Penyempurnaan Penaklukan Syam dan Mesir
A. Pembebasan Syam
Penaklukan yang terjadi di negeri Syam pada masa Umar bin al-Khaththab ra. merupakan periode kedua dari penaklukan di kawasan ini setelah sebelumnya dimulai oleh Abu Bakar ash-Shiddiq, dan inilah perinciannya.
1. Khalid diberhentikan dari tugasnya
Umar bin al-Khaththab ra. sempat menuliskan surat mengenai berita wafatnya Abu Bakar ash-Shiddiq kepada para amir di Syam yang dibawa oleh Syaddad bin Aus bin Tsabit al-Ansari, dan Mahmiyyah bin Zunaim,[370] keduanya tiba dalam keadaan pasukan Islam sedang berhadapan dengan pasukan Romawi pada perang Yarmuk sebagaimana yang telah lalu. Ketika naik sebagai Khalifah Umar ra. langsung mengangkat Abu Ubaidah bin al-Jarrah sebagai penglima tertinggi pasukan menggantikan posisi Khalid yang diberhentikannya. Salamah bin Fadhl menyebutkan dari Muhammad bin Ishaq bahwa Umar ra. memberhentikan Khalid disebabkan perkataan yang telah sampai ke telinganya mengenai Khalid, di antaranya yakni mengenai terbunuhnya Malik, bin Nuwairah, dan hal-hal lainnya yang berkenaan dengan kebijakannya dalam peperangan.
Tatkala Umar ra. menjabat khalifah, kebijakan yang pertama kali ditempuhnya adalah memberhentikan Khalid dari jabatan panglima tertinggi pasukan, Umar ra. berkata, “Dia tidak akan bekerja untukku selamanya. [371]
2. Wasiat Umar رضي الله عنه kepada Abu Ubaidah
Ibnu Jarir meriwayatkan dari Shalih bin Kaisan dia berkata, “Surat pertama yang ditulis Umar ra. kepada Abu Ubaidah ketika Umar ra. Mengangkatnya dan memberhentikan Khalid adalah perkataannya, “Aku wasiatkan padamu agar selalu bertaqwa kepada Allah Yang Mahakekal sementara seluruh makhlukNya akan binasa- Yang telah mengeluarkan kita dari kesesatan dan mengeluarkan kita dari kegelapan kepada cahaya. Aku telah mengangkatmu menjadi Panglima tertinggi untuk seluruh prajurit yang di bawahi oleh Khalid bin al-Walid. Kerjakan tugasmu dan perintahkanlah mereka dengan apa-apa yang baik menurutmu. Jangan sekali-kali engkau bawa pasukan kaum muslimin kepada kehancuran hanya disebabkan tergiur oleh harta rampasan perang. Dan jangalah engkau perintahkan mereka untuk berhenti di suatu tempat sebelum engkau dapat menjamin bahwa tempat tersebut aman bagi mereka dan engkau pahami betul situasi sekitarnya. Janganlah engkau kirim sarhjah (pasukan-pasukan kecilmu) kecuali membawa prajurit yang berjumlah lebih banyak, berhati-hatilah jangan sampai engkau giring kaum muslimin menuju kehancuran. Sesungguhnya Allah سبحانه و تعالى telah mengu-jimu dengan aku dan rnengujiku dengan dirimu, tundukkan pandanganmu dari dunia, jauhkan hatimu dari mengingatnya, jangan sampai dunia membinasakanmu sebagaimana dunia telah membinasakan orang sebelummu, sedang engkau telah menyaksikan kehancuran mereka. [372]
Setelah itu Umar ra. memerintahkan mereka agar berjalan menuju Damaskus. Dan hal ini terjadi setelah sampai kepadanya berita kemenangan kaum muslimin dalam peperangan Yarmuk beserta seperlima dari harta rampasan perang.
3. Penaklukan Damaskus
Saif bin Umar berkata, “Ketika Abu Ubaidah berangkat dari Yarmuk ia membawa tentaranya ke arah Marj as-Shaffar dan ia berkeinginan keras mengepung kota Damaskus. Tiba-tiba sampai kepadanya berita bala bantuan musuh dari Horns, dan sampai juga kepadanya berita tentang berkumpulnya tentara Romawi di Fihl [373] daerah palestina. Sementara Abu Ubaidah bingung yang mana harus dihadapinya terlebih dahulu.
Maka segera ia mengirim surat kepada Umar ra. menanyakan perkara ini. Lalu datanglah jawabannya, “Mulailah menyerang Damaskus terlebih dahulu, sebab wilayah ini merupakan benteng negeri Syam dan ibu kota pemerintahan mereka. Jangan lupa, kacaukanlah konsentrasi pasukan Romawi yang berkumpul di Fihl dengan menempatkan pasukan berkuda tepat di depan pasukan mereka, jika pasukan berkuda berhasil menaklukkan mereka sebelum Damaskus ditaklukkan maka itulah yang kita harapkan, tetapi jika Damaskus yang terlebih dahulu berhasil ditaklukkan berjalanlah beserta pasukanmu (menuju Fihl, pent.) setelah me-nunjuk penggantimu untuk wilayah Damaskus. Jika Fihl berhasil kalian tak-lukkan maka berjalanlah kamu dan Khalid ke Horns dan serahkan Amru bersama Syarhabil untuk mengurusi Yordania dan Palestina.
Maka Abu Ubaidah menugaskan sepuluh kepala pasukan berangkat menuju Fihl. Setiap amir membawahi lima pemimpin regu, dan pemimpin umum seluruh pasukan adalah Umarah bin Makhsyi seorang sahabat-, mereka berjalan dari Marj as-Shaffar ke Fihl. Sesampainya di Fihl mereka mendapati personil pasukan Romawi sebanyak 80.000 orang. Mereka menga-lihkan saluran air ke sekitar mereka hingga tanah tempat mereka menjadi becek, karena itulah tempat tersebut dinamai dengan ar-Radaghah [374]
Abu Ubaidah juga mengutus pasukannya yang ditempatkan antara Damaskus dan Palestina. la mengutus pasukan ke Dzil Kala’ dan ditempatkan antara Damaskus dan Horns, untuk menghadang datangnya bantuan musuh yang dikirim Heraklius.
Setelah itu Abu Ubaidah berjalan dari Marj as-Safar menuju Damaskus. Khalid ditempatkannya di pertahanan dalam, sementara Abu Ubaidah dan Amr bin al-Ash di posisi sayap kiri dan kanan. Pasukan berkuda dipimpin oleh Iyadh bin Ghanm, dan pasukan infantri dipimpin oleh Syarhabil bin Hasanah. Mereka sampai di kota Damaskus, sementara yang menjadi panglima tertinggi pasukan Romawi di sana adalah Nisthas Nusturus.
Khalid turun tepat di pintu timur dan berjalan ke pintu Kaisan, sementara Abu Ubaidah turun di pintu al-Jabiyah besar, dan Yazid bin Abu Sufyan turun di pintu al-Jabiyah kecil, adapun Amr bin al-Ash beserta Syarhabil bin Hasanah turun dan menempatkan pasukannya di seluruh sisa pintu-pintu lainnya, dan mereka telah menyiapkan alat pelontar (al-Manjaniq) dan dabbnbat (kendaraan perang).
Abu Ubaidah memerintahkan Abu ad-Darda’ agar menjadi penghubung pasukan di Barzah, [375] sebagai bala bantuan bagi pasukannya kelak, dan menjadi bala bantuan bagi pasukannya yang terjadi antara dan Horns. Akhirnya mereka mengepung Damaskus dari segala penjuru selama 70 malam,[376] ada yang mengatakan pengepungan terjadi selama 4 bulan [377], bahkan ada yang berpendapat 6 bulan,[378] sementara penduduk Damaskus mempertahankan benteng mereka mati-matian, sambil mengirim surat kepada Raja mereka Heraklius yang tinggal di Horns meminta agar bala bantuan segera dikirimkan kepada mereka. Tetapi mustahil bala bantuan datang dari arah Dzil Kala’ yang telah ditutup oleh pasukan Abu Ubaidah yang ditempatkan antara Damaskus dan Horns berjarak lebih kurang satu malam tatkala penduduk Damaskus yakin bala bantuan mustahil datang mereka menjadi putus asa dan lemah, sementara pengepungan kaum muslimin semakin kuat. Kemudian datang pula musim dingin yang bersangatan dan kondisi semakin buruk, pertempuranpun semakin sulit, namun Allah سبحانه و تعالى. –
Yang Mahabesar dan Mahatinggi, Pemilik kemuliaan menakdirkan salah seorang anak pendeta lahir pada malam itu, dan ia menyiapkan jamuan berupa makanan dan minuman untuk orang-orang, maka seluruhnya berpesta pora makan dan minum hingga akhirnya mereka lalai menjaga pintu-pintu gerbang pertahanan mereka. Khalid sangat paham dengan kondisi mereka, sebab ia tidak tidur dan tidak membiarkan seorangpun dari pasukarmya untuk tidur, ia terus-menerus mengintai mereka siang dan malam, sambil mengirimkan mata-mata yang membawa berita musuh kepadanya sejak pagi hingga sore hari.
Ketika Khalid melihat lampu-lampu dipadamkan pada malam itu, dan mustahil berperang dengan melompati benteng-benteng mereka yang tinggi, maka ia menyiapkan tanggatangga dari tali, maka para pahlawan dan jagoan perang seperti dirinya, al-Qa’qa’ bin Amr dan Madz’ur bin Adi segera maju membawa pasukan mereka di dekat pintu dan berpesan kepada pasukan ya, “Jika kalian mendengar takbir dari atas pagar maka naiklah ikuti kami.” Mereka mulai menyebar tangga-tangga dan mengikat ujungnya dengan tali-tali yang panjang. Setelah itu Khalid maju beserta para sahabatnya berenang menyeberangi parit pertahanan mereka dengan membawa peralatan dalam kantong-kantong yang terbuat dari kulit yang digantungkan pada leher mereka. Akhirnya mereka berhasil memasang tangga-tangga dan mengikat ujungnya dengan tali-tali yang panjang, sementara bawahnya mereka biarkan di luar parit. Mereka mulai naik dari tangga-tangga tersebut.
Ketika mereka telah naik di atas pagar mereka meneriakkan takbir dengan suara kuat. Langsung pasukan Islam bergerak maju menaiki tangga-tangga yang telah disiapkan, segera Khalid dan para jagoan Islam turun ke bawah menuju para penjaga pintu benteng dan berhasil membinasakan mereka. Kemudian Khalid beserta para sahabatnya memotong penutup pintu dengan pedang-pedang mereka hingga berhasil membuka pintu benteng dengan paksa, maka masuklah seluruh pasukan Khalid menyerbu dari pintu bagian Timur. Ketika penduduk mendengar suara takbir, mereka bangkit dan tiap tiap pasukan berangkat menuju tempat masing-masing di dekat pagar, tanpa mengetahui apa yang telah terjadi, setiap kali pasukan mereka berdatangan ke arah pintu benteng bagian timur pasti dibunuh oleh pasukan Khalid.
Akhirnya Khalid segera memasuki kota sambil membunuh siapa saja yang mereka jumpai. Adapun para penjaga pintu berangkat menuju pemimpin mereka memohon agar meneriakkan keluar pagar untuk berdamai sebelumnya pasukan Islam telah mencoba mengajak mereka berdamai dengan syarat menyerahkan setengah hasil bumi mereka namun mereka menolak maka ketika mereka meminta berdamai dan menerima persyaratan tersebut kaum muslimin menerima kesepakatan damai itu. Para sahabat tidak mengetahui apa yang diperbuat Khalid dengan tentaranya yang kini telah berada di dalam benteng musuh. Akhirnya seluruh pintu dibuka dan seluruh pasukan masuk ke dalam benteng untuk berdamai. Namun ketika mereka telah sampai di dalam mereka menjumpai Khalid tengah berperang membunuhi personil musuh yang mereka temui.
Para sahabat berkata kepada Khalid, “Sesungguhnya mereka telah kami jamin keamanan jiwanya”, namun Khalid berkata, “Tidak, aku telah berhasil membuka benteng dan menaklukkannya dengan perang.” Setelah itu para pemimpin berkumpul di tengah-tengah negeri itu tepat di sisi Gereja al-Miqsalat dekat jalan ar-Raihan sekarang.
Inilah jalan cerita yang disebutkan Saif bin Umar dan lain-lainnya.[379] Dan inilah riwayat yang paling masyhur, bahwa Khalidlah yang membuka pintu dengan paksa, namun sebagian ahli sejarah berpendapat bahwa Abu Ubaidah yang telah membuka benteng, dan ada juga yang berpendapat malah Yazid bin Abi Sufyan yang membuka pintu, Khalid yang berdamai dengan penduduk negeri itu. Mereka telah membalikkan jalan cerita yang masyhur dan diketahui banyak orang, wallahu a ‘alam.
