Sejarah dan Sistematika Penyusunannya Surah dalam Al-Qur’an
Surah merupakan bagian penting dalam Al-Qur’an. Dikatakan demikian, karena surah memilki makna mulia, derajat, atau tingkat dari sebuah bangunan. Maka, jika Al-Qur’an diibaratkan gedung, yang menjadi tingkat-tingkatnya. Penjelasan dari Al-Qattan bahwa adalah sekumpulan ayat-ayat Al-Qur’an, yang berdiri sendiri dengan memiliki permulaan dan penghabisan.
Al-Qur’an sendiri terdiri dari beberapa surah dan ayat yang panjang maupun pendek. Untuk pengertian ayat adalah sejumlah kalam Allah yang terdapat di dalam Al-Qur’an. Sedangkan untuk pengertian surah adalah sejumlah ayat Al-Qur’an yang memiliki permulaan dan kesudahan. Selain itu, terdapat sejarah dan sistematika penyusunan surah dalam Al-Qur’an sebagai berikut.
Sejarah Pemberian Nama Surah dalam Al-Qur’an
Dalam Al-Qur’an terdapat 114 surah dan beberapa diantaranya dapat dikenal melalui hadis-hadis Nabi ﷺ Seperti al-Fatihah, al-Baqoroh, Ali Imron, dan lainnya. Maka dari sini, muncul perbedaan pandangan dari para ulama’. Apakah penamaaan semua surah dalam Al-Qur’an bersumber dari Nabi ﷺ atau sebagiannya bersumber dari hasil ijtihad para sahabat?
Mengenai pertanyaan tersebut, kebanyakan para ulama’ condong pada pendapat nama semua surah Al-Qur’an yang bersumber dari Nabi ﷺ. Diantara para ulama’ yang memilih pendapat ini adalah Imam At Thobari, Imam Zarkasi, dan Imam Suyuti.
Pendapat ini dikuatkan oleh beberapa dalil hadis:
من قرأ هاتين الأيتين من أخر سورة البقرة في ليلة كفتاه
“Barangsiapa yang membaca dua ayat dari akhir surah al-Baqarah pada malam hari, maka ia akan diciptakan.”
من قرأ الزهراوين: البقرة و ال عمران فإنهما تأ تيان يوم القيامة كأنهما غمامتان تحا جان عن أصحابهما
“Bacalah al-Zahrawain, yakni surah al-Baqarah dan Ali Imran, kelak keduanya akan dating menaungi pembacanya.”
من قرأ عشر أيات من أول الكهف عصم من الدجال
“Barangsiapa yang membaca sepuluh ayat di awal surah al-Kahfi, maka akan terjaga dari (godaan) dajjal.”
Tetapi, sebagian para ulama’ menyatakan bahwa penamaan surah ini dilakukan atas hasil dari ijtihad para sahabat dan tabi’in. Pernyataan ini didasari atas penamaan yang disematkan oleh Imam Sufyan Bin Uyainah pada surah al-Fatihah. Dalam hal ini, Imam Sufyan memberi nama surah al-Fatihah. Karena dalam surah ini mencakup seluruh makna yang terkandung dalam Al-Qur’an.
Namun, Imam al-Tsa’labi memiliki alasan tersendiri mengenai penamaan di atas yang menyatakan bahwa surah al-Fatihah tidak menerima tanshif (setengah-setengah). Karena setiap surah Al-Qur’an jika dibaca dalam shalat, boleh dibaca setengah pada rakaat pertama, dan selanjutnya dilanjutkan setengahnya pada rakaat kedua. Tetapi, berbeda dengan al-Fatihah yang harus dibaca lengkap ketika shalat.
