• Beribadalah kamu sampai datang "Haqqul Yakin" (kematian)
Rabu, 29 Oktober 2025

Sufyan bin Said Ats-Tsauri

Bagikan

Nama dan nasabnya
Sufyan bin Sa’id bin Masruq Ats-Tsauriy, nasab ini dinisbahkan ke salah satu kakeknya, yaitu Tsaur bin Abdu Mannah bin Addi bin Thanijah bin Ilyas bin Mudhar bin Nizar bin Ma’ad bin ‘Adnan. Nasabnya bertemu dengan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam di Ilyas bin Mudhar. Sedangkan Sufyan Ats-Tsauriy memiliki kunyah Abu Abdilah.

Kelahiran dan pertumbuhannya
Sufyan Ats-Tsauriy rahimahullah lahir di Kufah tahun 97 H. Sufyan Ats-Tsauriy tumbuh besar di Kufah dan tumbuh di lingkungan yang penuh dengan ilmu. Pada saat itu, Kufah merupakan salah satu pusat ilmu dan sunah. Sehingga, Kufah merupakan tujuan rihlah bagi para penuntut ilmu. Pada saat itu, Kufah dipenuhi dengan ulama-ulama yang terkenal termasuk ahli hadis, ahli fikih, hakim, ahli bahasa, dan lainnya. Kondisi inilah yang menjadi salah satu sebab utama yang mendorong kecenderungan ilmiah Imam Sufyan Ats-Tsauri rahimahullah. Selain itu, terdapat dua faktor lain yang turut memengaruhi perjalanan ilmunya.

Pertama, perhatian kedua orang tuanya terhadap pendidikannya. Ayahnya, Sa’id bin Masruq, adalah seorang ahli hadis Kufah yang terpercaya dan termasuk dalam kalangan tabiin muda. Riwayatnya tercantum dalam kitab-kitab sahih, sunan, dan musnad. Ia meninggal pada tahun 126 H.
Sedangkan ibunya adalah seorang wanita yang salehah dan mulia. Ia berkata kepada putranya, “Wahai anakku, carilah ilmu, dan aku akan mencukupimu dengan hasil dari tenunanku.” Ia selalu mendukung dan menasihati putranya dalam menuntut ilmu. Waki’ berkata, “Ibu Sufyan Ats-Tsauri pernah berkata kepada Sufyan, ‘Wahai anakku, jika engkau telah menulis sepuluh huruf, maka lihatlah apakah ada peningkatan dalam ketakwaan, kelembutan, dan kehormatanmu. Jika tidak, ketahuilah bahwa ilmu tersebut hanya akan membahayakanmu dan tidak bermanfaat bagimu.’”

Kedua, Allah Subhanahu Wa Ta’ala telah menganugerahinya kecerdasan dan daya ingat yang kuat. Hal ini membuat namanya dikenal sejak kecil. Kabar tentang dirinya mulai tersebar saat ia masih muda. Abu Al-Matsanna menceritakan, “Aku mendengar mereka di Maru berkata, ‘Ats-Tsauri telah datang.’ Lalu, aku keluar untuk melihatnya, ternyata ia seorang pemuda yang wajahnya sudah mulai ditumbuhi jenggot.” Abdurrahman bin Mahdi berkata bahwa ketika Abu Ishaq As-Sabi’i melihat Sufyan Ats-Tsauri datang, ia berkata, “Dan Kami telah memberikan kepadanya hikmah sejak masih kanak-kanak” [1].
Sufyan Ats-Tsauri pernah mengatakan tentang daya ingatnya, “Aku melewati seorang penenun, lalu aku menutup telingaku karena khawatir akan mengingat apa yang ia katakan.” Oleh sebab itu, ia berkata, “Apa pun yang aku simpan dalam hatiku, tidak pernah berkhianat kepadaku.”