Para sahabat beselisih, ada yang mengatakan bahwa benteng kota ini ditaklukkan dengan damai, oleh amir mereka Abu Ubaidah. Tetapi yang lain berkata bahwa benteng ini ditaklukkan dengan secara paksa lewat peperangan, yakni ditaklukkan oleh Khalid dengan pedang. Merasa masalah ini belum selesai maka mereka berangkat menuju para pemimpin pasukan lainnya yang bersama Abu Ubaidah. Abu Ubaidah akhinya berdamai dengan mereka, dan mereka sepakat untuk membagi benteng dengan ketentuan bahwa setengahnya ditaklukkan dengan damai dan setengah lagi ditaklukkan lewat perang. Dengan demikian penduduk Damaskus memiliki setengah dari wila-yah ini, dan setengah lagi menjadi milik para sahabat. Hal ini diperkuat dengan yang telah disebutkan Saif bin Umar bahwa para sahabat sebenarnya telah meminta mereka berdamai dengan syarat mereka membayar setengah hasil bumi mereka, namun mereka menolak. Maka ketika mereka merasa putus asa mereka segera menerima tawaran tersebut. Sementara para sahabat tidak mengetahui apa yang diperbuat oleh Khalid.
Oleh karena itu para sahabat mengambil setengah dari bangunan gereja terbesar di Damasukus yang disebut dengan nama Gereja Yoharmes, dan menjadikan daerah timur gereja ini sebagai masjid. Sementara setengah dari daerah bagian barat tetap menjadi milik penduduk Damaskus. Di samping itu terdapat 14 gereja lainnya yang tetap dibiarkan menjadi milik mereka. Ditambah dengan setengah wilayah gereja Yoharmes yang sekarang menjadi Masjid Jami’ Damaskus. Khalid menuliskan untuk mereka surat perjanjian damai dan jaminan keamanan yang disaksikan oleh Abu Ubaidah, Amr bin al-Ash, Yazid dan Syarhabil.
4. Beberapa Pendapat Mengenai Tanggal Penaklukan Damaskus
Ibnu Katsir berkata, “Perkataan Saif bin Umar menunjukkan bahwa penaklukan terjadi pada tahun 13 H, tetapi Saif menuliskan sebagaimana yang ditulis oleh mayoritas ahli sejarah bahwa Damaskus ditaklukkan pada pertengahan bulan Rajab tahun 14 H. Demikianlah yang telah dituliskan oleh al-Hafizh Ibnu Asakir dari jalan Muhammad bin Aiz al-Qurasyi ad-Dimasyqi dari Walid bin Muslim dari Utsman bin Hisn [380] bin Allaq dari Yazid bin Ubaidah, dia berkata, ‘Aku mendengar para guru kami berkata Sesungguh-nya kota Damaskus ditaklukkan pada tahun 14 H, demikianlah pendapat Sa’id bin Abdul Aziz, Abu Mi’syar, Muhamamd bin Ishaq, Ma’mar dan al-Umawi,’ sebagaimana yang diceritakan para gurunya. Demikan pula pendapat ini sama dengan pendapat al- Kalbi, Khalifah bin Khayyath dan Abu Ubaid al-Qasim bin Sallam bahwa penaklukan Damaskus terjadi pada tahun 14.H’.”
Sebagian berpendapat bahwa penaklukan ini terjadi di bulan Syawwal tahun 14 H.[381] Khalifah bin Khayyath berkata, “Abu Ubaidah mengepung mereka pada bulan Rajab, Sya’ban, Ramadhan, Syawwal dan perjanjian damai terjadi di bulan Dzulqa’dah.[382]
5. Apakah Penaklukan Ini Terjadi Secara Damai atau Lewat perang?
Para ulama berselisih mengenai penaklukan kota Damaskus apakah negeri ini ditaklukkan secara damai ataukah melalui peperangan? Sebagian besar ulama menyebutkan bahwa penaklukan ini terjadi dengan damai, sebab mereka ragu mana yang terlebih dahulu terjadi, apakah sebelumnya ditaklukkan dengan perang setelah itu pihak Romawi baru memohon perdamaian? Atau ditaklukkan dengan perdamaian, atau sebagiannya ditaklukkan dengan peperangan? Tatkala mereka ragu-ragu menyikapi masalah ini mereka mengambil pendapat yang lebih hati-hati bahwa negeri ini ditaklukkan dengan damai.
Ada yang berpendapat bahwa setengahnya ditaklukkan dengan damai, dan setengahnya lagi dengan perang. Pendapat ini nampak kebenarannya ketika para sahabat berkumpul di gereja terbesar mereka dan mereka sepakat mengambil sebagiannya, dan meninggalkan sebagian lainnya untuk penduduk Damaskus, wallahu a ‘lam.
Ada yang menyebutkan bahwa Abu Ubaidah yang menulis perjanjian damai, riwayat ini yang lebih sesuai dan masyhur, sebab Khalid telah diberhentikan dari jabatannya. Ada yang mengatakan bahwa Khalidlah yang menuliskan perjanjian damai atas persetujuan Abu Ubaidah.
Abu Hudzaifah Ishaq bin Bisyr menyebutkan bahwa Abu Bakar ash-Shiddiq wafat sebelum penaklukan Damaskus, dan Umar ra. telah mengirimkan surat kepada Abu Ubaidah bin al-Jarrah memberitahukan kepadanya dan kepada seluruh kaum muslimin berita duka cita tentang kematian Abu Bakar ash-Shiddiq.
Dan Umar ra. mengangkat Abu Ubaidah sebagai panglima tertinggi seluruh pasukan yang ditugaskan di Negeri Syam, dan Umar ra. memerintahkannya agar selalu bermusyawarah dengan Khalid dalam mengenai taktik peperangan. Tatkala surat itu sampai kepadanya, Abu Ubaidah segera menyembunyikan surat itu dari Khalid hingga akhirnya Damaskus ditaklukkan, setelah lewat dua puluh malam dari penaklukan Damaskus baru Abu Ubaidah sampaikan surat pengangkatannya dan pemberhentian Khalid, Khalid berkata kepadanya, “Semoga Allah سبحانه و تعالى. merahmatimu, kenapa engkau tidak memberitahukan kepadaku sejak engkau terima surat itu?” Abu Ubaidah menjawab, ” Aku khawatir akan melemahkan semangat berperangmu, padahal bukanlah kekuasaan dunia yang kuinginkan, dan bukan untuk dunia pula aku bekerja, kenikmatan apapun yang engkau lihat pasti segera akan berakhir dan sirna, kita adalah bersaudara, tidak ada salahnya seseorang muslim menggantikan saudaranya dalam urusan agama maupun dunianya.[383]
6. Masalah Fiqhiyyah
Al-Laitsi, Ibnu Lahiah, Hayawah bin Syuraih, Mufaddal bin Fhadalah, Amr bin al-Harits dan lain-lainnya meriwayatkan dari Yazid bin Abi Habib dari Abdullah bin al-Hakam dari Ali bin Rabah dari Uqbah bin Amir menceritakan bahwa dirinya telah diutus Abu Ubaidah sebagai pembawa berita mengenai penaklukan Damaskus, dia berkata, “Aku datang menemui Umar ra. pada hari Jum’at, maka Umar ra. berkata padaku, “Sejak berapa lama engkau tidak melepas sepatumu sewaktu berwudhu?,” Aku jawab, “Sejak hari Jumat yang lalu hingga hari ini Jumat sekarang ini,” Umar ra. berkata, “Engkau telah tepat mengamalkan Sunnah nabi.[384]
Al-Laitsi berkata, “Inilah pendapat yang kami ikuti, yaitu mengusap kedua khuf (sepatu) tidak memiliki batas waktu bagi seorang yang sedang musafir yaitu tujuh hari, dan inilah pendapat as-Syafi’i yang terdahulu (qaul qadim). Sementara Ahmad dan Abu Dawud [385] telah meriwayatkan dari Ubay bin Umarah secara marfii’ yang semakna dengan hal ini. Adapun pendapat jumhur (mayoritas ulama) sebagaimana yang telah diriwayatkan oleh Muslim dari Ali membatasi seorang musafir hanya boleh tidak melepas sepatunya dalam jangka tiga hari tiga malam.
Adapun bagi seorang yang mukim maka dibolehkan untuk tidak melepas khufnya selama satu hari satu malam.[386] Sebagian ulama membedakan antara kurir pembawa berita ataupun yang semisalnya dengan orang yang memiliki profesi lain, menurut mereka yang memiliki profesi sebagai pembawa berita tidak memiliki jangka untuk melepas sepatunya [387] adapun selain mereka memiliki batas waktu sebagaimana yang disebutkan dalam hadits Uqbah dan hadits Ali. Wallahu a ‘lam.
7. Persiapan penaklukan setelah Damaskus
Setelah Damaskus ditaklukkan, Abu Ubaidah mengirim Khalid bin al-Walid menuju al-Biqa’.[388] Dan akhirnya Khalid berhasil menaklukkannya dengan pedang. Setelah itu ia mengutus sekelompok pasukan yang bertemu dengan tentara Romawi di’ Ain Maisanun, kala itu pasukan Romawi dipimpin oleh seorang yang bernama Sinan yang datang memerangi kaum Muslimin sejak Aqabah Beirut Waktu itu dia telah membunuh sebagian besar dari tentara kaum muslimin sebagai syuhada’. Mereka disebut dengan “Ain Maisanun” yang bermakna ’Mata para Syuhada’. Abu Ubaidah melimpahkan urusan Damaskus untuk sementara waktu kepada Yazid bin Abi Sufyan sebagai-mana yang telah dijanjikan oleh Abu Bakar ash-Shiddiq kepadanya. Kemudian Abu Ubaidah mengirim Yazid dan Dihyah bin Khalifah ke Tadmur dalam satu rombongan pasukan untuk membuka daerah itu. Abu Ubaidah juga mengirim az-Zahra al- Qusyairi menuju al-Batsaniyyah[389] dan Hauran [390], penduduk wi-layah tersebut memilih berdamai.
Abu Ubaid al-Qasim bin Sallam berkata, “Khalid menaklukkan Damaskus dan seluruh kota-kota di wilayah Syam dengan damai, berbeda dengan wilayah daratan luasnya yang ditaklukkan oleh Yazid bin Abi Sufyan, Syarhabil bin Hasanah, dan Abu Ubaidah dengan perang.[391]
Al-Walid bin Muslim berkata, “Banyak para orang tua di Damaskus yang menyampaikan kepadaku ketika Damaskus dikepung tiba-tiba datang pasukan berkuda dari Aqabah[392] as-Salamiyyah, kuda-kuda mereka dibalut dengan sutera, seketika kaum muslimin bangkit mengejar mereka akhirnya pertempuran tak dapat lagi dihindari dan kedua pasukan bertemu di antara Bait Lihya[393] dan Aqabah. Tetapi kaum muslimin berhasil mendesak mereka hingga ke perbatasan Horns. Ketika penduduk Horns melihat kejadian itu, mereka menganggap bahwa kaum muslimin telah menaklukkan Damaskus, maka penduduk Horns langsung minta berdamai dan berkata, “Kami akan berdamai dengan kalian sebagaimana kalian telah mengikat perdamaian dengan penduduk Damaskus.” Akhirnya kaum muslimin menerima perdamian tersebut.[394]
Khalifah bin Khayyath berkata, “Aku diberitahukan oleh Abdullah bin al-Mughirah dari Ayahnya dia berkata, ‘Syarhabil bin Hasanah berhasil menaklukkan Yordania seluruhnya dengan peperangan kecuali Thabariyyah yang penduduknya minta berdamai. Begitu juga yang dikatakan oleh bin al-Kalbi, keduanya berkata, Abu Ubaidah mengutus Khalid untuk menaklukkan negeri al-Biqa’, dan dia menulis perjanjian damai dengan Ba’labak serta menuliskan untuk mereka perjanjian tersebut[395] bin al-Mughirah mendapat berita dari ayahnya bahwa Khalid mengikat perjanjian damai dengan mereka dengan ketentuan mereka wajib memberikan setengah dari rumah-rumah mereka dan gereja-gereja mereka. sementara mereka tidak dikenakan pajak bumi lagi. Ibnu Ishaq dan lain-lainnya mengatakan, “Pada tahun 14 H, Horns dan Ba’labak ditaklukkan dengan damai oleh Abu Ubaidah tepatnya pada bulan Dzulqa’dah.” Khalifah bin Khayyath berkata, “Ada yang mengatakan bahwa perjanjian ini terjadi pada tahun 15 H.[396]
8. Peperangan Fihl
Banyak para ulama sirah yang menyatakan bahwa peperangan ini terjadi sebelum penaklukan Damaskus, tetapi Abu Ja’far ath-Thabari menyebutkan bahwa peperangan ini terjadi setelah penaklukan Damaskus, ia mengikuti pendapat Saif bin Umar. Abu Ubaidah telah memilih Yazid bin Abi Sufyan dengan pasukan berkudanya untuk menggantikannya di Damaskus, kemudian Abu Ubaidah berjalan ke Fihl, dan pimpinan pasukan di Balghaur adalah Syarhabil bin Hasanah. Abu Ubaidah menempatkan Khalid di bagian terdepan pasukan sementara Abu Ubaidah di sebelah kanan pasukan dan Amr bin al-Ash di sebelah kiri.
