Sa’ad bin Abi Waqqash
Awal kehidupan dan masuk Islamnya
Sa’ad bin Abi Waqash radhiyallahu ’anhu merupakan seorang sahabat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam yang kisahnya perlu untuk diketahui dan diteladani oleh kaum muslimin. Beliau merupakan seorang sahabat yang mulia yang merupakan satu dari sepuluh orang yang dikabarkan masuk surga, seorang pejuang yang hebat yang berjihad bersama Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam di semua peperangan yang beliau shallallahu ‘alaihi wasallam ikuti dan juga merupakan pahlawan di pertempuran Qadisiyyah.
Sa’ad lahir di Makkah, ia merupakan seorang yang memiliki nasab yang mulia. Ayahnya adalah Abu Waqash Malik bin Uhaib bin Abdu Manaf bin Zuhrah dari Bani Zuhrah. Sa’ad bin Abi Waqash juga merupakan paman Rasulullah shallallahu ’alaihi wasallam dari jalur ibu. Sa’ad merupakan paman yang dicintai dan dibanggakan oleh Rasulullah shallallahu ’alaihi wasallam. Diriwayatkan dari Jabir bin Abdillah radhiyallahu ’anhu,
كنا جلوساً عند النبي ﷺ فأقبل سعد بن أبي وقاص فقال : هذا خالی فلیرنی امرو خاله
“Dahulu kami duduk bersama Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, lalu datanglah Sa’ad bin Abi Waqash, maka Rasulullah bersabda, ‘Ini adalah pamanku, maka siapa yang mau mengabarkan padaku pamannya.’“ (Diriwayatkan oleh Al-Hakim dalam Mustadrak)
Sa’ad yang masih muda sudah memiliki, menghimpun kematangan orang dewasa, dan hikmah orang tua. Di usianya yang muda, ia sudah menyadari dan tidak senang dengan keadaan masa jahiliah yang penuh kegelapan dan hatinya sangat merindukan adanya tokoh yang mampu untuk mengeluarkan manusia dari kegelapan jahiliah. Masa muda Sa’ad tidak dihabiskan untuk bermain-main sebagaimana pemuda umumnya. Sa’ad lebih senang menghabiskan sebagian besar waktunya untuk merawat busur, menajamkan anak panah, dan berlatih memanah. Seakan-akan ia ingin menyiapkan dirinya untuk hal yang besar.
Ketika Rasulullah Muhammad shallallahu ’alaihi wasallam diutus menjadi Rasul, hidayah memasuki hati Sa’ad bin Abi Waqash dan ia pun masuk Islam. Masuk Islamnya Sa’ad tidak berjalan mulus, ibu Sa’ad bin Abi Waqash tidak setuju dengan keislaman Sa’ad bin Abi Waqash dan memerintahkan Sa’ad untuk keluar dari Islam.
Bagi seorang pemuda yang berbakti pada orang tuanya, hal ini merupakan cobaan yang cukup berat. Ibu Sa’ad mengancam Sa’ad untuk tidak makan dan minum hingga Sa’ad keluar dari Islam dan jika ia meninggal, Sa’ad akan disalahkan sebagai pembunuh ibunya. Ketika Sa’ad melihat ibunya yang lemah setelah tidak makan dan minum, Sa’ad pun berkata,
يا أمه !تعلمين والله لو كان لك مئه نفس، فخرجت نفسا نفساً، ما تركت ديني. إن شئت فكلي أو لا تأكلي. فلما رأت ذلك أكلت.
“Wahai ibunda! Ketahuilah, demi Allah, jika Anda memiliki seratus nyawa dan keluar nyawa tersebut satu persatu, tidak akan aku tinggalkan agamaku. Jika engkau mau, makanlah atau tidak makan. Ketika melihat hal tersebut, ibunya pun makan.” (HR. Muslim)
Cobaan Sa’ad ini Allah abadikan pada surah Al-Ankabut ayat 8,
وَوَصَّيْنَا الْاِنْسَانَ بِوَالِدَيْهِ حُسْنًاۗ وَاِنْ جَاهَدٰكَ لِتُشْرِكَ بِيْ مَا لَيْسَ لَكَ بِهٖ عِلْمٌ فَلَا تُطِعْهُمَاۗ اِلَيَّ مَرْجِعُكُمْ فَاُنَبِّئُكُمْ بِمَا كُنْتُمْ تَعْمَلُوْنَ
“Kami telah mewasiatkan (kepada) manusia agar (berbuat) kebaikan kepada kedua orang tuanya. Jika keduanya memaksamu untuk mempersekutukan-Ku dengan sesuatu yang engkau tidak mempunyai ilmu tentang itu, janganlah engkau patuhi keduanya. Hanya kepada-Ku kamu kembali, lalu Aku beri tahukan kepadamu apa yang selama ini kamu kerjakan.” (QS. Al-Ankabut: 8)
Sa’ad merupakan seorang penjaga Nabi
Sa’ad bin Abi Waqash merupakan paman Nabi yang kecintaannya terhadap Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam sangatlah besar, hingga ia berkeinginan menyerahkan jiwa dan hartanya untuk membela Rasulullah. Saking cintanya Sa’ad bin Abi Waqash kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, beliau radhiyallahu ’anhu siap untuk selalu menjaga Rasulullah. Diriwayatkan dari Aisyah radhiyallahu ’anha,
أرق رسول الله ﷺ ذات ليلة، فقال: ليت رجلاً صالحاً من أصحابي يحرسني الليلة. قالت: فسمعنا صوت السلاح، فقال رسول الله: من هذا؟ قال سعد بن أبي وقاص أنا يا رسول الله جئت أحرسك، فنام رسول الله ﷺ حتى سمعت غطيطه.
