• Beribadalah kamu sampai datang "Haqqul Yakin" (kematian)
Kamis, 21 November 2024

Perang Hunain

Bagikan

Daftar Isi : (Klik Menu menuju Isinya & kembali  ke Menu)

  1. Keberangkatan Pasukan Musuh
  2. Penolakan terhadap Pendapat Komandan Pasukan
  3. Mata-mata dari Masing-masing Pihak
  4. Rasulullah Meninggalkan Makkah
  5. Pasukan Islam Mendapat Serangan Secara Tiba-tiba
  6. Orang-orang Muslim Kembali dan Peperangan Berkobar lagi
  7. Kekalahan Musuh
  8. Aksi Pengejaran
  9. Harta Rampasan

Ini merupakan tahapan terakhir dari tahapan-tahapan kehidupan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menggambarkan kesuksesan yang dihasilkan dakwah Islam, setelah sekian lama terjun dalam medan jihad, melewati kesulitan, ujian, keganduhan, kegancangan, pertempuran dan peperangan, yang dilalui selama kurang lebih dua puluh tahun.

Penaklukkan Makkah merupakan hasil paling penting yang diraih orang orang Muslim pada tahun-tahun itu. Alhasil, perjalanan hari dan udara Jazirah Arab berubah total. Penalukan Makkah ini merupakan batas penentu antara batas sebelumnya dan sesudahnya. Sebelum itu, Quraisy di mata bangsa Arab merupakan pelindung agama dan penolongnya. Bangsa Arab pada saat itu mengikuti mereka dalam masalah ini. Karena itu, tunduknya Quraisy dianggap sebagai kesudahan dari agama paganis di Jazirah Arab.

Tahapan ketiga ini dapat dibagi menjadi dua lembaran:

1. Lembaran perjuangan dan peperangan.
2. Lembaran berbagai kabilah dan bangsa yang berlomba-lomba memeluk Islam.

Dua lembaran ini saling berkait dan bergantian dalam tahapan ini. Satu peristiwa dalam satu lembaran terjadi di sela-sela lembaran lainnya. Tetapi kami akan mengupasnya berdasarkan rentetan peristiwanya dan kami menyajikan masing-masing lembaran ini secara terpisah dari yang lain. Dengan pertimbangan, karena lembaran peperangan lebih mudah untuk dikaitkan dengan peristiwa sebelumnya dan lebih pas untuk disajikan ketimbang lainnya.

Penaklukan Makkah seperti sebuah tamparan keras yang dirasakan bangsa Arab. Berbagai kabilah di sekitar Makkah, terhenyak keheranan seakan tak percaya terhadap apa yang terjadi. Ini suatu yang tak mangkin bisa dihalangi. Maka yang menolak tunduk tinggal beberapa kabilah yang memang masih mempunyai nyali dan kuat, yang dipelopori beberapa suku Hawazin dan Tsaqif. Ada beberapa suku lain yang berhimpun bersama mereka, seperti Nashr, Jusyam, Sa’d bin Bakr dan beberapa orang dari Bani Hilal, yang berasal dari Qais dan Ailan. Suku-suku ini melihat dirinya masih layak dihormati dan tidak sudi tunduk kepada Islam setelah penaklukkan Makkah. Mereka semua berhimpun dibawah pimpinan Malik bin Auf An-Nashri, dan mengambil keputusan bulat untuk memerangi orang-orang Muslim.

1. Keberangkatan Pasukan Musuh

Setelah komandan tertinggi pasukan musuh, Malik bin Auf, memutuskan untuk melancarkan serangan terhadap orang-orang muslim, maka dia memberangkatkan pasukan, sambil membawa harta benda, wanita dan anak anak mereka, hingga mereka tiba di Authas dan bermarkas di sana. Authas adalah suatu lembah di Hawazin dekat Hunain, tetapi tidak masuk wilayah Hunain. Sementara Hunain adalah suatu lembah berdekatan dengan Dzul Majaz. Jarak tempat ini dengan Makkah ada sepuluh mil lebih ditempuh dari Arafah.

2. Penolakan terhadap Pendapat Komandan Pasukan

Setelah pasukan musuh ini berada di Authas, Duraid bin Ash-Shimah, orang buta yang sudah tua, namun memiliki banyak pengalaman dalam peperangan, orang yang sangat pemberani dan kali ini juga bergabung bersama pasukan, bertanya, “Lembah apa ini?”
Orang-orang menjawab, “Authas.”
Duraid berkata, “Ini adalah tempat yang paling tepat untuk kuda, bukan tempat yang tinggi dan berbatuan, tidak pula tempat yang datar dan lunak tanahnya. Mengapa kudengar suara lenguhan onta, ringkikan keledai, tangis anak-anak dan embekan domba?”
Mereka menjawab, “Malik bin Auf menggiring manusia beserta wanita, harta benda dan anak-anak mereka.”

