Syu’bah bin A-Hajjaj
Imamnya para Imam
Beliau adalah Syu’bah bin Al Hajjaaj bin Al Ward Al Azdiy Al Wasithiy Al Bashriy rahimahullah. Kunyah beliau adalah Abu Bistham. Sebagian ada yang memanggil beliau dengan sebutan Abu Said. Beliau adalah seorang ulama hadis dari Bashrah, Irak. Sebagian ulama ada yang menyatakan bahwa beliau terlahir di 80 Hijriyah pada masa pemerintahan Abdul Malik bin Marwan.
Beliau meriwayatkan hadis dari beberapa orang, di antaranya: Ayyub As Sikhtiyaaniy dan Abu Ishaq. Masih banyak ulama lain yang beliau ambil riwayat hadisnya. Bahkan, Al Imam Al Mizziy menyebutkan daftar guru-guru beliau itu dalam 7 halaman. Sedangkan ulama yang mengambil riwayat hadis dari beliau di antaranya: Waki’ bin Al-Jarrah, Abdullah bin Al Mubarak, dan Abdurrahman bin Mahdi.
Beliau tidak hanya dikenal sebagai ahlul hadis, namun juga ahli ibadah. Abu Qathn rahimahullah berkata, “Tidaklah aku melihat Syu’bah melakukan rukuk (dalam salat sunnah, pent) kecuali aku menyangka bahwa beliau telah lupa (karena saking lamanya), dan tidaklah beliau duduk di antara 2 sujud kecuali aku menyangka bahwa beliau telah lupa (karena saking lamanya).” [Riwayat Abu Nuaim dalam Hilyatul Auliyaa’].
Abu Bakr Al Bakraawiy rahimahullah menyatakan, “Aku tidak pernah melihat seseorang yang lebih (kuat) beribadah dibandingkan Syu’bah. Beliau (banyak) beribadah kepada Alah hingga mengering kulit yang membungkus tulangnya. Hingga tidak ada daging (pada kulitnya).” [Riwayat Abu Nuaim dalam Hilyatul Auliyaa’].
Abu Dawud Ath Thayaalisiy rahimahullah menyatakan, “Kami pernah berada di sisi Syu’bah. Tiba-tiba datang Sulaiman bin Al Mughirah menangis. Syu’bah bertanya, ‘Apa yang menyebabkan engkau menangis?’ Sulaiman berkata, ‘Wahai Abu Said, keledaiku mati. Telah lewat dariku (waktu) Jumat, dan telah pergi kebutuhan-kebutuhanku.’ Syu’bah berkata, ‘Engkau dulu membelinya seharga berapa?’ Sulaiman berkata, ‘3 dinar.’ Syu’bah berkata, ‘Aku punya 3 dinar. Demi Allah, aku tidak punya yang lain.’ Syu’bah berkata, “Wahai anak, bawakan ke sini kantong itu.’ Ternyata di dalamnya terdapat 3 dinar, kemudian diberikan pada Sulaiman. Syu’bah berkata, ‘Belilah keledai dengan ini, janganlah menangis lagi.’” [Riwayat Abu Nuaim dalam Hilyatul Auliyaa’].
Keteladanan dalam qona’ah dan zuhud juga ada pada beliau. Syu’bah pernah berkata, “Jika aku punya tepung dan usus (itu sudah cukup bagiku, pent). Aku tidak peduli dengan hal-hal yang terluput dariku berupa urusan duniawi.” [Riwayat Adz Dzahabiy dalam Siyaar A’laamin Nubalaa’].
Abu Abdillah Al Hakim rahimahullah menyatakan, “Syu’bah adalah Imamnya para Imam di Bashrah dalam pengenalan terhadap hadis. Beliau pernah melihat Anas bin Malik dan Amr bin Salamah Al-Jarmiy. Beliau mendengar (ilmu) dari 400 guru dari kalangan Tabi’in.” [Siyaar A’laamin Nubalaa’].
Al Imam Asy Syafi’i rahimahullah menyatakan, “Kalau tidak karena Syu’bah, niscaya ilmu hadis tidak dikenal di Irak.” [Siyaar A’laamin Nubalaa].
Abu Dawud At Thayaalisiy rahimahullah berkata, “Aku mendengar 7000 riwayat (baik hadis maupun atsar atau ucapan ulama setelah sahabat, pent) dari Syu’bah.” [Siyaar A’laamin Nubalaa’].
Sufyan Ats Tsauriy rahimahullah berkata, “Syu’bah adalah Amirul Mukminin dalam hadis.” [Siyaar A’laamin Nubalaa’].