Pada suatu malam, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam tidak bisa tidur, lalu ia berkata, “Seandainya ada seorang lelaki saleh dari sahabatku yang menjagaku di malam hari.” Aisyah berkata, “Kami mendengar suara senjata.” Maka, Rasulullah berkata, “Siapa itu?” Sa’ad bin Abi Waqash menjawab, “Saya wahai Rasulullah, aku datang untuk menjagamu.” Maka, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam pun tidur hingga aku mendengar suara dengkurannya.” (HR. Bukhari)
Orang yang pertama kali melesatkan panah di jalan Islam
Masa muda Sa’ad bin Abi Waqash yang menghabiskan sebagian besar waktunya untuk memanah terbukti tidak sia-sia. Ia merupakan salah satu pemanah terhebat yang pernah ada dan merupakan orang yang pertama kali melesatkan anak panah di jalan Allah. Dikisahkan oleh Syekh Mahmud Al-Mishri dalam kitab Ashabu Rasulillah shallallahu ‘alaihi wasallam,
وكان سعد ـ رضى الله عنه – هو أول من رمى بسهم في سبيل الله.عن الزهري قال : بعث رسول الله سرية فيها سعد بن أبي وقاص إلى جانب من الحجاز يدعى )رابغ (وهو من جانب
الجحفة. فانكفأ المشركون على المسلمين، فحماهم سعد يومئذ بسهامه فكان هذا أول قتال في الإسلم
“Sa’ad radhiyallahu ’anhu merupakan yang pertama melesatkan anak panah di jalan Allah. Dari Zuhri, ia berkata, ‘Rasulullah mengutus pasukan yang di dalamnya ada Sa’ad bin Abi Waqash ke daerah di Hijaz yang bernama Rabi’ di sebelah Juhfah. Lalu, kaum musyrikin memukul mundur kaum muslimin. Maka, ketika itu Sa’ad pun melindungi mereka dengan anak panahnya. Itu adalah pertempuran pertama dalam Islam.” (Sirah li Ibni Hisyam, 1: 594-595)
Doa Sa’ad yang mustajab
Di antara keutamaan Sa’ad adalah Allah menganugerahkan kepadanya doa yang mustajab. Hal tersebut dikarenakan barakah dari doa Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam terhadap Sa’ad. Rasulullah mendoakan Sa’ad,
اللهم استجب لسعد إذا دعاك
“Ya Allah, kabulkanlah Saad jika ia berdoa padamu.” (HR. Tirmidzi)
Di antara contoh mustajabnya doa Sa’ad adalah ketika di masa kekhalifahan Umar bin Khattab, ada seseorang yang menjelek-jelekkan Sa’ad bin Abi Waqash, yaitu Usamah bin Qatadah. Ia menuduh bahwa Sa’ad tidak memimpin pasukan, tidak membagikan pembagian secara merata, dan hakim yang tidak adil. Mendengar hal tersebut, Sa’ad pun mendoakannya dengan tiga hal,
اللهم إن كان عبدك هذا كاذبا قام رياء وسمعة فأطل عمره وأطل فقره وعَرَّضه للفتن
“Ya Allah, jika hambamu ini berbohong, ia berdiri karena riya’ dan sum’ah, maka panjangkanlah umurnya, panjangkanlah kefakirannya, dan jerumuskanlah ia pada fitnah.” (HR. Bukhari)
Seiring berjalannya waktu, doa Sa’ad pun terealisasikan. Orang tersebut panjang umurnya hingga alisnya menutupi kedua matanya karena tua, ia di pinggir jalan mengedip-ngedipkan matanya pada para perempuan.
Zuhudnya Sa’ad terhadap kepemimpinan
Sa’ad bin Abi Waqash radhiyallahu ’anhu meyakini bahwa setiap kenikmatan selain kenikmatan surga adalah fatamorgana, setiap siksaan selain siksa neraka adalah ringan. Maka, Sa’ad tidak berambisi, kecuali berambisi untuk meraih surga. Sehingga, walaupun ia merupakan sahabat yang mulia, paman dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, ia tidak mengharapkan mendapatkan posisi sebagai pemimpin, bahkan menolak jabatan dan kekuasaan. Hal ini sebagaimana hadis yang diriwayatkan dari Amir bin Saad,
عن عامر بن سعد أن أباه سعدا، كان في غنم له، فجاء ابنه عمر، فلما رآه قال: أعوذ بالله من شر هذا الراكب فلما انتهى إليه قال: يا أبت أرضيت أن تكون أعرابيا في غنمك، والناس يتنازعون فى الملك بالمدينة، فضرب صدر عمر، وقال: اسكت، فإني سمعت رسول الله ﷺ يقول: «إن الله – عز وجل – يحب العبد التقى الغنى الخفى
Dari Amir bin Sa’ad, bahwa ayahnya Sa’ad (bin Abi Waqash) sedang menggembala kambingnya, lalu datang anaknya, Umar. Ketika melihat Umar, Sa’ad berkata, “Aku berlindung kepada Allah dari keburukan pengendara ini.” Ketika ia sampai padanya Umar berkata, “Wahai ayahku, apakah ayah rida menjadi orang pedalaman menggembala kambing, sedangkan orang-orang berebut kekuasaan di Madinah.” Lalu, Sa’ad menepuk dada Umar dan berkata, “Diamlah, sesungguhnya aku telah mendengar Rasulullah shallallahu ’alaihi wasallam bersabda, ‘Sesungguhnya Allah ‘Azza Wajalla mencintai hamba yang bertakwa, merasa cukup, dan tidak dikenal.’” (HR. Muslim)
Di antara sahabat yang memiliki kemampuan perang yang luar biasa adalah Sa’ad bin Abi Waqash. Beliau radhiyallahu ’anhu merupakan seorang sahabat yang dijamin masuk surga yang dikenal dengan kemampuan memanahnya yang luar biasa. Hal tersebut dikarenakan masa kecil Sa’ad dihabiskan dengan memanah, mulai dari merawat busur dan menajamkan anak panah hingga berlatih memanah. Semua hal tersebut beliau lakukan seakan-akan beliau radhiyallahu ’anhu sedang mempersiapkan diri untuk perkara yang besar.
Masa kecil Sa’ad bin Abi Waqash radhiyallahu ’anhu mengasah dirinya dalam memanah di kemudian hari menjadi bermanfaat untuk membela Islam, melindungi Rasulullah, menegakkan kalimat tauhid, dan menghancurkan api dan berhala majusi di bumi Persia.
