tawanan perang. Selanjutnya sisanya dikirim kepada Abu Bakar ash-Shiddiq ra.
Dalam peperangan ini Ali bin Abi Thalib telah mengambil salah seorang wanita mereka untuk diperistri, yaitu ibu dari anaknya yang bernama Muhammad yang terkenal dengan nama Muhammad bin Hanafiyyah [173.]
Catatan: Tanggal Terjadinya Peristiwa Ini
Khalifah bin Khayyat, Muhammad Ibnu Jarir, dan sebagian ulama salaf berkata, “Peristiwa peperangan Yamamah terjadi pada tahun 11 H, Ibnu Qani’ berkata, “Peperangan ini terjadi di penghujung tahun ini.” Al-Waqidi dan lain-lainnya berkata, “Peperangan ini terjadi pada tahun 12 H.” Cara menggabungkan dua riwayat ini, bahwa peperangan dimulai pada tahun 11 H dan baru selesai pada tahun 12 H.
7. Kedatangan Utusan Bani Hanifah Kepada Abu Bakar رضي الله عنه
Ketika utusan Bani Hanifah datang ke hadapan Abu Bakar ash-Shiddiq ra, Abu Bakar berkata kepada mereka, “Tolong perdengarkan kepada kami sebagian dari Quran versi Musailamah, mereka bertanya, “Apakah Anda memaafkan kami wahai Khalifah Rasulullah ﷺ untuk tidak menyebut-kannya?” Abu Bakar berkata, “Kalian mesti memperdengarkan!”
Maka mereka berkata, “Di antara Ayat Musailamah,
Wahai katak anak dua katak
Bersihkan air kami niscaya kamu akan menjadi bersih
Kamu tidak dapat mengotori air
tidak pula dapat mencegah orang untuk minum
Kepalamu di air sementara ekormu di tanah.
Dan di antara yang dikatakannya, Musailamah:
Demi penyemai benih
Dan demi pemanen tanaman
Dan demi penabur gandum
Dan demi penggiling gandum
Dan demi pembuat roti
Dan demi pembuat bubur
Dan demi yang menelan makanan
lhalah dan minyak samin
Di antara yang dikatakannya,
Kalian telah dilebihkan di atas penduduk Wabar
Dan penduduk Madar tidak akan dapat menandingi kalian
Maka pertahankanlah kota kalian
Dan orang yang minta-minta maka lindungilah dia
Orang yang tersesat jauh maka tolonglah dia.”
Mereka menyebutkan banyak hal yang seluruhnya adalah khurafat dan anak-anak kecilpun enggan untuk mengucapkannya dalam permainan mereka. Kemudian ash-Shiddiq ra. berkata kepada mereka, “Alangkah celaka-nya kalian, di mana kalian letakkan akal kalian? Mustahil perkataan seperti ini berasal dari Tuhan!”
Para ulama tarikh menyebutkan bahwa Musailamah berusaha meniru-niru Nabi. Sampai ke telinganya bahwa Rasulullah ﷺ pernah meludah di sebuah sumur maka tiba-tiba airnya menjadi banyak, maka dia juga meludah ke sebuah sumur tetapi air sumurnya malah menjadi kering total. Dan ia meludah pula dalam sumur lain, maka airnya berubah menjadi asin, dia pernah berwudhu kemudian sisanya disiramkannya ke sebuah batang kurma maka tiba-tiba kurma tersebut menjadi kering dan mati. Pernah dua bayi dibawa padanya maka dia berusaha memberkahi keduanya sambil mengusap kepala keduanya. Ternyata tak lama setelah itu kepala salah satu anak itu menjadi botak dan satu lainnya lidahnya menjadi kelu. Ada seseorang yang datang mengadukan padanya kedua matanya yang sakit. Maka Musailamah menghapus kedua mata orang itu, ternyata seketika itu juga mata orang itu menjadi buta. [174]
8. Kisah murtadnya penduduk Bahrain dan kembalinya kepada Islam
Kisah tentang mereka bermula ketika Rasulullah ﷺ mengutus al-Ala’ bin al-Hadhrami ke kerajaan Bahrain yang dipimpin oleh al-Mundzir bin Saawaa al-Abdi. Kemudian Raja tersebut masuk Islam dihadapan al-Alaa’ serta menerapkan Islam dan keadilan terhadap rakyatnya. Setelah Rasulullah ﷺ wafat tak berapa lama kemudian al-Mundzir juga wafat. Pada waktu sakit, Amru bin al-Ash sempat datang mengunjunginya. Al-Mundzir berkata kepada Amru, “Wahai Amru apakah Rasulullah ﷺ membolehkan seorang yang sakit berwasiat dari sebagian hartanya?” Amru menjawab, “Ya, sepertiga darinya.” Kemudian al- Mundzir bertanya, “Apa yang aku perbuat dengan sepertiga itu?” Amru menjawab, “Jika engkau mau boleh engkau sedekahkan kepada kerabatmu, dan jika engkau mau boleh juga engkau sedekahkan kepada orang yang membutuhkan, dan jika mau bisa engkau wakafkan.” Maka al-Munzir berkata, “Aku tidak suka jika hartaku dijadikan seperti Baahirah, Saaibah, Waashilah maupun Haam. [175] Tetapi akan aku sedekahkan saja hartaku itu.” Akhirnya ia melaksanakan niatnya itu dan kemudian wafat. Amru sangat kagum kepadanya.
