Thalhah bin ‘Ubaidillah Al Fayadl
Nama
Thalhah bin Ubaidillah bin ‘Utsman bin ‘Amr bin Ka’ab bin Sa’ad bin Taim bin Murrah bin Ka’ab bin Lu’ai bin Ghalib bin Fihr bin Malik. Nasab Thalhah bin Ubaidillah bertemu dengan nasab Abu Bakar Ash Shiddiq di Taim bin Murrah dan bertemu dengan nasab Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam di Murrah bin Ka’ab.
Kunyah
Thalhah bin Ubaidillah memiliki kunyah Abu Muhammad.
Lakab (Julukan)
Thalhah bin Ubaidillah dijuluki dengan Al-Khair (الخير), Al-Fayyadh (الفياض), dan Al-Jud (الجود). Sebagaimana Rasulullah memberikan julukan kepadanya.
Kelahiran
Thalhah bin Ubaidillah dilahirkan di Makkah 15 tahun sebelum kenabian.
Ciri Fisik
Thalhah bin Ubaidillah berkulit putih kemerahan, perawakannya bagus, tinggi badan sedang, memiliki bentuk dada yang lebar, memiliki wajah yang tampan, dan telapak kaki yang besar. Apabila menoleh, maka seluruh tubuh akan mengikuti ke mana beliau menoleh.
Sebab keIslamannya
Thalhah bin Ubaidillah masuk Islam melalui dakwah Abu Bakar Ash-Shiddiq. Beliau merupakan salah satu dari delapan orang yang awal-awal masuk Islam. Dalam sebuah kisah, tatkala Thalhah sedang berada di pasar Bashra, beliau mendengar kabar dari seorang rahib tentang kemunculan Nabi di tanah Makkah. Kemudian Thalhah bertanya kepada Rahib tersebut tentang kemunculan Nabi yang bernama Ahmad. Setelah itu, Thalhah bergegas kembali ke Makkah untuk memastikan kisah Rahib dan mendapati bahwasanya kabar ini telah menjadi perbincangan ahli Makkah. Kabar tersebut adalah kenabian Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam. Setelah itu, Thalhah mendatangi Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam bersama Abu Bakar dan akhirnya masuk Islam.
Jasa-jasa
Thalhah bin Ubaidillah merupakan sahabat yang memiliki keberanian dan selalu terdepan di dalam medan peperangan. Di samping itu, beliau dikenal pula dengan kebaikan dan kedermawanannya. Thalhah merupakan salah satu di antara sahabat yang memiliki harta yang melimpah. Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam memberikan julukan kepada Thalhah dengan julukan pemilik kebaikan yang banyak dan melimpah dikarenakan banyaknya kebaikan yang telah beliau berikan untuk Islam dan kaum muslimin. Di antara kebaikan-kebaikan beliau adalah:
Pertama: Membeli sumur untuk kebutuhan air kaum muslimin dan menyembelih hewan untuk kebutuhan makan mereka.
Kedua: Menginfakkan harta yang banyak untuk mempersiapkan berbagai peperangan.
Ketiga: Menebus sepuluh kaum muslimin yang tertawan saat perang badar.
Keempat: Menjual tanahnya seharga 700.000 dirham, kemudian tidak menghabiskan malamnya dengan tidur, sedangkan hartanya masih ada padanya, dan bersegera untuk membagikannya hingga terbit Subuh.
Kelima: Bersedekah sebanyak 100.000 dirham.
Keenam: Mengirimkan 10.000 dirham setiap tahunnya kepada ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha agar dibagikan kepada kaum muslimin yang miskin.
Ketujuh: Thalhah tidak meninggalkan orang yang terjerat utang dari kaumnya, kecuali Thalhah menanggung dan menyelesaikan urusan utangnya. Dalam sebuah kisah, Thalhah pernah membayar utang milik ‘Ubaid bin Ma’mar sebesar 80.000 dirham. Pernah juga membayar harta seorang laki-laki dari kaumnya sebesar 10.000 dirham.
Keutamaan Thalhah bin Ubaidillah
Begitu banyak keutamaan Thalhah bin Ubaidillah radhiyallahu ‘anhu. Di antaranya:
Pertama: Tetangga Rasulullah di surga
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam memberikan kabar gembira berupa surga kepada Thalhah bin Ubaidillah di berbagai kesempatan. Dalam sebuah hadis yang diriwayatkan Imam At-Tirmidzi dan diriwayatkan pula oleh Al-Hakim dan disahihkan Al-Hakim. Bahwasanya ‘Ali radhiyallahu ‘anhu mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,
طلحة والزبير جاراي في الجنة
“Thalhah dan Zubair tetanggaku di surga.”