Syu’bah bin Al Hajjaj rahimahullah dikenal sebagai seorang yang tegas dan sangat keras dalam menyikapi para perawi hadis yang menyimpang atau lemah. Beliau melakukan perjalanan melintasi berbagai negeri untuk memastikan keadaan perawi hadis. Meski itu hanya untuk memastikan keshahihan satu hadis saja, beliau menempuh perjalanan panjang tersebut.
Beliau meneliti suatu hadis dan mendatangi satu persatu perawi yang disebutkan dalam sanad hadis itu. Beliau mengunjungi Abdullah bin Atha’ di Makkah. Di sana, Abdullah bin Atha’ menyatakan bahwa ia mendengar hadis itu dari Sa’ad bin Ibrahim. Beliaupun beranjak pergi menuju tempat Sa’ad bin Ibrahim yang berada di Madinah. Ternyata, sampai di Madinah, Sa’ad bin Ibrahim menjelaskan bahwa hadis itu ia dengar dari perawi yang tempat tinggalnya ada di dekat kediaman Syu’bah, di Bashrah (Irak), yaitu Ziyaad bin Mikhraaq. Syu’bah pun kembali pulang ke Bashrah. Ketika menemui Ziyaad bin Mikhraaq, dikatakan kepada beliau bahwa hadis itu didengar dari Syahr bin Hawsyab, seorang perawi hadis yang memiliki unsur kelemahan. Syu’bah kemudian menyatakan, “Kalau seandainya hadis ini shahih, itu lebih aku cintai dibandingkan keluargaku, hartaku, dan manusia seluruhnya.” (kisah ini disebutkan Al Baihaqiy dalam Al Qira’ah Khalfal Imaam, Al Khathib Al Baghdaadiy dalam Ar Rihlah fii Thalabil Hadiits, Ibnu ‘Adi dalam Al Kaamil).
Syu’bah bin Al Hajjaj rahimahullah meninggal di tahun 160 Hijriyah.
Sumber: Majalah Qudwah edisi 46 vol. 04 2017 rubrik Biografi. Pemateri: Al Ustadz Abu Utsman Kharisman. | http://ismailibnuisa.blogspot.co.id/2017/02/imamnya-para-imam.html
ILMUWAN SEJATI
Gelar Amirul Mukminin (pemimpin kaum mukminin) dalam bidang hadis melekat pada dirinya. Ya, ulama yang satu ini memang sangat identik dengan predikatnya sebagai Amirul Mukminin fil hadis di masanya. Predikat ini tidaklah disematkan oleh awam kaum muslimin, namun ulama lah yang menyandangkannya kepada beliau. Ulama yang semasanya tidak meragukan bagaimana kepakarannya dalam ilmu hadis. Dialah Syu’bah bin Al Hajjaj bin Al Ward Al Azdi Al ‘Ataki Abul Bistham Al Azdi rahimahullah. Beliau lahir pada tahun 80 H pada masa pemerintahan Abdul Malik bin Marwan. Sejatinya beliau berasal dari Wasith, sebuah kota tua di Irak yang berada di antara Baghdad dan Bashrah di sisi barat Sungai Tigris. Kemudian hijrah dan menetap di kota Bashrah. Syu’bah mempunyai dua saudara laki-laki yang bernama Basyar dan Hammad. Namun keduanya bergelut di selain ilmu hadis dan tidak setenar Syu’bah.
PERKEMBANGAN ILMIYAHNYA
Semenjak kecil Syu’bah telah menetap di Basrah dan bertemu sekian ulama di kota tersebut. Semangat yang tinggi untuk menuntut ilmu agama memang menjadi salah satu modalnya yang sangat berharga. Di samping itu Allah anugerahkan kepada beliau tingkat intelektual yang tinggi dan hafalan nan kokoh.
Saat itu Bashrah menjadi salah satu pusat pembelajaran ilmu agama dan hadis. Iklim ilmiyah di kota itu memang sangat mendukung untuk belajar ilmu agama. Bagaimana tidak, di kota itulah tinggal nama-nama besar semisal Al Hasan Al Bashri dan yang lainnya. Maka dari para ulama itulah, Syu’bah mulai menggeluti ilmu hadis secara langsung di hadapan mereka.