Setelah al-Mundzir wafat penduduk Bahrain berubah menjadi murtad dan mereka mengangkat al-Gharur yaitu al-Mundzir bin an-Nu’man bin al-Mundzir menjadi raja mereka. Ada di antara mereka yang berkata, “Seandai-nya Muhammad benar seorang Rasul pastilah dia tidak akan mati.” Tidak satupun dari daerah yang berada di Bahrain tetap memegang keislamannya kecuali satu kota saja yang disebut dengan Juwatsan. Kota inilah yang pertama kali mengadakan shalat Jum’at dari sekian banyak orang-orang yang murtad sebagaimana yang terdapat dalam Shahih al-Bukhari dari Ibnu Abbas. [176]
Seluruh penduduk yang murtad telah mengepung wilayah ini dan memboikotnya. Sampai-sampai makananpun tidak boleh masuk kepada mereka sehingga membuat mereka sangat kelaparan. Akhirnya Allah memberikan jalan keluar untuk mereka. Salah seorang dari mereka yaitu Abdullah bin Hadzaf seorang lelaki yang berasal dari Bani Bakar bin Kilab membacakan sebait syairnya dalam keadaan lapar: Adakah yang dapat membawa berita kepada Abu Bakar, Dan seluruh penduduk Madinah,Tentang suatu kaum mulia yang terduduk di kota Juwatsan dalam keadaan terkepung Seolah-olah darah mereka yang mengalir di mana-mana Laksana cahaya mentari yang menerpa orang yang melihatnya Kami bertawakkal kepada Allah yang Maha Pemurah Kami dapati kemenangan selalu bersama orang-orang yang bertawakkal
Salah seorang dari pembesar mereka berdiri sambil berpidato di hadapan kaumnya, yaitu al-Jarud bin al-Ma’alli, dia termasuk orang yang pernah hijrah kepada Rasulullah ﷺ dia mengatakan, “Wahai keturunan Abdul Qais aku bertanya kepada kalian tentang suatu perkara, tolong beritahu aku jawabannya jika kalian mengetahuinya, dan tolong jangan dijawab jika kalian tidak mengetahuinya.” Mereka berkata, “Silahkan tanya!” Dia berkata, “Tahukah kalian bahwa Allah memiliki nabi-nabi sebelum kedatangan Muhammad?” Mereka menjawab, “Ya.” Kemudian dia bertanya lagi, “Kalian mengetahuinya atau pernah melihatnya?” Mereka menjawab, “Kami mengetahuinya.” Kemudian dia bertanya, “Bagaimana nasib mereka sekarang?” Mereka menjawab, Semuanya telah mati.”
Dia melanjutkan, “Sesungguhnya Muhammad juga telah mati sebagaimana mereka telah mati, dan aku bersaksi bahwa tidak ada Tuhan yang haq selain Allah dan Muhammad itu adalah utusan Allah.” Maka serentak mereka juga mengatakan hal yang sama, “Kami bersaksi bahwa tiada Tuhan yang haq selain Allah dan Muhammad itu utusan Allah, engkaulah orang yang paling mulia di antara kami dan pemimpin kami.” Akhirnya mereka tetap istiqamah di atas keislaman mereka dan mereka meninggalkan orang banyak yang tersesat.