Jihad Sa’ad bin Abi Waqash bersama Rasulullah shallallahu ’alaihi wasallam
Sa’ad bin Abi Waqash merupakan salah seorang sahabat yang berjihad bersama Rasulullah shallallahu ’alaihi wasallam di setiap jihad yang beliau shallallahu ’alaihi wasallam ikuti. Sa’ad bin Abi Waqash berjihad di setiap jihad bersama Rasulullah, dan dalam peperangan tersebut, beliau diberi kemenangan yang baik.
Ketika perang Badar terjadi, Sa’ad bin Abi Waqash bertempur dengan gagah berani. Ibnu Mas’ud radhiyallahu ’anhu berkata,
لقد رأيت سعداً يقاتل يوم بدر قتال الفارس في الرجال
“Sungguh aku telah melihat Sa’ad berperang di hari Badar bagaikan seorang penunggang kuda di tengah suatu kaum.” (Thabaqat li Ibni Sa’ad)
Ketika perang Uhud terjadi, kaum musyrikin mulai membalikkan keadaan akibat turunnya para pemanah dari bukit Uhud. Ketika itu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dikepung oleh pasukan musyrikin dan dilindungi oleh beberapa sahabat saja. Sa’ad bin Abi Waqash merupakan salah satu dari sedikit sahabat yang bersama Rasulullah ketika itu. Ia bersama dengan beberapa orang Anshar dan Thalhah bin Ubaidillah melindungi Rasulullah dari serangan kaum musyrikin.
Ketika itu, satu per satu syahidlah sahabat dari golongan Anshar dan tersisalah Thalhah bin Ubaidillah dan Sa’ad bin Abi Waqash. Ketika itu, Thalhah bin Ubaidillah melindungi Rasulullah dengan mengorbankan badannya hingga tubuhnya dipenuhi oleh luka, sedangkan Sa’ad melindungi Rasulullah dengan busurnya. Rasulullah sangat mempercayai kemampuan memanah Sa’ad bin Abi Waqash. Dari Sa’ad bin Abi Waqash radhiyallahu ’anhu, ia berkata,
فلقد رأيته يناولني النبل وهو يقول: ارم فداك أبي وأمي، حتى إنه ليناولني السهم ما له من نصل فيقول ارم به
“Sungguh aku telah melihat Rasulullah memberikanku sebuah anak panah lalu beliau bersabda, ‘Panahlah, ayah dan ibuku menjadi tebusan.’ Sampai-sampai beliau memberikanku anak panah yang tidak memiliki ujung lalu beliau berssbda, ‘Panahlah dengannya.’” (HR. Bukhari)
Sa’ad bin Abi Waqash terus berjihad di setiap peperangan bersama Rasulullah hingga beliau shallallahu ‘alaihi wasallam wafat. Setelah wafatnya Rasulullah, Sa’ad pun berjihad bersama Abu Bakar, lalu bersama Umar bin Khattab hingga menaklukan kekaisaran Persia.
Pertempuran Al-Qadisiyyah
Pada masa kekhalifahan Umar bin Khattab dan kaum muslimin sedang berperang melawan dua kekuatan besar ketika itu, yaitu Romawi dan Persia, Sa’ad bin Abi Waqash dipercaya oleh Umar bin Khattab untuk memimpin pasukan untuk menuju ke wilayah kekuasaan Persia. Sa’ad bin Abi Waqash ketika itu memimpin pasukan hingga bertemu dengan pasukan Persia yang dipimpin oleh Rustam di barat sungai Eufrat yang bernama Al-Qadisiyyah.
Ketika kedua pasukan bertemu, keduanya mendirikan camp militer dan memulai dengan perundingan. Delegasi kaum muslimin mengirimkan pesan agar pasukan Persia memeluk Islam atau membayar Jizyah. Tentu hal tersebut tidak disetujui oleh Rustam dan peperangan pun tidak bisa dihindari.
Akan tetapi, sebelum peperangan berlangsung, Sa’ad bin Abi Waqash sakit dengan berbagai macam penyakit sehingga tidak bisa memimpin pasukan secara langsung. Syekh Mahmud Al-Mishri dalam kitab Ashabu Rasullullah shallallahu ‘alaihi wasallam mengisahkan,
وتحالفت الأمراض على البطل القائد العام) سعد (فأصابته بعرق النسا، وبحبون و دماميل منعته من الركوب، بل حتى من الجلوس، فلم يستطع أن يركب ولا أن يجلس فاعتلى القصر وأكب من فوقه على وسادة في صدره يشرف على الناس
“Berbagai penyakit telah menimpa komandan pasukan (Sa’ad). Ia terkena encok, bisul yang bernanah, dan borok yang menghalanginya untuk mengendarai kuda, bahkan tidak bisa untuk duduk. Ia tidak mampu untuk memimpin dengan berkuda dan duduk, maka ia naik di atas bangunan dan tidur tengkurap di atas bantal di dadanya mengatur pasukan.”
Walaupun dengan penyakitnya yang cukup serius, Sa’ad tetap berusaha untuk memimpin pasukan dan mewakilkan komando kepada Khalid bin Urfuthah. Sa’ad memberikan perintah kepada Khalid dari atas markasnya.
Pertempuran berlangsung selama tiga hari, pertempuran berlangsung dengan sengit. Kedua pasukan awalnya bertempur dengan imbang hingga akhirnya kaum muslimin mulai memenangkan pertempuran hingga akhirnya bisa memukul mundur pasukan Persia dan mengalahkannya. Pada peperangan tersebut, kaum muslimin kehilangan sekitar 25% dari pasukannya dan pasukan Persia kehilangan sekitar 40.000 dari pasukannya.
Kemenangan pasukan kaum muslimin di Al-Qadisiyyah ini merupakan awal dari keruntuhan kekaisaran Persia. Setelah pertempuran ini, pasukan kaum muslimin terus mendesak pasukan Persia sehingga akhirnya meruntuhkan kekaisaran Persia.
Penaklukan Ctesiphon
Setelah menangnya kaum muslimin di Al-Qadisiyyah, Sa’ad memimpin pasukan kaum muslimin dan mendesak pasukan Persia, hingga akhirnya pasukan kaum muslimin bisa mencapai ibu kota kekaisaran Persia Ctesiphon atau Mada’in. Sebuah kota megah yang terdiri dari banyak bangunan-bangunan megah sehingga dijuluki oleh orang Arab sebagai Mada’in (kota-kota).