Pasukan berkuda dipimpin oleh Dhirar bin al-Azwar, sementara pasukan infantri dipimpin oleh Iyadh bin Ghanm. Akhirnya mereka sampai di Fihl yang masuk ke dalam wilayah Balghaur. Sementara tentara Romawi telah melewati Baisan [397] dan merubah jalur aliran air sungai ke arah mereka hingga dapat menghalangi mereka dari pasukan kaum muslimin. Kaum muslimin mengirim surat kepada Umar ra. tentang kondisi mereka dan strategi yang telah diperbuat tentara Romawi, namun kaum muslimin memiliki banyak bahan makanan dan pasukan yang cukup besar, mereka selalu waspada dan selalu bersiap-siap menghadapi Romawi, dan panglima perang ini di limpahkan pada Syarahbil bin Hasanah yang selalu dalam keadaan siaga siang dan malam.
Pasukan Romawi mengganggap kaum muslimin dalam keadaan lengah. Akhirnya lewat beberapa malam mereka bergerak menyerbu kaum muslimin, dan panglima Romawi dalam perang ini adalah Siqlab bin Mikhrab tetapi ternyata kaum muslimin telah siaga menyambut penyerangan ini. Seluruh pasukan Islam bertempur menyerang mereka secara bersamaan hingga pagi hari dan terus berlanjut hingga malam. Ketika malam telah gelap, tentara Romawi kalah, mereka berlarian melarikan diri. Sementara pimpinan mereka Siqlab tewas terbunuh. Melihat tentara Romawi lari kocar-kacir maka pasukan Islam segera mengejar dan menggiring mereka ke tanah yang berlumpur penuh air yang sebelumnya dipersiapkan mereka untuk menjebak tentara kaum muslimin, akhirnya Allah سبحانه و تعالى. menenggelamkan mereka dalam kubangan air yang mereka buat sendiri, pada waktu itu kaum muslimin berhasil membunuh tentara Romawi dengan tombak-tombak mereka sebanyak 80.000 orang. Hampir tidak seorangpun yang selamat kecuali segelintir saja yang berhasil melarikan diri, dalam perang ini kaum muslimin mendapat harta rampasan perang yang sangat banyak.
9. Penaklukan Baisan Dan Thabariyyah
Setelah itu Abu Ubaidah, Khalid beserta seluruh pasukan kembali ke Horns sebagaimana yang diperitahkan Amirul Mukminin Umar bin al-Khaththab ra. Kemudian Abu Ubaidah memilih Syarhbail bin Hasanah sebagai panglima pasukan untuk menaklukkan wilayah Yordania. Syarhabil segera berangkat bersama Amr bin al-Ash. Mereka mengepung Baisan, ketika pen-duduk Baisan keluar menyerbu kaum muslimin tentara Syarhabil berhasil membunuh pasukan musuh dalam jumlah yang sangat besar. Setelah itu mereka meminta perdamaian sebagaimana yang terjadi di Damaskus yaitu mereka berkewajiban membayar jizyah (upeti) dan kharaj (pajak hasil bumi), demikian pula yang dibuat oleh Abu al-A’war as-Sulami terhadap penduduk Thabariyah [398] tanpa ada perbedaan.
10. Peperangan Horns yang Pertama
Abu Ubaidah terus mengejar tentara Romawi yang kalah hingga ke Horns. Sampai di sana Abu Ubaidah mengadakan pengepungan. Dan tak lama setelah itu tentara Khalid datang membantu pengepungan ini. Pengepungan ini terjadi pada musim dingin yang bersangatan, tetapi penduduk Horns berusaha untuk tetap bertahan dengan harapan musim dingin dapat membuat kaum muslimin mengurungkan niat memerangi mereka. Waktu itu para sahabat menunjukkan kesabaran yang luar biasa.
Banyak yang menyebutkan begitu hebatnya musim dingin kala itu hingga kaki salah seorang dari tentara Romawi ada yang terputus dalam sepatunya, sementara para sahabat hanya mengenakan sandal-sandal, tetapi tidak satupun dari anggota rubuh mereka, baik kaki maupun tangan, yang terputus. Mereka tetap bertahan hingga musim dingin berlalu, dan pengepungan semakin diperketat. Sebagian pembesar negeri Horns menyarankan untuk memilih berdamai dengan kaum muslimin. Tetapi mereka tetap menolak dan berkata, “Bagaimana kita berdamai dengan mereka sementara Raja berkedudukan dekat dengan kita?” Diceritakan bahwa sebagian sahabat bertakbir dengan suara yang menggetarkan penduduk kota Horns laksana gempa sampai-sampai gema takbir itu meruntuhkan sebagian dinding. Mereka kembali bertakbir dan kali ini takbir mereka meruntuhkan sebagian rumah-rumah penduduk Horns, maka para penduduk berdatangan kepada para pemimpin mereka dan berkata, “Tidakkah kalian lihat apa yang telah menimpa kita? Mengapa kita tidak segera berdamai dengan mereka?” Akhirnya mereka berdamai sebagaimana halnya penduduk Damaskus, yaitu setengah dari perumahan mereka menjadi milik kaum muslimin dan mereka wajib membayar pajak hasil bumi (kharaj) serta membayar upeti (jizyah) disesuaikan dengan kondisi mereka yang kaya ataupun miskin. Setelah itu Abu Ubaidah mengirimkan kabar gembira berita kemenangan ini bersama seperlima dari harta rampasan perang yang dibawa oleh Abdullah bin Mas’ud.
Kemudian Abu Ubaidah menurunkan seluruh pasukannya yang besar di dalam benteng beserta seluruh pemimpin tentara, di antaranya Bilal dan al-Miqdad. Abu Ubaidah menulis surat kepada Umar ra. memberitakannya bahwa Heraklius telah menyeberangi sungai [399] ke Jazirah, terkadang muncul dan terkadang menyembunyikan diri. Umar ra. mengirim perintah agar Abu Ubaidah menetap di negeri tersebut. [400]
11. Peperangan Qinnasrin
Ketika Abu Ubaidah menaklukkaan Horns dia mengutus Khalid bin al-Walid menuju Qinnasrin. [401] Ketika Khalid sampai di sana para penduduk bangkit segera menyerbunya dan ikut pula bersama mereka kaum Nasrani Arab, maka Khalid bangkit menyerang mereka dengan sengit, bahkan Khalid berhasil membunuh sebahagian besar dari pasukan mereka, jika pasukan itu berasal dari Romawi maka Khalid langsung menghabisi mereka, bahkan dia berhasil membunuh pemimpin mereka Minad, sedangkan Warga Arab mendapat pengampunan dari Khalid setelah mereka datang minta maaf kepadanya dan mengatakan bahwa peperangan yang mereka lakukan bukanlah berda-sarkan dari keinginan mereka sendiri, setelah itu Khalid terus berjalan ke kota, namun penduduk kota bersembunyi dibalik benteng, Khalid berkata kepada mereka, “Walaupun kalian berlari ke atas langit sekalipun pasti Allah سبحانه و تعالى. Akan membawa kami kepada kalian atau Dia akan turunkan kalian dan menyerahkan kalian kepada kami,” Khalid masih terus mengepung mereka hingga akhir-nya berhasil menaklukkan benteng, [402 ] alhamdulillah.
12. Pujian Umar رضي الله عنه Atas Khalid
Ketika berita mengenai keberhasilan Khalid sampai kepada Umar ra, Umar ra, berkata, “Semoga Allah سبحانه و تعالى merahmati Abu Bakar ra., ia lebih mengenal prajurit yang dipilihnya daripada aku. Demi Allah سبحانه و تعالى sesungguhnya aku tidak mencopot Khalid disebabkan suatu hal yang mencurigakan dari dirinya, namun aku takut manusia terlalu bergantung dengannya.[403]
13. Peperangan Qaisariyah Tahun 15 H.
Ibnu Jarir berkata, “Pada tahun ini Umar ra. mengangkat Mu’awiyah bin Abi Sufyan sebagai panglima untuk menaklukkan Qaisariyyah, [404] Umar ra,. Menulis surat kepadanya, ‘Amma ba ‘du, aku telah mengangkatmu sebagai amir untuk memerangi penduduk Qaisariyyah, maka segeralah berjalan ke tempat itu dan bermohonlah kepada Allah سبحانه و تعالى agar kalian diberi kemenangan olehNya, perbanyaklah mengucapkan la haula wala quwwata ilia billahil ‘Aliyal-‘Azhim, Allah Rabb kita yang selalu kita yakini dan kita harapkan. Dialah sebaik-baik pembela dan penolong’” Mu’awiyah segera berjalan menuju mereka dan sesampainya di sana ia langsung mengadakan pengepungan. Penduduk negeri itu menyerang mereka, bahkan berkali-kali melakukan penyerangan. Hingga akhirnya kedua pasukan ini bertemu dan pecahlah pertempuran yang sengit antara kedua pasukan. Mu’awiyah telah bertekad akan menghabisi mereka, akhirnya Allah سبحانه و تعالى. Menaklukkan negeri itu untuknya. Usai perang dihitunglah jumlah korban yang terbunuh dan ternyata telah terbunuh dari pasukan musuh sebanyak 80.000 orang, ditambah lagi dengan yang lari dari peperangan genap menjadi 100.000 orang. Setelah itu Mu’awiyah segera mengirimkan berita kemenangan ini kepada Amirul mukminin Umar ra. [405]
14. Peperangan Ajnadain Tahun 15 H
Ibnu Jarir berkata, “Pada tahun ini Umar ra. menulis surat kepada Amr bin al-Ash untuk berangkat menuju Eliyya dan menaklukkan penduduknya. Di tengah jalan Amr bin al-Ash bertemu pasukan Romawi di Ramalah maka pecahlah perang Ajnadain [406], di sayap kanan pasukan Islam dipimpin oleh putera Amr sendiri yaitu Abdullah bin Amr bin al-Ash, sementara di sisi kiri Junadah bin Tamim al-Maliki yang berasal dari Bani Malik bin Kinanah, turut juga bersamanya Syarhabil bin Hasanah. Sementara untuk pengawasan Yordan diserahkan kepada Abu al-A’war as-Sulami. Ketika sampai di Ramalah, Amr mendapati pasukan Romawi telah berkumpul di bawah pimpinan al-Arthabun dia terkenal dengan kepintarannya dan kelicikannya dalam bertempur- dia telah menyiapkan pasukan dalam jumlah besar di Ramalah dan demikian pula di Elliya.
Amru segera mengirim surat kepada Umar رضي الله عنه memberitakan apa yang terjadi.