Kemudian Abu Bakar mengutus al-Ala’ bin al-Hadhrami kepada mereka. Sewaktu mendekati Bahrain datanglah Tsumamah bin Utsal dengan tentara yang banyak dan berdatangan pula seluruh pemimpin yang berada di dekatnya untuk kemudian bergabung bersama tentara al-Ala’. Maka al-Ala’ bin al-Hadharami sangat menghormati mereka dan menghargai mereka serta memperlakukan mereka dengan baik.
9. Karamah al-Ala’ Bin al-Hadhrami
Al-Ala’ adalah satu dari sekian banyak sahabat nabi yang senior dan Termasuk orang yang berilmu, banyak beribadah dan mustajab doanya. Dalam peperangan ini terjadi suatu karamah. Ketika mereka berhenti di suatu tempat [177] yaitu ketika pasukan belum sempat berhenti dengan sempur-na tiba-tiba unta-unta mereka menjadi beringas dan lari membawa seluruh perbekalan tentara baik berupa kemah, makanan dan minuman. Waktu itu mereka berdiam di tempat itu dan hanya membawa pakaian yang melekat di badán saja. Kejadian ini terjadi pada malam hari. Tidak seekor untapun yang dapat mereka kejar. Akhirnya waktu itu mereka ditimpa perasaan gelisah dan sedih yang tidak terperikan, sampai sebagian mereka mulai berwasiat kepada yang lainnya menuggu ajal datang menjemput. Maka salah seorang pembantu al- Ala’ memanggil dan mengumpulkan mereka, kemudian al-Ala’ mulai berbicara, “Wahai hadirin sekalian bukan-kah kalian orang Islam? Bukankah kalian sedang berperang di jalan Allah? Bukankah kalian penolong agama Allah?” Mereka menjawab, “Ya benar!” al-Ala’ melanjutkan lagi, “Demi Allah bergembiralah, Dia tidak akan menghinakan kalian dalam keadaan seperti ini.” Kemudian adzan subuh dikumandangkan ketika terbit fajar, dan al-Ala’ shalat bersama seluruh pasukan. Selesai shalat al-Ala’ duduk bersimpuh dengan kedua lututnya dan orang-orangpun duduk pula mengikutinya. Mulailah ia berdoa sambil mengangkat tangannya dan orang-orangpun berbuat hal yang sama. Hingga matahari terbit, ketika cahaya matahari semakin terang sedikit demi sedikit, tiba-tiba Allah ciptakan untuk mereka tepat di samping mereka kolam besar penuh dengan air.
Maka al-Ala’ dan pasukannya segera mendatangi tempat itu mereka minum dan mandi sepuasnya, dan ketika siang mulai meninggi tiba-tiba seluruh unta-unta mereka kembali berdatangan dari segala penjuru lengkap dengan perbekalan yang ada di atas punggungnya. Tidak seorangpun yang merasa kehilangan walaupun hanya seutas tali. Mereka segera memberi minum unta-unta mereka sepuaspuasnya (‘alai ba’da nahal) [178] dan ini merupakan karamah yang disaksikan oleh orang banyak sekaligus merupakan tanda kebesaran Allah bagi pasukan ini.
10. Kekalahan Kaum Murtad
Ketika al-Ala’ telah mendekati pasukan orang-orang yang murtad mereka telah mengumpulkan personil dan perlengkapan yang banyak sekali-maka al-Ala’ memberhentikan pasukannya dan musuh turut berhenti sementara jarak di antara mereka saling berdekatan. Pada malam harinya al-Ala’ mendengar suara hirukpikuk dari pasukan kaum murtad, ia berkata, “Siapa yang siap untuk mencari informasi tentang mereka?” Maka bangkitlah Abdullah bin Hadzaf dan dia mulai berjalan memasuki sarang musuh, ternyata didapatinya semua musuh dalam keadan mabuk tidak sadarkan diri lagi, Abdullah segera kembali dan memberitahukan itu kepada al-Ala’. Maka spontan al-Ala’ beserta pasukannya menyiapkan perbekalan dan maju menyerang musuh.