Sifat-sifat
Zuhud
Sufyan adalah seorang imam dalam hal zuhud, ketakwaan, dan rasa takut kepada Allah. Namun, ia memiliki pandangan yang berbeda dalam hal ini. Banyak orang yang menjalani zuhud, mencapai tingkat kehidupan yang sangat sederhana, penuh dengan kelaparan, keras terhadap diri sendiri, dan meninggalkan usaha untuk mencari nafkah, hingga menyebabkan beberapa dari mereka menderita penyakit, rasa sakit, dan ketergantungan pada orang lain. Namun, Sufyan sangat sadar akan akibat dari hal tersebut, terutama di masa saat kondisi semakin memburuk dan dunia semakin keras. Dia pernah berkata, “Harta dulu tidak disukai, tetapi hari ini ia menjadi perisai bagi seorang mukmin.”
Pandangan Sufyan mengenai zuhud diringkas dalam satu kalimat yang bijak, dia berkata, “Zuhud bukanlah dengan makan yang kasar dan mengenakan pakaian yang kasar, namun dengan memendekkan angan-angan dan selalu mengingat kematian.”

Sufyan juga berkata, “Zuhud itu ada dua jenis: zuhud wajib dan zuhud sunah. Zuhud wajib adalah meninggalkan kesombongan, keangkuhan, keinginan untuk unggul, riya, ketenaran, dan berhias untuk manusia. Adapun zuhud sunah adalah meninggalkan apa yang Allah berikan dari yang halal. Jika kamu meninggalkan sesuatu dari itu, maka menjadi kewajiban bagimu untuk tidak meninggalkannya, kecuali karena Allah.”

Suka menyendiri dan menjauhi ketenaran
Abdullah bin Al-Mubarak berkata, Sufyan berkata kepadaku, “Jauhilah ketenaran, karena aku tidak mendatangi siapa pun, kecuali aku melarangnya dari ketenaran.”
Dia juga berkata, “Terlalu banyak teman adalah tanda dangkalnya agama.”
Sufyan juga mengatakan, “Kurangi mengenal orang lain, niscaya akan sedikit pula orang yang membicarakanmu.”
Dan dia berkata, “Zuhud terhadap dunia adalah zuhud terhadap manusia, dan awal dari itu adalah

zuhudmu terhadap dirimu sendiri.”
Dia berkata, “Aku menemukan hatiku tenang di antara Makkah dan Madinah, bersama sekelompok orang asing yang memakai kain wol dan jubah kasar.”

Guru-guru dan murid-muridnya
Sufyan Ats-Tsauri bertemu dengan banyak sekali dari kalangan tabiin dan meriwayatkan dari mereka. Dalam biografinya, disebutkan bahwa ia memiliki sekitar tiga ratus guru, termasuk dari kalangan tabiin dan murid-murid tabiin. Di antara gurunya yang terkenal adalah Habib bin Abi Tsabit, Salamah bin Kuhail, Ziyad bin ‘Alaqah, Amr bin Murrah, Muhammad bin Al-Munkadir, dan lain-lain. Imam Adz-Dzahabi mengatakan bahwa jumlah gurunya mencapai enam ratus orang. Di antara guru-guru besarnya ada yang meriwayatkan dari Abu Hurairah, Jarir bin Abdullah, Ibnu Abbas, dan lainnya. Sufyan juga membaca seluruh Al-Qur’an sebanyak empat kali secara langsung kepada Hamzah Az-Zayyat.

Banyak orang yang menimba ilmu darinya, termasuk beberapa tokoh besar yang meninggal sebelum dirinya, seperti Al-A’masy, Abu Hanifah, Al-Auza’i, Mas’ar, Syu’bah, dan lainnya. Abu Al-Faraj Ibnul Jauzi menyebutkan bahwa jumlah murid yang meriwayatkan darinya lebih dari dua puluh ribu orang. Namun, Imam Adz-Dzahabi membantah hal ini, dengan mengatakan bahwa jumlah tersebut berlebihan. Menurutnya, jika mencapai seribu saja, itu sudah sangat banyak. Ia juga menambahkan bahwa tidak ada seorang pun dari kalangan hafiz (penghafal hadis) yang memiliki jumlah perawi lebih banyak dari Malik, yang mencapai seribu empat ratus orang, termasuk perawi yang tidak dikenal dan para pendusta.

Penyakit dan wafatnya
Abdurrahman bin Mahdi berkata, “Sufyan menderita sakit perut, dan pada malam itu, ia berwudu sebanyak enam puluh kali. Ketika ia menyadari akhir hidupnya telah dekat, ia turun dari tempat tidurnya, meletakkan pipinya di tanah, dan berkata, ‘Wahai Abdurrahman! Betapa beratnya kematian ini.’ Ketika ia wafat, aku yang menutup matanya, dan para penduduk datang di tengah malam, setelah mereka mengetahui hal itu.”