Ketika sampai kepadanya surat Amru, Umar ra. menjawab, ‘Kita akan pertemukan Arthabun Romawi dengan Arthabun Arab (maksudnya Amru bin al-Ash), maka lihatlah siapa yang lebih lihai!’.” Amr bin al-Ash mengirim ‘Alqamah bin Hakim al-Firasi, Masruq bin Bilal al-‘Akki untuk bertempur memerangi penduduk Elliya, sedangkan Abu Ayyub diperintahkan menuju Ramalah yang akan berhadapan dengan Romawi di bawah pimpinan Tazariq. Mereka ditugaskan untuk melayani tentara musuh dan menyibukkan mereka agar tidak dapat menyerang Amru bin al-Ash dan tentaranya, maka tiap kali datang bantuan pasukan dari Umar ra., Amru mem-bagi mereka setengah ke Eliya dan setengah ke Ramalah. Sementara Amru telah siap siaga dengan pasukannya di Ajnadain. Ia tidak mendapati orang yang layak untuk dikirim sebagai utusan yang sesuai dan dapat berdialog dengan Arthabun, karena itu ia mengambil kebijakan untuk langsung berangkat menemui Arthabun. Amru berhasil datang menghadapnya seolah-olah seorang utusan, ia menyampaikan keinginannya, sementara Arthabun mendengarkan seluruh perkataannya sambil memperhatikan kehadirannya, ia mengetahui apa yang diinginkan oleh Amru, maka Arthabun berkata dalam hatinya, ‘Demi Allah pastilah utusan ini Amru sendiri atau orang lain yang telah merekam seluruh pendapat Amru untuk disampaikan, aku tidak pernah dapat menjatuhkan dan memukul telak pasukarmya kecuali jika aku dapat membunuh Amru, pimpinan mereka.’ Amru paham apa yang telah direncanakan Arthabun dalam hatinya, maka ia bersiasat dan mengatakan, ‘Wahai Panglima, sesungguhnya aku telah mendengar perkataanmu dan engkau telah mendengar juga perkataanku, dan sesungguhnya aku adalah salah seorang dari sepuluh prajurit yang diutus Umar bin al-Khaththab ra.untuk mengiringi panglimanya dan menyaksikan gerak-geriknya, sebenarnya aku ingin membawa mereka kepadamu agar mereka dapat mendengar perkataanmu dan dapat menyaksikan apa yang telah aku saksikan sendiri.’
Arthabun berkata, ‘Ya, pergilah dan bawa mereka seluruhnya ke sini.’ Amru segera berdiri dan berjalan menuju pasukarmya, akhirnya Arthabun yakin bahwa orang yang mengaku sebagai utusan itu adalah Amr bin al-Ash sendiri. Dia berkata, ‘Aku telah tertipu oleh Amru, demi Allah سبحانه و تعالى sesungguhnya inilah orang Arab yang paling cerdik.’ Ketika berita ini sampai kepada Umar bin al-Khaththab, ia memberikan komentarnya, ‘Amru berhasil mengalahkannya, alangkah cerdiknya Amru.’
Setelah itu Amru langsung menyerbu pasukan musuh maka pecahlah peperangan yang sengit, persis sebagaimana peperangan di Yarmuk, korban mulai jatuh bergelimpangan dari kedua belah pihak. Setelah itu seluruh pasukan (yang ditempatkan di Elliya, pent.) menyatu dengan Amr bin al-Ash ketika mereka telah keletihan mengepung penduduknya yang bersembunyi di dalam benteng, dengan itu jumlah pasukan Amr menjadi banyak, maka Arthabun segera menulis surat kepada Amru dan berkata, ‘Sesungguhnya engkau ibarat kawanku dan kedudukan kita adalah setara dengan kedudu-kanmu di tengah kaummu sebagaimana kedudukanku di tengah kaumku. Demi Allah سبحانه و تعالى engkau tidak akan dapat menaklukkan wilayah apapun di tanah Palestina setelah peperangan di Ajnadain ini, maka kembalilah dan jangan engkau merasa tertipu dengan kekuatanmu, hingga akhirnya engkau akan mengalami kehancuran sebagaimana kehancuran orang-orang sebelummu.’
Amru segera memanggil seseorang yang bisa berbicara bahasa Romawi dan mengutusnya untuk menemui Arthabun, dan berpesan padanya, ‘Dengarlah apa yang dikatakan Arthabun kemudian pulanglah segera dan beritahukan kepadaku apa yang engkau dengar!.’ Amru menulis surat balasan yang dibawa utusan tersebut yang berisikan, ‘Telah sampai kepadaku suratmu dan kedudukanmu sama seperti kedudukanku ditengah kaumku. Tetapi jika engkau lengah dan tidak mengetahui kelebihanku atasmu, maka pasti akulah yang akan berhasil menaklukkan negeri ini. Bacakan suratku ini kepada seluruh sahabatmu dan para menterimu.’ Tatkala surat ini sampai ke tangan Arthabun, ia segera mengumpulkan seluruh menterinya dan membacakan surat Amru kepada mereka. Mereka berkata kepada Arthabun, ‘Dari mana engkau tahu bahwa bukan dia orang yang dapat menaklukkan negeri ini?’ Arthabun menjawab, ‘Dengarlah, sesungguhnya yang akan menaklukkan negeri, ini adalah seorang lelaki yang namanya terdiri dari tiga huruf dan kriterianya begini dan begitu.’ Maka dia mulai menyebutkan karakter Umar bin al-Khaththab. Maka utusan itu segera kembali menemui Amru dan memberitahukan apa yang didengarnya. Amru segera menulis surat kepada Umar ra. meminta bantuannya dan berkata padanya, ‘Sesungguhnya aku sedang mengalami peperangan yang sangat sengit, dan menghadapi sebuah negeri yang memang dipersiapkan untuk engkau taklukkan, maka bagaimana pendapatmu?’
Ketika surat ini sampai kepada Umar ra. maka ia paham bahwa sesungguhnya Amru tidak mungkin mengatakan hal ini kecuali ia benar-benar mengetahui situasi dan kondisi yang dihadapinya. Maka Umar ra. berkeinginan keras untuk langsung terjun ke negeri Syam guna menaklukkan Baitul Maqdis.[407]
15. Kepergian Heraklius Dari Negeri Syam
Pada tahun 15 H. Heraklis mundur bersama pasukannya, dan berangkat meninggalkan negeri Syam ke Romawi, begitulah yang disebutkan Ibnu Jarir dari Muhammad bin Ishaq. [408] Saif bin Umar berkata,”Peristiwa ini terjadi pada tahun 16 H.[409]
Setiap kali Heraklius berangkat haji ke Baitul Maqdis dia selalu berkata selepas haji, “Selamat tinggal wahai Suria, salam perpisahan dari seseorang yang belum sempurna memenuhi hajatnya darimu dan sekarang dia akan kembali.”
Ketika dia bersiap-siap akan berangkat meninggalkan Syam dan telah berjalan hingga di Ruha[410] dia meminta agar penduduk wilayah tersebut mengiringi keberangkatannya hingga tiba di Romawi, mereka berkata, “Sesungguhnya kami tetap di sini akan lebih bermanfa’at bagimu daripada kami berjalan mengiringimu.” Akhirnya dia pergi tanpa mereka, ketika sampai di Syimsath [411] dan dia sedang menaiki dataran tinggi, dia menoleh ke arah Baitul Maqdis dan berkata, “Selamat jalan wahai Suria, salam perpisahan untuk tidak bertemu lagi selamanya.[412]
Kemudian Heraklius terus berjalan hingga berhenti di Constantinopel dan di sanalah ia membangun kerajaannya yang terakhir. Dia pernah bertanya kepada salah seorang pengikutnya yang pernah dipenjara oleh kaum muslimin, “Beritahukan aku tentang kaum muslimin.” Orang tersebut menjawab, “Aku akan memberitahukan kepadamu seolah-olah engkau melihat mereka langsung. Mereka adalah para penunggang kuda yang tangguh di kala siang dan ibarat pendetapendeta ahli ibadah jika malam datang. Tidak akan makan di tempat orang-orang yang mereka lindungi kecuali dengan membayarnya terlebih dahulu. Tidak masuk sebelum memberi salam, mereka akan bertahan menunggu siapa saja yang mereka perangi hingga mereka datang menyerang terlebih dahulu.”
Heraklius berkata, “Jika engkau berkata jujur mereka pasti akan menguasai apa yang berada di bawah telapak kakiku ini (yakni kerajaanku).[413]
Ibnu Katsir berkata, “Kaum muslimin berhasil mengepung Konstanti-nopel pada masa pemerintahan Dinasti Bani Umayyah, namun mereka gagal menguasainya, tapi di akhir Zaman umat islam pasti akan menguasainya sebagaimana yang akan kami terangkan dalam kitab malahim, yaitu beberapa waktu sebelum keluarnya Dajjal [414] sebagaimana yang terdapat dalam hadits-hadits yang shahih dari Rasulullah dalam Shahih Muslim [415] dan kitab-kitab lainnya, alhamdulillah bagiNya segala puji.” Allah سبحانه و تعالى telah haramkan bagi Romawi untuk menguasai negeri Syam selama-lamanya hingga akhir zaman, sebagaimana yang terdapat dalam hadits Shahihain dari jalur Abu Hurairah, Rasulullah bersabda: “Jika Kisra telah binasa maka tiada lagi Kisra setelahnya. jika Kaisar telah binasa maka tiada lagi Kaisar, demi Allah yang jiwaku berada di tanganNya pasti kalian akan menafkahkan seluruh perbendaharaan dan kekayaan kedua kerajaan ini di jalan Allah.[416]
Apa yang disebutkan Rasulullah telah terbukti sebagaimana yang aku saksikan, dan akan terjadi lagi apa yang beliau katakan secara pasti bahwa kekaisaran di Wilayah Syam tidak akan kembali selama-lamanya. Sebab me-nurut orang Arab Kaisar adalah nama gelar Raja bagi orang yang menguasai seluruh wilayah Syam dan negeri-negeri Romawi. Kerajaan ini tidak akan kembali kepada mereka selama-lamanya.
B. PENAKLUKAN BAITULMAQDIS
1. Perjalanan Umar رضي الله عنه Ke Wilayah Syam Tahun 15 H
Kisah ini disebutkan oleh Abu Ja’far ath-Thabari dari riwayat Saif bin Umar. [417] Adapun ringkasan yang telah disebutkannya ataupun orang-orang lain yang mengikutinya sebagai berikut: Ketika Abu Ubaidah selesai menaklukkan Damaskus, dia segera menulis surat kepada penduduk Elliya agar mereka memeluk agama Allah سبحانه و تعالى. Dan masuk Islam, atau mereka membayar jizyah, jika tidak maka mereka akan diperangi. Namun mereka enggan menerima tawaran itu. Akhirnya Abu Ubaidah segera mengerahkan segenap pasukannya untuk menyerbu mereka dan dia menunjuk said bin Zaid sebagai pimpinan sementara di Damaskus. Setelah itu dia mulai mengepung Baitul Maqdis hingga mereka terjepit dan meminta damai dengan syarat yang datang langsung adalah Amirul mukminin Umar bin al-Khaththab. Abu Ubadaih segera menuliskan surat kepada Umar bin al-Khaththab, dan Umar ra. langsung mengumpulkan para sahabat untuk bermu-syawarah.
Utsman ra. menyarankan agar Umar ra. tidak pergi memenuhi tuntutan tersebut agar mereka semakin terhinakan. Namun Ali ra. menyarankan agar Umar ra. memenuhi permintaan mereka datang ke Baitul Maqdis dan hal ini pasti akan lebih meringankan pasukan Islam yang telah bersusah payah mengepung mereka namun tidak berhasil menaklukkannya hingga kini. Akhirnya Umar ra. Cenderung memilih pendapat Ali.[418]
Saif bin Umar menyebutkan dalam riwayatnya bahwa Umar ra. Menaiki kudanya dari Madinah agar segera sampai ke Baitul Maqdis setelah menunjuk Ali bin Abi Thalib sebagai pengganti sementara di Madinah. Maka Umar ra. Berjalan hingga sampai di Jaabiyah. Dia telah menulis surat kepada para panglima pasukan untuk bertemu dengannya pada hari yang telah ditentukan di Jaabiyah, dan akhirnya mereka bertemu di sana. Orang yang pertama kali bertemu dengan Umar ra. adalah Yazid bin Abi Sufyan, kemudian Abu Ubaidah, setelah itu pasukan berkuda yang dipimpin oleh Khalid dan mereka berpelana dengan kain sutera.