Maka dalam hal ini, Imam al-Tsa’labi memberi nama surah al-Fatihah berdasarkan makna yang terkandung dalam surah al-fatihah, dan tanpa berdasarkan petunjuk Nabi ﷺ Jadi, perlu diketahui bahwa seluruh nama surah Al-Qur’an tidak hanya memiliki satu nama saja, seperti al-Fatihah. Dikatakan demikian, karena surah ini memiliki pandangan banyak nama, baik yang sesuai dengan petunjuk Nabi ataupun tidak.
Dengan demikian, secara umum penamaan surah-surah dalam Al-Qur’an bersifat tauqifi, yaitu sesuai dengan petunjuk Nabi ﷺ Tetapi, sebagian ulama’ ada yang didasarkan pada hasil ijtihad sahabat atau para tabi’in, karena melihat kandungan yang terdapat dalam surah tersebut.
Sistematika Penyusunan Surah dalam Al-Qur’an
Para ulama’ memiliki perbedaan pendapat dalam sistematika penyususan surah dalam Al-Qur’an yang terbagi menjadi tiga bagian :
1. Sistematika surah Al-Qur’an berdasarkan hasil ijtihad para sahabat. Artinya, susunan surah-surah tersebut berdasarkan ijtihad atau usaha para sahabat. Hal tersebut terjadi karena Mushaf Ustmani sebelum disusun, terdapat mushaf-mushaf para sahabat yang sistematika surahnya berbeda-beda.
2. Sistematika surah-surah Al-Qur’an sebagian bersifat tauqifi dan sebagian lainnya berasal dari ijtihad para sahabat. Dalam pendapat ini bersifat netral, artinya riwayat-riwayat yang ada sebagiannya memberi petunjuk bahwa sebagian surah serta diantara surah yang terdapat dalam Alqur’an tidak ditemukan petunjuk sistematika dalam penyusunannya. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa sebagian surah-surah tersebut tauqifi dan sebagian lainnya ijtihad.
3. Sistematika surah-surah Al-Qur’an bersifat tauqifi Nabi. Atinya, susunan surah-surah tersebut berasal dari Rasulullah dengan petunjuk Allah melalui malaikat Jibril. Maka dalam hal ini, sistematika surah-surah Alqur’an memiliki kesamaan dengan sistematika ayat-ayat Al-Qur’an yang bersifat tauqifi.
Kesimpulan
Berdasarkan realitanya, surah dalam Al-Qur’an belum bisa diletakkan pada tempatnya, kecuali telah mendapatkan perintah serta petunjuk secara langsung dari Rasulullah ﷺ. Pendapat diatas sama dengan yang diakatakan oleh Shubhi Ash-Shalih bahwa susunan dan urutan surah sesuai dengan petunjuk Rasalullah ﷺ. Sebagaimana yang diketahui bahwa Rasululah ﷺ. Hafal seluruh ayat dan surah dalam Al-Qur’an. Dan menurutnya, tidak ditemukan bukti yang menyatakan sebaliknya.
Untuk pendapat sahabat yang mengatakan bahwa urutan surah Al-Qur’an disusun oleh beberapa sahabat Nabi sesuai dengan ijtihad mereka sendiri kurang masuk akal. Apabila dikatakan tersebut sulit untuk diterima. Karena ijtihad para sahabat hanya dilakukan oleh penyusun mushaf milik pribadi.
Hal tersebut dilakukan oleh para sahabat atas kemauan mereka sendiri, akan tetapi mereka tidak pernah berusaha untuk mengharuskan orang lain mengikuti jejek mereka ataupun mengharamkan perbuatan orang lain yang tidak sesuai berdasarkan perbuatan mereka. Maka dengan demikian, kesepakatan umat Islam untuk menerima susunan mushaf Al-Qur’an yang terjadi pada masa khalifah Utsman Bin Affan akan secara otomatis meninggalkan catatan mushaf mereka masing-masing. Wallahu A’lam Bi Al-Showab.
oleh, Nailatul Tashfiyah
Sumber : https://tanwir.id/surah-dalam-al-quran-sejarah-dan-sistematika-penyusunannya/