Malam itu mereka banyak membunuh musuh, dan sedikit sekali yang bisa melarikan diri dari mereka. Pasukan Islam berhasil menguasai seluruh harta musuh dan hasil bumi maupun perhiasan mereka, mereka benar-benar membawa harata rampasan perang yang banyak. Tersebutlah al-Hutham bin Dhubai’ah saudara dari Bani Qais bin Tsa’labah termasuk tokoh kaumnya sedang tidur ketika kaum muslimin menyerbu mereka. Dia terbangun dalam keadaan terkejut dan langsung lompat ke atas kudanya namun sayang pelananya terputus, maka dia berkata, Siapa yang bisa memperbaiki pelanaku?” Datanglah seorang dari tentara kaum muslimin malam itu dan berkata, “Aku bisa memperbaikinya untukmu, angkatlah kakimu.” Tatkala dia mengangkat kakinya maka seketika tentara Islam itu memenggal kakinya hingga terputus, dia masih berteriak, “Siapkan pelanaku.” namun dijawab oleh tentara islam tersebut, “Tidak, aku tidakmau.” Akhirnya dia jatuh tersungkur, tiap kali orang melewatinya ia menawarkan agar sudi membunuhnya. Namun orang-orang tidak mau hingga Qais bin Ashim melewatinya, ia berkata kepadanya, “Aku akan binasa bunuhlah aku.” Maka Qaispun membunuhnya, tatakala Qais melihat kakinya telah terpotong dia merasa menyesal membunuhnya dan berkata, “Alangkah kasihannya nasibmu, andai aku tahu apa yang menimpamu pasti engkau tidak akan kusentuh.”
Selanjutnya kaum muslimin mengejar musuh yang melarikan diri. Siapa saja yang berhasil disusul akan segera dibunuh di manapun mereka berada. Banyak yang lari menuju laut ke Darain. [179] Mereka menaiki perahu, setelah itu mulailah al-Ala’ membagi-bagi harta rampasan perang.
11. Karamah Lain yang Terjadi
Ketika pembagian ghanimah selesai al-Ala’ berkata kepada tentaranya, Mari kita berangkat menuju Darain untuk memerangi musuh yang berada di sana.” Segenap tentara segera mematuhi perintahnya. Mereka mulai bergerak hingga sampai di tepi pantai dan bersiap-siap untuk menge-jar perahu musuh. Namun jarak antara mereka dengan perahu sudah jauh, maka al-Ala’ segera masuk ke laut dengan kudanya sambil berdoa, “Ya Allah Yang Maha Pemurah dan Penyayang, Ya Allah Yang Mahabijaksana dan Mulia, Ya Allah Yang Esa dan tempat bergantung. Ya Allah Yang Maha hidup dan Berdiri Sendiri. Ya Allah yang memiliki keagungan dan Kemuliaan Tiada Tuhan Yang Haq kecuali Engkau, Engkaulah Rabb kami.” Kemudian ia perintahkan tentaranya untuk mengucapkan doa yang sama dan langsung masuk ke dalam laut bersama kuda mereka. Akhirnya mereka dapat menye-berangi teluk tersebut dengan mengendarai kuda yang berjalan di atas air seolah-olah sedang berjalan di atas pasir lunak yang sedikit airnya dan berpasir, namun tidak sampai sebatas kaki unta dan tidak pula sampai sebatas pelana kuda.: Padahal perjalanan ini jika ditempuh dengan kapal memakan waktu sehari semalam, namun dengan cepat ia telah sampai di tepi pantai seberang. la terus memerangi musuh hingga mengalahkan mereka dan mengambil seluruh harta rampasan perang mereka. Kemudian ia kem-bali lagi ke sisi pantai yang pertama.