Memang beliau dilahirkan di Wasith namun perkembangan ilmiyah berkembang pesat setelah beliau pindah ke Bashrah. Di antara gurunya adalah Anas bin Sirin, Sa’id bin Abi Sa’id Al Maqburi, Qatadah bin Di’amah, Amr bin Dinar, Yahya bin Abi Katsir, Ayyub As Sikhtiyani, Manshur Al Mu’tamir, dan masih banyak yang lainnya. Satu referensi menyebutkan bahwa guru beliau mencapai empat ratus sekian ulama. Dan ada tiga ratus sekian guru yang beliau sebutkan namanya.
PERJUANGANNYA DAN PUJIAN ULAMA
Kegigihan Syu’bah rahimahullah dalam menimba ilmu agama patut dicontoh para pencari ilmu agama. Lihat bagaimana beliau mengeluarkan segala potensi yang dimiliki. Harta dunia yang beliau miliki dikerahkan demi meraih ilmu agama. Memang beliau bukan dari kalangan orang berharta namun bagi beliau kesulitan ekonomi bukanlah penghalang belajar. Beliau pernah menjual bejana warisan ibunya seharga tujuh dinar untuk biaya menuntut ilmu agama. Beliau pun rela menjual penyangga dan tiang rumahnya untuk kebutuhan belajar ilmu agama.
Pengorbanan waktu dan tenaga pun tidak kurang-kurangnya beliau lakukan demi meraih ilmu agama. Pernah beliau tinggal di tempat Al Hakam bin Al Utaibah dan bermajelis dengannya selama 18 bulan. Paska perjuangan dan pengorbanannya belajar ilmu agama, beliau akhirnya diakui sebagai imam ahli hadis yang sangat kokoh hafalannya.
Berbagai pujian dan rekomendasi terucapkan dari para ulama, bahkan guru-gurunya sekalipun. Satu hal yang wajar memang karena beliau mampu menguasai dan menghafal ribuan hadis. Dengan didukung pengetahuan yang luas dan kecerdasan yang tajam. Ulama sekaliber Imam Malik rahimahullah sekalipun meriwayatkan dari Syu’bah rahimahullah. Padahal yang demikian ini sangat jarang dilakukan oleh Imam Malik. Bahkan beberapa guru Syu’bah juga meriwayatkan darinya seperti Manshur, Al A’masy, Ayub As Sikhtiyani, Sa’d bin Ibrahim, beliau adalah seorang qadhi (hakim) di Madinah, dan selainnya. Ini semua menunjukkan kemuliaan Syu’bah dalam pandangan ulama-ulama besar. Sufyan Ats Tsauri termasuk ulama yang sangat segan dan memuliakan Syu’bah, Sufyan pun menegaskan, “Syu’bah adalah Amirul Mukminin dalam bidang hadis.” Asy Syafi’i pun tak ketinggalan memberikan sanjungannya kepada Syu’bah, “Kalau bukan karena Syu’bah, niscaya penduduk Irak tidak akan mengenal hadis.”
IBADAHNYA
Boleh saja sebagian orang menyangka bahwa kesibukan seseorang dengan ilmu hadis akan melemahkan atau mengurangi frekuensi ibadahnya. Akan tetapi tidak demikian halnya dengan Syu’bah, beliau justru sangat kuat dan tekun beribadah kepada Allah subhanahu wa ta’ala. Bahkan sekilas orang akan menyangka bahwa beliau hanyalah seorang ahli ibadah bukan pakar hadis. Satu hal yang mengagumkan pada dirinya adalah ketika melakukan ibadah salat. Begitu panjang dan lama Syu’bah melakukan rukuk atau duduk di antara dua sujud. Sampai-sampai orang yang melihatnya menyangka bahwa beliau telah lupa.
Simak pula penuturan Abu Bahr Al Bakrawi berikut ini, “Aku belum pernah melihat orang yang lebih kuat ibadahnya kepada Allah daripada Syu’bah. Sungguh dia beribadah kepada Allah sampai kulitnya kering kerontang dan menghitam.” Beliau disebut-sebut melazimi puasa dahr (sepanjang tahun) karena begitu seringnya beliau berpuasa. Inilah sebabnya mengapa kulit beliau mengering dan tubuhnya kurus kerontang. Tidak lain karena malamnya untuk salat malam dan paginya berpuasa. Belum lagi ibadah lain dan aktivitas keseharian beliau yang tentunya cukup melelahkan. Abdussalam bin Muthahhar menyatakan, “Aku belum pernah melihat seseorang yang lebih fokus dalam beribadah kepada Allah daripada Syu’bah.”