Lalu Duraid memanggil Malik bin Auf, menanyakan alasan mengerahkan manusia bersama wanita, harta benda, dan anak-anak mereka. Malik menjawab, “Aku ingin setiap orang melibatkan keluarga dan harta bendanya dalam peperangan.”
Duraid berkata, “Demi Allah, ini sama dengan menggembala domba. Apakah hal ini bisa menolong orang yang sudah kalah? Kalaupun engkau menang, maka tidak ada yang berguna kecuali orang laki-laki bersama pedang dan tombaknya. Sebaliknya, jika engkau kalah, sama saja engkau mencemarkan keluarga dan harta bendamu.”

Kemudian Duraid menanyakan suku-suku yang bergabung dalam pasukan dan pemimpin-pemimpinnya. Lalu dia berkata,”Wahai Malik, tidak selayaknya engkau membawa penduduk Hawazin ini ke tengah pasukan. Bawalah mereka ke tempat tinggalnya yang aman dan terlindungi. Setelah itu hadapilah orang orang Muslim dengan inti pasukan ini. Jika engkau menang, maka apa yang ada di belakangmu tetap aman, dan jika engkau kalah, berarti engkau masih bisa menolong keluarga dan harta bendamu.”

Tetapi Malik bin Auf menolak saran dan permintaan Duraid ini, seraya berkata, “Demi Allah, aku tidak altan melaksanakan saranmu itu, karena engkau sudah tua renta dan pikiranmu pan sudah tumpul. Demi Allah, lebih baik penduduk Hawazin tunduk kepadaku ataukah aku akan menusukkan pedangku ini hingga dia enyah dariku.” Malik tidak menghendaki nama Duraid disebut sebut lagi, begitu pula pendapatnya.
“Karni taat kepadamu,” kata mereka.
Akhirya Duraid hanya bisa berkata, “Ini suatu hari yang tak pemah kusaksikan dan aku tidak pernah diuji seperti ini.”

3. Mata-mata dari Masing-masing Pihak

Malik bin Auf mengirim beberapa mata-mata untuk mencari informasi tentang kaum Muslimin. Tetapi mereka menjadi cerai berai. Setelah mereka kembali lagi, Malik berkata, “Celaka kalian. Ada apa dengan kalian?”
Mereka menjawab, “Kami berpapasan dengan sekumpulan laki-laki yang berpakaian putih menunggang laula yang gagah. Demi Allah, lebih baik kami menarik diri dari pada kami mendapat musibah.
Sementara pada saat yang sama Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengutus Abu Hadrad Al-Islami untuk memata-matai keberangkatan musuh dan memerintahkan agar menyusup ke tengah-tengah mereka. Maka dia ikut menyusup di tengah pasukan musuh dan bisa mengetahui apa-apa yang seharusya dia ketahui, lalu kembali lagi dan memberitahukannya kepada beliau.

4. Rasulullah Meninggalkan Makkah

Pada tanggal 6 Syawwal 8 H, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam meninggalkan Makkah, atau bertepatan dengan hari kesembilan belas semenjak belian memasuki Makkah. Beliau berangkat bersama 12.000 orang, 10.000 orang yang berangkat bersama beliau untuk menaklukkan Makkah dan sisanya dari penduduk Makkah yang baru saja masuk Islam. Beliau meminjam 100 baju besi dan perlengkapannya dari Shafwan bin Umayyah dan beliau menanjuk Attab bin Usaid.

Pada petang harinya ada seorang penunggang kuda yang muncul di hadapan beliau sambil berkata, “Aku baru saja mengamati bukit ini dan itu. Pada saat itu aku melihat Hawazin yang sedang berangkat dengan membawa ternak dan domba milik mereka.”
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam tersenyum mendengarnya, lalu bersabda, “Itu adalah harta rampasan milik orang-orang Muslim besok hari jika Allah menghendaki.” Pada malam itu beliau menugasi Anas binAbu Mansa.d Al-Ghanwi sebagai penjaga.