Kedua: Seorang Syahid yang berjalan di bumi
Thalhah bin Ubaidillah mendapatkan gelar yang sangat mulia, yaitu “Syahid yang berjalan di muka bumi”. Dari Jabir bin ‘Abdillah, ia mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasalam bersabda,
مَنْ من سَرَّه أَنْ يَنْظُرَ إلى شَهِيدٍ يَمْشي عَلَى وَجْهِ الأَرْضِ فَلْينْظُرْ إلى طَلْحَةَ بْنِ عُبَيْدِ اللهِ
“Siapa yang ingin melihat seorang syahid yang berjalan di atas muka bumi, lihatlah pada Thalhah bin Ubaidillah.” (HR. Tirmidzi dan Ibnu Majah. Syekh Al-Albani mengatakan bahwa hadis ini sahih.)
Dalam hadis ini, terdapat kesaksian dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bahwa Thalhah bin Ubaidillah merupakan seorang syahid di jalan Allah dan ini merupakan keutamaan yang agung yang dimiliki olehnya.
Ketiga: Perisai Rasululllah
Kisah paling menonjol yang menunjukkan ketabahan Thalhah adalah ketika dia bersama Nabi serta sekelompok kecil sahabat bertahan dalam perang Uhud. Ketika itu, Thalhah bersama beberapa sahabat berjuang dalam pertempuran paling sengit dan tetap tabah membela Nabi dengan segala daya yang dimiliki. Lebih dari tujuh puluh lima luka tusukan, sabetan, dan pukulan tidak menggoyahkan sahabat ini dari kecintaannya untuk melindungi baginda Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam.
Diriwayatkan oleh Jabir bin Abdillah, dia menceritakan, “Ketika peperangan di lereng Uhud semakin berkecamuk, pasukan kaum muslimin mulai berlarian menjauh. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersama dua belas orang sahabat Anshar terkepung oleh pasukan musyrikin. Salah satu dari Sahabat tersebut adalah Thalhah.”
Keempat: Mendapatkan pahala perang Badr
Thalhah bin Ubaidillah merupakan salah satu sahabat yang menetap di Makkah bersama Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam sebelum hijrah. Di Makkah, Thalhah bersabar atas gangguan dari orang-orang kafir Quraisy. Setelah Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam hijrah, Thalhah pun ikut hijrah dan senantiasa mengikuti perang yang dilakukan Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam, kecuali perang Badar. Absennya Thalhah disebabkan karena Nabi Muhammad mengirim Thalhah untuk memata-matai kafilah dagang milik Abu Sufyan. Thalhah merasa sedih karena tidak bisa mengikuti perang Badar.
Tetapi, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam meyakinkannya bahwa Thalhah akan mendapat pahala yang setara dengan para pejuang Badar dan Rasulullah memberikan kepada Thalhah bagian dari ghanimah (harta rampasan perang) sebagaimana orang-orang yang turut berperang.
Kelima: Sahabat yang kaya dan dermawan
Rasulullah memberikan gelar kepada Thalhah karena keistimewaan yang dimilikinya, yaitu Thalhah Al-Khair (Thalhah yang baik), Thalhah Al-Fayyadh (Thalhah yang melimpah kebaikannya), dan Thalhah Al-Jud (Thalhah yang dermawan). Thalhah termasuk sahabat yang sangat kaya. Thalhah merupakan seorang pedagang yang sukses dan memiliki harta yang melimpah. Dengan kekayaannya, Thalhah menjadi salah satu sahabat yang dermawan dan banyak membantu Islam dan kaum muslimin dengan hartanya.
Thalhah pernah mendapatkan harta dari Hadramaut berupa lembah di Yaman senilai 700.000 dirham (setara dengan Rp. 35 miliar saat ini). Kemudian istrinya, menyarankan untuk membagikan harta tersebut pada fakir miskin. Thalhah pun menyetujui saran istrinya dan membagikan hartanya hingga tak tersisa sedikit pun.