Abdurrahman berkata, “Sufyan sering berharap untuk meninggal agar ia selamat dari gangguan para penguasa (maksudnya adalah para pemimpin saat itu). Namun, ketika ia sakit, ia justru merasa takut. Ia berkata kepadaku, ‘Bacakan surat Yasin, karena dikatakan bahwa bacaan tersebut meringankan penderitaan orang yang sakit.’ Aku pun membacakan, dan sebelum selesai, ia telah wafat.”

Dikatakan bahwa jenazahnya dibawa keluar di tengah-tengah masyarakat Basrah secara tiba-tiba, dan banyak orang yang menghadirinya. Salat jenazahnya diimami oleh Abdurrahman bin Abdul Malik bin

Abjar Al-Kufi, atas wasiat dari Sufyan, karena kesalehannya.
Ibnu Al-Madini mengatakan bahwa Sufyan hidup dalam persembunyiannya selama sekitar satu tahun. Ia wafat pada bulan Sya’ban tahun 161 Hijriyah.

Sebagai penutup, disebutkan bahwa Ahmad bin Yunus berkata, “Aku mendengar Sufyan sering kali berdoa dengan kata-kata yang tak terhitung banyaknya, ‘Ya Allah, selamatkan kami, selamatkan kami. Ya Allah, berikan kami keselamatan dan kesehatan di dunia dan akhirat.’”
***
Penulis: Gazzeta Raka Putra Setyawan
Artikel: Muslim.or.id
Referensi:
Diterjemahkan dan diringkas oleh penulis dari web: https://www.islamancient.com/الإمام-سفيان-الثوري/
Catatan kaki:
[1] QS. Maryam: 12

Sumber: https://muslim.or.id/100021-biografi-sufyan-ats-tsauriy.html
Copyright © 2025 muslim.or.id

Sang Buronan Kerajaan
Imam Sufyan bin Said Ats Tsauri رحمه الله bukan hanya zuhud dari harta dunia. Namun, beliau pun sangat hati-hati terhadap godaan kedudukan duniawi. Beliau رحمه الله lebih memilih menjauh dari jabatan duniawi. Inilah di antara buah dari kapasitas ilmunya yang luar biasa.

JAUH DARI PINTU ISTANA/PENGUASA
Ketika Al Mahdi, putra Abu Ja’far Al Manshur naik tahta menjadi khalifah sepeninggal ayahnya, ia mengirimkan utusan kepada Sufyan untuk menghadapnya. Ketika sampai di istana, khalifah melepaskan cincinnya, dan melemparkannya di hadapan Sufyan. Lalu berkata, “Wahai Abu Abdillah ini adalah cincinku. Berbuatlah untuk umat Islam dengan Al Kitab dan As Sunnah.”
Sufyan tidak segera mengambil cincin itu. Namun ia berkata menyela, “Izinkan aku bicara sedikit wahai Amirul Mukminin?”
“Silakan!”
“Jika aku bicara, apakah engkau akan menjamin keamanan untukku ?”
“Ya!” kata khalifah.
“Wahai khalifah, janganlah engkau mengutus kepadaku seorang pun. Biarkan aku datang sendiri. Dan jangan engkau memberikan sesuatu kepadaku, kecuali kalau aku memintanya.” ujar Sufyan di hadirat khalifah.

Khalifah marah besar dengan sindiran Sufyan. Hampir saja ia berbuat sesuatu terhadap Sufyan, kalau tidak diingatkan oleh sekretarisnya akan jaminan keselamatan dan keamanan yang kadung diberikan.
Ketika Sufyan pergi meninggalkan istana, ia diikuti murid-muridnya. Mereka menyesalkan tindakan Sufyan, “Apa yang mencegahmu menyanggupi permintaan khalifah? Bukankah khalifah telah memintamu untuk bertindak berdasarkan Kitabullah dan Sunnah Rasul-Nya.”

Sufyan menanggapi ucapan mereka bagai angin lalu. Ia berkata, “Aku tidak takut dengan penghinaan mereka, justru aku takut dengan penghormatan mereka, sehingga aku tidak bisa menilai kejelekan sebagai kejelekan.” Akhirnya Sufyan pergi menuju Bashrah.

