Peristiwa dan Aktivitas yang terjadi pada masa Kekhalifahan Ustman bin Affan رضي الله عنه
1. Permasalahan pertama yang beliau tangani
Kasus hukum pertama yang beliau hadapi adalah kasus Ubaidillah bin Umar bin Khaththab. Kasusnya, Ubaidillah bin Umar ra. mendatangi putri Abu Lu’lu’ah pembunuh Umar lantas membunuhnya. Kemudian ia juga membunuh seorang Nasrani yang bernama Jufainah. Ia juga membunuh al-Hurmuzan yang berasal dari Tustar. Dikatakan bahwa mereka berdua adalah penghasut Abu Lu’lu’ah untuk membunuh Umar RA [711}
Umar ra. memerintahkan agar Ubaidillah dipenjarakan agar khalifah setelahnya dapat menjatuhkan vonis hukum. Ketika jabatan khalifah telah diduduki oleh Utsman bin Affan, beliau duduk bersama sahabat yang lain untuk menjatuhkan hukuman terhadap kasus Ubaidillah. Ali ra. berkata, “Tidak adil jika ia dibiarkan.” Sebagai isyarat bahwa ia harus diqishas. Sebagian muhajirin berkata, “Kemarin ayahnya dibunuh, apakah sekarang anaknya juga harus dibunuh?” Amr bin al-‘Ash berkata, “Ya Amirul Mukminin! Allah سبحانه و تعالى telah melepaskan dirimu dari permasalahan tersebut dan kasus ini terjadi tidak pada masa pemerintahanmu maka tutup saja kasus ini. [712]
Utsman bin Affan, membayar denda (diyat) kepada orang yang terbunuh dari harta pribadinya, karena kasus ini dikembalikan kepada dirinya sebab orang-orang yang terbunuh tersebut tidak mempunyai ahli waris selain Baitul Mal. Dan beliau melihat bahwa yang demikian itu lebih besar maslahatnya lantas beliau membebaskan Ubaidillah.
2. Peristiwa yang teradi pada tahun 24 H
Ibnu Jarir berkata, “Pada Tahun ini yakni 24 H Utsman bin Affan, memecat al- Mughirah bin Syu’bah dari jabatan gubernur wilayah Kufah dan menggantikannya dengan Sa’ad bin Abi Waqqash, ini merupakan gubernur pertama yang beliau angkat. Karena Umar ra., berkata,” Jika khalifah ini dilimpahkan kepada Sa’ad maka harus dilaksanakan, jika tidak maka kalian tanya kepadanya siapa di antara kalian yang patut memegang jabatan tersebut. Sesungguhnya aku memecat Sa’ad bukan karena ia seorang yang lemah atau karena ia telah berbuat khianat.” Utsman bin Affan, memberikan jabatan tersebut kepadanya Selama setahun kemudian beliau ganti dengan yang lain.[713]
Al-Waqidi meyebutkan dari Zaid bin Aslam dari ayahnya bahwa Umar ra., mewasiatkan agar para gubernur yang telah ia angkat jangan ditukar selama setahun. Ketika Utsman bin Affan menjabat sebagai khalifah, beliau membiarkan al-Mughirah bin Syu’bah tetap memegang jabatannya selama setahun kemudian barulah ia menonaktifkannya. Setelah itu beliau mengangkat Sa’ad bin Abi Waqqash sebagai penggantinya kemudian kembali diganti dengan Al-Walid bin ‘Uqbah bin Abi al-Mu’ith.[714]
3. Peritiwa yang terjadi pada tahun 26 H
Al-Waqidi berkata, “Pada tahun ini Utsman bin Affan , memerintahkan untuk memperbaharui batas-batas tanah haram dan memperlebar Masjid Haram. [715] Pada tahun ini juga Saad bin Abi Waqqash dilepaskan dari jabatan gubernur wilayah Kufah dan digantikan dengan Al-Walid bin ‘Uqbah bin Abi al-Mu’ith. Sebab pemecatan Saad adalah bahwa ia meminjam uang Baitul Mal dari Ibnu Mas’ud. Ketika uang tersebut ditagih oleh Ibnu mas’ud ia tidak sanggup membayarnya dengan berbagai alasan hingga terjadi pertengkaran di antara mereka yang membuat Utsman bin Affan, marah kepada mereka berdua dan akhirnya Utsman , membuat kebijaksanaan untuk menggantikan Sa’ad dengan Al-Walid bin ‘Uqbah yang waktu itu masih menjabat sebagai gubernur di wilayah Jazirah Arab. Ketika Al-Walid datang, penduduk Kufah mendatanginya dan ia menetap di sana selama lima tahun di dalam rumah yang tidak berdaun pintu. la adalah seorang yang sangat lembut terhadap rakyatnya.[716]
4. Beliau melepas Amr bin Al-‘Ash dari jabattan Gubenur wilayah Mesir
Al-Waqidi dan Abu Ma’syar berkata, “Pada tahun ini Utsman bin Affan, . Menonaktifkan Amr bin ‘Ash dari jabatan gubernur di wilayah Mesir dan menukarnya dengan Abdullah bin Saad bin Abi Sarh (saudara seibu Utsman bin Affan, .)[717]. Dia inilah orang yang dilindungi oleh Utsman ra. tatkala Rasulullah ﷺ menghalalkan darahnya pada saat pembukaan kota Makkah.[718]
5. Peristiwa yang terjadi pada tahun 28 H
Al-Waqidi berkata, “Pada tahun ini Utsman bin Affan menikahi Na’ilah binti al-Farafishah al-Kulaibiyah, ia adalah seorang wanita yang beragama Nasrani kemudian masuk Islam sebelum Utsman bin Affan mencampurinya. Pada tahun ini Utsman bin Affan membangun rumahnya di Kota az-Zaura’. Pada tahun ini juga Amirul Mukminin Utsman bin Affan pergi bersama orang orang untuk menunaikan ibadah haji.[719]
6. Penulisan Mushaf Al-Qur’an
Di antara jasa beliau yang besar dan kebaikan beliau yang agung, bahwa beliau telah menyatukan kaum muslimin pada satu qira’ah dan dituliskannya bacaan al-Qur’an terakhir yang diajarkan oleh Jibril kepada Rasulullah ﷺ. yakni ketika Jibril mendiktekan al-Qur’an kepada Rasulullah ﷺ pada tahun terakhir masa hidup beliau. Sebabnya, bahwa Hudzaifah bin al-Yaman ikut serta dalam beberapa peperangan.