AKIDAHNYA
Semenjak kecil Syu’bah terdidik dalam komunitas ulama salaf penerus warisan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Sehingga Syu’bah mengikuti pendahulunya dalam berakidah dan bermanhaj. Kegigihannya dalam menebarkan Al Haq dan menumpas kebatilan tidak diragukan lagi. Terkait dengan hal ini, Waki’ bin Jarah mengatakan, “Sungguh aku berharap Allah subhanahu wa ta’ala mengangkat kedudukan Syu’bah di surga beberapa derajat karena pembelaannya terhadap Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.”
Kisah ini juga menjadi bukti upaya Syu’bah rahimahullah dalam membela kebenaran, Sulaiman bin Harb berkisah, “Pada suatu hari Syu’bah menyampaikan hadis Ash Shadiq wal Mashduq (hadisnya Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu ‘anhu tentang tahapan penciptaan manusia di rahim ibunya) dan hadis-hadis semisalnya. Tiba-tiba bangkitlah seorang lelaki pengikut aliran Qadariyah (pengingkar takdir) seraya menyatakan, ‘Wahai Abi Bistham! Tidakkah engkau menyampaikan hadis lain kepada kami?’[1] Maka Syu’bah membawakan hadisnya Abu Shalih dari Abu Hurairah bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Setiap anak terlahir di atas fitrah (Islam), maka kedua orang tuanya lah yang membuatnya menjadi seorang Nasrani, Yahudi, atau Majusi.” Maka laki-laki itu terdiam dan tidak melontarkan sepatah katapun.[2] Hadis ini secara tidak langsung memberikan celaan terhadap pengikut aliran Qadariyah tersebut. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda dalam hadisnya yang artinya, “Qadariyah adalah Majusinya umat ini.”
FIGUR ULAMA YANG SANGAT DERMAWAN
Satu lagi yang membuat ulama yang satu ini semakin terangkat wibawanya di hadapan kaum muslimin. Ya, apalagi kalau bukan pribadinya yang sangat gemar bederma kepada orang lain. Luar biasa memang, kesederhanaan beliau dan bahkan kesulitan ekonominya tidaklah memadamkan antusiasnya untuk bersedekah. Sementara keumuman manusia terhambat untuk bersedekah karena kesulitan ekonomi yang menghimpitnya. Tercatat dalam biografinya, Syu’bah tidak hanya sering memotivasi orang lain agar bersedekah. Namun lebih dari itu, beliau juga langsung mengaplikasikannya dalam keseharian. Beliau mengetahui betapa sedekah dan infak adalah amalan yang mulia di sisi Allah subhanahu wa ta’ala.
Qurad Abu Nuh berkisah, “Syu’bah pernah melihatku memakai sebuah baju. Maka beliau bertanya, “Berapa harga baju ini?” Aku pun menjawab, “Delapan dirham.” Maka Syu’bah berkata kepadaku, “Celaka kamu! Tidakkah engkau bertakwa kepada Allah subhanahu wa ta’ala?! Mengapa engkau tidak membeli baju seharga 4 dirham saja dan sisanya yang 4 dirham disedekahkan. Itu lebih baik bagimu.”
Kemurahannya dalam bederma telah ditegaskan oleh Yahya Al Qahthan, ia mengatakan, “Syu’bah termasuk orang yang sangat lembut kalbunya. Ia selalu memberi orang yang meminta selama mampu melakukannya.” Bahkan sekalipun ketika Syu’bah berada di sebuah majelis dan menyampaikan hadis kepada murid-muridnya. Pernah suatu saat datang seseorang menyampaikan hajatnya di majelisnya Syu’bah. Maka beliau pun tidaklah melanjutkan pelajarannya hingga memberikan sedekah kepadanya atau memenuhi kebutuhannya.”
Begitulah Syu’bah sangat gemar bersedekah padahal beliau sendiri bukanlah orang yang kaya. Abu Dawud Ath Thayalisi berkata, “Kami pernah bersama Syu’bah, tiba-tiba datanglah Sulaiman bin Al Mughirah dalam keadaan menangis sambil berkata, ‘Keledaiku mati. Sehingga hilanglah kesempatan salat Jum’at dan berbagai keperluanku terbengkalai.’ Syu’bah bertanya kepadanya, “Berapa harga keledai itu?” “Tiga dinar.” Jawab Sulaiman. Maka Syu’bah berkata, “Kebetulan aku punya tiga dinar dan demi Allah aku tidak punya lebih dari itu.” Kemudian Syu’bah memberikan uang tersebut kepada Sulaiman.