Perjalanan pulang pergi menyeberangi laut hanya memakan waktu satu hari saja, tanpa menyisakan seorang musuhpun yang hidup untuk membawa berita. Maka al-Ala’ mulai menggiring para tawanan anak-anak dan wanita, lengkap beserta harta dan ternak mereka. Tidak seorang pun dari kaum muslimin yang kehilangan kecuali seekor kuda yang bernama Ulaiqah. Namun al-Ala’ berhasil membawanya kembali, kemudian al-Ala’ kembali membagi-bagaikan harta rampasan perang untuk prajuritnya. Setiap penunggang kuda berhasil mendapatkan 6000 dinar dan setiap pasukan pejalan kaki mendapatkan 2000 dinar, padahal jumlah pasukannya lumayan banyak. Kemudian beliau memberitakan kemenangan ini kepada Abu Bakar ash-Shiddiq ra. Abu Bakar ash-Shiddiq ra. mengirim utusan sebagai tanda terima kasihnya kepada al-Ala’ atas prestasinya itu. Salah seorang dari tentara kaum muslimin yaitu Afifi bin al- Mundzir [180] membuat sebait syair yang berbunyi:
Tidakkah kalian melihat bagaimana Allah telah menaklukkan lautNya
Dan menurunkan kepada orang-orang kafir hukumanNya
Kami berdoa kapada Dzat yang pernah membelah lautan
Ternyata Dia datang kepada kami membawa keajaiban yang lebih hebat dari Yang terdahulu
12. Penduduk Oman Murtad
Penduduk Oman telah menerima dakwah Islam dan Rasulullah ﷺ. Pernah mengutus kepada mereka Amru bin al-Ash. Namun ketika Rasulullah saw. wafat, muncul di tengah mereka seorang lelaki bernama Dzu at-Taaj Laqiet bin Malik al- Azdi, pada masa Jahiliyah dia setara dengan al-Julanda Raja Oman.[181] Dia mengaku telah diangkat menjadi Nabi. Ia diikuti oleh orang-orang bodoh dari penduduk Oman. Akhirnya dia berhasil menguasai Oman setelah mengalahkan Jaifar dan Abbad keduanya adalah anak al-Julanda. [182] Bahkan dia berhasil mendesak keduanya hingga ke ujung daerah Oman, ke wilayah pegunungan dan lautan. Ja’far mengirim utusannya kepada Abu Bakar ash-Shiddiq ra. membawa berita ini untuk meminta bala bantuan. Abu Bakar ash-Shiddiq ra. mengutus kepadanya dua orang pemimpin pasukan yaitu Hudzaifah bin Mihsan al-Ghilfani dari Himyar dan ‘Arfajah bin Hartsamah al-Bariqi dari al-Azd. Hudzaifah berangkat ke Oman dan ‘Arfajah berangkat ke Mahrah. Abu Bakar menyuruh keduanya untuk berkumpul dan memulai penyerangan dari Oman. Dan Hudzaifahlah yang menjadi panglima pasukan. Dan jika keduanya berjalan ke Mahrah maka Arfajahlah yang menjadi panglima pasukan. Sebelumnya telah kita terangkan bahwa Ikrimah bin Abu Jahal pernah dikirim kepada Musailamah didukung oleh pasukan Syarahbil bin Hasanah yang bergerak di belakangnya. Namun Ikrimah tergesa-gesa menyerang . Musailamah sebelum kedatangan Syarahbil. Ternyata ia mendapat serangan balasan yang telak dari Musailamah sehingga membuat pasukannya terpukul mundur. Akhirnya Abu Bakar ash-Shiddiq ra. mengirim súrat kecaman kepadanya atas ketergesagesaannya itu. Dalam surat itu Abu Bakar berkata, “Jangan pernah aku melihat engkau ataupun aku dengar tentangmu kecuali setelah bala bantuan datang kepadamu.”
Kemudian ia diperintahkan untuk mengikuti pasukan Hudzaifah dan Arfajah yang menuju Oman, Abu Bakar berpesan, “Setiap kalian ditugaskan memimpin pasukannya masing-masing, dan ketika kalian berada di Oman maka Hudzaifahlah pimpinan tertinggi kalian. Jika kalian telah selesaikan tugas di Oman maka berangkatlah menuju Mahrah. Dan jika telah selesai tugas di sana maka berangkatlah menuju Yaman dan Hadhramaut, bergabunglah beserta Muhaajir bin Abi Umayyah. Siapa saja dari kaum murtad antara Oman dan Hadramaut yang kalian temui maka bunuhlah dan beri mereka pelajaran.” ‘Ikrimah mulai bergerak sebagaimana yang diperintahkan oleh Abu Bakar ash-Shiddiq ra. dan baru berhasil menyusul Hudzaifah dan Arfajah sebelum keduanya sampai di Oman. Abu Bakar ash-Shiddiq ra. telah berpesan kepada mereka untuk mengikuti pendapat ‘Ikrimah setelah selesai dari Oman atau ketika tinggal di sana. Akhirnya mereka berjalan bersama, dan ketika telah dekat Oman mereka mengirim surat kepada Ja’far. Laqiet bin Malik telah mendengar kedatangan pasukan Islam. Dia keluar membawa seluruh pasukannya dan mendirikan kemah di sebuah tempat yang bernama Daba. Yaitu ibu kota negeri ini dan yang di dalamnya terdapat pasar terbesar. Kemudian Laqiet membawa seluruh anak-anak, kaum wanita dan harta benda di belakang pasukan agar mereka semakin gigih berperang.