KISAH SUFYAN DIBURU KHALIFAH AL MANSHUR
Sufyan sempat melarikan diri dan berpindah dari satu negeri ke negeri yang lain beberapa waktu dari umurnya. Hal ini dikarenakan dahulu, di masa khalifah Abu Ja’far Al Manshur, beliau diminta untuk menjadi qadhi (hakim). Namun beliau menolak permintaan ini.

Sayang, Abu Ja’far tetap saja memaksakan kehendaknya. Akhirnya Sufyan dijebloskan dalam bui dan dicambuk. Sehingga, dengan sangat terpaksa beliau menerima tugas untuk menjadi qadhi tersebut. Tak lama kemudian, Sufyan melarikan diri dari jabatan sebagai qadhi. Ia terus menerus melarikan diri dan bersembunyi. Kitab-kitab yang ia miliki dikubur sementara. Namun demikian ia tetap memburu hadits dan mencari ilmu serta beribadah kepada Allah.

Khalifah Abu Ja’far begitu getol menggalakkan pencarian terhadap Sufyan. Abu Ahmad Az Zubairi berkata, “Aku berada di masjid Khaif bersama Sufyan. Ada seorang petugas menyampaikan sayembara, ‘Barang siapa yang bisa membawa Sufyan kepada khalifah, maka ia akan mendapat hadiah 10 ribu (dirham/dinar).’”

Diceritakan pula bahwa Sufyan pergi ke Yaman dalam rangka menghilangkan jejak sekaligus mencari ilmu dan hadits dari Ma’mar. Belum lama menginjakkan kedua kaki di Yaman, ia dituduh telah melakukan pencurian.

Akhirnya mereka seret Sufyan kepada gubernur Yaman saat itu yang bernama Ma’an bin Zaidah. Dia juga telah mendapat mandat dari khalifah untuk turut serta dalam memburu Sufyan.
Para pelapor itu berkata, “Wahai amir, orang ini mencuri barang kami!”
“Ha! Kenapa engkau mencuri barang mereka?”
“Aku tidak mencuri apa-apa!”
“Menyingkirlah kalian semua, biar aku leluasa menginterogasi!”
Amir berbicara empat mata dengan Sufyan dan bertanya, “Siapa namamu?”
“Aku adalah Abdullah bin Abdurrahman (hamba Allah anak dari hamba ar Rahman).” Sufyan tidak ingin berdusta, namun tidak pula ingin berterus terang tentang jati dirinya, sebab ia sedang dalam pencarian.
“Aku bertanya kepadamu demi Allah, sebutkan garis nasabmu!”
Sufyan tidak mungkin lagi menyembunyikan jati dirinya, sebab gubernur Yaman telah meminta dengan menyebut nama Allah.
“Aku adalah Sufyan bin Sa’id bin Masruq Ats Tsauri.”
“Hah kamu Ats Tsauri⁉️ Bukankah kamu buron khalifah⁉️”
Beliau menjawab, “Benar!”
Kepala sang gubernur tertunduk sejenak memikirkan sesuatu. “Baiklah, jika engkau mau, tinggallah di sini, atau pergi dari sini. Seandainya engkau bersembunyi di bawah kakiku, aku tidak akan mengangkatnya. Aku akan jaga dirimu dan aku akan bela engkau.” Sungguh Ma’an bin Zaidah memiliki kebaikan yang banyak.

KABUR KE BASHRAH
Abdurrahman bin Mahdi menceritakan, Sufyan tiba di Bashrah saat penguasa belum juga mengendurkan upaya pencarian terhadapnya.
Ia bersembunyi di sebuah kebun kurma. Ia mendaftarkan diri menjadi pekerja dan penjaga kebun, serta memelihara buah-buah kurma.
Suatu ketika kebunnya didatangi oleh para petugas kerajaan yang biasa mengambil sebagian dari hasil bumi untuk kerajaan. “Siapa kamu wahai orang tua?”
“Aku berasal dari Kufah.”
“Dari Kufah? Antara kurma Bashrah dan kurma Kufah, mana yang lebih lezat dan manis?”
“Maaf aku tidak tahu. Belum pernah aku makan kurma Bashrah.”
“Hah? Pembohong besar kamu. Semua orang, orang jahat, atau orang baik bahkan binatang serendah anjing pun itu dengan leluasa makan kurma. Kenapa kamu belum pernah memakannya? Aneh sekali pengakuanmu.”
Maka para petugas itu pun kembali kepada gubernur Bashrah ingin menceritakan berita yang sangat aneh ini. Setelah dilaporkan tentang orang tersebut, sang wali berkata, “Bodohnya kalian! Tangkap orang tua itu. Kalau kamu jujur aku yakin dia pasti Sufyan. Cepat burulah dia biar kita bisa hadapkan untuk khalifah!”
Maka kembalilah petugas-petugas itu. Namun, Sufyan sudah lebih dulu kabur.