Sebagai ulama Rabbani, Syu’bah rahimahullah tiada hentinya memotivasi para muridnya untuk bersedekah. Beliau sempat marah kepada sebagian murid-muridnya yang enggan bersedekah. Simak penuturan Abu Dawud dalam kisah berikut, “Saat itu kami sedang berada di hadapan Syu’bah untuk menulis hadis-hadis yang beliau sampaikan. Tiba-tiba datanglah seorang peminta-minta, maka Syu’bah pun berkata, “Bersedekahlah kalian untuk pengemis itu sungguh aku pernah mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda yang artinya, “Jagalah diri kalian dari siksa neraka meskipun bersedekah dengan setengah butir kurma.” Namun tidak seorang pun di antara muridnya yang bersedekah. Beliau terus menghasung mereka dengan membawakan hadis tersebut sebanyak tiga kali. Namun tetap tidak ada yang mau bersedekah. Akhirnya beliau mengatakan, “Pergi kalian dariku! Demi Allah aku tidak akan mengajarkan hadis kepada kalian selama tiga bulan.” Setelah itu Syu’bah masuk ke dalam rumahnya lalu mengambil adonan tepung lantas memberikannya kepada pengemis itu sambil berkata, “Ambillah makanan ini, sungguh ini adalah makanan kami hari ini.”
Di akhir hayatnya Syu’bah memilih untuk tinggal dan fokus menjalani aktivitasnya di Kota Bashrah. Sehingga di kota itulah beliau meninggal pada bulan Rajab tahun 160 H. Semoga Allah ‘azza wa jalla melimpahkan rahmat dan ampunan-Nya kepada beliau rahimahullah.
Sumber: Majalah Qudwah edisi 53 vol.05 1439 H rubrik Biografi. Pemateri: Al Ustadz Abu Hafiy Abdullah. | http://ismailibnuisa.blogspot.co.id/2017/10/ilmuwan-sejati.html
_____________
[1] Karena dalam hadis tersebut disebutkan tentang penciptaan manusia dan penetapan takdirnya pada usia 4 bulan di dalam perut ibunya. Sementara sekte Qadariyah menolak adanya takdir Allah. Sehingga mereka mengingkari hadis tersebut.
[2] Sekte Qadariyah menolak hadis yang tidak diriwayatkan secara mutawatir (banyak jalannya). Padahal maksud mereka hanyalah menolak hadis Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Namun, apabila hadis tersebut tampak mendukung pendapat mereka (walaupun menurut pemahaman mereka yang salah), maka hadis selain mutawatir pun akan mereka terima. Seperti hadis ini.
Referensi : https://www.atsar.id/2017/10/biografi-syubah-bin-al-hajjaaj-imamnya-para-imam.html
Majalahnabawi.com – Dalam rantai sanad imam al-Bukhari, nama Syu’bah seringkali berada dalam satu tingkatan dengan imam Malik bin Anas, pengarang kitab al-Muwaththa’. Lantas siapakah imam Syu’bah bin Hajjaj ini ?
Biografi Singkat imam Syu’bah bin Hajjaj
Nama lengkapnya adalah Abu Bitsham Syu’bah bin Hajjaj bin al-Ward al-‘Ataki al-Azdi al-Wasathi. Imam al-Mizzi menyebutkan dalam kitab Tadzhib al-Kamal, bahwa imam Syu’bah pada awalnya merupakan seorang budak dari Ubadah bin al-Aghar yang telah dibebaskan.
imam Syu’bah bin Hajjaj lahir pada masa pemerintahan khalifah Abdul Malik bin Marwan, tepatnya pada tahun 80 H. Sedangkan Abu Zaid al-Harawi mengatakan bahwa beliau lahir pada tahun 82 H. Imam Syu’bah bin Hajjaj termasuk kalangan tabiin muda. Beliau merupakan ulama hadis paling terkemuka di Bashrah pada abad kedua hijriah.
Beliau adalah salah seorang ulama yang terkenal zuhud dan wara’nya, serta memiliki tubuh yang kurus karena seringnya berpuasa. Imam Syu’bah dikenal sebagai ahli hadis yang sangat berhati-berhati dalam periwayatannya.
Imam Syu’bah memiliki banyak guru dalam periwayatan hadis, beberapa diantaranya Anas bin Sirin, Ismail bin Raja’, Amr bin Dinar, Thalhah bin Musharraf, Qatadah bin Da’amah dan Ayyub al-Sahtiyani.