Dalam perjalanan menuju Hunain, mereka melewati sebuah pohon yang besar, yang disebut Dzatu Anwath. Dulu orang-orang Arab biasa menggantungkan senjata di pohon itu, menyembelih korban di dekatnya dan mengelilinginya. Sebagian prajurit ada yang berkata kepada beliau, “Buatlah bagi kami Dzatu Anwath, sebagaimana mereka dulu memiliki Dzatu Anwath.”
Beliau bersabda, “Allahu Akbar. Demi yang diri Muhammad ada di tanganNya, kalian telah mengatakan seperti yang dikatakan kaum Musa, `Buatlah bagi kami sebuah sesembahan seperti sesembahan mereka’. Sesungguhnya kalian adalah orang-orang yang tidak mengetahui. Itu adalah jalan-jalan kehidupan. Kalian benar-benar mengikuti jalan orang-orang sebelum kalian.”
Karena melihat banyaknya jumlah prajurit, sebagian di antara mereka ada yang berkata, “Kali ini kita tidak mungkin bisa dikalahkan.” Padahal justru hal itu mendatangkan kesulitan tersendiri bagi Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.

5. Pasukan Islam Mendapat Serangan Secara Tiba-tiba

Pada malam Rabu tanggal 10 Syawwal, pasukan Islam tiba di Hunain. Sementara itu, Malik bin Auf dan pasukannya lebih dahulu tiba di sana dan memasukan pasukan ke sana pada malam hari. Dia memencarkan pasukan dan menempatkan mereka di setiap jalan masuk, di sela-sela bukit dan dicelukan yang tersembunyi. Dia memerintahkan untuk menyerang pasukan Muslimin selagi sudah mulai tampak, lalu semua pasukan melancarkan serangan secara serentak.

Menjelang subuh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mempersiapkan pasukan, menyerahkan bendera dan membagi-bagi tugas di antara mereka. Tepat pada waktu subuh yang suasananya masih gelap, orang-orang Muslim tiba di lembah Hunain dan mulai memasang kewaspadaan. Mereka tidak tahu adanya pasukan musuh yang bersembunyi di samping celah bukit. Saat itulah pasukan Muslimin mendapat serangan anak panah secara serentak dan tiba-tiba, hingga membuat mereka mundur lagi ke belakang, lari kocar-kacir, seseorang tidak lagi memperdulikan temannya. Ini kekalahan yang sulit dipercaya, sehingga Abu Sufyan bin Harb yang baru saja masuk Islam, berkata, “Kekalahan mereka tidak berujung hingga sampai ke Laut Merah.”
Jabalah atau Kaladah bin Al-Junaid berseru,”Ketahuilah,pahlawan waktu sahur adalah hari ini.”

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berbelok ke arah kanan sambil berseru, “Kemarilah wahai semua orang. Aku adalah Rasul Allah. Aku adalah Muhammad bin Abdullah.” Namun mereka tidak peduli lagi. Yang ada di benak mereka hanyalah keinginan untuk lari dan menyelamatkan diri. Sehingga yang menyisa di tempat beliau hanya beberapa orang dari Muhajirin dan sanak keluarga beliau.
Pada saat itulah tampak betapa hebat keberanian Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam yang tiada tandingannya. Beliau siap-siap memacu baghalnya ke arah orang-orang kafir sambil bersabda, “Akulah sang Nabi, dan ini bukan dusta. Akullah keturunan Abdul Muthathalib.”

Hanya saja Abu Sufyan bin Al-Harits segera memegang tali kekang baghal beliau dan Al-Abbas memegang pelananya, berusaha untuk menahannya agar baghal beliau tidak lari. Beliau turun dari punggung baghal lalu berdoa, “Ya Allah, turunkanlah pertolongan-Mu.”

6. Orang-orang Muslim Kembali dan Peperangan Berkobar lagi

Rasulullah memeritahkan paman beliau, Al-Abbas, orang yang suaranya paling lantang untuk menyeru para sahabat. Al-Abbas menuturkan, “Aku pun berteriak dengan suara sekeras-kerasnya, “Manakah orang yang berikrar di bawah pohon?”
Al-Abbas menuturkan, “Demi Allah, seakan-akan perasaan mereka saat mendengar teriakanku ini seperti seekor induk sapi terhadap anaknya.”
Mereka menyahut, “Kami mendengar seruanmu. Kami mendengar seruanmu.”
Ada seseorang yang memerintahkan ontanya untuk membangkuk, namun ontanya itu tidak menurut. Maka dia hanya mengambil baju besinya, lalu mengenakannya, juga mengambil pedang dan tamengnya serta melepaskan ontanya. Dia segera pergi menuju arah seruan hingga tiba di dekat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Setelah ada seratus orang yang berktunpul bersama beliau, barulah mereka siap menghadapi musuh dan siap bertempur.