Wafat
Thalhah bin Ubaidillah wafat pada 30 H dengan usia 62 tahun. Thalhah syahid tertusuk panah pada lehernya pada saat perang Jamal. Diriwayatkan bahwa yang membunuhnya adalah Marwan bin Al-Hakam Al-Umawiy.
***
Penulis: Gazzeta Raka Putra Setyawan
Artikel: Muslim.or.id
Sumber:
Diterjemahkan dan disusun ulang oleh penulis dari:
https://altawhed.net/article.php?id=737
https://islamonline.net/طلحة-بن-عبيد-الله/
https://alukah.net/sharia/ طلحة-بن-عبيد-الله-رضي-الله-عنه/
Sumber: https://muslim.or.id/95969-biografi-thalhah-bin-ubaidillah.html
Copyright © 2025 muslim.or.id
Ini adalah kisah seorang sahabat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam yang mulia, seorang syahid yang meletakan kakinya di muka bumi dalam keadaan ia telah mengetahui bahwasanya ia adalah penghuni surga. Dialah Thalhah bin Ubaidillah Al-Qurasyi At-Taimi Abu Muhammad radhiyallahu ’anhu.
Ia merupakan salah satu sahabat dari sepuluh sahabat yang dijamin masuk surga. Dari ‘Abdurrahman bin ‘Auf radhiyallahu ‘anhu, ia berkata, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,
أَبُو بَكْرٍ فِى الْجَنَّةِ وَعُمَرُ فِى الْجَنَّةِ وَعُثْمَانُ فِى الْجَنَّةِ وَعَلِىٌّ فِى الْجَنَّةِ وَطَلْحَةُ فِى الْجَنَّةِ وَالزُّبَيْرُ فِى الْجَنَّةِ وَعَبْدُ الرَّحْمَنِ بْنُ عَوْفٍ فِى الْجَنَّةِ وَسَعْدٌ فِى الْجَنَّةِ وَسَعِيدٌ فِى الْجَنَّةِ
وَأَبُو عُبَيْدَةَ بْنُ الْجَرَّاحِ فِى الْجَنَّةِ
“Abu Bakar di surga. Umar di surga. Utsman di surga, Ali di surga. Thalhah di surga. Zubair di surga. ‘Abdurrahman bin ‘Auf di surga. Sa’ad di surga. Said di surga. Abu Ubaidah bin Jarrah di surga.” (HR. Tirmidzi dan Ahmad)
Thalhah juga merupakan salah satu dari delapan sahabat yang pertama masuk Islam. Thalhah juga merupakan salah satu dari enam sahabat yang masuk Islam dengan perantara Abu Bakar As-Shidiq. Ia juga merupakan salah satu dari enam sahabat yang menjadi Ashabu Syura yang ditunjuk oleh Umar bin Khattab radhiyallahu ‘anhu. Singkatnya, beliau adalah salah satu sahabat Rasulullah yang mulia dan memiliki banyak keutamaan.
Masa Kecil dan Awal Thalhah Masuk Islam
Thalhah bin Ubaidilah lahir di Makkah. Ia merupakan keturunan dari keluarga yang terkemuka di Makkah. Ayahnya adalah Ubaidillah. Ia adalah termasuk pemuka Makkah dan orang yang terhormat di Makkah. Ibunya adalah Sha’bah binti Abdullah. Kakeknya adalah Wahab bin Abdullah yang merupakan orang dermawan dan murah hati.
Thalhah tumbuh dan dididik di bawah pengasuhan kedua orang tuanya. Ia dididik dan belajar dari kedua orang tuanya berbagai akhlak mulia dan sifat-sifat yang terpuji. Ia menghabiskan masa kecilnya di Makkah. Thalhah juga pandai memanah dan pandai menggunakan tombak. Ia juga sangat mengenali berbagai penjuru kota Makkah, mulai dari pegunungan dan perbukitannya.
Setelah tumbuh dewasa, ia menikahi Hamnah binti Jahsy, saudarinya Zainab binti Jahsy yang merupakan istri Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Seiring dengan tumbuh menjadi dewasa, Thalhah merasa kota tempat ia tumbuh menjadi terasa sempit dan memutuskan menjadi seorang pedagang, hingga ia pun mengenal daerah Syam dan Basra. Thalhah pun dikenal sebagai pedagang yang jujur dan murah hati.