Beliau mempunyai banyak murid yang meriwayatkan hadis darinya, diantaranya adalah Abdullah bin al-Mubarak, Sufyan bin Uyainah, Sufyan al-Tsauri, Syarik bin Abdillah, Yazid bin Zura’i, Ali bin Ja’ad, Waki bin Jarah, Abu Walid al-Thayalisi, dan masih banyak yang lainnya.
Penilaian Ulama Terhadap Beliau
Peranan beliau dalam ilmu hadis begitu diakui oleh para ulama setelahnya. Imam al-Syafi’i menyatakan bahwa seandainya tidak ada imam Syu’bah bin Hajjaj, maka tidak akan diketahui hadis-hadis yang ada di Irak, karena sebagian besar hadis-hadis yang tersebar di Irak diriwayatkan oleh beliau. Imam Sufyan al-Tsauri juga memujinya dengan berkata kepada imam Syu’bah bin Hajjaj: “Kamu adalah Amirul Mukminin dalam hadis”. Sehingga para ulama lainnya juga mengakui kelebihan imam Syu’bah bin Hajjaj dalam hadis, dan memberikan beliau gelar “Amirul Mukminin fi al-Hadits”.
Kakek Guru Ideologi Imam al-Bukhari
Salah satu bukti kelebihan imam Syu’bah bin Hajjaj dalam hadis adalah namanya abadi dalam banyak rantai sanad dalam kitab “Shahih al-Bukhari” yang menjadi kitab paling shahih setelah al-Quran. Hal ini karena banyak diantara murid-muridnya yang menjadi guru bagi imam al-Bukhari, padahal kita tau kalau imam al-Bukhari sangat selektif dalam memilih guru dan memasukan periwayatan hadis dalam kitabnya. Imam al-Bukhari yang mengambil banyak hadis dari murid-murid imam Syu’bah bin Hajjaj secara tidak langsung mengakui bahwa imam Syu’bah bin Hajjaj adalah ulama hadis yang terpercaya dan layak menyandang gelar “Amirul Mukminin fi al-Hadits”. Banyaknya murid imam Syu’bah yang menjadi guru Imam al-Bukhari menjadikan beliau sebaga kakek guru ideologi dalam hadis bagi imam al-Bukhari.
Murid-murid Imam Syu’bah
Diantara murid imam Syu’bah yang menjadi guru bagi imam al-Bukhari adalah Adam bin Abi Iyas, Abu Walid al-Thayalisi, Ali bin Ja’ad, Utsman bin Abi Syaibah, Hajjaj bin Minhal, Hakim bin Nafi’, Muhammad bin ‘Ar’arah, Abu al-Yaman, Sulaiman bin Harb, Hafsha bin Umar. Dari mereka imam al-Bukhari meriwayatkan hadis yang mereka dapatkan dari imam Syu’bah bin Hajjaj.
Selain imam Syu’bah bin Hajjaj, imam al-Bukhari juga menjadikan imam Malik bin Anas sebagai kakek guru ideologinya dalam hadis.
Setelah meriwayatkan banyak hadis dan memberikan peranan penting dalam perkembangan hadis, khususnya di Irak, imam Syu’bah bin Hajjaj pun wafat di tahun 160 H.
Sumber : https://majalahnabawi.com/mengenal-imam-syubah-bin-hajjaj/
Garda Depan Ilmu Hadis
Imam Syafii memberikan komentar bahwa orang Irak lebih mengenal Hadis sejak datangnya Syu’bah. Selain itu, disebutkan pula bahwa Syu’bah merupakan orang yang paling otoritatif dalam masalah Hadis pada masa itu di daerahnya.
Tidak berlebihan sebenarnya jika merujuk pada kajian ilmu-ilmu Hadis, maka hal yang menjadi poin penting dalam peruntutan otentisitas Hadis pada perspektif transmisi penyampaiannya adalah soal mendeteksi biografi tokoh-tokoh yang berada dalam suatu rantai sanad. Kualitas seorang periwayat, dari segi hapalan, adalah, serta aspek-aspek legal yang lain adalah hal utama yang perlu diperhatikan dalam usaha menyingkirkan keberadaan Hadis-Hadis yang tidak dikenal.
Salah satu tokoh yang diakui memiliki kredibilitas tinggi dalam sanad adalah Syu’bah ibn al Hajjaj. Jika Anda menengok ke kitab-kitab teks Hadis, Anda akan temui bahwa Syu’bah ini merupakan seorang yang banyak meriwayatkan Hadis-Hadis yang dinilai otentik (shahih). Sebagai tokoh dari kalangan tabi’it tabi’in, kedudukanya disejajarkan dengan tokoh-tokoh terkemuka lainnya seperti Sufyan ats Tsauri, Imam Abu Hanifah, dan banyak lainnya.