Seruan juga ditujukan kepada orang-orang Anshar ….” Balikan seruan juga ditujukan kepada Bani Al-Harits bin Al-Khamaj. Kini sudah berhimpun pasukan Muslimin yang cukup banyak. Kedua pasukan saling melancarkan serangan. Beliau memandang ke arah kancah peperangan yang semakin seru dan gencar, sambil bersabda, “Disinilah peperangan berkobar.” Lalu beliau memungut segenggam pasir dan melontarkannya ke arah musuh. Tak seorang pun di antara mereka yang terkena semburan pasir melainkan matanya penuh dengan butir-butir pasir, sehingga mereka sulit melihat.

7. Kekalahan Musuh

Tak seberapa lama setelah beliau melontarkan genggaman pasir, musuh mengalami kekalahan secara telak. Tidak kurang dari tujuh puluh orang dari Tsafiq saja mati terbunuh. Dengan kekalahan mereka itu orang-orang Muslim bisa mendapatkan harta yang banyak, senjata dan menawan para wanita.
Inilah tahap-tahap sebagaimana yang diisyaratkan dalam firman Allah,

Sesungguhnya Allah telah menolong kamu (hai para mukminin) di medan peperangan yang banyak, dan (ingatlah) peperangan Hunain, yaitu di waktu kamu menjadi congkak karena banyaknya jumlah (mu), maka jumlah yang banyak itu tidak memberi manfaat kepadamu sedikit pun, dan bumi yang luas itu telah terasa sempit olehmu, kemudian kamu lari ke belakang dengan bercerai-berai. Kemudian Allah menurunkan ketenangan kepada Rasul-Nya dan kepada orang-orang yang beriman, dan Allah menurunkan bala tentara yang kamu tiada melihatnya, dan Allah menimpakan bencana kepada orang- orang yang kafir, dan demikianlah pembalasan kepada orang-orang yang kafir. (At-Taubah 25-26)

8. Aksi Pengejaran

Setelah pasukan musuh kalah telak dalam peperangan ini, sebagian di antara mereka lari ke Tha’if, sebagian lagi ke Nakhlah, dan sebagian lagi ke Authas. Karena itu Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mengirim sekumpulan orang yang dipimpin Abu Amir Al-Asy’ari untuk melakukan pengejaran ke Authas. Kedua belah pihak terlibat dalam baku hantam peperangan selama beberapa saat di sana dan akhirnya orang-orang musyrik dapat dikalahkan, sekalipun dalam kesempatan itu Abu Amir Al-Asy’ari gugur.

Sementara sekelompok penunggang kuda dari pasukan Muslimin lainnya melakukan pengejaran terhadap pelarian orang-orang musyrik yang menuju Nakhlah. Duraid bin Ash-Shimah dapat ditangkap dan dibunuh di sana oleh Rabi’ah bin Rufai’.
Mayoritas pelarian orang-orang musyrik menuju ke Tha’if. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam sendiri yang melakukan pengejaran ke sana setelah menghimpun harta rampasan di Hunain.

9. Harta Rampasan

Harta rampasan yang diperoleh pasukan Muslimin berupa 6000 orang tawanan, 24.000 onta, 40.000 domba lebih dan 4000 uqiyah perak. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan agar semua tawanan dan harta rampasan itu dikumpulkan, lalu disimpan sementara waktu di Ji’ranah. Belian menunjuk Mas’ud bin Amr.
Al-Ghifari sebagai penanggung jawabnya. Harta rampasan ini tidak dibagi kecuali sepulang dari perang Tha’if.

Di antara para tawanan itu terdapat Asy-Syaima’ binti Al-Harits As¬Sa’diyah, saudari sesusuan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam Ketika wanita itu di bawa ke hadapan beliau, dia memperkenalkan dirinya dengan menunjukkan tanda tertentu. Karena itu beliau menghonnati wanita itu, menghamparkan kainnya dan menyuruhnya duduk di atasnya. Selanjutnya belian membebaskannya dan mengembalikan ke tengah kawanya.

Sumber : Kitab Sirah Nabawiyah – Syaikh Shafiyyur-Rahman Al-Mubarakfury

Luas Tanah+/- 740 M2
Luas Bangunan+/- 500 M2
Status LokasiWakaf dari almarhum H.Abdul Manan
Tahun Berdiri1398H/1978M