Pada pasukan tersebut berkumpul orang-orang dari Syam yang mengambil bacaan dari Qira’ah al-Miqdad bin al-Aswad dan Abu Darda’ dan sekelompok penduduk Iraq yang mengambil bacaan dari Qira’ah Abdullah bin Mas’ud dan Abu Musa. Bagi yang tidak mengetahui bahwa al-Qur’an diturunkan dengan tujuh bacaan, mengutamakan bacaannya dari pada bacaan yang lain bahkan terkadang menyalahkan bacaan yang lain atau sampai pada pengkafiran.
Hal itu membuka jurang perselisihan sehingga tersebarlah ucapan-ucapan jelek di kalangan masyarakat. Maka berangkatlah Hudzaifah bin al-Yaman menghadap Utsman bin Affan dan berkata, “Ya Amirul Mukminin! Benahi umat ini sebelum mereka berselisih mengenai kitab mereka sebagaimana perselisihan yang terjadi di kalangan orang-orang Yahudi dan Nasrani mengenai kitab mereka.” Kemudian Hudzai-fah menceritakan apa yang ia saksikan mengenai perselisihan yang terjadi di tengah kaum muslimin.
Pada saat itu Utsman bin Affan mengumpulkan para sahabat dan mengajak mereka untuk memusyawarahkan perkara tersebut. Ia berpendapat bahwa al-Qur’an harus ditulis dalam satu Qira’ah (bacaan) dan menyatukan seluruh daerah pada satu bacaan saja untuk menghentikan perselisihan dan menghindari perpecahan. Beliau meminta lembaran-lembaran al-Qur’an yang dulu dipakai Abu Bakar. ash-Shiddiq ra. dan memerintahkan Zaid bin Tsabit untuk mengumpulkannya. Lembaran ini dipakai Abu Bakar ketika masih hidup kemudian dipakai oleh Umar bin Khaththab . Setelah Umar wafat lembaran-lembaran al-Qur’an tersebut berada ditangan Hafshah Ummul Mukminin. Lantas Utsman memintanya dan memerintahkan Zaid bin Tsabit al- Anshary untuk menuliskannya dengan didiktekan oleh Sa’id bin ‘Ash al-Umawy dengan disaksikan oleh Abdullah bin Zubair al-Asady, dan Abdur Rahman bin Harits bin Hisyam al-Makhzumy. Beliau memerintahkan juga jika mereka berselisih pendapat maka tulislah yang sesuai dengan bahasa Arab Quraisy.[720]
Maka ditulislah satu mushaf al-Qur’an untuk penduduk Syam, satu mushaf al-Qur’an untuk penduduk mesir, satu mushaf al-Qur’an dikirimke Bashrah, satu mushaf al-Qur’an dikirim ke Kufah, begitu juga ke Makkah dan Yaman dan satu mushaf al-Qur’an untuk Madinah. Mushaf-mushaf ini disebut dengan Mushaf al-Aimmah atau al-Uts-maniyah. Mushaf tersebut bukan hasil tulisan Utsman tetapi tulisan Zaid bin Tsabit al-Anshary. Dikatakan mushaf al-Utsmaniyah karena ditulis berda-sarkan perintah beliau, pada zaman pemerintahan beliau, sebagaimana pena-maan Dinar Hiraklius, karena dibuat pada masa pemerintahannya.