Ketika Thalhah mendengar kabar tentang diutusnya Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam sebagai rasul dan Abu Bakar beriman kepada Rasulullah, tanpa ragu Thalhah pun langsung meyakini bahwa apa yang disampaikan oleh Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam adalah kebenaran. Bagaimana tidak? Rasulullah merupakan seorang yang amanah yang tidak mungkin berdusta, lalu Abu Bakar juga merupakan orang yang amanah juga. Bagaimana mungkin dua orang yang mulia ini bersatu dalam kemungkaran? Sehingga Thalhah pun tanpa ragu bersyahadat dan masuk Islam.
Kabar Syahidnya Thalhah
Di antara keutamaan Thalhah adalah telah dikabarkan sebagai seorang syahid sebagaimana hadis yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah radhiyallahu ’anhu, ketika Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam berada di bukit Hira, lalu berguncang, lalu beliau bersabda,
اسكن حراء! فما عليك إلا نبى أو صديق أو شهيد، وعليه النبي ﷺ وأبو بكر وعمر وعثمان وعلى وطلحة والزبير وسعد بن أبي وقاص رضى الله عنهم
“Diamlah Hira! Sesungguhnya di atasmu ada seorang Nabi, ada shidiq, dan syahid.” Dan di atasnya ada Nabi shallallahu ‘alaihi wasalam, Abu Bakar, Umar, Utsman, Ali, Thalhah, Zubair, dan Sa’ad bin Abi Waqash radiyallahu‘anhum.” (HR. Muslim)
Sejak mendengar kabar syahid tersebut, Thalhah pun terus mencari syahidnya di setiap pertempuran. Ia mengikuti semua pertempuran bersama Rasulullah, kecuali pertempuran Badr. Ketika itu, ia sedang melakukan misi pengintaian terhadap Kafilah dagang Quraisy sehingga terlewatlah kesempatan Thalhah untuk mengejar syahidnya di perang Badr.
Perang Uhud
Ketika perang Uhud, Thalhah seperti biasanya berusaha mencari syahid di perang Uhud. Sebagaimana perang sebelumnya, muslimin yang kalah jumlah dari prajurit kaum musyrikin bisa memukul mundur pasukan musyrikin dan bisa memenangkan perang tersebut. Akan tetapi, kali ini pasukan kaum muslimin melakukan kesalahan yang menyebabkan kalahnya kaum muslimin di perang Uhud.
Pasukan pemanah yang diperintahkan oleh Rasulullah untuk mempertahankan posisi di bukit meninggalkan posisinya. Mereka tergoda dengan ghanimah kaum musyrikin yang berkilauan sehingga meninggalkan posisinya. Hingga tinggal tersisa sepuluh orang saja yang berjaga di atas bukit. Melihat kesempatan ini, Khalid bin Walid (yang ketika itu belum masuk Islam) melihat kesempatan untuk menyerang dan membalikkan keadaan.
Imbas dari serangan balik dari Khalid ini adalah pasukan musyrikin yang sudah kalah melakukan serangan balik dan membalikan keadaan. Banyak dari pasukan kaum muslimin yang syahid ketika itu. Rasulullah pun terkepung oleh pasukan musyrikin. Kaum muslimin terkepung dan kaum musyrikin mengepung Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam hingga tersisa beberapa orang saja yang melindungi Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam.
Dari Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu,
أن رسول الله ﷺ أفرد يوم أحد في سبعة من الأنصار ورجلين
من قريش فلما رهقوه؛ قال: من يردّهم عنا وله الجنة؟» أو «هو رفيقي في
الجنة فتقدم رجل من الأنصار فقاتل حتى قتل، ثم رهقوه أيضا فلم يزل كذلك
حتى قتل السبعة، فقال رسول الله ﷺ لصاحبيه – أي القرشيين -: «ما أنصفنا
أصحابنا
“Bahwasanya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam ketika perang Uhud hanya bersama tujuh orang Anshar dan dua orang Quraisy. Ketika mereka (pasukan musyrikin) menyerang Rasulullah, ia berkata, ‘Barangsiapa yang menghadapi mereka, maka baginya surga.’ atau ‘Ia bersamaku di surga.’ Maka, majulah salah seorang dari kalangan Anshar dan berperang hingga terbunuh, lalu mereka kembali menyerang. Hal tersebut berlangsung hingga terbunuhlah tujuh orang (Anshar). Maka, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam pun berkata kepada dua sahabatnya, yaitu dua orang Quraisy, “Kita tidak berbuat Adil pada sahabat-sahabat kita.”