BERAKHIRNYA PENCARIAN
Abu Ja’far benar-benar serius dalam memburu Sufyan. Pada akhirnya Ats Tsauri bersembunyi di Makkah, tinggal bersama sebagian para ulama hadits. Entah berita dari mana, ternyata Abu Ja’far mengetahui bahwa Sufyan berada di Makkah.
Abdurrazzaq berkata, “Abu Ja’far mengutus para tukang kayu ketika ia keluar menuju Makkah. ‘Wahai para tukang, jika kalian mendapati Ats Tsauri, tangkap dan salib saja dia.’”
Dipancangkanlah tiang salib. Selanjutnya diumumkan sayembara, “Bagi siapa yang mendapatkan Sufyan, maka…”
Di saat yang genting itu, Sufyan bersembunyi di antara dua kamar. Kepalanya berada di kamar Fudhail dan kedua kakinya berada di kamar Ibnu Uyainah. Dikatakan kepada Sufyan, “Bersembunyilah wahai Abu Abdillah, jangan sampai kita menjadi bahan tertawaan musuh-musuh kita.”
Lalu Sufyan menarik sebuah kain dan menutupi dirinya dengan kain-kain itu.
Ternyata sebelum sampai di Makkah, datanglah kabar bahwa Khalifah Abu Ja’far keburu dijemput ajal. Sejak itulah, pencarian terhadap Sufyan akhirnya dihentikan.
Kitab-kitabnya yang dulu dikubur, digali lagi bersama seorang rekan belajar. Saat penggalian, sang teman mengatakan (setengah bercanda), “Wahai saudaraku, sesungguhnya pada rikaz (barang-barang temuan yang terpendam) itu ada kewajiban zakat. Wahai Abu Abdillah, sisihkanlah dan berikan untukku sebagian dari harta itu sesukamu?”
Maka Sufyan menyisihkan beberapa juz dari kitab-kitabnya, dan membacakan hadits-haditsnya kepada rekan tersebut.

KEMBALI KEPADA PEMILIKNYA DAN KENANGAN PARA ULAMA
Setelah itu Sufyan tetap melanjutkan tugasnya sebagai hamba Allah, terus beribadah, mencari ilmu, mengajar, amar makruf nahi mungkar, hingga menjumpai ajal yang telah Allah takdirkan untuknya. Ia meninggal di Bashrah pada bulan Sya’ban tahun 161 hijriah. Dia dimandikan oleh Abdullah bin Ishaq Al Kinani.

Berkata Yazid bin Ibrahim, “Aku melihat Sufyan dalam mimpi di malam kematiannya, ada yang berkata kepadaku, ‘Telah berpulang seorang amirul mukminin dalam hadits.’” Saudara-saudara dan murid-murid serta rekan-rekannya tidak mampu untuk berkumpul untuk menshalati Sufyan. Sehingga mereka menshalati Sufyan setelah dikubur.

Berkata Ibrahim, “Aku melihat Sufyan dalam mimpiku, aku bertanya kepadanya, ‘Sedang apa engkau wahai Sufyan?’ Kata Sufyan, ‘Aku bersama para malaikat Al Kiram (yang mulia) Al Bararah (yang baik).’”
Berkata Ahmad bin Hanbal, “Ibnu Uyainah berkata kepadaku, ‘Engkau tidak akan lagi menjumpai orang sehebat Sufyan sampai engkau mati.’”

Auza’i berkata, “Kalau aku diminta memilih dari umat ini seorang yang benar-benar menjalankan Al Quran dan As Sunnah, tentu aku akan memilih Sufyan.”
Abdullah bin Al Mubarak mempersaksikan, “Aku menulis ilmu dan hadits lebih dari 100.000 syaikh. Tidak ada yang lebih afdhal dari Sufyan.”
Berkata Ibnu Abidz Dzi`b, “Aku tidak menjumpai orang yang paling mirip dengan kepribadian seorang tabi’in melainkan Sufyan Ats Tsauri.”
Berkata Sa’id, “Aku melihat Sufyan dalam mimpiku terbang dari dahan kurma ke dahan yang lain dan berkata, ‘Alhamdulillah, Dia telah menepati janji-Nya.’”
والله أعلم.

