• Beribadalah kamu sampai datang "Haqqul Yakin" (kematian)
Selasa, 28 Januari 2025

Uraian Materi Ulumul Qur’an-1

Bagikan

Daftar Isi : (klik Menu menuju Isinya dan klik kembali menuju ke Menu) 

  1. Pengertian Ulumul Qur’an
  2. Ruang Lingkup Pembahasan Ulumul Al-Qur’an
  3. Cabang–cabang (Pokok Bahasan) Ulumul Al-Qur’an
  4. Urgensi ‘Ulum al-Qur’an
  5. Metode ‘Ulum al-Qur’an
  6. Tujuan dan Kegunaan ‘Ulum al-Qur’an
  7. Perkembangan Ulumul Al-Qur’an

1. Pengertian Ulumul Qur’an

Kata Ulumul Qur’an berasal dari bahasa Arab yang terdiri dari dua kata, yaitu “Ulum” dan “Al-Qur’an”. Kata ulum adalah bentuk jamak dari kata “ilmu” yang berarti ilmu-ilmu. Kata ulum yang disandarkan pada kata Al-Qur’an telah memberikan pengertian bahwa ilmu ini merupakan kumpulan sejumlah ilmu yang berhubungan dengan Al-Qur’aW n, baik dari segi keberadaanya sebagai Al-Qur’an maupun dari segi pemahaman terhadap petunjuk yang terkandung di dalamnya.

Adapun definisi ‘ulum alqu’an secara istilah, para ulama memberikan redaksi yang berbeda beda, sebagimna dijelaskan berikut ini :

1. Menurut Manna ‘Al-Qaththan
“Ilmu yang mencangkup pembahasan pembahasan yang berkaitan dengan Al-Qur’an dari sisi informasi tentang asbab an-nuzul (sebab-sebab turunnya Al-Qur’an), kodifikasi dan tertib penulisan Al-Qur’an, ayat-ayat yang diturunkan di mekkah dan ayat-ayat yang diturunkan di madinah, dan hal-hal yang lain yang berkaitan dengan Al-Qur’an.”

2. Menurut Az-Zarqani
“Beberapa pembahasan yang berkaitan dengan Al-Qur’an, dari sisi turun, urutan penulisan, kodifikasi, cara membaca, kemukjizatan, nasikh, munsukh, dan penolakan hal-hal yang bisa menimbulkan keraguan terhadapnya, serta hal-hal lain.”

3. Menurut Abu Syahbah
“Sebuah ilmu yang memiliki banyak objek pembahasan yang berhubungan dengan Al-Qur’an, mulai proses penurunan, urutan penulisan, penulisan, kodifikasi, cara membaca, penafsiran, kemukjizatan, nasikh-mansukh, muhkan-mutasyabih, sampai pembahasan-pembahasan lain.”

Walaupun dengan redaksi yang sedikit berbeda, ketiga definisi di atas memiliki maksud yang sama. Sehingga ketiga ulama tersebut sepakat bahwa ‘ulumul qur’an adalah sejumlah pembahasan yang berkaitan dengan Al-Qur’an.

2. Ruang Lingkup Pembahasan Ulumul Al-Qur’an

Berkenaan dengan persoalan ini, M. Hasbi Ash-Shiddieqi berpendapat bahwa ruang lingkup pembahasan ulumul Qur’an terdiri atas enam hal pokok berikut ini.

1. Persoalan turunnya Al-Qur’an
1.1. Waktu dan tempat turunnya Al-Qur’an
1.2. Sebab-sebab turunnya Al-Qur’an
1.3. Sejarah turunnya Al-Qur’an

2. Persoalan sanad
2.1. Riwayat mutawatir
2.2. Riwayat ahad
2.3. Riwayat syadz
2.4. Macam-macam Qira’at Nabi
2.5. Para perawi
2.6. Cara-cara penyebaran riwayat

3. Persoalan Qira’at.
3.1. Cara berhenti
3.3. Cara memulai
3.4. Imalah
3.5. Bacaan yang dipanjangkan
3.6. Bacaan hamzah yang diringankan
3.7. Bunyi huruf yang sukun dimasukan pada bunyi sesudahnya

4. Persoalan kata-kata Al-Qur’an
4.1. Kata-kata Al-Qur’an yang asing
4.2. Kata-kata Al-Qur’an yang berubah-ubah harakat akhirnya
4.3. Kata-kata Al-Qur’an yang mempunyai makna serupa
4.4. Padanan kata-kata Al-Qur’an
4.5. Isti’arah
4.6. Tasybih