Ja’far dan Abbad berkumpul di sebuah tempat yang bernama Shuhar. Mereka menempatkan bala tentara di sana. Kemudian mereka mengirim surat kepada para pemimipin pasukan Abu Bakar dan akhirnya mereka bergabung dengan seluruh tentara kaum muslimin. Tak lama kemudian dua pasukan besar ini bertemu dan terjadi peperangan yang sengit. Ketika itu kaum muslimin benarbenar diuji dan hampir-hampir mereka mundur. Namun berkat kemuliaan Allah dan kelembutanNya akhirnya mengirimkan bala bantuan dalam keadaan genting tersebut dari bani Najiyah dan Abdul Qais dengan rombongan para panglima. Selepas bergabungnya bala bantuan ini kaum muslimin meraih kemenangan. Sementara orang-orang musyrik lari kocar-kacir dikejar oleh kaum muslimin.
Mereka berhasil membunuh 10.000 jiwa dan menawan wanita dan anak-anak. Mereka juga berhasil mengambil alih seluruh harta, kemudian seperlima di kirim kepada Abu Bakar ash-Shiddiq ra. bersama salah seorang pemimpin yaitu ‘Arfajah. [183]
13. Penaklukan negeri Mahrah
Selesai penaklukan Oman, ‘Ikrimah segera berjalan menuju negeri Mahrah beserta seluruh tentaranya dan tentara tambahan yang bergabung dengannya. Hingga akhirnya mereka menyerbu negeri Mahrah. Ternyata di sana mereka mendapati musuh terbagai menjadi dua pasukan. Pasukan pertama yang jumlahnya mayoritas di bawah pimpinan seorang amir yang bernama al-Musabbah, seorang lelaki dari Bani Muharib. Sementara pasukan kedua di bawah pimpinan seorang amir yang bernama Syikhrit. Di antara kedua pimpinan ini terjadi persengketaan dan perpecahan yang justru meru-pakan rahmat bagi tentara kaum muslimin. Maka segera Ikrimah mengirim surat kepada Syikhrit mengajaknya bersatu dan ternyata ajakan ini disambut baik oleh syikhrit. Dia bergabung dengan ‘Ikrimah yang membuat pasukan Kaum muslimin menjadi semakin kuat dan pasukan al-Musabbah menjadi lemah. ‘Ikrimah mendakwahi pasukan al-Musabbah agar mereka kembali kepada agama Allah dan patuh serta taat kepada khilafah Islam. Namun al-Musabbah merasa bangga dengan jumlah pasukannya yang banyak dan dengan pertentangan yang terjadi antara dirinya dan syikhrit, maka dia semakin sombong dalam kesesatannya.