Kemudian Utsman bin Affan. mengumpulkan semua mushaf yang beredar di kalangan masyarakat yang berbeda dengan mushaf tersebut lalu membakarnya agar tidak lagi timbul perselisihan. [721]
Abu Bakar bin Dawud berkata tentang penulisan mushaf tersebut, “Muhammad bin Basyar telah mengatakan kepada kami, Muhammad bin Ja’far dan Abdur Rahman telah mengatakan kepada kami, Syu’bah bin Alqamah bin Martsad telah mengatakan kepada kami dari seseorang dari Suwaid bin Ghaflah ia berkata, ‘Ali bin Abi Thalib berkata kepadaku ketika Utsman ra. membakar mushaf-mushaf tersebut, ‘Jika Utsman tidak melakukannya niscaya aku yang akan melakukannya.[722] Begitu juga yang diriwayatkan oleh Abu Dawud ath-Thiyalisi dan Amr bin Marzuq dari Syu’bah dengan matan yang sama’. Al-Baihaqi dan lainnya meriwayatkannya dari hadits Muhammad bin Aban suami saudara perempuan Husain dari ‘Alqamah bin martsad berkata, “Aku mendengar al-‘Aizar bin Huraits berkata, ‘Aku mendengar Suwaid bin Ghaflah berkata, ‘Ali ra. berkata, ‘Wahai hadirin sekalian! Janganlah kalian berlebihan dalam mensikapi Utsman, kalian katakan ia telah membakar mushaf-mushaf. Demi Allah dia tidak membakarnya melainkan di hadapan sekumpulan sahabat Muhammad. Jikalau aku yang ditugaskan, tentunya akan aku lakukan sebagaimana yang telah dia lakukan’.[723]
Diriwayatkan dari Ibnu Mas’ud bahwa ia mencela ketika mushaf yang di tangannya diambil dan dibakar, dan mengatakan bahwa ia lebih dahulu masuk Islam dari pada Zaid bin Tsabit penulis mushaf tersebut dan menyuruh murid-muridnya untuk menyembunyikan mushaf-mushaf mereka dengan membacakan Firman Allah, “Barang siapa yang berkhianat dalam urusan rampasan perang itu, makapada hari kiamat ia akan datang membawa apa yang dikhianatkannya itu.” (Al. Imran: 161).[724]
Kemudian Utsman bin Affan mengirimkan sepucuk surat kepada beliau yang isinya mengajak Ibnu Mas’ud untuk mengikuti para sahabat yang telah sepakat atas suatu kemaslahatan serta mengajaknya agar bersatu dan jangan berselisih. Maka Ibnu Mas’ud rujuk dan menyambut ajakan tersebut serta meninggalkan perselisihan [725]
Abu Ishaq meriwayatkan dari Abdur Rahman bin Yazid, ia berkata, Bahwasanya Ibnu Mas’ud masuk ke masjid Mina seraya berkata, “Berapa raka’at amirul mukminin mengerjakan shalat Zhuhur?” Mereka menjawab, Empat rakaat.” Kemudian ia mengerjakan shalat empat rakaat. Mereka berkata, “Bukankah engkau telah menyampaikan kepada kami bahwa Rasulullah ﷺ. Abu Bakar ra. dan Umar ra mengerjakannya dua rakaat ?” Ibnu Mas’ud menjawab, “Benar dan sekarang akan aku ceritakan hal itu kepada kalian, tetapi aku benci dengan perselisihan.” Dalam riwayat yang lain disebutkan, “Perselisihan itu jelek.” Dan berkata, “Bagianku dari yang empat rakaat ini adalah dua rakaat yang maqbul.[726] Jika Ibnu Mas’ud mengikuti Utsman bin Affan tentang permasalahan furu’ (cabang) tentunya ia juga akan mengikuti Utsman ra. pada asal al-Quran dan mencontohnya pada bacaan yang manusia diperintahkan untuk membacanya dengan bacaan tersebut
7. Peristiwa yang terjadi pada tahun 29 H
Pada tahun ini Utsman bin Affan melepaskan Abu Musa al-Asy’ary dari jabatan gubernur wilayah Bashrah setelah menjabat selama enam tahun dan ada yang mengatakan tiga tahun kemudian menggantikanya dengan Abdullah bin ‘Amir bin Kuraiz bin Rabi’ah ini Habib bin Abdusy Syams anak paman Utsman bin Affan. Beliau menyatukan pasukan Abu Musa dan pasukan Utsman bin Abu Musa [727] untuk Abdullah bin ‘Amir yang masih berusia dua puluh lima dan menetap di sana selama enam tahun.