Ketika Umar ra. mengingkari mereka dan memerintahkan agar pelana itu dilepas, mereka heralasan bahwa pelana tersebut sangat penting bagi mereka dalam peperangan, apalagi untuk membawa senjata di atasnya. Akhirnya Umar ra. Diam dan memakluminya. Seluruh panglima pasukan berkumpul setelah menunjuk pengganti mereka sebagai wakil di tempat masing-masing, kecuali Amr bin al-Ash dan Syarahbil, karena keduanya sedang menghadapi al-Arthabun di Ajnadain.[419]
Ketika Umar ra. berada di Jabiyah tiba-tiba sekelompok tentara Romawi datang dengan pedang-pedang terhunus. Maka kaum muslimin segera menghadang mereka dengan senjata masing-masing, namun Umar ra. berkata, “Sesungguhnya mereka datang ingin mencari perlindungan. Kaum muslimin segera menemui mereka dan ternyata mereka adalah para tentara dari Baitul Maqdis yang hendak meminta perlindungan dan perdamaian kepada Amirul mukminin ketika mereka mendengar kedatangannya, maka Umar ra. Segera memenuhi permintaan mereka.[420]
2. Pidato Umar رضي الله عنه Ketika Di Jabiyah
Umar ra. sempat berpidato panjang lebar di Jabiyah dengan pidato yang begitu padat berisi, di antara perkataannya, “Wahai para hadirin, perbaiki apa-apa yang tersembunyi di hati kalian maka akan baik apa-apa yang nampak di luar diri kalian, dan beramalah untuk akhirat kalian niscaya akan dicukupkan urusan dunia kalian, ketahuilah sesungguhnya tidak ada seorangpun yang memiliki seorang ayah yang masih hidup dapat menghubungkan dirinya dengan Adam, dan tidak ada penghubung antara dirinya dan Allah, maka barangsiapa yang menginginkan jalan ke surga, hendaklah mengikuti Jama’ah sebab Setan akan selalu bersama seseorang yang menyendiri, dan akan lebih jauh dari dua orang, dan janganlah salah seorang dari kalian berduaan dengan seorang wanita karena setan pasti menjadi yang ketiganya, barangsiapa yang bergembira dengan kebaikannya maka dialah seorang mukmin.” Khutbahnya masih panjang tetapi sengaja kami ringkas.[421]
3. Perjalanan Menuju Al-Quds
Kemudian Umar ra. terus berjalan hingga membuat perdamaian dengan warga Nasrani di Baitul Maqdis, dan Umar ra. mengisyaratkan kepada mereka untuk mengusir semua orang Romawi dalam tempo tiga malam. Setelah itu Umar ra. memasuki Baitul Maqdis, dan masuk ke Masjid dari arah Rasulullah ﷺ masuk ketika peristiwa Isra’ mi’raj. Ada yang menyebutkan bahwa Umar ra. mengucapkan talbhjah ketika memasukinya kemudian mengerjakan shalat dua raka’at di dekat Mihrab Dawud, dan sempat mengerjakan Sholat Subuh di sana bersama seluruh kaum muslimin. Pada raka’at pertama beliau membaca surat “Shad” dan kaum muslimin turut sujud bersamanya, dan pada raka’at kedua beliau membaca surat Bani Israel.[422]
Umar ra. segera menulis surat jaminan keamanan dan perdamaian untuk penduduk Baitul Maqdis, dengan konsekuensi mereka harus membayar jizyah, dan Umar ra. juga memberikan persyaratan kepada mereka sebagaimana yang telah disebutkan oleh Ibnu Jarir.[423] Dan yang menjadi saksi atas perjanjian tersebut adalah Khalid bin al-Walid, Amr bin al-Ash, Abdurrrahman bin Auf, Mu’awiyah bin Abi Sofyan, dan dialah yang menjadi juru tulisnya. Peristiwa ini terjadi pada tahun 15 H.
Setelah itu Umar ra. menulis surat perdamaian yang lain untuk penduduk Lud[424] dan orang-orang yang di sana, dan Umar ra. mengenakan atas mereka pajak diri (jizyah) dan mereka masuk pula ke dalam perjanjian damai dengan penduduk Eliya. Adapun Arthabun, dia melarikan diri ke Mesir dan ber-mukim di sana hingga akhirnya negara itu ditaklukkan oleh Amr bin al-Ash. Setelah itu dia melarikan diri ke laut memimpin sebagian rombongan tentara yang memerangi kaum muslimin. Suatu ketika dia ditangkap oleh seorang dari Bani Qais, namun dia berhasil memotong tangan orang itu, akhirnya orang-orang Bani Qais membunuhnya. Kemudian orang itu melantunkan bait syair: [425]
Jika Arthabun orang Romawi telah berhasil merusak tanganku
Tetapi alhamdulillah tanganku telah banyak bermanfaat.
Jika Arthabun orang Romawi telah memotongnya tetapi aku juga telah berhasil
memotong-motong tubuhnya.
4. Hasil Kunjungan Umar رضي الله عنه dan Kebijakannya di Baitul Maqdis
Ibnu Katsir berkata, “Telah diceritakan kepada kami bahwa ketika Umar ra. memasuki Baitul Maqdis dia bertanya kepada Ka’ab al-Ahbar, ten tang letak as-Sakhrah (batu besar tempat nabi diangkat langit pada peristiwa mi’raj, pent.) Maka dia berkata, “Wahai Amirul mukminin ukurlah dengan depamu sekitar beberapa depa dari Wadi Jahanam, maka di situlah tempatnya.” Maka mereka mulai menghitungnya dengan beberapa depa yang telah ditentukan, akhirnya mereka menemukannya, dan orang-orang Nasrani telah menjadi-kannya sebagai tempat pembuangan sampah sebagaimana orang-orang Yahudi mengotori al-Qamamah tempat orang yang menyerupai Isa disalib. Kaum Yahudi dan Nasrani meyakini bahwa Nabi Isa-lah yang disalib, padahal mereka berdusta dan keliru dalam keyakinan ini, sebagaimana yang telah. diterangkan Allah dalam al-Qur’an.[426]
Maksudnya bahwa ketika Orang-orang Nasrani menguasai Baitul Maqdis sekitar 300 tahun sebelum Rasulullah di utus, mereka membersihkan tempat al-Qamamah setelah itu mereka membuat bangunan gereja yang sangat besar atas perintah Ibu Raja Konstantin pendiri kota yang kelak dinisbatkan kepada namanya dengan nama konstantinopel, sedangkan nama ibunya Hilanah al-Bundaqaniyah, dialah yang memerintahkan anaknya untuk membangun bagi kaum Nasara Betlehem tepat ditempat dilahirkannya Isa, menurut aggapannya bahwa dia telah membangun tepat di atas kuburan Isa.
Maksudnya bahwa orang Nasrani menjadikan qiblat orang Yahudi menjadi lobang sampah, sebagai balasan perbuatan orang-orang Yahudi terhadap mereka di waktu lampau. Maka ketika Umar ra. menaklukkan Baitul Maqdis dan dia mengetahui dengan tepat di mana tempat Sakhrah, Umar ra. memerintahkan agar tempat tersebut dibersihkan, sampai ada yang mengatakan bahwa Umar ra. Membersihkannya dengan selendangnya, setelah itu dia bermusyawarah dengan Ka’ab mengenai tempat masjid yang akan dibangun, maka Ka’ab memerintahkan agar masjid dibangun di belakang Sakhrah. Umar ra. segera menepuk dadanya dan berkata, “Wahai anak Ummi Ka’ab engkau ingin menyerupai kaum Yahudi.”
Maka Umar ra. memerintahkan agar masjid di bangun di depan Baitul Maqdis. Imam Ahmad berkata, “Telah berkata kepada kami Aswad bin ‘Amir, telah berkata kepada kami Hammad bin Salamah dari Abu Sinan dari Ubaid bin Adam, dan Abu Syu’aib, bahwa ketika Umar bin al-Khaththab ra.berada di Jabiyah, dia menyebutkan perihal penaklukan Baitul Maqdis, Imam Ahmad berkata, ‘Berkata Ibnu Salamah, telah berkata kepadaku Ibnu Sinan dari Ubaid bin Adam, aku mendengar Umar ra. berkata kepada Ka’ab, ‘Menurut pendapatmu di mana aku harus shalat?’ ‘Jika engkau menurut pendapatku maka shalatlah di belakang Sakhrah dengan begitu seluruh al-Quds berada di depanmu,’ Umar ra. berkata padanya, ‘Engkau meniru orang-orang Yahudi, tidak! Aku akan shalat di tempat shalatnya Rasulullah ﷺ. Maka Umar ra. segera maju menghadap kiblat dan mengerjakan sholat, setelah itu dia bangkit dan membentangkan selendangnya kemudian mulai menyapu dengannya, akhir-nya orang-orang turut menyapu mengikutinya.” Sanad kisah ini bagus, dan inilah yang dipilih oleh al-Hafizh Dhiyaud-din al-Maqdisi dalam kitabnya al-Mustakhraj dan kami juga telah berbicara mengenai para perawinya dalam kitab kami yang kami khususkan dalam Musnad Umar dan hadits-hadits marfu‘ yang telah diriwayatkannya, ataupun yang diriwayatkan darinya berupa atsar-atsar yang mauquf sesnai dengan bab fiqih. Alhamdulillah bagiNya segala puji.
5. Perbedaan Mengenai Tanggal Penaklukan Baitul Maqdis
Saif berkata, “Umar ra. berangkat ke Baitul Maqdis dari arah Jabiyah tepatnya pada tahun 15 H. Padahal kudanya dalam keadaan sakit [427] maka mereka datang membawakan untuknya kuda Romawi yang disebut Barzawan, dan Umar ra. pun menaikinya. Ternyata kuda tersebut berjalan dengan melompat-lompat liar, akhirnya Umar ra. segera turun dan memukul kuda tersebut sambil berkata, “Semoga Allah tidak mengajarkan kebaikan kepada orang yang telah mengajarimu, ini adalah kuda yang sombong.” Sejak itu Umar ra. tidak pernah menaiki kuda Barzawan lagi. Sejak kedatangannnya maka Eliya dan wilayah kekuasaannya berhasil ditaklukkan oleh Umar ra. secara damai, kecuali Ajnadain yang berhasil ditaklukkan oleh Amr, serta Qaisariyah oleh Mu’awiyah.[428]
Dalam hal ini Saif banyak ditentang oleh para ulama Sirah, mereka berpendapat bahwa penaklukan Baitul Maqdis pada tahun 16 H. Muhammad bin Aziz berkata, “Dari Walid bin Muslim, dari Utsman bin Hisn bin Allaq [429] dia berkata bahwa Yazid bin Ubaidah berkata, ‘Baitul Maqdis ditaklukkan pada tahun 16 H dan pada tahun itu pula Umar ra. Datang mengunjungi Jabiyah.’ Ya’qub bin Sufyan berkata,’Penaklukan Jabiyah dan Baitul Maqdis terjadi pada tahun 16 H’.[430]
6. Tentara Romawi mengepung Abu Ubaidah di Horns tahun 17H
Peristiwa ini bermula dari kedatangan sekelompok tentara Romawi yang telah berkeinginan keras untuk melakukan pengepungan terhadap Abu Ubaidah di Horns. Mereka meminta bantuan dari penduduk Jazirah dan orang-orang yang berada di tempat itu. Maka Abu Ubaidah segera mengirim utusan kepada Khalid untuik meminta bantuannya. Maka dengan segera Khalid bertolak dari Qinnasrin menuju Horns setelah memberitahukan kepada Umar ra. Tentang keberangkatannya. Abu Ubaidah bermusyawarah dengan pasukan kaum muslimin antara keluar dari benteng untuk menghadapi lawan atau bertahan dalam benteng hingga datang instruksi dari Umar ra, seluruh pasukan mengusulkan agar mereka bertahan dalam benteng, kecuali Khalid yang mengusulkan agar menghadapi mereka keluar benteng. Akhirnya Abu Ubaidah menerima saran pasukannya dan menolak usulan Khalid. Mereka sepakat untuk bertahan dalam benteng Horns sementara tentara Romawi berkeliling mengepung mereka. Seluruh tentara Islam yang menduduki wilayah Syam (yang telah ditaklukkan kaum muslimin, pent.) sibuk dengan urusan masing-masing. Mereka bingung dalam menentukan sikap, karena jika mereka seluruhnya berangkat menuju Horns untuk membantu Abu Ubaidah yang terkepung niscaya hancurlah seluruh wilayah binaan mereka di Syam.
Umar ra. menulis surat kepada Sa’ad yang berada di Irak agar mengerahkan pasukannya bersama al-Qa’qa bin Amr menuju Horns segera setelah instruksi itu sampai untuk membantu Abu Ubaidah dan pasukannya yang terkepung. Umar ra. juga memerintahkan Sa’ad untuk mengerahkan pasukannya guna menumpas penduduk Jazirah yang turut membantu tentara Romawi mengepung Abu Ubaidah dibawah pimpinan Iyadh bin Ghanm. Maka be-rangkatlah dua pasukan ini dari Kufah untuk membantu Abu Ubaidah, bahkan Umar ra. sendiri turut serta berangkat dari Madinah untuk membantu Abu Ubaidah, hingga dia sampai di Jabiyah ada yang mengatakan hanya sampai di Sargh-, sebagaimana yang dikatakan Abu Ishaq dan itulah yang lebih benar, wallahu ‘Alam.
Ketika sampai berita kepada penduduk Jazirah yang turut membantu tentara Romawi mengepung Abu Ubaidah bahwa pasukan kaum Muslimin telah menginjak-injak negeri mereka, maka segera mereka berbalik mengundurkan diri dari Horns menuju negeri mereka dan meninggalkan tentara Romawi. Dan ketika tentara Romawi mendengar berita bahwa Amirul Mukminin Umar ra. Datang langsung untuk membantu perwakilannya Abu Ubaidah, seketika semangat mereka kendor dan menjadi lemah.