Akhirnya ‘Ikrimah memerintahkan tentaranya untuk menyerbu musuh maka pecahlah pertempuran yang sangat sengit, lebih sengit daripada penaklukan Daba sebelumnya. Akhirnya Allah menaklukkan pasukan musuh. Orang-orang musyrik melarikan diri dan al-Musabbah sendiri terbunuh. Waktu itu banyak dari tentara musuh yang terbunuh. Kaum muslimin berhasil mendapatkan ghanimah yang banyak, dari sekian banyaknya harta rampasan perang itu terdapat 1000 ekor hewan tunggangan yang baik. ‘Ikrimah membagi-bagikan ghanimah tersebut menjadi lima bagian kemudian dikirimkan seperlimanya kepada Abu Bakar ash-Shiddiq ra. yang dibawa oleh Syikhrit sambil membawa berita gembira tentang penaklukan ini kepadanya. Sebelum Syikhrit tiba, berita kemenangan ini telah dibawa oleh seorang lelaki yang bernama as-Saaib dari bani Abid dari kabilah Makhzum. [184]
14. Ringkasan peperangan melawan kaum Murtad
Tidak satupun tempat di Jazirah Arab kecuali penduduknya ada yang murtad. Maka Abu Bakar ash-Shiddiq ra. segera mengirim bala tentaranya beserta para pemimpin pasukan sebagai bantuan bagi kaum muslimin yang berada di tempat-tempat tersebut. Setiap pertempuran antara kaum muslimin dan kaum musyrikin selalu dimenangkan oleh tentara Abu Bakar ash-Shiddiq, alhamdulillah.
Kaum muslimin berhasil membunuh banyak kaum murtad dan merebut harta rampasan perang yang sangat banyak. Dengan itu mereka menjadi lebih kuat dalam menghadapi musuh-musuh yang berada di sana. Kemudian mereka mengirimkan seperlima dari harta tersebut kepada pemerintah Abu Bakar ash- Shiddiq ra. yang disalurkan untuk kaum muslimin agar mereka menjadi lebih kuat dan siap dalam memerangi orang-orang yang akan memerangi mereka, baik orang Romawi maupun orang Ajam, sebagaimana kelak akan diterangkan dengan rinci.
Demikianlah secara berkesinambungan pasukan Islam terus menumpas seluruh gerakan murtad hingga akhirnya Jazirah Arab seluruhnya dikuasai oleh orang-orang yang patuh dan tunduk kepada Allah dan RasulNya. Ditambah Ahlu Dzimmah seperti penduduk Najran dan lain-lainnya, alhamdulillah. Peperangan ini kebanyakan terjadi dipenghujung tahun 11 H dan awal tahun 12 H. Ketika masuk tahun 12 H, tentara Abu Bakar ash-Shiddiq ra. dan para panglimanya yang diutus kepada kaum murtad telah bebas berjalan ke arah manapun mereka mau baik ke kiri maupun ke kanan sambil mempersiapkan bangunan Islam dan memerangi para penguasa yang zhalim. Hingga akhirnya hilanglah keburukan dan kebenaran kembali jaya. Dengan demikian ajaran Islam di Jazirah Arab semakin luas sehingga negeri yang jauh kian menjadi semakin dekat.
Referensi :
[156] Perkataan Thulaihah ini disebutkan ath-Thabari dalam Tarikfmya 3/260 dari jalan Saif bin Umar.
[157] Ibid 3/263
[158] Shahih al-Bukhan dari kitab al-Ahkam, bab al-Istikhlat’13/ 206 dari kitab Fathul Barí. Al-Hafizh Ibnu Hajar telah meyebutkan kisah ini dengan panjang lebar yang dinukil dari kitab al-Humaidi al-Jam’u baina as-shahihain kemudian dia berkata, “Abu Bakar al-Barqani telah menyebutkan kisah ini dalam Mustakhrapya.” Lihat a/-Musannafkarya Ibn Abi Syaibah 14/ 571.
[159] Nama tempat pat dekat al-Hauab di jalan al-Bashrah menuju ke Madinah, unta-unta Thulaihah berkumpul di situ pada peperangann Buzakhah.( Yaqut4/60 ibid)
[160] ath-Thabari3/263.
[161] ath-Thabari3/264
[162] ath-Thabarani 3/264 Abu Bakar telah menyiapkan api untuk membakarnya di musholla (lapangan tempat shalat) keadaan maqmuth (terikat).
[163] tangannya diikat seperti ayunan anak-anak. (Mukhtar as-Shahah hlm. 551).
[164] Ar-Rabbab: adalah cabang dari Bani Tamim dan mereka terbagi dua, Bani Dhabbah, dan Bani Abd Manat (Tarikh ath-Thabari 3/270).