Pada tahun ini Utsman bin Affan memperluas Masjid Nabi dan membangunnya dengan batu kapur yang diangkut dari daerah Nakhl [728] dan batu berukir, tiang-tiangnya dari batu bundar, atapnya dari kayu jati, panjangnya seratus enam puluh hasta, lebarnya seratus lima puluh hasta dan membuat enam pintu sebagaimana pada zaman pemerintahan Umar bin Khaththab . Pemugaran tersebut dimulai pada bulan Rabi’ul awal tahun ini.[729]
Pada tahun ini Utsman ra pergi melaksanakan haji bersama orang banyak dan didirikan kemah untuk beliau di Mina kemudian menyempurnakan rakaat shalat (tidak menqashar) dan mendapat protes dari sebagian sahabat seperti Ali bin Abi Thalib, Abdur Rahman bin ‘Auf dan Abdullah bin Mas’ud sehingga ia berkata, “Bagianku dari yang empat rakaat ini adalah dua rakaat yang maqbul. [730]
Apa yang dilakukan Utsman ra tersebut dibantah oleh Abdur Rahman bin ‘Auf. Ibnu Jarir meriwayatkan bahwa Utsman ra berkata, “Aku berkeluarga di Makkah.” Abdur Rahman berkata, “Bukankah keluargamu berada di Madinah, berarti tempat mukimmu adalah di tempat dimana keluargamu tinggal.” Utsman ra berkata, “Aku punya usaha di Thaif yang harus aku awasi setelah mengeluarkan hasil.” Abdur Rahman berkata, “Tetapi antara tempatmu dan Thaif berjarak tiga hari perjalanan.” Utsman ra. berkata, “Ada sekelompok penduduk Yaman, berpendapat bahwa shalat mukim itu dua rakaat, jika aku shalat dua rakaat, mereka nanti akan berhujjah dengan perbuatanku.” Abdur Rahman berkata, “Dahulu wahyu masih turun kepada Rasulullah ﷺ. dan kaum muslimin masih sedikit, namun beliau shalat di sana (Thaif) dua rakaat. Abu Bakar juga shalat disana dua rakaat, begitu juga Umar ra. dan pada awal pemerintahanmu engkau juga shalat disana dua rakaat.” Maka Utsman bin Affan pun terdiam lalu berkata, “Ini hanya pendapatku.[731]
8. Peristiwa yang terjadi pada tahun 30 H
Pada tahun ini Utsman bin Affan melepaskan Al-Walid bin ‘Utbah dari jabatan gubernur daerah Kufah dan menggantinya dengan Sa’id bin ‘Ash. Sebabnya adalah pada suatu pagi Al-Walid bin ‘Utbah melaksanakan shalat Shubuh sebanyak empat rakaat, setelah selesai ia menoleh dan berkata, ” Apa masih mau ditambah?” seseorang berkata, “sampai sekarang kami masih mengikutimu shalat subuh empat rakaat.” Kemudian sekelompok orang menentangnya hingga terjadi pertengkaran di antara mereka. Kasus ini dilaporkan kepada Utsman bin Affan . Sebagian mereka memberi persaksian kepada Utsman bin Affan bahwa Al-Walid meminum khamr dan yang lain meyaksikan sendiri bahwa Al-Walid muntah khamr. Utsman ra. memerintahkan untuk membawanya dan menderanya. Dikatakan bahwa Ali ra. membuka pakaiannya dan Sa’id bin ‘Ash menderanya dihadapan Utsman bin Affan Lantas memecatnya dan mengantikannya dengan Sa’id bin ‘Ash. [732}
Pada tahun ini juga cincin Rasulullah ﷺ terjatuh ke dalam sumur Aris [733] dari tangan Utsman bin Affan , tempatnya dua mil dari kota Madinah dan termasuk sumur yang paling sedikit airnya. Berbagai usaha telah dilakukan dan banyak biaya yang telah dikeluarkan[734] namun sampai sekarang belum juga ditemukan. Kemudian Utsman bin Affan menggantinya dengan cincin perak yang bertuliskan Muhammad Rasulullah ﷺ. Ketika Utsman bin Affan terbunuh cincin tersebut hilang tidak diketahui siapa yang mengambilnya.[735]
Pada tahun ini terjadi perselisihan di negeri Syam antara Mu’awiyah dan Abu Dzar yakni bahwa Abu Dzar mengkritik Mu’awiyah dalam beberapa permasalahan.[736] Beliau mengingkari orang-orang kaya yang mengumpulkan harta kekayaan dan menyimpannya melebihi kebutuhan primer serta mewajibkan menginfakkannya. Beliau berdalilkan dengan Firman Allah سبحانه و تعالى.
” Dan orang-orang yang menyimpan emas dan perak dan tidak menafkahkan-nya padajalan Allah, maka beritahukanlah kepada mereka, (bahwa mereka akan mendapat) siksa yang pedih.” (At-Taubah: 34).