5. Persoalan makna-makna Al-Qur’an yang berkaitan dengan hukum
5.1. Makna umum yang tetap dalam keumumannya
5.2. Makna umum yang dimaksudkan makna khusus
5.3. Makna umum yang maknanya dikhususkan sunnah
5.4. Nash
5.5. Makna lahir
5.6. Makna global
5.7. Makna yang diperinci
5.8. Makna yang tunjukan oleh konteks pembicaraan
5.9. Makna yang dapat dipahami dari konteks pembicaran
5.10. Nash yang petunjuknya tidak melahirkan keraguan
5.11. Nash yang musykil ditafsirkan karena terdapat kesamaran didalamnya
5.12. Nash yang maknanya tersembunyi karena suatu sebab yang terdapat pada kata itu sendiri
5.13. Ayat yang menghapus dan yang dihapus
5.14. Yang didahulukan
5.15. Yang diakhirkan

6. Persoalan makna Al-Qur’an yang berpautan dengan kata-kata Al-Qur’an
6.1. Berpisah.
6.2. Bersambung.
6.3. Uraian singkat.
6.4. Uraian panjang.
6.5. Uraian seimbang.
6.6. Pendek.

3. Cabang–cabang (Pokok Bahasan) Ulumul Al-Qur’an

1. Ilmu Adab Tilawat Al-Qur’an
Ilmu yang memaparkan tata-cara dan kesopanan yang harus diikuti ketika membaca Al-Qur’an.

2. Ilmu Qira’at
Ilmu yang menerangkan bentuk-bentuk bacaan Al-Qur’an yang telah diterima dari Rasul SAW. Ada
sepuluh Qiraat yang sah dan beberapa macam pula yang tidak sah.

3. Ilmu Tajwid
Ilmu yang menerangkan cara membaca Al-Qur’an dengan baik. Ilmu ini menerangkan di mana tempat
memulai, berhenti, bacaan panjang dan pendek, dan sebagainya.

4. Ilmu Mawathin An-nuzul
Ilmu yang menerangkan tempat-tempat turun ayat, masanya, awalnya, dan akhirnya.

5. Ilmu Tawarikh An-Nuzul
Ilmu yang menjelaskan masa turun ayat dan urutan turunnya satu persatu, dari permulaan sampai
akhirnya serta urutan turun surah dengan sempurna.

6. Ilmu Asbab An-Nuzul
Ilmu yang menjelaskan peristiwa-peristiwa yang menjadi sebab turunnya ayat.

7. Ilmu Gharib Al-Qur’an.
Ilmu yang menerangkan makna kata-kata yang ganjil dan tidak terdapat dalam kamus-kamus bahasa
Arab yang biasa atau tidak terdapat dalam percakapan sehari-hari. Ilmu ini berarti menjelskan makna
kata-kata yang pelik dan tinggi.

8. Ilmu Wujuh wa An-Nazha’ir
Ilmu yang menerangkan kata-kata Al-Qur’an yang mengandung banyak arti dan menerangkan makna
yang dimaksud pada tempat tertentu.

9. Ilmu Ma’rifat Al-muhkam dan Al-Mutasyabih
Ilmu yang menjelaskan ayat-ayat yang dipandang muhkam (jelas maknanya) dan yang mutasyabihat
(samar maknanya, perlu ditakwil).

10. Ilmu Nasikh Al-Mansuk
Ilmu yang menerangkan ayat-ayat yang dianggap mansukh (yang dihapuskan) oleh sebagian
mufassir.

11. Ilmu Badai’ Al-Qur’an
Ilmu yang bertujuan menampilkan keindahan-keindahan Al-Qur’an dari sudut kesusastraan,
keanehan-keanehan, dan ketinggian balaghahnya.

12. Ilmu I’jaz
Ilmu yang menerangkan kekuatan susunan dan kandungan ayat-ayat Al-Qur’an sehingga dapat
membungkam para sastrawan Arab.

13. Ilmu Tanasub
Ilmu yang menerangkan persesuaian dan keserasian antara suatu ayat dan ayat yang didepan dan
yang dibelakangnya.

14. Ilmu Aqsam
Ilmu yang menerangkan arti dan maksud-maksud sumpah Tuhan yang terdapat dalam Al-Qur’an.

15. Ilmu Amtsal
Ilmu yang menerangkan maskud perumpamaan-perumpamaan yang dikemukan Al-Qur’an.

16. Ilmu Jadal
Ilmu yang membahas bentuk-bentuk dan cara-cara debat dan bantahan Al-Qur’an yang dihadapkan
kepada kamu Musyrik yang tidak bersedia menerima kebenaran dari Tuhan.