Kaum muslimin yang dipimpin Sa’ad bin Abi Waqash berhasil mengepung dan mendesak Yezdegerd, sang Kaisar Persia hingga ia berlindung di istananya. Ketika itu, pasukan muslimin pun terhalang oleh sungai dan pertahanan yang dibangun oleh pasukan Persia sehingga tidak bisa menyerang.
Pada suatu malam, Sa’ad bin Abi Waqash bermimpi bahwa kuda-kuda kaum muslimin menyeberangi sungai. Sa’ad bin Abi Waqash setelah itu memerintahkan pasukan kaum muslimin untuk menyeberangi sungai. Pasukan kaum muslimin pun ketika itu menyeberangi sungai tersebut dengan kuda-kuda mereka. Ketika itu, semua pasukan berhasil menyeberangi sungai dengan selamat, kecuali satu orang saja yang jatuh dari kudanya. Melihat kejadian yang luar biasa tersebut, Yezdegerd pun kabur dari istananya bersama para pelayannya.
Setelah itu, menaklukan Ctesiphon dan menduduki istana putih, istana kekaisaran Persia. Sa’ad bin Abi Waqash pun masuk ke Ctesiphon, menuju singgasana Kisra (Kaisar Persia), lalu Sa’ad radhiyallahu ’anhu membacakan ayat Al-Quran,
كَمْ تَرَكُوا۟ مِن جَنَّـٰتٍۢ وَعُيُونٍۢ وَزُرُوعٍۢ وَمَقَامٍۢ كَرِيمٍۢ وَنَعْمَةٍۢ كَانُوا۟ فِيهَا فَـٰكِهِينَ
كَذَٰلِكَ وَأَوْرَثْنَـٰهَا قَوْمًا ءَاخَرِينَ
“Betapa banyak taman-taman dan mata-mata air yang mereka tinggalkan, kebun-kebun serta tempat-tempat kediaman yang indah, juga kesenangan-kesenangan yang dapat mereka nikmati di sana. Demikianlah (Allah menyiksa mereka). Kami wariskan (semua) itu kepada kaum yang lain.” (QS. Ad-Dukhan: 25 -28)
Perpisahan dengan Sa’ad bin Abi Waqash
Setelah perjalanan panjang, Sa’ad bin Abi Waqash menaklukan Persia lalu menduduki posisi penting di kekhalifahan Utsman. Sa’ad memilih untuk pergi ketika terjadi fitnah setelah syahidnya Utsman bin Affan radhiyallahu ’anhu.
وعن عمر بن سعد، عن أبيه، أنه جاءه ابنه ،عامر فقال: «أى بنى، أفي الفتنة تأمرني أن أكون رأساً؟ لا والله، حتى أعطى سيفاً، إن ضربت به مسلما، نبا عنه، وإن ضربت كافراً ،قتله سمعت رسول الله يقول: إن الله يحب الغنى الخفى التقى
“Dari Umar bin Sa’ad, dari ayahnya (Sa’ad), bahwasanya ia didatangi anaknya Amir, lalu ia berkata, ‘Wahai anakku, apakah kamu memerintahkanku untuk memimpin dalam fitnah? Tidak, demi Allah, hingga aku diberi sebuah pedang, jika aku menebas seorang muslim, maka tidak mempan dan jika aku menebas seorang kafir, maka membunuhnya. Aku pernah mendengar Rasulullah bersabda, ‘Sesungguhnya Allah mencintai seorang hamba yang merasa cukup, tidak dikenal, dan bertakwa.’” (HR. Muslim)
Setelah perjuangan yang panjang, Sa’ad bin Abi Waqash terbaring di pembaringan terakhirnya menyusul kekasihnya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam di surga. Ia merupakan salah satu dari sepuluh orang yang dikabarkan masuk surga. Dari Mus’ab bin Sa’ad ia berkata,
كان رأس أبي في حجري، وهو يقضى. فبكيت، فرفع رأسه إلى، فقال: أى بنى ما يبكيك؟ قلت: لمكانك وما أرى بك. قال: لا تبك فإن الله لا يعذبني أبداً. وإني من أهل الجنة
“Kepala ayahku di pangkuanku dan ia dalam keadaan sekarat, lalu aku menangis. Lalu, ia mengangkat kepalanya dan berkata, ‘Wahai anakku, kenapa engkau menangis?’ Aku pun berkata, ‘Atas keadaanmu dan apa yang aku lihat padamu.’ Lalu ia berkata, ‘Janganlah engkau menangis, sesungguhnya Allah tidak akan menyiksaku selamanya. Sesungguhnya aku adalah penghuni surga.’” (Thabaqat li ibni Sa’ad)
Dengan ini, selesailah kisah seorang sahabat yang mulia, paman Rasulullah shallallahu ’alaihi wasallam, pemanah handal, dan juga penakluk kekaisaran Persia, Sa’ad bin Abi Waqash radhiyallahu ’anhu.
***
Penulis: Firdian Ikhwansyah
Artikel: Muslim.or.id
Sumber:
Kitab Ashabu Rasulillah shallallahu ‘alaihi wasallam, karya Syekh Mahmud Al-Mishri
Sumber: https://muslim.or.id/96870-kisah-saad-bin-abi-waqash-bag-2-jihad-saad-bin-abi-waqash.html
Copyright © 2025 muslim.or.id
Beliau adalah Sa’ad bin Abi Waqqash Malik bin Uhaib bin Abdi Manaf bin Zuhrah bin Kilab bin Murrah bin Kaab bin Luay panglima perang Abu Ishaq al-Qurasy az-Zuhry al-Makky, salah satu dari sepuluh sahabat yang dijamin masuk surga, generasi awal umat ini, salah satu yang mengikuti perang Badar, Hudaibiyyah dan salah satu dari enam orang yang ditunjuk Umar untuk menentukan pemimpin setelahnya. Beliau merupakan pemanah yang ulung. Beliau berjuang dan senantiasa setia dengan sang Nabi yang mulia, di dalam riwayat al-Bukhari dan Muslim disebutkan,
وَإِنِّي لأَوَّلُ المُسْلِمِيْنَ رَمَى المُشْرِكِيْنَ بِسَهْمٍ، وَلَقَدْ رَأَيْتُنِي مَعَ رَسُوْلِ اللهِ -صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ- سَابِعَ سَبْعَةٍ، مَا لَنَا طَعَامٌ إِلاَّ وَرَقَ السَّمُرِ، حَتَّى إِنَّ أَحَدَنَا لَيَضَعُ كَمَا تَضَعُ الشَّاةُ.