[165] Dia adalah Tsumamah bin Utsal bin an-Nukman al-Hanafi abu Umamah al-Yamami, dia dibawa kepada Rasulullah ﷺ di madinah sebagai tawanan dan diikat di salah satu tiang mesjid, setelah itu Rasulullah ﷺ membebaskannya dan dia masuk Islam dengan benar, dan istiqamah di atasnya, beliau turut memerangi orang-orang yang murtad dari Bani Hanifah setelah itu bergabung dengan pasukan al-Ala bin al-Hadhraml di Bahrain berperang bersamanya menumpas kaum yang murtad (lihat biografinya di Ishabah karya Ibnu Hajar 1/410).
[167] Yaitu Dhirar bin al-Azur bin Malik bin Juzaimah dari bani Asad bin Khuzaimah, termasuk salah seorang sahabat Nabi yang masyhur, lihat biografinya dalam al-Ishabah 3/481.
[168] Lihat kisah pasukan Khalid yang di utus ke Bani Juzaimah dalam Shahih al-Bukhari, kitab al-MaghaziSI 57 dari FathulBan. Dan kata milghatul kalbi adalah tempat air yang dlmlnum airnya langsung dengan memasukkan tempat tersebut ke dalam -nulut untuk dijilat. Lihat Abu as-Sa’adat Ibnul Atsir, an-Nihayah ñ Gharib al-Hadits 5/ 226
[169] Aqraba’: salah satu tempat di bumi Yamamah yang posisinya berada di pinggir negeri itu, dan termasuk ke dalam wilayah al-Aridh. (Yaqut, fcaM/135.).
[170] Ibnu Atsir menyebutkan namanya dengan lafaz ar-Rahhal, namun pendapat pertama lebih masyhur
[171] Riwayat Ibnu Ishaq dianggap mí/rea/disebabkan tidak diketahuinya (Jahalah) perawi yang terdapat antara dlrinya dan Abu Hurairah, dan riwayat yang pertama dihukumi lemah disebabkan Saif bin Umar at-Tamlml dan gurunya
[172] tertimpa demam dan menggigil hebat. (Ibn Manzhur, Lisanal-Arab 15/45).
[173] Lihatberita peperangan ini dalam Tarikh ath-Thaban3/298, dan Tarikh Khalifah bin Khayyath hlm 107-115.
[174] Tarikh ath-Thaban3/284 dan selanjutnya.
[175] Yang di maksudkannya adalah firman Allah: “Allah sekali-kali tidak pernah mensyari’atkan adanya bahiirah, saaibah, washiiláh dan haam. Akan tetapi orang-orang kafir membuat-buat kedustaan terhadap Allah, dan kebanyakan mereka tidak mengerti. “(Al-Maidah:103), lihat juga Ibnu Katsir, Tafsir al-Qur’anul Adzim 2/107.
[176] Takhrff hadits ini telan lewat. Dan Juwatsan adalah nama sebuah benteng millk Abdul Qais yang terletak di negeri Bahrain, Ibn al-Arab berkata, “Juwatsan adalah kota al-Khath, dan al-Musyaqqir adalah kota Hajr.” (Yaqut, loc.cit2/174).
[177] Dalam Thabaqat Ibnu Sa’ad 3/363 disebutkan nama tempat tersebu yaitu Dahna’ (sebuah padang pasir antara Najed dan al-Ahsa’.
[178] Al-Alat. minum yang kedua, adapun an-nahah unta minum pertama kali mendapati air. (Ibnu Manzhur, Usan al-Arab 11/467).
[179] Darain: ñama sebuah dermaga di Bahrain. (Yaqut, /occ/f 2/432).
[180] Lihat biografinya di as-Ishabah 5/130, dan kisah ini dikeluarkan oleh ath-Thabari dalam Tarikhnys 3/ 322, dan Ibnu Hajar berkata mengenai biografi al-Ala’ dalam al-Ishabah 4/541,” Dia mengarungi lautan dengan doanya yang masyhur disebutkan dalam kitab-kitab al-Futuh (penaklukan).”
[181] Lihat biografinya dalam al-Ishabah karya Ibnu Hajar al-Asqalani 1/538.
[182] Lihat biografinya, ibid1/542 dan 5/111 berturut-turut.
[183] Bandingkan dengan Tarikh ath-Thabari, 3/314 dan setelahnya.
[184] Bandingkan dengan ibid 3/ 316 dan setelahnya
Sumber : https://hbis.wordpress.com/2010/01/28/penumpasan-gerakan-rlddahmurtad-lanjutan/