Biografi dan Sejarah Singkat
Dalam beberapa literatur, disebutkan bahwa nama Syu’bah adalah Syu’bah ibn al Hajjaj ibn al Ward al Azdiy. Dilahirkan di kota Wasith, tepatnya di desa Nahrayan, Syu’bah pada awalnya merupakan seorang mawla (budak) dari seorang pria bernama ibn ‘Atik. Ia lahir pada tahun 83 H, kemudian besar di kotanya, dan pada suatu ketika berkunjung ke Basrah.
Terkadang sebuah kunjungan dapat merubah persepsi seseorang, maka demikianlah awal ketertarikan Syu’bah pada kajian Hadis. Para kritikus Hadis, terutama dalam kajian rijaalul Hadis, menyebutkan banyak testimoni tentang keutamaan Syu’bah ibn al Hajjaj mengenai kepakaran dan kealimannya, terutama dalam bidang Hadis tentunya.
Ibn Hajar al Asqalani menyebutkan dalam kitabnya Tahdzib at Tahdzib, oleh beberapa tokoh Syu’bah dikatakan lebih baik dalam penataan dan pengkodifikasian Hadis, lalu ia pun dibandingkan dengan Sufyan ats Tsauri, mengenai riwayatnya yang lebih mapan dalam Hadis-Hadis yang berkaitan dengan hukum Islam.
Salah satu argumentasi yang dirasa tepat mengenai perbandingan dari Syu’bah dan Sufyan ats Tsauri adalah sebagaimana disampaikan oleh Muhammad ibn al ‘Abbas an Nasai,“Aku bertanya kepada Abu ‘Abdillah (salah satu gurunya, red.) tentang siapa yang lebih mengerti Hadis antara Syu’bah dan Sufyan ats Tsauri. Ia menjawab: “Sufyan adalah orang yang hafizh dan salih, sedang Syu’bah lebih paham dan lebih bersih dari Sufyan. Ia mendengar (Hadis-Hadis) hukum lebih dulu sepuluh tahun dari Sufyan ats Tsauri.” Demikian kurang lebih ibn Hajar al Asqalani.
Baiklah, mari kita lanjutkan pembahasan kita mengenai tokoh satu ini. Pada akhirnya, Sufyan ats Tsauri pun menyebutkan dalam testimoninya yang dikenal kalangan pengkaji Hadis: “Syu’bah adalah ‘amirul mu’minin fi al Hadis’ ”. Kalimat itu bukannya tanpa alasan. Disebutkan bahwa pada awalnya Syu’bah memiliki ketertarikan pada syair. Namun ketika ia mengetahui seorang alim dan ahli fikih, bernama al Hakam ibn Utaibah, mengumpulkan Hadis dan meriwayatkannya, kecondongan Syu’bah pada Hadis meningkat.
Tokoh yang memiliki kunyah Abu Bustham ini terlibat dalam pengembangan dan perbaikan kajian Hadis. Keunggulan yang dimilikinya adalah kemampuan untuk membuat sistematika yang lebih runtut dalam kajian, karena itulah ia digelari amirul mu’minin fi al Hadis.
Meminjam istilah dari beberapa ulama mengenai konsepsi madaarus sanad (pusat banyak sanad, red.) atau teori yang dikatakan Juynboll, seorang orientalis dari Belanda, mengenai common link (rantai umum) dalam jalur periwayatan Hadis. Memang pada kenyataannya, banyak Hadis yang diriwayatkan oleh suatu tingkat masa, terpusat pada beberapa orang, salah seorangnya adalah Syu’bah.Hadis yang cukup terkemuka, sekali lagi, yang diriwayatkan oleh Syu’bah adalah Hadis tentang pendustaan atas nabi, yang dinilai ulama abad pertengahan sebagai Hadis yang mutawatir.
مَنْ كَذّبَ عَلَيّ مُتَعَمِّدًا فَلْيَتَبَوَّأْ مَقْعَدَهُ مِنَ النَّارِ
Berbagai kajian dan kontroversi mengenai Hadis ini, segi sanadnya, isi maknanya, bermunculan dan menjadi suatu paradoks tersendiri, demikian kata Juynboll. Terlepas dari itu, Syu’bah telah mendapat posisi penting yang menarik dalam kedudukannya sebagai seorang tokoh yang menjadi rujukan kajian Hadis, utamanya dalam periwayatan dan rijaalul Hadis.