“Sesungguhnya aku adalah orang pertama dari kaum muslimin yang memanah kaum musyrikin dalam peperangan. Sungguh aku bersama Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, orang ke tujuh dari tujuh orang. Tidaklah ada makanan yang kami makan melainkan daun-daunan sehingga salah seorang dari kami sungguh buang air besar mengeluarkan kotorannya seperti kotoran kambing.”
Dalam suatu peperangan, Rasulullah pernah memerintahkan Sa’ad untuk melepaskan panahnya dan ini merupakan kebanggaan tersendiri pada Sa’ad yang tidak dimiliki oleh sahabat lainnya. Sa’ad bercerita,
مَا جَمَعَ رَسُوْلُ اللهِ -صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ- أَبَوَيْهِ لأَحَدٍ قَبْلِي، وَلَقَدْ رَأَيْتُهُ لَيَقُوْلُ لِي: (يَا سَعْدُ! ارْمِ فِدَاكَ أَبِي وَأُمِّي
“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam belum pernah menyebut ayah dan ibunya kepada seorang pun sebelumku. Sungguh aku melihat beliau berkata kepadaku,
‘Wahai Sa’ad! Lemparkanlah anak panahnya. Ayah dan ibuku menjadi tebusanmu.’” (as-Siyar,1/98).
Al-Imam Ibnu Katsir berkata,
يَوْمَ أَسْلَمَ عُمْرُهُ سَبْعَ عَشْرَةَ سَنَةً
“Ketika masuk Islam usianya masih tujuh belas tahun.” (al-Bidāyah wa an-Nihāyah, 8/72).
Beliau dari Bani Zuhrah dan Bani Zuhrah termasuk dari paman-paman Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dari pihak ibu sebagaimana yang disebutkan oleh al-Imam al-Bukhari di dalam shahihnya,
باب مناقب سعد بن أبي وقاص الزهري وبنو زهرة أخوال النبي صلى الله عليه وسلم وهو سعد بن مالك
“Bab tentang keutamaan Sa’ad bin Abi Waqqash az-Zuhriy (dari Bani Zuhrah). Dan Bani Zuhrah adalah paman-paman Nabi dari pihak ibu. Namanya adalah Sa’ad bin Malik.”
Al-Hafidz ibnu Hajar berkata,
لأَنَّ أُمَّهُ آمِنَةَ مِنْهُمْ وَأَقَارِبُ الْأُمِّ أَخْوَالٌ
“Karena ibu beliau yaitu Aminah adalah dari Bani Zuhrah dan kerabat-kerabat ibu termasuk paman (dari arah ibu).” (Fath al-Baarii, 7/83).
Bahkan, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam sangat bangga dengan keberadaan Sa’ad menjadi pamannya (dari arah ibu). Dari Jabir bin ‘Abdillah radhiyallahu ‘anhuma berkata,
أقبلَ سعدٌ فقالَ النبي صلَّى اللَّه عليه وسلم هذا خالي فليُرِني امرؤٌ خالَهُa
‘Pada suatu hari Sa’ad datang, lalu Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
‘Ini adalah pamanku (dari arah ibu). Hendaknya seseorang memperlihatkan kepadaku mana pamannya (dari arah ibu).’” (Shahih at-Tirmidzi, no. 3.752).
Subhanallah betapa senangnya sang Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menyambut kehadiran sang paman. Al-Imam al-Mubarakfuuri berkata,
أَيْ لِيُظْهِرَ أَنْ لَيْسَ لِأَحَدٍ خَالٌ مِثْلُ خَالِي
“Yakni beliau ingin memperlihatkan bahwa tidak ada bagi seorang pun paman (dari arah ibu) yang sama dengan paman beliau.” (Tuhfah al-Ahwadzī, 10/174).
Setelah masuk Islam, Sa’ad menjadi salah satu sahabat Nabi yang tidak gentar dalam membela agama Allah. Tidak pernah ragu sedikit pun dengan kebenaran yang diterimanya, sekalipun ibunya sendiri yang menentangnya.
Beliau dikenal sangat berbakti kepada ibunya. Tatkala beliau memeluk agama yang dibawa oleh sang Nabi, ibunya pun tidak setuju dan memerintahkannya untuk kembali kufur dengan dalih berbakti kepada orang tua. Disebutkan kisahnya di dalam riwayat yang shahih,
حَلَفَتْ أُمُّ سَعْدٍ أَنْ لا تُكَلِّمَهُ أَبَدًا حتَّى يَكْفُرَ بدِينِهِ، وَلَا تَأْكُلَ وَلَا تَشْرَبَ، قالَتْ: زَعَمْتَ أنَّ اللَّهَ وَصَّاكَ بوَالِدَيْكَ، وَأَنَا أُمُّكَ، وَأَنَا آمُرُكَ بهذا، قالَ: مَكَثَتْ ثَلَاثًا حتَّى غُشِيَ عَلَيْهَا مِنَ الجَهْدِ، فَقَامَ ابْنٌ لَهَا يُقَالُ له عُمَارَةُ، فَسَقَاهَا، فَجَعَلَتْ تَدْعُو علَى سَعْدٍ، فأنْزَلَ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ في القُرْآنِ هذِه الآيَةَ: {وَوَصَّيْنَا الإنْسَانَ بوَالِدَيْهِ حُسْنًا وإنْ جَاهَدَاكَ علَى أَنْ تُشْرِكَ بي..} وَفِيهَا {وَصَاحِبْهُما في الدُّنْيَا مَعْرُوفًا}.
“Ibu Sa’ad bersumpah untuk tidak berbicara dengan Sa’ad sampai beliau kufur terhadap agamanya, dia enggan untuk makan dan minum dan berkata,
‘Engkau menyebutkan bahwa Allah mewasiatkan kepadamu agar berbakti kepada kedua orang tuamu sedangkan aku adalah ibumu, memerintahkanmu untuk ini (murtad).’