Kemudian Mu’awiyah melarangnya untuk menyebarkan pendapat tersebut, namun Abu Dzar tetap tidak berhenti. Lantas hal itu dilaporkan kepada Utsman bin Affan, lalu Utsman mengirimkan surat yang isinya agar Abu Dzar datang ke Madinah untuk menghadap. Abu Dzar pun datang menghadap dan Utsman ra. menyesalkan apa yang telah ia perbuat. Lalu Utsman ra. memintanya untuk menarik pendapat tersebut, namun Abu Dzar tetap bersikeras mempertahankan pendapatnya.[737] Kemudian Utsman bin Affan menyuruhnya untuk tinggal di tempat yang bernama Rabdzah [738], yaitu sebuah tempat yang berada di sebelah timur kota Madinah. Dikatakan bahwa ia sendiri yang meminta Utsman untuk menempatkan dirinya disana [739] dan berkata, “Rasulullah ﷺ bersabda kepadaku,
‘Jika bangunan-bangunan sudah sampai ke gunung Sa’l maka keluarlah dari kota Madinah’.[740]
Bangunan sudah menjamah gunung Sa’l maka Utsman bin Affan. Mengizinkannya untuk tinggal di Rabdzah dan beliau menyarankan agar sekali-sekali mendatangi Madinah, supaya orang-orang arab dusun tidak murtad setelah hijrahnya. Abu Dzar mematuhi saran tersebut dan tetap tinggal di sana sampai beliau wafat. Pada tahun ini Utsman bin Affan menambah adzan Juma’at menjadi dua kali yang dikumandangkan di tempat yang bernama Zaura’.[741]
9. Kondisi masyarakat di zaman Ustman bin Affan
Al-Bukhari dalam Tarikhnya. berkata, “Musa bin Isma’il telah mengatakan kepada kami, ia berkata, ‘Mubarak bin Fudhalah telah mengatakan kepada kami dan ia berkata, Aku telah mendengar al-Hasan berkata, ‘Aku mendapati masa pemerintahan Utsman ketika para pemberontak memusuhinya. Tidak sedikit hari yang mereka lalui kecuali pada hari tersebut mereka berbagi-bagi rezeki. Dikatakan kepada mereka, ‘Wahai kaum muslimin segeralah mengambil hadiah kalian! Lantas mereka mengambilnya dengan berlimpah-limpah. Kemudian dikatakan kepada mereka, ‘Segeralah ambil rezeki kalian!’ Lantas mereka mengambilnya dengan berlimpah-limpah. Dikatakan lagi kepada mereka, ‘Segeralah ambil minyak samin dan madu kalian!’
Berbagai hadiah terus mengalir, rezeki melimpah ruah, aman dari musuh, ukhuwah terjalin erat, kebaikan banyak bertebar, tidak seorang mukmin pun yang ada di atas bumi takut dengan mukmin yang lain, siapa saja yang ditemui maka ia adalah saudaranya dan di antara nasehat dan kasih saying Rasulullah ﷺ bahwa beliau mengambil perjanjian mereka agar bersabar jika terjadi atsrah.[742]
Al-Hasan al-Bashry berkata, “Jikalau mereka bersikap sabar ketika melihat apa yang terjadi, tentunya mereka akan mendapatkan rezeki dan pemberian yang lebih melimpah ruah. Namun mereka berkata, ‘Demi Allah harta tersebut tidak sampai dan tidak diserahkan.’ Sementara di sisi lain pedang yang tersarung terhadap kaum muslimin, mulai mereka hunus terhadap diri mereka sendiri (mulai terjadi perang antara sesama muslim) dan demi Allah pedang tersebut masih terus terhunus sampai sekarang ini, demi Allah aku melihat bahwa pedang itu akan terus terhunus sampai hari kiamat.[743]
10. Diantara sikap baik Utsman bin Affan terhadap rakyatnya
Di antara peraturan yang dijalankan Utsman bin Affan bahwa beliau mengharuskan bagi setiap gubernurnya untuk menghadiri satu musim pasar yang diadakan setahun sekali. Kemudian ia menuliskan sebuah pengumuman untuk rakyat, “Barangsiapa merasa pernah terzhalimi oleh salah seorang mereka (gubernur) maka ia dapat membalasnya pada setiap musim pasar dan aku akan mengambilkan hak mereka dari para gubernur.[744]
Utsman bin Affan mengizinkan para sahabat senior untuk pergi ke tempat manapun yang mereka inginkan. Ini adalah suatu hal yang terlarang pada masa pemerintahan Umar bin Khaththab walaupun dalam peperangan. Beliau berkata, “Aku khawatir nanti kalian melihat dunia dan kalian dilihat oleh anak-anak dunia. [745] Pada masa Utsman bin Affan mereka keluar sehingga berkumpullah orang-orang disekeliling mereka dan masing-masing mereka mempunyai pengikut sehingga mereka berusaha agar gurunya itu yang akan memegang tampuk kekuasaan setelah Utsman bin Affan nanti. Akhirnya mereka ingin agar Utsman ra. cepat wafat dengan membunuhnya sampai-sampai berbagai macam kejadian banyak terjadi di sebagian tempat. Inna lillah wainna ilaihi raji’un.
Referensi :
[711] Lihat Tarikh ath-Thabari, 4/240 lihat buku Khilafah Umar 144, pada catatan kaki, 2,3 dari nash-nash yang shahih bahwa pembunuhan tersebut adalah pembunuhan terencana.