Kepribadian Syu’bah
Salah satu cara untuk mendeteksi hal-hal yang berkaitan dengan tokoh adalah melalui pendekatan sejarah. Dalam makna yang lebih luas, sejarah dapat berupa keterangan kisah-kisah yang disampaikan orang-orang pada zaman itu, atau mungkin melalui pelacakan bukti-bukti otentik.
Demikian pula pada pribadi Syu’bah. Secara biografis, nampaknya kisah-kisah yang berkaitan dengan tokoh ini belum cukup banyak dapat kita jumpai, atau mungkin saja memang perlu usaha menghimpun riwayat dari berbagai literatur agar dapat tergambar bagaimanakah sosok Syu’bah ini.
Salah satu karya yang berusaha mengumpulkan mengenai kepribadian seorang Syu’bah ibn al Hajjaj adalah Hikayat Syu’bah ibn al Hajjaj yang disusun Abdullah ibn Muhammad al Baghawi pada kurun abad ke 3-4 Hijriyah. Sedikit yang bisa disampaikan dari karya tersebut adalah bahwa Syu’bah amat mempengaruhi kultur pengkajian Hadis di daerah Basrah, kemudian tercatat pula ia berkunjung ke Baghdad.
Imam Syafii memberikan komentar bahwa orang Irak lebih mengenal Hadis sejak datangnya Syu’bah tersebut. Selain itu, disebutkan pula bahwa Syu’bah merupakan orang yang paling otoritatif dalam masalah Hadis pada masa itu di daerahnya. Seorang tokoh dari Timur Tengah, yang bernama Ahmad Farid, mengarang sebuah kitab berjudul Min a’laamis salaf yang telah diterjemahkan ke bahasa Indonesia berjudul Biografi 60 Ulama Ahlussunnah.
Salah satu yang ia muat adalah keterangan mengenai Syu’bah, ia menyebutkan ciri fisiknya yang kurus kering karena seringnya melakukan ibadah, salah satunya puasa menahun. Sebagai seorang ulama besar, kapasitas dalam kezuhudan, wara’, qana’ah, maka tentu ia memiliki standar tersendiri dalam maqamat kesalehan, pun Syu’bah dikatakan termasuk orang yang kurang berkecukupan.
Terlepas dari itu, minat pada Hadis yang amat besar mengantarkan Syu’bah menjadi seorang tokoh yang memiliki transendensi tidak hanya dalam ibadah, tetapi juga dalam keilmuan. Pantaslah jika para ulama abad pertengahan menyanjungnya sebagai pemimpin, orang-orang garda depan dalam kajian Hadis.
Hadis Puasa: Riwayat Syu’bah
Sejenak kita singgung tentang biografi singkat Syu’bah ibn al Hajjaj di atas, kita akan membahas mengenai Hadis yang kiranya cukup terkenal di masyarakat, yang pada periwayatannya ternyata salah satunya disampaikan oleh Syu’bah,
“Adam berkata kepada kami, (ia berkata), Syu’bah menyampaikan kepada kami, (ia berkata) Muhammad ibn Ziyad menyampaikan kepada kami ia berkata saya mendengar dari Abu Hurairah dari Nabi, meriwayatkan dari Tuhanmu bahwa Dia berfirman: “Untuk setiap perbuatan terdapat kafarah (tebusan), dan puasa untuk-Ku dan Aku yang akan membalasnya (puasanya). Sesungguhnya bau mulut orang yang berpuasa lebih wangi di sisi Allah dari aroma minyak kesturi,”
Hadis ini diriwayatkan oleh Bukhari, juga Muslim dalam Shahih mereka. Anda tahu, signifikansi dari Hadis ini amat besar, terkait dengan kedudukannya pula yang termasuk Hadis qudsi, juga para perawi di rantai sanad ini termasuk orang-orang yang kredibel. Salah satu pelajaran yang dapat kita petik dari Hadis ini adalah bahwa puasa adalah sesuatu ibadah yang utama, karena transenden langsung menuju Yang Maha Kuasa, dan Dia berjanji akan membalas pelaku ibadah itu sendiri. Hal-hal yang dilakukan seorang yang berpuasa, akan menjadi lebih baik balasannya. Syu’bah memiliki derajat yang mulia karena ilmu dan amal. Orang-orang yang beriktikad baik akan mampu mengikuti jejaknya, semoga.
Wallahu a’lam
Sumber : https://majalahnabawi.com/sejarah-tafsir-al-quran/