Sa’ad pun bertutur,
‘Ibu berdiam selama tiga hari sampai dia pingsan karena tidak tahan lalu anaknya yang bernama ‘Umarah memberinya minum kemudian ibu mendoakan kejelekan untuk Sa’ad. Lalu Allah turunkan firman-Nya,
‘Kami wasiatkan kepada manusia untuk berbuat baik kepada kedua orang tuanya. Walaupun mereka memerintahkanmu berbuat syirik yang engkau pasti tidak ada ilmu tentangnya, maka jangan ditaati.’ (al-Ankabut: 8).
Dan di dalam ayat lain disebutkan,
‘Tetaplah pergauli mereka di dunia dengan baik.’” (Luqman: 15). (Muslim, no. 1.748).
Bahkan al-Imam al-Baghawi menyebutkan kisah yang serupa,
وَأُمُّهُ حَمْنَةُ بِنْتُ أَبِي سُفْيَانَ بْنِ أُمَيَّةَ بْنِ عَبْدِ شَمْسٍ لَمَّا أَسْلَمَ، وَكَانَ مِنَ السَّابِقِينَ الْأَوَّلِينَ وَكَانَ بَارًّا بِأُمِّهِ قَالَتْ لَهُ أُمُّهُ: مَا هَذَا الدِّينُ الَّذِي أَحْدَثْتَ وَاللَّهِ لَا آكُلُ وَلَا أَشْرَبُ حَتَّى تَرْجِعَ إِلَى مَا كُنْتَ عَلَيْهِ أَوْ أَمُوتَ فَتُعَيَّرَ بِذَلِكَ أبد الدهر، فيقال: يَا قَاتِلَ أُمِّهِ، ثُمَّ إِنَّهَا مَكَثَتْ يَوْمًا وَلَيْلَةً لَمْ تَأْكُلْ وَلَمْ تَشْرَبْ وَلَمْ تَسْتَظِلَّ فَأَصْبَحَتْ وقد جَهَدَتْ ثُمَّ مَكَثَتْ يَوْمًا آخَرَ وَلَيْلَةً لَمْ تَأْكُلْ وَلَمْ تَشْرَبْ، فَجَاءَ سَعْدٌ إِلَيْهَا وَقَالَ: يَا أُمَّاهُ لَوْ كَانَتْ لَكِ مِائَةُ نَفْسٍ فَخَرَجَتْ نَفْسًا نَفْسًا مَا تركت ديني فكلي وَإِنْ شِئْتِ فَلَا تَأْكُلِي، فَلَمَّا أَيِسَتْ مِنْهُ أَكَلَتْ وَشَرِبَتْ، فَأَنْزَلَ الّه تَعَالَى هَذِهِ الْآيَةَ، وَأَمَرَهُ بِالْبِرِّ بِوَالِدَيْهِ وَالْإِحْسَانِ إِلَيْهِمَا وَأَنْ لَا تعطهما فِي الشِّرْكِ
“Ibunya bernama Hamnah binti Abi Sufyan bin Umayyah bin ‘Abdi asy-Syams ketika beliau masuk Islam, beliau termasuk generasi awal dan beliau sangat berbakti terhadap ibunya. Ibunya berkata ketika beliau masuk Islam, ‘Agama baru apa ini? Demi Allah aku tidak mau makan dan minum sampai engkau kembali kepada agamamu yang dulu atau aku mati maka engkau akan dicela dengan sebab itu selalu dengan sebutan ‘Pembunuh ibunya.’ kemudian sehari semalam dia berdiam tidak makan, tidak minum dan tidak berteduh sampai pagi dan sungguh dia merasakan letih kemudian sehari semalam pada hari berikutnya dia pun masih tidak makan dan tidak minum, lalu Sa’ad pun datang menemuinya seraya berkata dengan penuh hikmah,
‘Wahai ibunda walaupun engkau memiliki seratus nyawa, keluar satu persatu, aku tidak akan meninggalkan agamaku ini. Jika engkau ingin, makanlah! Jika tidak, maka tidak.’
Sampai akhirnya sang ibu berputus asa lalu dia makan dan minum. Lalu Allah turunkan ayat tersebut dan memerintahkan Sa’ad untuk tetap berbakti kepada kedua orang tuanya dan jangan ditaati mereka dalam hal kesyirikan.” (Tafsiir al-Baghawi, 3/551).
Di dalam kisah ini kita mendapatkan faedah yang sangat berharga yaitu kita tidak boleh menaati siapa pun itu sekalipun kedua orang tua kita dalam perkara kemaksiatan kepada Allah. Inilah akhlak mulia pada Sa’ad yang semestinya kita jadikan teladan.
Sa’ad dikenal sebagai orang yang ahli memanah dan orang yang selalu dikabulkan doanya. Hal tersebut dapat terjadi karena doa dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam kepada beliau.
Al-Imam al-Haitsami berkata,
عَنْ عَامِرٍ – يَعْنِي الشَّعْبِيَّ – قَالَ: «قِيلَ لِسَعْدِ بْنِ أَبِي وَقَّاصٍ: مَتَى أَصَبْتَ الدَّعْوَةَ؟ قَالَ: يَوْمَ بَدْرٍ، كُنْتُ أَرْمِي بَيْنَ يَدَيِ النَّبِيِّ – صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ – فَأَضَعُ السَّهْمَ فِي كَبِدِ الْقَوْسِ، ثُمَّ أَقُولُ: اللَّهُمَّ زَلْزِلْ أَقْدَامَهُمْ، وَأَرْعِبْ قُلُوبَهُمْ، وَافْعَلْ بِهِمْ وَافْعَلْ. فَيَقُولُ النَّبِيُّ – صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ -: ” اللَّهُمَّ اسْتَجِبْ لِسَعْدٍ».
رَوَاهُ الطَّبَرَانِيُّ، وَإِسْنَادُهُ حَسَنٌ.
وَقَدْ تَقَدَّمَ فِي وَقْعَةِ أُحُدٍ: أَنَّ السِّهَامَ الَّتِي رَمَى بِهَا يَوْمَئِذٍ أَلْفُ سَهْمٍ.