[712] Tarikh ath-Thabari, 4/239 dari jalur Abdullah bin Ja’far dari ayahnya dari al-Miswar bin Makhramah, sanad khabar ini lemah karena di dalamnya adalah seorang perawi yang majhul yaitu Ja’far bin Abdur Rahman bin al-Miswar. Ucapan yang dinisbatkan kepada ‘Amr bin al-‘Ash dari kaca mata syariat tidak dapat diterima. ada satu riwayat di Tarikh ath-Thabari (4/243) dari Jalur Saif bin Umar ra bahwa Utsman bin Affan membawa Ubaidillah bin Umar ke hadapan Ibnu al-Hurmudzan agar ia dapat membalas pembunuhan tersebut, namun ia memaafkannya. Tafsiran Ibnu Katsir terhadap tindakan Utsman bin Affan adalah tafstran yang dapat diterima karena sesuai dengan usul syar’i jika yang terbunuh tidak mempunyai ahli waris.
[713] Tarikh ar-Rusul wal Muluk, 3/244.
[714] Tarikh ar-Rusul wal Muluk, 4/244.
[715] Tarikh ar-Rusul wal Muluk, 4/251
[716] Tarikh ar-Rusul wal Muluk, 4/252. dari jalur Saif bin Umar . Tarikhui Is/am karya adz-Dzahaby tentang Zaman Khulafaurasyidin, 315.
[717] Tarikh Khalifah, 159. Di dalam Nasab Quraisy karya Mush’ab Zubairy, 433 Abdullah” bin Saad adalah saudara sesusuan Utsman bin Affan
[718] Ibnu Hisyam dalam Sirah Nabawiyah, 4/49. Ibnu Qayyim dalam ZadulMa’ad, 3/411. Abdullah bin Abi Sarh dari Bani ‘Amir bin Liway. Lihat Nasab Qurayskarya Mush’ab Zubairy, 433.
[719] Tarikh ath-Thabari, 4/263.
[720] Lihat Shahih Bukhandalam Kitab Fadhilah-Fadhilah al-Qur’an pada Bab pengumpulan al-Qur’an, 9/11-Fathu/ Bar/.
[721] Lihat Shahih Bukharidalam Kitab Fadhilah-Fadhilah al-Qur’an pada Bab pengumpulan al-Qur’an, 9/11-Fathu/ Ban.
[722] Yaitu penulisan mushaf, 12.
[723] Ibid, 22-23, al-Hafizh Ibnu Hajar telah menshahihkan sanadnya di dalam FathulBari, 9/18. Menurut saya, orang yang disebut sebagai “orang yang tak dikenal” dalam riwayat Abu Dawud adalah al-Aizar bin Nuraits.
[724] ibid, 15.
[725] Hafizh Ibnu Hajar dalam Fathul Bari, 9/19 berkata, “Udzur bagi Utsman ra. bahwa ia melakukannya (penulisan mushaf) di ‘madinah sementara Abdullah bin Mas’ud berada di Kufah. Utsman ra.tidak menunda tekad tersebut hingga ia mengirim surat •e:ada Ibnu Mas’ud dan menyuruhnya untuk hadir. Dan Utsman ra. menginginkan agar mushaf yang dikumpulkan pada zaman pemerintahan Abu Bakar ra. menjadi satu mushaf saja. Dan yang menulis mushaf pada masa Abu Bakar . ialah Zaid bin tsabit
[726] Hadits ini dikeluarkan oleh Al-Bukhari dalam Shahihnyz dalam Kitab Mengqashar shalat pada Bab Shalat di Mina dengan jaian yang sama, 2/563-Fathul Bari. Demikian juga Abu Dawud dalam Sunamya dalam Kitab Manasik Haji pada Bab Shalat : 2/491.
[727] Lihat Tarikh ath-Thabari, 4/264,266, Utsman bin Abil ‘Ash adalah gubernur Bahrain dan Oman.
[728] Yaqut al-Humawy menyebutkan Nakhl adalah nama dari beberapa tempat, di antaranya daerah Bani Tsa’labah dan daerah Bani Murrah bin ‘Auf keduanya berjarak dua marhalah dari kota Madinah. Mungkin yang dimaksud adalah salah satu dari daerah tersebut (lihat Mu’jam al-Buldan, 5/276).
[729] Tarikh ath-Thabari, 4/167 pemugaran Utsman ra.terhadap Masjid Nabi SS dan perluasannya. Hadits ini dikeluarkan oleh al- Bukhari dalam Shah/hnya dalam Kitab Shalat pada Bab Pembangunan Masjid, 1/540 – FathulBan.
[730] Hadits ini dikeluarkan oleh al-Bukhari dalam Shahihnya dalam Kitab Mengqashar shalat pada Bab Shalat di Mina dengan matan yang sama, 2/563-Fathul Ban.