Khalid menyarankan kepada Abu Ubaidah untuk segera keluar benteng menyerbu pasukan Romawi maka Abu Ubaidah segera mengikuti saran Khalid hingga akhirnya Allah memenangkan mereka dan tentara Romawi dapat dihancurkan. Peristiwa kekalahan ini terjadi tiga malam sebelum tibanya pasukan bantuan yang akan menolong mereka, maka segera Abu Ubaidah mengirim berita gembira kepada Umar ra. atas kemenangan mereka, sementara bala bantuan baru datang tiga hari setelah kemenangan mereka, sambil bertanya padanya apakah pasukan bala bantuan itu juga mendapatkan hasil dari peperangan mereka? Maka datang jawaban dari Umar ra. untuk mengikutkan mereka dalam pembagian harta rampasan perang yang mereka dapatkan, sebab melemahnya pasukan musuh serta berbaliknya sebagian dari mereka dikarenakan mendengar berita tentang kedatangan bala bantuan kaum muslimin, maka Abu Ubaidah mengikut sertakan mereka dalam pembagian harta tersebut.
Umar ra. berkata, “Semoga Allah memberikan ganjaran yang terbaik kepada penduduk Kufah, mereka berhasil menjaga wilayah mereka dan dapat membantu penduduk kota yang lainnya.[431]
7. Penaklukan Jazirah Eufrat
Pada tahun 17 H Jazirah berhasil ditaklukkan sebagaimana yang dikatakan oleh Saif bin Umar ra. Ibnu Jarir berkata, “Peristiwa ini terjadi pada bulan Dzulhijjah tahun 17 H.” Dengan ini dia sependapat dengan Saif dalam menetapkan tahun terjadinya. Ibnu Ishaq berkata, “Peristiwa ini terjadi pada tahun 19 H.”
Iyadh bin Ghanm berjalan menuju tempat tersebut diiringi oleh Abu Musa al-Asy’ari, Umar bin Sa’ad bin Abi Waqqash yang ketika itu masih sangat muda dan Utsman bin Abi al-Ash, mereka singgah di Ruha dan berhasil membuat perdamaian dengan penduduk setempat dengan syarat mereka wajib membayar jizyah, dan dua kampung yang berdekatan juga ikut dalam perdamaian ini. Setelah itu Abu Iyadh mengutus Abu Musa al-Asy’ari menuju Nasibain, dan Umar bin Sa’ad menuju Ra’sul Ain. [432] Sementara dirinya sendiri berjalan menuju Dara. [433]
Akhirnya seluruh negeri-negeri ini berhasil ditaklukkan. Setelah itu Iyadh mengutus Ustman bin Abi al-Ash menuju Armenia[ 434] dan di tempat ini sempat terjadi pertempuran yang tidak begitu berarti, dalam peperangan ini Shafwan bin al-Muatthal as-Sulami[435] gugur sebagai syuhada. Setelah itu Utsman ra. membuat kesepakatan damai dengan mereka dengan syarat mereka wajib membayar upeti 1 dinar untuk setiap orang. [436]
8. Memerangi Rommawi
Ibnu Jarir berkata, “Pada tahun 20 H. Abu Bahriyyah Abdullah bin Qais al-Kindi [437] memerangi bumi Romawi. Dialah yang dianggap sebagai orang yang pertama kali memasuki kawasan Romawi menurut sebagian ahli sejarah kemudian dia berhasil menyelamatkan diri dan dapat membawa harta rampasan perang. Ada yang berpendapat bahwa orang yang pertama memasuki wilayah Romawi adalah Maisarah bin Masruq al-Absi. [438]
9. Memerangi Habasyah (Ethiopia)
Pada tahun 20 H Umar ra. mengutus Alqamah bin Mujazzaz al-Mudlaji ke Habasyah dengan armada laut, tetapi mereka akhirnya dikalahkan. Maka Umar ra. berjanji pada dirinya tidak akan mengirim pasukannya di lautan selama-lamanya.
Dalam masalah ini Abu Mi’syar menyelisihi al-Waqidi dia mengklaim bahwa peperangan melawan Habasyah terjadi pada tahun 31 H pada masa kekhalifahan Utsman bin Affan.[439]
10. Mu’wiyah memerangi As-Sha’ifah
Ibnu Jarir berkata, “Pada tahun 23 H Mu’awiyah memerangi Shaifah hingga sampai di Ammuriyyah. [440 ]Sahabat yang mengiringinya ketika itu adalah Ubadah bin Shamit, Abu Ayyub al-Ansari, Abu Dzar, dan Syaddad bin Aus.[441]
Ibnu jarir berkata, “Pada waktu itulah Mu’awiyah berhasil menakluk-kan Asqalan [442] dengan damai.[443]
C. PENAKLUKAN MESIR
1.Tanggal Terjadinya Penaklukan
Muhammad bin Ishaq berkata, “Penaklukan Mesir terjadi pada tahun 16 H, tepatnya pada bulan Rabiul Awwal. Demikian pula pendapat al-Waqidi, bahwa Mesir dan Iskandariyah di taklukkan pada tahun ini.” Abu Mi’syar berpendapat bahwa penaklukan Mesir terjadi pada tahun 20 H, sedangkan penalukan di Alexandria (Iskandariyah) pada tahun 25 H.
Saif bin Umar berpendapat bahwa negeri Mesir dan Iskandariyah ditaklukkan pada tahun 16 H, bulan Rabiul Awwal.[444] Itulah yang pendapat yang dipilih oleh Abu al-Hasan bin al-Atsir dalam kitabnya al-Kamil disebabkan kisah Amr yang diutus untuk membawa bahan makanan dari mesir pada peristiwa kemarau panjang (ar-Ramadah),[445] .
Ketika Umar ra. beserta kaum muslimin berhasil menaklukkan seluruh wilayah Syam, dia mengutus Amr bin al-Ash ke Mesir. Saif berpendapat bahwa Umar ra. mengutus Amr setelah penaklukan Baitul Maqdis, Umar ra. Juga mengutus Zubair bin al-Awwam untuk mengiringinya. Juga diikuti oleh Busr bin Arthat, Kharijah bin Huzafah al-Adawi, dan Umair bin Wahab al-Jumahi.
Mereka berkumpul di perbatasan pintu masuk ke Mesir, [446] kemudian mereka bertemu dengan Abu Maryam (pemimpin agama negeri itu) bersama uskup Abu Maryam sebagai utusan Raja Mukaukis penguasa Iskandariyah untuk mempertahankan negeri mereka. Ketika kedua rombongan ini bertemu, Amr bin al-Ash berkata, “Jangan-lah kalian tergesa-gesa memerangi mereka hingga Abu Maryam menemui kami. Maka Abu Maryam dan Abu Miryam (keduanya pendeta negeri itu) segera menemui Amr bin al-Ash. Amr berkata kepada mereka, “Kalian berdua adalah tokoh agama negeri ini maka dengarkanlah! Sesungguhnya Allah telah mengutus Muhammad dengan membawa kebenaran, setelah itu Rasulullah memerintahkan kepada kami untuk menyebarkan kebenaran ini setelah beliau menyampaikan seluruh risalah yang diamanatkan Allah pada-nva, ketika wafat beliau meninggakan kami di atas perkara yang sangat jelas, dan di antara yang beliau sampaikan kepada kami adalah amanah untuk menegakkan hujjah atas manusia. Oleh karena itu sekarang kami mengajak kalian untuk memeluk Islam.
Barangsiapa yang mengikuti seruan kami ini maka dia sama seperti kami, dan barangsiapa tidak mau memenuhi seruan ini kami, maka kami tawarkan kepada mereka agar membayar jizyah kepada kami sementara dia akan selalu dalam perlindungan kami. Nabi kami juga telah memberitahukan kepada kami bahwa kami pasti akan menaklukkan kalian, dan dia berwasait agar kami berbuat baik kepada kalian demi menjaga silatturrahmi kami dengan kalian (disebabkan Mariyah adalah Ummu walad yang melahirkan Ibrahim anak Rasulullah, pent).
Jika kalian memenuhi tawaran jizyah ini maka kalian akan berada di bawah perlindungan kami. Dan di antara perkara yang diperintahkan kepada kami adalah agar kami berlaku baik kepada penduduk Qibti, sebab Rasulullah telah berpesan agar kami memperlakukan penduduk Qibti dengan baik sebab mereka memiliki hubungan darah dan zimmah.[447] Maka kedua tokoh agama ini menjawab, “Kekerabatan yang begitu jauh tidak akan mungkin dapat disambung kecuali oleh para Nabi, kekerabatan yang dikenal dan mulia, sesungguhnya dia (Hajar) adalah puteri raja kami dari penduduk Manf [448] dan para raja berasal dari mereka. Namun penduduk Ain Syams berhasil mencaplok kerajaan mereka dan membunuh mereka, hingga mereka tercerai berai dan menjadi terasing, kemudian akhirnya dia melahirkan anak Ibrahim, maka kami ucapkan selamat datang kepada kalian.
Berikan jaminan keamanan kepada kami hingga kami akan datang kembali padamu.” Amr berkata, “Orang seperti aku tidak akan mungkin dapat kalian tipu, tetapi aku akan memberi tangguh kepada kalain selama tiga hari, agar kalian dapat berpikir dan bermusyawarah dengan kaum kalian. Jika kalian tidak kembali setelah tiga hari maka kami akan menumpas kalian, keduanya berkata, “Berikanlah kami tambahan hari.” Maka Amr menambah masa penangguhan satu hari lagi, namun mereka masih minta tambahan hari lagi, maka Amr menambah satu hari lagi. Setelah itu mereka kembali kepada raja Mukaukis dan dia telah mengambil kesepakatan untuk berdamai. Namun Arthabun [449] tidak menginginkan perdamaian, dia memerintahkan untuk berperang melawan kaum muslimin, maka kedua tokoh agama tersebut berkata kepada penduduk Mesir, “Kami akan berusaha mempertahankan kalian dan tidak akan kembali kepada mereka (kaum muslimin).”
Ketika itu waktu yang ditangguhkan tinggal empat hari lagi. Arthabun menganjurkan agar mereka menyerang kaum muslimin pada malam hari, namun mereka tidak menerima sarannya. Tetapi Arthabun tetap memaksa mereka hingga akhirnya mereka berangkat menyerbu kaum muslimin pada malam harinya. Namun akhirnya mereka tidak mendapatkan keberuntungan sedikitpun, bahkan sebagian dari mereka telah terbunuh. Setelah itu Amr dan az-Zubair berangkat menuju Ain Syams dan di sanalah tempat berkumpulnya tentara.