Semoga Allah merahmati Sufyan Ats Tsauri رحمه الله. Amin.
Sumber ||http://ismailibnuisa.blogspot.com/2014/03/sufyan-ats-tsauri.html?m=1
Sumber || Majalah Qudwah Edisi 12 || t.me/majalah_qudwah
Referensi : https://www.atsar.id/2021/07/kisah-sufyan-ats-tsauri-sang-buronan-kerajaan.html

HIDUP TAK INGIN DIKENAL

Al Imam Ibnul Jauzy meriwayatkan sebuah kisah dalam kitabnya yang berjudul ﺒﺤﺭ ﺍﻟﺩﻤﻭﻉ , berikut kisahnya:

Diriwayatkan dari Abdur Rahman bin Abi Ibad al-Makki, dia berkata,

Seorang syaikh (kakek-kakek) yang dijuluki Abu Abdillah mendatangi kami. Dia berkisah:

“Pada waktu sahur aku pergi ke sumur Zam Zam. Di tempat ini aku bertemu dengan seorang kakek-kakek yang menutupi wajahnya dengan kain.

Dia datang ke sumur, lalu minta diambilkan air. Kemudian aku mengambilkan air untuk kakek tersebut. Aku juga meminum sebagian air dari sisa air tersebut. Ternyata rasa air tersebut seperti air bercampur madu yang aku belum pernah merasakan semanis itu. Ketika aku menoleh, syaikh tersebut telah pergi.

Pada waktu sahur hari kedua, aku pergi ke sumur Zam Zam lagi. Aku melihat seorang syaikh masuk dari arah pintu masjid dengan menutupkan kain di wajahnya juga. Beliau menuju sumur dan minta diambilkan air. Setelah minum beliau pergi. Lantas ku minum air sisanya, ternyata rasanya lebih manis dari sebelumnya.

Pada malam ketiga, beliau datang lagi ke sumur dan minta air. Sebelum syaikh tersebut datang, aku sudah berniat untuk mencegatnya. Karena rasa kekaguman ku padanya.

Seketika itu juga, ku pegang ujung selimut tebalnya (kain yang menutupi wajahnya).

Namun, kakek tersebut malah menangkap tanganku. Beliau meminta kembali untuk diambilkan air dari sumur zamzam tersebut. Setelah ku ambilkan, ku minum sisa dari air tersebut. Air tersebut terasa seperti air susu manis, yang aku belum pernah merasakan minum senikmat itu.

Dengan segera, sebelum kakek tersebut kabur. Aku bertanya kepada kakek tersebut,

Demi Pemilik Baitullah ini. Siapa Anda sebenarnya? Siapa anda?

Sebelum dia menjawab, kakek tersebut bertanya:

Sanggupkah kamu mera-hasiakannya?

Aku menjawab: Ya

Barulah kakek tersebut menyebutkan jati dirinya, seraya berkata, “Aku SUFYAN ATS TSAURI.”

Subhanallah, sosok ulama besar yang tak ingin terkenal. Sampai-sampai beliau mencari nafkah diwaktu- waktu manusia masih terlelap dalam tidur mereka.

Kenapa beliau melakukan hal tersebut?
Jawabannya tidak lain dan tidak bukan ialah, hanya tidak mau diketahui keberadaannya.

Faedah lain ialah, bahwa manusia-manusia yang senantiasa menjalankan keta’atan2 dan meninggalkan kemaksiatan2, bisa jadi akan menemui dikehidupannya hal-hal yang ajaib.

Wallhu a’lam bishowab

Semoga bermanfa’at. . .

Faedah dari ustadz Abu Thalhah Yahya al Windany

Diposting ulang oleh:
https://telegram.me/KumpulanKisahIslami
Sumber dari:
KASYAF
@karyasyababdaarussalaf
Referensi : https://www.atsar.id/2016/04/sufyan-ats-tsauri-yang-tak-ingin-dikenal.html

Luas Tanah+/- 740 M2
Luas Bangunan+/- 500 M2
Status LokasiWakaf dari almarhum H.Abdul Manan
Tahun Berdiri1398H/1978M