[731] Diriwayatkan oleh ath-Thabari dalam Tarikhnya, 4/268 dari jalur al-Waqidi dan dia matruk (ditinggalkan riwayatnya). Yang sebenarnya adalah bahwa Utsman bin Affan mempunyai takwil dalam melakukannya karena beliau adalah seorang Imam Rasyid Mujtahid. Oleh karena itu sebagaimana dalam Shahih Bukhari, 3/569-Fathu/Bari’Umah berkata, ‘Tatkala Ummul Mukminin ‘Aisyah ra. menyempurnakan shalat safar beliau mengambil takwil sebagaimana takwilnya Utsman bin Affan ra. Al-Hafizh Ibnu Hajar dalam Fathul Bari, 3/570 dalam mengomentari perkataan ‘Urwah tersebut berkata, “Ini merupakan bantahan terhadap pendapat yang mengatakan bahwa Utsman ra.menyempurnakan shalat karena beliau berkeluarga di Makkah atau yang berpendapat karena beliau adalah Amirul Mukminin yang mempunyai rumah di setiap tempat, atau yang berpendapat bahwa beliau bertekad untuk tinggal di Makkah, atau karena beliau membeli tanah di Mina atau karena beliau terlebih dahulu sampai di Makkah.”
Ibnu Hajar berkata, “Semua alasan yang telah disebutkan tidak ada pada diri ‘Aisyah ra. dan kebanyakkan alasan tersebut tidak bersandarkan dalil. Bantahan pendapat pertama, bahwa Rasulullah ﷺ musafir bersama istri-istri beliau namun beliau tetap mengqashar shalatnya. Bantahan pendapat kedua bahwa Rasulullah ﷺ lebih tinggi dan utama dari pada Amirul Mukminin namun beliau tetap mengqashar shalatnya. Bantahan pendapat ketiga bahwa Kota Makkah haram ditempati kaum muhajirin. Bantahan pendapat keempat dan kelima bahwa hal tersebut tidak ada penukilannya. Kemudian Ibnu Hajar melanjutkan ucapannya, “Yang ada penukilannya adalah bahwa beliau meyempurnakan shalat karena beliau berpendapat bahwa mengqashar shalat hanya untuk seseorang masih berada di dalam perjalanan, adapun jika di tengah perjalanannya ia bermukim di suatu tempat maka hukumnya seperti seorang yang mukim dan menyempurnakan shalatnya. Dalam masalah ini dalilnya adalah sebagaimana yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad dengan sanad hasan dari ‘Ibad bin Abdullah bin Zubair berkata, “Ketika Mu’awiyah datang ke Makkah untuk melaksanakan haji, beliau mengimami kami shalat Zhuhur dua rakaat, lalu beliau pergi ke Darun Nadwa (balai pertemuan) dan didatangi oleh Marwan dan Amr bin Utsman, mereka berkata, “Kami mengkritik apa yang dilakukan oleh sepupumu (Utsman bin Affan ) karena beliau meyempurnakan shalat.” Mu’awiyah menjawab, “Utsman bin Affan ra. jika datang ke Makkah shalat Zhuhur dan Ashar empat-empat rakaat dan jika ia pergi ke Mina dan Arafah beliau mengqashar shalat kemudian jika pelaksanaan haji selesai beliau tinggal di Mina dan menyempurnakan shalat.”
Ibnu Baththal dan yang mengikuti pendapatnya merajihkan sebab Utsman ra menqashar adalah mengambil paling mudah. Kemudian ia mengakhiri ucapannya, “Akan tetapi sebab yang pertama lebih kuat karena adanya riwayat yang jelas dari perawi.” Kemudian ia menyebutkan sebuah riwayat dari ath-Thahawy dari Zuhry berkata, “Utsman bin Affan melaksanakan shalat empat rakaat di Mina karena pada tahun itu orang-orang Arab Badui (pedalaman) semakin bertambah banyak dan Utsman ra.ingin mengajarkan shalat yang empat rakaat.
Aku Katakan, “Apapun alasannya, Utsman bin Affan adalah seorang mujtahid yang sedang melakukan ijtihad.’ Muhammad bin Sirin berkata, “Pada waktu itu Utsman bin Affan adalah seorang yang paling Ali ra.m tentang manasik haji kemudian Ibnu Umar {Ath-ThabaqatulKubra karya Ibnu Saad, 3/60) dengan sanad yang shahih.
[732] Kisah penghukuman Al-Walid bin ‘Utbah tercantum di Shahih Bukhari dan Shahih Muslim. Shahih Bukhari dalam KitabA/- Manaqib pada Bab Manaqib Utsman ra.dari hadits ‘Ady bin al-Khiyar, 7/53,87 – Fathul Bari. Shahih Muslim dalam Kitab al-Hudud, no 1707. Pada riwayat tersebut disebutkan bahwa Al-Walid shalat Shubuh dua rakaat kemudian berkata, “Apa perlu aku tambah?” Yang menderanya adalah abdullah bin Ja’far atas perintah Ali bin Abi Thalib sebanyak empat puluh deraan. Berita yang tertera dalam shahih Muslim lebih kuat. Kisah ini disadur dari ath-Thabari, 4/276 dari jalan Saif bin Umar ra.
[733] Sebuah sumur yang terdapat di depan Masjid Quba’. Di Kota Quba ini terdapat harta milik Utsman bin Affan. Nama tersebut dinisbat kepada seorang yahudi yang bernama Aris. Aris dalam bahasa Syam adalah petani (Mu’jam al-Buldan, 1/293).