2. Pengepungan Ain Syams dan Perjanjian Damai
Pada hari ke empat sejak mereka diberi tangguh oleh Amr, maka kaum muslimin mulai mengepung Ain Syams dan di sanalah tempat raja Qibti dan Nuumb. [451] Penduduk Mesir berkata kepada raja mereka, “Apa yang dapat kalian lakukan terhadap suatu kaum yang telah menaklukkan Kisra dan Kaisar dan kini telah menguasai negeri-negeri mereka? Berdamailah dengan mereka dan jangan kalian korbankan kami dengan sia-sia terbunuh di tangan mereka!” Namun Raja mereka tetap bersikeras bertahan dalam benteng, akhirnya kaum muslimin terpaksa terjun memerangi mereka. Az-Zubair telah berhasil naik ke atas tembok benteng dan masuk ke dalamnya, ketika musuh melihat kedatangannya maka segera mereka berlari menuju Amr bin al-Ash dari arah pintu benteng yang lairmya dan langsung minta berdamai, sementara Zubair dan pasukannya telah berhasil menembus negeri tersebut hingga keluar dari arah pintu di mana Amr bin al-Ash berada, maka perdamaian segera dilakukan, dan Amr telah menuliskan untuk mereka perjanjian damai yang berbunyi:
” Bismillahirrahmanirrahim: Inilah jaminan keamanan yang telah diberikan
Amr bin al-Ash terhadap penduduk Mesir, yang mencakup jaminan keamanan terhadap jizoa, agama, harta, rumah ibadat, tanah air, darat maupun lautan mereka. Mereka dijnmin tidak akan diganggu sedikitpun segaln sesuatu yang telah disebutkan di atas, ataupun dikurangi, dan tidak satupun dari orang Nubah dapat tinggal di negeri mereka. Selanjutnya kewajiban yang dituntut dari mereka adalah kewajiban membayar jizyah sejak mereka menyepakati perjanjian ini yakni ketika air pasang di sungai mereka telah selesai, yaitu sebanyak 50.000.000 dirham. Adapun kerugian mereka disebabkan pencurian adalah tanggung jawab mereka, jika ada yang tidak menyepakati perjanjian ini maka tidak ada jaminan keamanan baginya. Jika air sungai surut dari batas tertinggi maka beban jizyah mereka akan dikurangi sesuai dengan kondisi air sungai yang surut. Orang Romawi maupun orang Nubah yang ikut dalam perdamaian memiliki hak dan kewajiban yang sama dengan penduduk Mesir dan barangsiapa yang enggan dan memilih untuk pergi dari sini maka keamanannya di jamin hingga sampai ke tempatnya, atau keluar dari kekuasaan kami. Selanjutnya kewajiban mereka adalah sepertiga. Setiap sepertiga dari hasil tanaman (jibayah) maka sepertiga darinya adalah beban bagi mereka sesuai dengan perjanjian yang terdapat dalam surat ini yang mempakan janji Allah, dzimmah RasulNya dan dzimmah Khalifah Amirul Mukminin beserta kaum muslimin seluruhnya. Terhadap orang-orang Nubali yang memenuhi perjanjian ini maka hendaklah mereka membantu dengan memberikan sebagian dari jumlah yang ditentnkan secara langsung, dan sebagian dari kuda-kuda, dengan itu mereka tidak akan diperangi dan tidak akan diboikot segala bentuk perdagangan mereka balk ekspor maupun impor. Perjanjian ini disaksikan oleh az-Zubair, Abdullah dan Muhammad anaknya dan ditulis oleh Wirdan dan Khidir. [452]
Maka seluruh penduduk Mesir ikut di dalam perjanjian ini, setelah itu kuda kuda dikumpulkan dan tenda-tenda dipancangkan di kota-kota. Setelah itu datang Abu Maryam dan Abu Miryam menghadap Amr membicarakan perihal budakbudak wanita yang didapat setelah peperangan. Namun Amr menolak untuk mengembalikan mereka kepada keduanya, bahkan keduanya diusir dari hadapannya.[453] Ketika berita tersebut sampai kepada Amirul Mukminin Umar bin al-Khaththab ra.maka dia menginstruksikan kepada Amr untuk mengembalikan para budak wanita yang didapat pada lima hari masa penangguhan. Adapun para wanita yang didapat pada waktu peperangan maka tidak akan dikembalikan kepada mereka. Sebagian ulama mengatakan bahwa Umar ra. memberikan pilihan kepada para budak-budak wanita yang ditawan antara masuk Islam atau dikembalikan kepada keluarganya. Siapa di antara mereka yang memilih Islam maka dia tidak akan dikembalikan kepada keluarganya, adapun yang memilih kembali kepada keluarganya maka masing-masing dikenakan jizyah. Sedangkan tawanan wanita mereka yang telah tersebar di seantero negeri dan yang telah sampai ke tanah haramain (Mekah-Madinah) maupun kota yang lain, maka tidak mungkin mereka dikembalikan lagi, dan mustahil mereka di ikutkan dalam perjanjian yang tidak mungkin untuk direalisasikan. Amr segera melaksanakan seluruh instruksi Amirul Mukminin. Dia segera mengumpulkan seluruh tawanan wanita dan menyuruh mereka memilih, maka diantara mereka ada yang masuk Islam dan ada pula yang kembali kepada agamanya. Dengan demikian sempurnalah perjanjian dibuat.[454]
3. Penaklukan Iskandariyah
Setelah itu Amr mengirim pasukannya ke Iskandariyah sebelumnya Raja Mukaukis telah memberikan sebagian hasil buminya dan hasil bumi mesir kepada kerajaan Romawi, maka ketika mereka di kepung Amr dia segera mengumpulkan para uskup maupun petinggi negaranya kemudian berkata kepada mereka, “Lihatlah orang-orang Arab itu telah berhasil mengalahkan Kisra dan Kaisar serta berhasil mengusir mereka dari wilayah kekua-saan mereka, mustahil bagi kita dapat mengalahkan mereka, maka menurut pendapatku lebih baik kita membayar jizyah kepada mereka”.
Setelah itu dia mengirim utusan kepada Amr bin al-Ash dan berkata,” Aku pernah membayar kharaj (pajak hasil bumi) kepada kerajaan yang lebih kubenci daripada kalian.” Setelah itu Amr mengikat perjanjian damai dengan mereka dan Amr segera mengirimkan berita gembira atas penaklukan ini kepada Umar bin al-Khaththab ra. serta mengirim padanya seperlima dari apa yang mereka dapatkan.[455]
4. Memerangi Orang-orang Nubah
Setelah penaklukan Mesir kaum muslimin bertempur memerangi orang-orang Nubah.[456] Namun banyak dari tentara kaum muslimin yang terluka dan buta disebabkan kemahiran orang-orang Nubah memanah, hingga kaum muslimin menjuluki mereka pemanah jitu. Tetapi akhirnya Allah menaklukkan negeri itu ditangan mereka,[457] bagiNya segala puji.
Para sahabat berselisih mengenai status ditaklukkannya Mesir, ada yang mengatakan bahwa Mesir ditaklukkan dengan damai kecuali Iskandariyah, inilah pendapat Yazid bin bin Abi Habib, dan ada pula yang mengatakan bahwa seluruhnya ditaklukkaan dengan perang, dan itulah pendapat Saif bin Umar dan sebagian orang.[458]
5. Kisah Sungai Nil
Kami mendapatkan riwayat dari jalur Ibnu Luhai’ah dari Qais bin Hajjaj dari seseorang yang pernah mengisahkan padanya, orang itu berkata, “Ketika Mesir di taklukkan penduduknya mendatangi Amr bin al-Ash tepat ketika masuk bulan Bu’unah yang merupakan salah satu bulan penanggalan orang Ajam- mereka berkata, “Wahai Amir, sungai Nil kami ini memiliki tradisi vang dengannya arus sungai ini bisa mengalir.” Amr bertanya, “Apa tradisi itu?” Mereka menjawab, “Lewat 12 malam dari bulan ini, biasanya kami akan mencari seorang perawan dan kami akan mengambilnya dari kedua orang tuanya, kami berusaha agar keduanya merelakan anaknya tersebut kami bawa. Setelah itu kami akan menghiasnya dengan berbagai perhiasan dan pakaian yang paling indah, setelah itu kami akan korbankan dirinya dengan mencampakkannya ke sungai tersebut.” Amr menjawab, “Tradisi ini tidak akan mungkin terulang dalam Islam.
Sesungguhnya Islam akan meruntuhkan segala tradisi sebelumnya.” Akhirnya mereka tidak berbuat apa-apa sejak bulan Bu’unah, Abib dan Masra [459] sementara air Sungai Nil tidak sedikitpun mengalir, hingga penduduk Mesir telah bersiapsiap untuk mengungsi. Akhirnya Amr menulis surat kepada Umar ra. memberitakan kejadian tersebut. Umar ra. menjawab isi surat Amr dan berkata. “Sesungguhnya kebijakan yang kau ambil sudah tepat, dan aku telah mengirim bersama surat ini sebuah kartu. Maka campakkanlah kartu ini ke Sungai Nil.”
Sesampainya surat itu ke tangan Amr dia segera mengambil kartu tersebut, dan ternyata dalamnya tertulis: ‘Dari hamba Allah Umar bin al-Khaththab ra. kepada Sungai Nil milik penduduk Mesir, Amma ba ‘du, ]ika engkan mengalir karena dirimu dan atas keinginanmu sendiri maka tidak perlu kau mengalir dan kami tidak begitu membutuhkan dirimu tetapi jika engkau mengalir karena perintah Allah Yang Maha Esa dan Perkasa, sebab Dialah yang membuatrnu mengalir maka kami bermohon kepada Allah agar membuatrnu mengalir.’ Maka segera Amr mencampakkan kartu itu ke sungai Nil. Tepat di pagi hari sabtu Allah telah mengalirkannya dan permukaan air bertambah sebanyak 16 hasta dalam satu malam, dan Allah telah merubah tradisi lama mereka di Mesir sejak tahun itu hingga hari ini.[460]
Referensi :
[370] Dalam naskah asli tertulis Muhammad bin Juraih dan ini adalah keliru
[371] Akan diterangkan secara rinci sebab pencopotannya dalam peristiwa peperangan di Qinnasrin. Dan berita bin Ishaq Disebutkan oleh ath-Thabari dalam Tarikhnya, 3/436 dari Muhammad bin Humaid ar-Razi dari Salamah bin al-Fadhl dari Muhammad bin Ishaq, tetapi Ibnu Ishaq tidak menyebutkan sanadnya dan sanad ini adalah terputus.
[372] Tarikh ath-Thabah, 3/434.
[373] Fihl adalah nama sebuah tempat di Syam dekat Baisan dan sekarang dia masyhur sejak penaklukan Syam yang disebut dengan Yaum Radaghah dan Yaum Baisan. (Yaqut, ibid4/237).
[374] Ar-Radaghah: becek yang membuat kuda terbenam.
[375] Sebuah perkampungan di Damaskus. (Yaqut, 1/382).
[376] Dalam riwayat Said bin Umar, lihat Tarikh ath-Thabari, 3/438.
[377] Sebagaimana yang disebutkan oleh Khalifah bin Khayyath, at-Tarik’nV\m. 126.
[378] Dalam Riwayat al-Waqidi, Tarikh ath-Thabari, 3/441.
[379] Tarikh ath-Tabari, 3/437-440.
[380] Dalam naskah asli tertulis Hushain, dan perbaikan ini dari Tahdzib at-Tahdzib, 7/110.
[381] Ibn Asakir, Tarikh Dimasyq, 1/240.
[382] Tarikh Khalifah, him. 126.
[383] Riwayat ini disebutkan oleh Ibn Asakir dengan panjang lebar dalam Tarikh Dimasyq, (246-247, manuskrip) dari Ishaq bin Bisyr.
[384] Lihat riwayat-riwayat ini dengan sanad-sanadnya dalam Tarikh Dimasyq, 1/252-254. Ad-Daruquthni meriwayatkannya Dalam kitab Sunan, 1/196, dan dalam al-Ilal, 2/110, dia mengisyaratkan bahwa yang benar hanyalah perkataan Umar “Engkau telah tepat.” tanpa tambahan “mengamalkan as-Sunnah.”
[385] Diriwayatkan oleh Abu Daud dalam Sunan, Kitab Thaharah Bab at-Tauqit fi al-Mashi, hadits no. 158, dan dia berkata, “Sanadnya diperselisihkan dan tidak kuat.” Berkata Ibn Hajar dalam kitab al-Ishabah, 1/26, “Isnadnya lemah.” Kukatakan, “Setelah aku teliti dan aku cari, aku tidak menemukannya dalam Musnad Ahmad diriwayatkan dari hadits Ubay bin Imarah, tidak ada hadits Ubay bin Imarah dalam Musnad.”
[386] Shahih Muslim, kitab ath-Thaharah bab at-Tauqit fi al-Mashi ‘Ala al-Khuffain hadits no. 276.
[387] Lihat Majmu’ al-Fatawa Ibn Taimiyah, 21/215.
[388] Biqa’: bentuk plural dari Buq’ah, yaitu padang luas yang banyak terdapat perkampungan dan terletak antara Ba’labak, Horns dan Damaskus, adapun Sabl Biqa’ sekarang bagain dari Lebanon. (Yaqut, ibid 1/470).
[389] Dengan fathah awal kemudian sukun dan nun: nama sebuah tempat yang terletak di ujung antara Damaskus dan Azra’at.(ibid 1/338).
[390] Hauran: sebuah dataran luas bagian dari wilayah Damaskus terletak di daerah kiblat. (ibid 2/317).
[391 Al-Amwal 231.
[392] Dalam Tarikh Ibn Asafartertulis Tsaniyyah Salmiyah, namun aku tidak menemukan tempat ini dalam Mu’jam al-Buldan
[393] Bait Lihya: nama sebuah perkampungan yang terkenal di Damaskus. (Yaqut, ibid 1/522).
[394] Ibn Asakir, Tarikh Dimasyq, (manuskripl/251).
[395] Tarikh Khalifah, him. 129.
[396] Ibid, him. 126-127.
[397] Baisan: sebuah kota yang terletak di Yordan Balghaur antara Hauran dan Palestina. (Yaqut, ibidl/527).
[398] Thabariyah: bagian dari wilayah Yordan, yaitu sebuah kota yang terletak di tepi danau Thabariyyah. (ibid 4/17).
[399] Yaitu Sungai Eufrat.
[400] Bandingkan dengan yang tercantum dalam kitab Tarikh ath-Thabari, 3/599-601.