Dua orang sahabat yang tersisa bersama Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam tersebut adalah Thalhah bin Ubaidillah dan Sa’ad bin Abi Waqash.
Pada pertempuran tersebut, Thalhah berjuang untuk melindungi Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam hingga ia mendapatkan banyak luka di seluruh tubuhnya. Thalhah menerima sekitar tiga puluh hingga tiga puluh lima luka di seluruh badannya. Kepalanya terluka, urat nadinya terpotong, dan jari telunjuk dan jari tengahnya lumpuh.
Walaupun Thalhah dalam keadaan terluka hingga tidak sadarkan diri, ia tetap melindungi Rasulullah. Setiap kali pasukan musyrikin datang, Thalhah melawannya. Thalhah membawa Rasulullah mundur, hingga akhirnya ia menyandarkan Rasulullah di sebuah bukit.
Akibat perjuangan Thalhah tersebut, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam pun bersabda,
أوجب طلحة حين صنع برسول الله ما صنع
”Thalhah berhak mendapatkan surga karena apa yang telah ia perbuat untuk Rasulullah.”
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam juga bersabda,
من أحب أن ينظر إلى شهيد يمشي على وجه الأرض فلينظر إلى طلحة بن عبيدالله
“Barangsiapa yang ingin melihat seorang syahid yang berjalan di atas muka bumi, maka lihatlah Thalhah bin Ubaidillah.”
Sungguh besar jasa dan pengorbanan Thalhah di perang Uhud. Diriwayatkan dari Aisyah radhiyallahu ’anha bahwa ketika Abu Bakar radhiyallahu ‘anhu berbicara tentang perang Uhud, ia berkata,
ذلك اليوم كله لطلحة
“Hari itu (Perang Uhud) semuanya untuk Thalhah.”
Itulah kisah perjuangan dan pengorbanan Thalhah ketika perang Uhud. Kisah seorang syahid yang berjalan di muka bumi berjuang melindungi Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam.
Sumber: https://muslim.or.id/96517-kisah-thalhah-bin-ubaidillah-bag-1.html
Sifat mulia Thalhah
Thalhah bin Ubaidillah radhiyallahu ’anhu merupakan sahabat mulia yang telah dikabarkan akan syahidnya. Ia juga merupakan salah satu dari sepuluh sahabat yang dijamin masuk surga. Thalhah juga merupakan sahabat yang membersamai dan melindungi Rasulullah di perang Uhud ketika kaum musyrikin membalikkan keadaan dan mengepung kaum muslimin.
Thalhah bin Ubaidillah radhiyallahu ’anhu merupakan seorang sahabat dengan adab yang mulia terhadap Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam. Adab Thalhah yang mulia tersebut sangat tampak ketika perang Uhud terjadi. Syekh Mahmud Al-Mishri dalam kitab Ashabu Rasulillahi shallallahu ’alaihi wasallam berkata,
يظهر ذلك جليًا أثناء انسحاب رسول الله ﷺ أحد ؛ قال ابن إسحاق : نهض رسول الله إلى الصخرة من الجبل ليعلوها ، وكان قد بدن وظاهر بين درعين، فلما ذهب لينهض لم يستطع، فجلس تحته طلحة بن عبيد الله حتى استوى عليها لقد أصاب العرج إحدى رجلى طلحة رضى الله عنه أثناء دفاعه عن النبي ﷺولما حمل طلحة النبي ﷺ
كلف استقامة المشى أدباً مع رسول الله ﷺ ، لئلا يشق على النبي ﷺ
فاستوت رجله العرجاء لهذا التكلُّف، فشفى من العرج
“Hal tersebut (adab Thalhah) tampak dengan jelas ketika Rasulullah mundur dari peperangan Uhud. Ibnu Ishaq berkata, ‘Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bangkit menuju batu besar di bukit untuk menaikinya. Ketika itu, tubuh beliau sudah melemah dan mengenakan dua lapis baju besi. Ketika berusaha menaikinya, beliau tidak mampu. Maka, duduklah Thalhah bin Ubaidillah di bawahnya hingga beliau bisa menaiki bukit tersebut. Ketika itu, salah satu kaki Thalhah radhiyallahu ’anhu terluka ketika melindungi Nabi shallallahu ’alaihi wasallam. Ketika Thalhah membawa Nabi shallallahu ’alaihi wasallam, ia paksakan untuk berjalan dengan normal sebagai adab terhadap Rasulullahi shallallahu ‘alaihi wasallam, agar tidak memberatkan Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam. Ketika Thalhah paksakan untuk berjalan normal ketika kakinya sakit, maka kakinya malah sembuh dari rasa sakit.’”