١٤٨٥٢ – وَعَنْهُ قَالَ: «سَمِعَنِي النَّبِيُّ – صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ – وَأَنَا أَدْعُو، فَقَالَ: ” اللَّهُمَّ اسْتَجِبْ لَهُ إِذَا دَعَاكَ».
رَوَاهُ الْبَزَّارُ، وَرِجَالُهُ رِجَالُ الصَّحِيحِ
“Dari Amir asy-Sya’bi dia berkata, dikatakan kepada Sa’ad bin Abi Waqqash, ‘Kapan doamu terkabul?’ beliau menjawab, ‘Pada saat perang Badar. Aku memanah di hadapan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, aku letakkan anak panah pada busurnya lalu aku berdoa,
‘Ya Allah tergelincirkanlah kaki-kaki mereka, jadikanlah hati mereka takut, lakukanlah terhadap mereka.’ Kemudian Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pun menimpali dengan doanya,
‘Ya Allah kabulkanlah doa Sa’ad.’ (Dikeluarkan oleh at-Thabrani dengan sanad yang hasan).
Dan sungguh terbukti dalam perang Uhud bahwa beliau melemparkan seribu anak panah ketika itu.
Beliau pun pernah berujar,
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah memperdengarkan doanya kepadaku,
‘Ya Allah kabulkanlah doanya apabila dia berdoa kepada-Mu.’
(Dikeluarkan oleh al-Bazzar, rawi yang meriwayatkannya adalah rawi yang shahih).”
Di akhir hidupnya beliau menjauhi fitnah yang terjadi pada masa itu. Al-Imam adz-Dzahabi berkata,
قُلْتُ: اعْتَزَلَ سَعْدٌ الفِتْنَةَ، فَلاَ حَضَرَ الجَمَلَ، وَلاَ صِفِّيْنَ، وَلاَ التَّحْكِيْمَ، وَلَقَدْ كَانَ أَهْلاً لِلإِمَامَةِ، كَبِيْرَ الشَّأْنِ -رَضِيَ اللهُ عَنْهُ
“Sa’ad menjauhi fitnah. Beliau tidak mengikuti peristiwa Jamal, Shiffiin dan Tahkiim. Beliau adalah orang yang pantas menjadi imam, kedudukannya tinggi radhiyallahu ‘anhu.(as-Siyar, 1/122).
Al-Imam adz-Dzahabi juga menyebutkan bahwa, “beliau meninggal di suatu tempat yang disebut dengan al-Aqiiq, beliau orang Muhajirin yang paling terakhir wafatnya.” (as-Siyar, 1/123 dan 1/140).
Referensi:
Siyar a’lam an-Nubalaa’
Shahih al-Bukhari
Shahih Muslim
Al-Bidaayah wa an-Nihaayah
Fath al-Baarii
Majma’ az-Zawaaid
Tafsiir al-Baghaawi
Shahih at-Tirmidzii
Tuhfah al-Ahwadzii
Semoga bermanfaat.
Ditulis oleh: Abu Fudhail ‘Abdurrahman ibnu ‘Umar غفر الرحمن له.
https://www.alfudhail.com/mengenal-al-mubasysyariina-bil-jannah-9-saad-bin-abi-waqqash/
Referensi : https://www.atsar.id/2023/09/biografi-saad-bin-abi-waqqash.html
Nama lengkap beliau adalah Sa’ad bin Abi Waqqash bin Uhaib Az-Zuhri. Beliau berkuniah Abu Ishaq. Beliau juga sering dipanggil dengan nama Sa’ad bin Malik Az Zuhri. Kakeknya ialah Uhaib, putra dari Manaf yang merupakan paman dari Aminah bintu Wahb, ibunda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Oleh karenanya, berdasarkan garis keturunan, beliau termasuk paman Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dari jalan ibu. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah membanggakan beliau kepada para shahabat, beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam mengatakan, “Inilah pamanku. Coba tunjukkan padaku siapa yang punya paman seperti pamanku.”
KEUTAMAAN SAAD BIN ABI WAQQASH
Sangat banyak keutamaan shahabat yang mulia ini. Beliau adalah salah seorang di antara sepuluh shahabat yang diberikan kabar gembira dengan janji surga. Beliau merupakan orang keempat yang masuk Islam dalam umur 17 tahun. Beliau seorang yang mahir membuat panah, juga pandai dalam memainkannya. Bahkan, beliau adalah orang pertama yang melontarkan panah dalam perang fi Sabilillah, sekaligus orang pertama yang terkena panah dalam jihad fi sabilillah.
Beliau merupakan satu-satunya orang yang dijamin oleh Rasulullah dengan jaminan kedua orang tua beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam. Selain itu, beliau adalah salah seorang shahabat yang doanya senantiasa dikabulkan. Hal itu disebabkan doa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam untuknya. Pada suatu hari, ketika Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menyaksikan pada diri Sa’ad sesuatu yang menyenangkan dan berkenan di hati beliau. Beliau pun berdoa, “Ya Allah, tepatkanlah bidikan panahnya dan kabulkanlah doanya.”
Inilah contoh seorang pemuda yang begitu gigih dalam berpegang terhadap agamanya. Hal ini terbukti ketika beliau memutuskan untuk memeluk Islam. Beliau diuji dengan ibunya yang mogok makan sampai beliau mau kembali kepada agama yang dahulu. Sungguh ucapan beliau ini begitu masyhur, “Sesungguhnya aku sangat mencintaimu wahai ibuku. Tetapi aku lebih cinta kepada Allah dan Rasul-Nya. Demi Allah! Seandainya ibu mempunyai seribu jiwa, lalu jiwa itu keluar dari tubuh ibu satu persatu (supaya aku keluar dari agamaku), sungguh aku tidak akan meninggalkan agamaku karenanya.”
Tatkala ibu beliau mengetahui kesungguhan ucapan ini, maka ibunya pun akhirnya mengalah. Lalu, dia pun menghentikan aksi mogok makan meski dengan terpaksa. Maka Allah subhanahu wa ta’ala menurunkan firman-Nya kepada Rasul-Nya shallallahu ‘alaihi wa sallam yang artinya, “Dan kalau keduanya (orang tua) memaksamu untuk menyekutukan-Ku (dengan) apa yang engkau tidak ketahui, jangan ditaati, dan pergaulilah keduanya di dunia dengan baik.” [Q.S. Luqman:15].