[401] Dibaca Qinnasrin, nama sebuah daerah di Syam di sebelah Horns. (Yaqut, 4/403).
[402] Bandingkan dengan Tarikh ath-Thabari, 3/601.
[403] Dalam Tarikhnya 3/601, ath-Thabari menyebutkan dari jalan Saif bin Umar dari syaikhnya. Ibnu Sa’ad mengeluarkan dalam ath-Thabaqat, 3/ 284 dengan sanad yang shahih dari Muhammad bin Sirin dari Umar bin al-Khaththab ra.dia berkata, “Aku akan mencopot Khalid bin Walid dan al-Mutsanna bin Syaiban, agar keduanya mengetahui bahwa sebenarnya Allah سبحانه و تعالى. yang telah memenangkan hamba-hambaNya, bukan karena mereka kaum muslimin menang. Ahmad mengeluarkan dalam Musnadnya tentang pidato Umar yang diucapkannya di Jabiyah dan tentang permintaan maafnya atas kebijakannya memecat Khalid, dan di antara sebab tersebut yaitu infak yang diberikan Khalid kepada orang yang kuat dan mulia tanpa sepengatahuan Khalifah. (Al-Fathu ar-Rabbani, 23/86).
[404] Qaisariyah: nama sebuah negeri yang terletak di tepi laut tengah, yang dianggap bagian dari wilayah Palestina, jarak antara tempat ini ke Thabariyah memakan tiga hari perjalanan. (Yaqut, ibid4/421).
[405] Tarlkh ath-Thabari, 3/604.
[406] Ajnadin: nama sebuah tempat di negeri Syam di Palestina yaitu sebuah tempat pecahnya peperangan antara Islam dan tentara Romawi. (Yaqut, ibid 1/103).
[407] Bandingkan dengan kitab Ibn Jarir Tarikh ar-Rusul wa al-muluk, 3/605.
[408] Ibn Jarir, ibid 3/602, al-Kamilkarya Ibn Atsir.
[409] Ibid 33/602, al-Kamii kaya Ibn Atsir, 2/500.
[410] Ar-Ruha: nama sebuah kota yang terdapat antara Mosul dan Syam. (Yaqut, Ibid3/W6).
[411] Sebuah kota yang terletak di tepi sungai Eufrat di ujung Armenia terletak antara Eufrat dan negeri Syam. {ibid3/362).
[412] Ibn Jarir, ibid3/603
[413] Hal ini disebutkan ath-Thabari dalam Tarikfxiya melalui jalan Saif bin Umar dari para syaikhnya 3/602.
[414] Inilah yang menjadi prediksi al-Hafizh Ibn Katsir ternyata akhirnya Konstantinopel berhasil ditaklukkan oleh Penguasa Dinasti Utsmani Muhammad II al-Fatih tahun 857 H-1453 M. (Muhammad Farid bik, Tarikh ad-Daulah al-Aliyah al-Utsmaniyh him.163).
[415] Hadits yang diriwayatkan Muslim yakni hadits yang terdapat dalamnya berita keluarnya Dajjal dan hari kedatangannya, lihat Kitab al-Fitan wa Asyrati as-Saah wa Shahihihi, adapun hadits mengenai berita gembira ditaklukkannnya Roma dan constantinopel, diriwayatkan oleh Imam Ahmad dalam Musnad 7/176 dan lihat pula fasvWmya dalam Silsilah al-Ahaditst, as-Shahihah, karya Syaikh al-Albani, No. 4.
[416] Hadits shahih diriwayatkan oleh al-Bukhari dalam kitab al-Manaqib Bab ‘Alamat Nubuwwat fit Islam (VI/625, dari kitb Fathul Ban).
[417] Lihat Tarikh ar-Rusul wa al-Muluk 3/607, di sini penulis kitab ini memasukkan penaklukan Baitul Maqdis dalam kejadian tahun 15 H, dia menyebutkan riwayat lainnya dari jalan Saif bin Umar dari Abu Utsman dan Abu Haritsah bahwa peperangan ini terjadi di bulan Rabiul Akhir tahun 16 H. (3/610).
[418] Lihat al-Azdi, Futuh as-Syam, him. 249.
[419] Ath-Thabari, Tarikh al-Umam wa ar-Rusul, 3/607.
[420] ibidd 3/608.
[421] L:hat Khutbah ini di Musnad al-Imam Ahmad, 23/85 dari al-Fathu ar-Rabbani. Dan di dalamnya, “Barangsiapa menginginkan bau surga.”
[422] Yaitu surat al-Isra’
[423]. Tirikh ar-Rusul wa al-Muluk, 3/609.
[424] Lihat sebuah kota di dekat Baitul Maqdis, di pintu masuk kota itu kelak Isa bin Maryam akan menyusul Dajjal dan membunuhnya. (Yaqut, ibid5/15).
[425] Lihat Ibnu Atsir, sl-Kamll fi at-Tarikh, 2/502
[426] Allah سبحانه و تعالى berfirman, “Dan karena kekafiran mereka (terhadap Isa), dan tuduhan mereka terhadap Maryam dengan kedustaan besar (zina), dan karena ucapan mereka, ‘Sesungguhnya kami telah mem bunuh a I-Masin, Isa putera Maryam, Rasul Allah.’ Padahal mereka tidak membunuhnya dan tidak (pula) menyallbnuya, tetapi (yang mereka bunuh ialah) orang yang diserupakan dengan Isa bagi mereka. Sesungguhnya orang-orang yang berselisih paham tentang (pembunuhan) Isa, benar-benar dalam keragu-raguan tentang yang dibunuh itu. Mereka tidak mempunyai keyakinan tentang siapa yang dibunuh itu, kecuali mengikuti persangkaan belaka, mereka tidak (pula) yakin bahwa yang mereka bunuh itu adalah Isa, Tetapi (yang sebenarnya),Allah سبحانه و تعالى telah mengangkat Isa kepadaNya. Dan adalah Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana. “(An-Nisa: 156- 158).
[427] Tawajja al-Farasmaksudnya kuda merasa sakit di kukunya. (Ibnu Manzhur op.dtl5/378).
[428] Lihat Ibnu Jarir, Tarikh ar-Rusul, 3/610. Ath-Thabari juga telah menunjukkan adanya riwayat lain sebagaimana yang telah saya isyaratkan sebelumnya dari jalan Saif yang isinya sama dengan para perawi lainnya.
[429] Dalam naskah asli tertulis Allan, dan ini keliru.
[430] Lihat al-Ma’rifah wa at-Tarikh, 3/305.
[431] Lihat mengenai berita ini secara lengkap di ath-Thabari, Tarikh ar-Rusul wa al-Muluk,.
[432] Ra’sul Ain: sebuah kota besar yang masyhur di Jazirah, terletak antara Harran dan Nasibain. (Yaqut, 3/14).
[433] Dara: sebuah lereng gunung yang terletak antara Nasibain dan Maridai, di situlah terdapat kamp-kamp Dara bin Dara Raja Persia ketika berhadapan dengan Iskandar Mecedonia, namun Iskandar berhasil membunuhnya dan membangun di atas kamp-kampnya negeri ini yang kelak masyhur dengan nama dirinya. (Yaqut, op.cit 2/418).
[434] Armenia atau Irmenia: nama sebuah daerah yang terletak di arah utara dan wilayah ini dibagi menjadi empat bagian; Khallath, Taflis, Jarzan, Arran dan Syamsyath. (Yaqut: ibid: 1/160).
[435] Lihat biografinya di al-Bidayah wan-Nihayah
[436] Berita lengkapnya lihat di ath-Thabari, Tarikh ar-Rusul wa al-Muluk, 4/53.
[437] Dalam naskah asli tertulis al-Abdi dan perbaikan ini didapatdari Tarikh ath-Thabari, 4/112. Lihat juga Tajrid Asma as- Shahabah, karya adz-Dzahabi, 1/330.
[438] Lihat biografinya di al-Ishabah karya Ibnu Hajar, 6/239, dan kisah ini secara lengkap terdapat dalam Tarikh ath- Thabari, 44/112.
[439] Ibnu Hajar, ibid 4/112.
[440] Ammuriyah: sebuah negeri yang masyhur di wilayah Romawi, kelak ditaklukkan oleh al-Mu’tasim tahun 223 H. (Yaqut, ibid 4/158).
[441] Ibnu Jarir, ibid 4/241.
[442] Asqalan: sebuah kota yang terletak di tepi pantai laut Abyadh yang merupakan bagian dari Palestina. (Yaqut, /ivy 4/122).
[443] Al-Balaziri, Futuh al-Buldan him. 169, dan Ibnu Jarir, ibid4/241
[444] Lihat pendapat ulama dalam masalah ini dalam Ibnu Jarir, Tarikh ar-Rusul wa al-Muluk, 4/ 104.
[445] al-Kamilfiat-Tarikh, 2/563
[446] ‘maksudnya yaitu Babilonia atau al-Fustath. (Yaqut, ibid 1/111).
[447] Imam Muslim mengeluarkannya dalam kitab Shahihnya dalam Fadhail as-Shahabah, bab Wasiyat an-Nabi bi Anil Mishr,f4/1970), dari hadits Abu Dzar bahwa Nabi bersabda, “Kalian akan menaklukkan Mesir, bumi yang disebut didalamnya al-Qirath, Jika kalian berhasil menaklukkannya maka berbuat baiklah terhadap penduduknya, sesungguhnya mereka memiliki ikatan silaturrahmi.” atau dia berkata, “Dzimmah dan tali pernikahan.” dan maksud dari tali silaturrahmi yaitu Ummu Ismail (Budak Nabi Ibrahim yang melahirkan Ismail) berasal dari mesir, sedangkan makna tali pernikahan yaitu Mariyah Qibtiyah Ummu Ibrahim bin Rasulullah dari mesir pula.
[448] Manf: nama Kota Firaun di Mesir yang terletak antara Fusthat dan Ain Syams. (Yaqut, ibid5/213).
[449] Arthabun : penguasa Romawi yang tinggal di Baitul Maqdis kemudian lari ke Mesir musuh.450
[450] Lihat Ibnu Jarir, Tarikh ar-Rusul ma al-Muluk, 4/106-107.
[451] -Nuwab: Nisbah dari Nubah yaitu orang yang tinggal di daerah selatan Mesir.
[452] Lihat teks surat ini dalam Ibnu Jarir, Tarikh ar-Rusul wa al-Muluk, 4/109
[453] Ibid, 4/ 105
[454] Ibid, 105.
[455] Ibnu Jarir menyebutkan perbedaan pendapat mengenai tanggal penaklukan Iskandariyah, ada yang berpendapat bahwa penaklukan terjadi pada tahun 21 H, ada yang berpendapat pada tahun 22 H, ada juga yang mengatakan bahwa penaklukan terjadai pada tahun 25 H, (7i>/rf4/105). Dalam Tarikh Wulat Aferkarya al-Kindi him. 16-17 dia menyebutkan bahwa negeri ini ditaklukan dua kali, yang pertama tahun 20 H, ada yang berpendapat awal tahun 21 H, pendapat kedua pada tahun 25 H, lihat Futuh M/srkarya Ibnu Abdul Hakam him. 117, 252.
[456] An-Nubah: sebuah negeri yang luas dan terbentang lebar terletak di daerah selatan Mesir tepatnya setelah Aswan, mereka terkenal adalah orang-orang yang memiliki kekuatan dan hebat. (Yaqut, Ibid 5/308).
[457] Yaitu ditaklukkan dengan damai pada masa Utsman bin Affan, lihat Balaziri, Futuh al-Buldan him. 280-282, dan Abdul Hakam, Futuh Misr wa al-Maghrib him. 252
[458]. Untuk rinciannya silahkan ruju’ kitab Futuh Misr wa al-Maghrib him. 123-132.
[459] – Bu’unah, Abib dan Masra adalah merupakan nama-nama bulan orang-orang Qibti, yaitu bulan ke 10-11-12 secara berturut-turut. (Lihat Futuh Misr, 203 dalam Hamisy).
[460] Dikeluarkan oleh Abdul Hakim dalam Futuh Aferhlm. 203 dari jalan Ibnu Luhai’ah, sementara al-Lalika’iy menyebutkannya dalam Karamatal-Auliya’ him. 126 dari jalannya juga. Lihat Manaqib Umarkavya Ibnu al-Jauzi him. 173 dan Tafsiral-Qur’an karya Ibnu Katsir, 3/ 463 dan dalam atsarini terdapat inqitha’ (keterputusan sanad).
Sumber : https://hbis.wordpress.com/2010/02/03/penyempurnaan-penaklukan-syam-dan-mesir/