Selain merupakan seorang sahabat yang merupakan pejuang yang gigih di medan perang dan selalu berusaha mencari syahid di setiap peperangan, Thalhah juga memiliki sifat-sifat mulia lainnya yang patut diteladani. Thalhah bin Ubaidillah merupakan salah satu sahabat yang terkenal dermawan dan selalu menginfakkan hartanya. Thalhah merupakan seorang yang hatinya tidak tenang ketika di tangannya ada harta yang banyak hingga ia menyedekahkan sebagian besar dari hartanya.
Syekh Mahmud Al-Mishri menyebutkan beberapa kisah kedermawanan Thalhah di kitab Ashabu Rasulillahi shallallahu ‘alaihi wasalam,
عن موسى عن أبيه) طلحة (أنه أتاه مال من حضرموت سبع مئة ألف، فبات ليلته يتململ فقالت له زوجته :ما لك؟ قال تفكرت منذ الليلة، فقلت: ما ظن رجل بربه يبيت وهذا المال في بيته؟ قالت: فأين أنت عن بعض أخلائك فإذا أصبحت، فادع بجفان وقصاع فقسمه فقال لها : رحمك الله إنك موفقة بنت موفق، وهي أم كلثوم بنت الصديق، فلما أصبح، دعا بجفان، فقسمها بين المهاجرين والأنصار، فبعث إلى على منها بجفنة، فقالت له زوجته :أبا محمد ! أما كان لنا في هذا المال من نصيب؟ قال: فأين كنت منذ اليوم؟ فشأنك بما بقى قالت: فكانت صرة فيها نحو ألف درهم
“Dari Musa, dari ayahnya (Thalhah) bahwasanya ia telah membawa harta dari Hadramaut sebanyak tujuh ratus ribu (dirham). Ketika malam hari, ia gelisah tidak bisa tidur, maka istrinya berkata padanya, ‘Ada apa denganmu?’ Thalhah berkata, ‘Aku terpikirkan suatu hal sejak malam.’ Aku (Thalhah) berkata, ‘Apa dugaan seorang hamba terhadap Rabbnya, ia bermalam sementara harta ini ada di rumahnya?’ Maka, istrinya berkata, ‘Apakah engkau lupa pada sahabat-sahabatmu? Ketika pagi tiba, mintalah nampan dan mangkuk besar dan bagikanlah.’ Maka, Thalhah berkata, ‘Semoga Allah merahmatimu. Sesungguhnya kamu adalah orang yang diberi taufik, anak perempuan dari orang yang diberi taufik.’ Dia adalah Ummu Kultsum binti As-Shiddiq. Tatkala pagi tiba, ia meminta nampan-nampan dan membagikan harta tersebut kepada para Muhajirin dan Anshar. Ia mengirimkan satu nampan untuk Ali (bin Abi Thalib). Istrinya berkata pada Thalhah, ‘Abu Muhammad! Apakah kita dapat bagian dari harta ini?’ Thalhah berkata, ‘Ke mana saja engkau hari ini? Bagianmu apa yang tersisa.’ Ia berkata, ‘Yang tersisa adalah sebuah kantong yang isinya seribu dirham.’”