Beliau turut mengikuti perang Badar. Dalam perang tersebut, gugurlah adik kesayangan beliau Umair, yang kala itu masih belum baligh, namun memaksa untuk ikut terjun dalam kancah perang. Semoga Allah subhanahu wa ta’ala meridhainya. Beliau juga merupakan pahlawan dalam perang Uhud. Bersama kurang lebih sepuluh orang shahabat, beliau melindungi Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam kala kaum muslimin dalam suasana kacau dan berpencar jauh dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Dengan cekatan beliau memanah kaum musyrikin dan membunuh mereka. Sampai-sampai Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berucap, “Panahlah wahai Saad, ayah ibuku menjadi tebusanmu.” Demikianlah beliau senantiasa mengikuti peperangan bersama Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.
SINGA YANG MENYEMBUNYIKAN KUKUNYA, SANG PENAKLUK QADISIYAH
‘Singa yang menyembunyikan kukunya’ demikianlah julukan untuk beliau yang diberikan oleh Abdurrahman bin Auf radhiyallahu ‘anhu. Ketika Umar bin Al Khaththab radhiyallahu ‘anhu menjadi khalifah, beliau diangkat sebagai komandan pasukan yang dikirimkan untuk memerangi Persia. Berkumpullah kaum muslimin dari seluruh penjuru negeri ke Madinah untuk mengikut peperangan ini. Sebanyak 30.000 kaum muslimin yang terdiri dari veteran perang Badar, Bai’atur Ridwan, serta para shahabat yang bergabung dalam Fathu Makkah. Ikut serta pula sekitar 700 orang putra-putra para shahabat, ditambah pejuang-pejuang muslim lainnya.
Walaupun pejuang kaum muslimin begitu banyak, tetap saja jumlah tersebut terlalu sedikit dibanding jumlah tentara Persia yang berlipat ganda dan lengkap dengan alat-alat perang. Namun, dengan tekad yang kuat disertai tawakal kepada Allah, kaum muslimin tak sedikit pun gentar dengan musuh. Dengan keberanian yang luar biasa mereka mampu menyeberangi sungai Tigris yang dalam dan berbahaya. Lalu bertempur dengan pasukan persia yang berada di seberang sungai. Sungguh merekalah para pejuang Islam yang patut dibanggakan.
Pada hari kemenangan, kaum muslimin berhasil membunuh panglima Persia yang bernama Rustum. Dengan sebuah lembing milik salah seorang muslimin, terpisahlah kepala dari jasadnya. Ciutlah nyali tentara api, dan gentarlah mereka dengan keberanian kaum muslimin. Akhirnya, kaum muslimin berhasil menaklukkan Persia pada tahun 15 H di Qadisiyah (salah satu daerah di Irak). Setahun setelahnya, Julailak dapat ditaklukkan. Pada tahun 17 H dapat menaklukan Madain dan Bani Al-Kuffa. Demikianlah pasukan Allah subhanahu wa ta’ala yang dipimpin oleh Sa’ad dapat memadamkan api persia dan mengalahkan para penyembahnya.
MURID-MURID BELIAU
Murid-murid Sa’ad bin Abi Waqqash ada banyak. Di antara yang meriwayatkan hadits dari beliau dari kalangan shahabat adalah Abdullah bin Abbas, Abdullah bin Umar, dan Khaulah binti Hakim radhiyallahu ‘anhum. Dari kalangan tabi’in, adalah Mujahid, ‘Alqamah bin Qais, Sa’id bin Al-Musayyib.
AKHIR KEHIDUPAN
Sa’ad bin Abi Waqqash radhiyallahu ‘anhu dikaruniai Allah subhanahu wa ta’ala usia lanjut, lebih dari 80 tahun. Beliau cukup memiliki kekayaan. Beliau dilimpahi harta yang banyak, baik, dan sekaligus halal. Tetapi ketika wafat telah mendekatinya, beliau memberi isyarat ke arah peti simpanannya. Ketika mereka buka dan keluarkan isinya, ternyata sehelai kain tua yang telah usang dan lapuk. Disuruhlah keluarganya mengafani mayatnya nanti dengan kain itu. Beliau radhiyallahu ‘anhu berkata, “Kafani aku dengan jubah ini. Ia kudapatkan dari seorang musyrik dalam perang Badar. Aku ingin menemui Allah subhanahu wa ta’ala dengan jubah itu.” Jubah tersebut adalah salb, yaitu harta yang dibawa orang kafir saat perang, kemudian dimiliki oleh kaum muslimin yang membunuhnya.
Demikianlah, gemerlapnya dunia tidak menyilaukan dan membuat takjub shahabat mulia ini. Hanya kerinduan untuk bertemu dengan Allah subhanahu wa ta’ala dan jannah-Nya yang diidamkan olehnya. Allah subhanahu wa ta’ala pun mengambil ruh dari shahabat mulia ini, pada tahun 55 Hijriyah di Aqiq. Beliau radhiyallahu ‘anhu dimakamkan di pekuburan Baqi’ bersama shahabat lainnya.
Selamat jalan wahai pahlawan Qadisiyah, jasa-jasamu akan senantiasa dikenang oleh kaum muslimin. Semoga Allah subhanahu wa ta’ala mempertemukan kita di jannah-Nya. Amin. Wallahu a’lam bish shawab. [Hammam].
Referensi:
Tahdzib At Tahdzib karya Ibnu Hajar Al Asqalani rahimahullah.
Shifat Ash Shafwah karya Ibnul Jauzi rahimahullah.
Shuwarun min Hayatish Shahabah karya Abdurrahman Rafat Basya rahimahullah.
Sumber: Majalah Tashfiyah edisi 23 volume 02 1434 H/2013 M, rubrik Figur.
http://ismailibnuisa.blogspot.com/2014/02/saad-bin-abi-waqqash-radhiyallahu-anhu.html
Referensi : https://www.atsar.id/2023/09/biografi-saad-bin-abi-waqqash.html