[734] Lihat Tarikh ath-Thabari, 4/282.
[735] Lihat Tarikh ath-Thabari, 4/283.
[736] Ath-Thabari mencantumkan kisah tersebut di dalam Tarikhnya, ia berkata, “Ada banyak indikator yang menyebabkan dimutasikannya Abu Dzar dari Syam ke Madinah dan aku tidak suka menyebutkannya karena menyangkut hal-hal asing dan aneh. Setelah menyebutkan beberapa berita dari jalur Saif bin Umar رضي الله عنه tentang Abu Dzar yang tinggal di Rabdzah, ath-Thabari berkata, “Adapun yang lain -yakni para perawi- mereka banyak meriwayatkan untukku tentang banyak hal buruk yang aku tidak suka menyebutkannya.” 4/286.
[737] Imam al-Bukhari mengeluarkan dalam Sahihnya dalam Kitab Zakat pada Bab Harta yang dibayar zakatnya tidak termasuk kanzun (harta simpanan), 3/271- Fathul Bari, dari Zaid bin Wahab berkata, “Aku melintas di Rabdzah yang ternyata di sana ada Abu Dzar, aku bertanya, “Apa yang menyebabkan engkau tinggal di sini?” Ia menjawab, “Dulu aku di Syam dan terjadi perselisihan antara aku dan Mu’awiyah tentang Firman Allah) Mu’awiyah berkata, ‘Ayat tersebut turun kepada ahli kitab.’ Aku katakan, ‘Bahkan kepada kita dan mereka.’. Demik’ianlah permasalahan antara aku dan dia. Lalu Mu’awiyah menulis surat mengadukan problem ini kepada Utsman bin Affan, lantas Utsman bin Affan memanggilku ke Madinah. Ketika aku datang ke Madinah orang-orang mengerubungiku seolah-olah mereka belum pernah melihatku. Kemudian aku ceritakan permasalahan tersebut kepada Utsman, ia lalu berkata, ‘Jika engkau mau engkau dapat mengungsi dan tinggal di dekat sini.’ Demikianlah akhirnya beliau menempatkan aku di tempat ini. Jika beliau memerintahkanku untuk mengungsi ke negeri Habsyah niscaya akan aku dengar dan aku patuhi.” Kisah yang jelas ini menunjukkan bahwa ketika orang-orang mengerubungi Abu Dzar dan banyak membicarakan tentangnya, ia meminta pendapat dari Utsman dan Utsman memberikan pendapat agar ia menjauh dari Madinah, lantas Abu Dzar memilih tempat yang benama Rabdzah
[738] Rabdzah adalah sebuah desa yang berjarak tiga hari perjalanan dari Kota Madinah, berada di tengah jalur perjalanan antara Hijaj dan Iraq, antara Faid dan Dzatu ‘Irq, sebelah selatan daerah al-Hanakiyah yang sekarang berada di jalur kendaraan yang menghubungkan antara Kota Madinah dan Kota Qashim. Lihat Mu’jam al-Buldan, 3/24.
[739] Aku katakan pendapat yang kedua ini yang benar berdasarkan perkataan para tabi’in, di antaranya al-Hasan al-Bashry, Muhammad bin Sirin dan mengisyaratkan kepada hadits yang telah lalu bahwa Rasulullah ﷺ menyuruhnya untuk -rneninggalkan Madinah jika bangunan sudah sampai ke gunung Sa’l
[740] Hadits ini dikeluarkan oleh Hakim dalam al-Mustadrak, 3/344, dan ia katakan hadits ini sesuai dengan syarat al-Bukhari dan Muslim namun tidak di cantumkan pada kitab Shahihnya. Pendapatn Hakim ini disepakati oleh adz-Dzahaby dalam kitab alkhish.
Ibnu Hajr berkata dalam Fathul Bari, 3/274, “Dikeluarkan oleh Abu Ya’la. Sa’l adalah gunung kecil di Madinah yang teiah dipenuhi oleh bangunan dari berbagai arah
[741] Zaura’ adalah Tempat yang tinggi seperti menara didekat pasar Kota Madinah {Mu’jam al-Buldan 3/156) kabar ini dikeluarkan : eh al-Bukhari dalam Shahlfjnya dalam Kitab Jum’at pada Bab Adzan di Hari Jum’at, 2/392-Fathul Bari.
[742] Atsrah adalah sebagian orang mendapat lebih banyak dari pada sebagian yang lain, pent.
[743] Dikeluarkan oleh ath-Thabari dengan matan yang sama dengan sanad yang hasan sebagaimana yang dikatakan oleh al-Haitsamy dalam Majma’az-Zawaid, 9/94.
[744] Lihat Tarikh ath-Thabari, 4/342 dari jalur Saif bin Umar.
[745] Lihat Tarikh ath-Thabari, 4/397 dari jalur Saif bin Umar
Sumber : https://hbis.wordpress.com/2010/02/14/peristiwa-dan-aktifitas-yang-terjadi-pada-masa-kekhalihan-ustman-bin-affan/