Beliau juga menyebutkan kisah lain tentang kedermawan Thalhah,
وعن سعدى بنت عوف المرية قالت: دخلت على طلحة يوما وهو خاثر فقلت: ما لك؟ لعل رابك من أهلك شيء؟ قال: لا والله ونعم خليلة المسلم أنت، ولكن مال عندى قد غمنى. فقلت: ما يَغُمك ؟ عليك بقومك، قال: يا غلام !ادع لی قومی فقسمه فيهم فسألت الخازن كم أعطى؟ قال: أربع مئة ألف
“Dari Su’da binti Auf Al-Muriyyah, ia berkata, ‘Suatu hari aku menemui Thalhah dan ia dalam keadaan tidak bersemangat.’ Maka, aku berkata, ‘Ada apa denganmu? Barangkali ada sesuatu dari keluargamu yang membuatmu bimbang?’ Thalhah berkata, ‘Demi Allah tidak ada, sebaik-baiknya teman seorang muslim adalah kamu, akan tetapi harta yang ada padaku yang membuatku gelisah.’ Aku bertanya, ‘Untuk apa kamu gelisah? Bagikan saja pada kaummu.’ Thalhah berkata, ‘Wahai pelayan! Panggilkan kaumku.’ Lalu, ia membagikan harta tersebut pada mereka. Maka, aku bertanya pada pelayan, ‘Berapa yang diberikan?’ Ia berkata, ‘Empat ratus ribu.’ “
Kisah kedermawanan Thalhah lainnya yang Syekh sebutkan adalah,
وعن الحسن البصرى أن طلحة بن عبيد الله باع أرضاً له بسبع مئة ألف. فبات أرقا من مخافة ذلك المال، حتى أصبح ففرقه
“Dari Hasan Al-Bashri bahwasanya Thalhah bin Ubaidilah menjual tanah miliknya seharga tujuh ratus ribu. Maka, ia tidak bisa tidur karena harta tersebut, hingga pada pagi hari ia membagikannya.”
Itulah beberapa sifat mulia yang dimiliki Thalhah bin Ubaidillah radhiyallahu ’anhu yang sepatutnya untuk ditiru oleh kaum muslimin.
Syahidnya Thalhah
Setelah Utsman bin Affan radhiyallahu ’anhu terbunuh, kaum muslimin terbagi menjadi dua kelompok. Kelompok Aisyah radhiyallahu ’anha yang menuntut terhadap darah Utsman dan kelompok Ali bin Abi Thalib yang memilih untuk menunda tuntutan tersebut karena keadaan yang belum stabil dan banyaknya jumlah pembunuh Utsman.
Ketika dua kelompok tersebut bertemu untuk berunding, para pemberontak yang membunuh Utsman melakukan makar karena mereka merasa tidak aman. Hal tersebut menimbulkan kesalahpahaman di antara dua kelompok tersebut sehingga terjadilah perang Jamal.
Ketika perang tersebut terjadi, Thalhah dan Zubair bin Awwam radhiyallahu ’anhuma memutuskan untuk tidak ikut perang tersebut karena melihat Ammar bin Yasir radhiyallahu ’anhu berada di barisan Ali bin Abi Thalib. Keduanya teringat sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam terhadap Ammar radhiyallahu ’anhu.
تقتلك الفئة الباغية
“Engkau akan terbunuh oleh kelompok pemberontak.” (HR. Muslim)
Akan tetapi, ketika Thalhah dan Zubair mundur dari peperangan keduanya terbunuh. Zubair terbunuh oleh Amr bin Jurmuz yang membunuh Zubair dengan cara yang licik ketika Zubair bin Awwam mundur dari peperangan. Adapun Thalhah, ia terkena panah oleh Marwan bin Hakam. Thalhah terkena panah pada lututnya dan lukanya terus mengalirkan darah hingga Thalhah bin Ubaidillah pun syahid ketika itu.
Gugurnya Thalhah bin Ubaidillah pada insiden ini membuat Ali bin Abi Thalib dan Aisyah radhiyallahu ’anhuma menyesal atas kejadian tersebut. Dari Thalhah bin Mutharif,
أن عليا انتهى إلى طلحة وقد مات، فنزل عن دابته وأجلسه ومسح الغبار عن وجهه ولحيته، وهو يترحم عليه، وقال:ليتني مت قبل هذا بعشرين سنة
“Ali mendekati Thalhah dan ia telah meninggal. Ia pun turun dari tunggangannya, lalu mendudukkan Thalhah, lalu mengusap debu dari wajah dan janggutnya. Ali pun mendoakan rahmat untuknya. Ali berkata, “Seandainya aku mati dua puluh tahun sebelumnya.” (Diriwayatkan oleh Thabrani dan sanadnya hasan)
Dengan ini, berakhirlah kisah Thalhah bin Ubaidillah radhiyallahu ’anhu, seorang sahabat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam yang mulia.
***
Penulis: Firdian Ikhwansyah
Artikel: Muslim.or.id
Sumber:
Kitab Ashabu Rasulillah shallallahu ‘alaihi wasallam, karya Syekh Mahmud Al-Mishri
Sumber: https://muslim.or.id/96517-kisah-thalhah-bin-ubaidillah-bag-2.html
Copyright © 2025 muslim.or.id