17. Ilmu I’rab Al-Qur’an
Ilmu yang menerangkan baris kata-kata Al-Qur’an dan kedudukannya dalam susunan kalimat.

4. Urgensi ‘Ulum al-Qur’an

‘Ulum al-Qur’an mempunyai kaitan yang erat dengan tafsir.
Dalam hal ini tafsir adalah salah satu kajian dalam ‘ulum al-Qur’an. Dalam menafsirkan al-Qur’an, ‘ulum al-Qur’an sangat diperlukan oleh seorang mufassir. Dengan menguasai ‘ulum al-Qur’an, mufassir terbantu dalam memahami ayat-ayat tersebut. Dengan demikian, urgensi ‘ulum al-Qur’an dalam memahami ayat-ayat al-Qur’an sama dengan urgensi ‘ulum al-hadits dalam memahami hadis; hadis tidak akan dapat dikuasai dan dipahami tanpa menguasai ilmu hadis terlebih dahulu sebagaimana al-Qur’an tidak dapat dipahami tanpa mengetahui ‘ulum al-Qur’an.

Bahasa al-Qur’an mengandung uslub-uslub yang berbeda dengan bahasa lain seperti sumpah (qasam) dan perumpamaan (amtsal). Seseorang tidak dapat memahami uslub-uslub itu jika dia tidak mempelajarinya. Kajian terhadapnya merupakan bagian dari pembahasan ‘ulum al-Qur’an. Seseorang, misalnya akan menemui kesulitan memahami ayat-ayat yang mengandung qasam dan tidak akan memahami uslub-uslub yang terkandung dalam qasam jika tidak dipelajari, demikian pula amtsal. Kedua hal ini termasuk dalam kajian ‘ulum al-Qur’an, yang disebut dengan aqsam al-Qur’an dan amtsal al-Qur’an. Dengan demikian, jelas bahwa ‘ulumal-Qur’an merupakan kunci untuk memahami al-Qur’an.

Urgensi ‘ulum al-Qur’an dalam penafsirannya secara lebih jelas terlihat pada ilmu asbab al-nuzul dan al-nasikh wa al-mansukh. Tanpa menguasai ilmu ini, orang bisa salah dalam memahami ayat-ayat al-Qur’an , terutama ayat-ayat yang khusus diturunkan untuk menjawab kasus-kasus tertentu yang tidak boleh hukum yang dikandungnya digeneralisasi untuk semua kasus

5. Metode ‘Ulum al-Qur’an

Metode yang dipakai dalam ‘ulum al-Qur’an adalah metode deskriptif, yaitu dengan cara memberikan penjelasan dan keterangan yang mendalam mengenai bagian-bagian al-Qur’an yang mengandung aspek-aspek yang dibahas dalam ‘ulum al-Qur’an. Misalnya, orang yang membahas ‘ilm majaz al-Qur’an¸ ia harus mengambil lafal al-Qur’an yang majaz, lalu menjelaskannya dengan panjang lebar tentang bentuk-bentuk lafal majaz yang ada dan segala macamnya. Orang yang berminat menulis ‘ilm gharib al-Qur’an, ia harus menjelaskan satu-persatu lafal yang gharib (asing) dalam al-Qur’an, lalu menjelaskan hal-ikhwal keasingan secara lebih luas dan mendalam. Demikian juga orang yang membicarakan seluruh matsal (perumpamaan) yang dibuat oleh Allah dalam al-Qur’an, ia harus menjelaskan tentang berbagai aspek perumpamaan dan macam-macamnya dengan sangat rinci dan mendetail. Pembahasan ilmu al-Qur’an yang lain juga menggunakan metode deduktif

Melalui metode deduktif, beberapa kitab yang membahas ilmu al-Qur’an dalam berbagai bidang dapat tersusun secara baik.
Kitab-kitab itu merupakan karya besar dan bermutu tinggi dari hasil kerja keras dan usaha optimal para pertintis pertumbuhan ilmu al-Qur’an. Secara historis pertumbuhan cabang ilmu al-Qur’an terjadi sejak abad ke-2 hingga abad ke-7 H. Sepanjang abad ini beberapa kitab penting tentang ilmu al-Qur’an dihasilkan. Karena jasa dari ulama pada abad ke-5 hingga ke-7 H, beberapa pembahasan tentang ‘ulum al-Qur’an diintegrasikan menjadi satu ilmu secara sistematis yang merupakan kumpulan dari seluruh cabang ilmu tentang al-Qur’an.

Atas dasar sejarah pertumbuhan ilmu al-Qur‘an itu dapat dikatakan bahwa metode pembahasan ‘ulum al-Qur’an adalah induksi, yaitu membahas hal-hal yang khusus terlebih dahulu kemudian digabungkan menjadi satu disiplin ilmu yang ditarik pada pembahasan secara umum. Ilmu yang timbul lebih awal adalah cabang ‘ulum al-Qur’an bi al-idlafi, yang masih berdiri sendiri. Setiap ilmu hanya membicarakan al-Qur’an dari segi yang sangat khusus yang menjadi pembahasannya dan sesuai dengan nama sebutannya. Cabang-cabang ilmu al-nasikh wa almansukh, misalnya hanya membicarakan al-Qur’an khusus dalam soal al-nasikh wa al-mansukh. Ilmu muhkam dan mutasyabih hanya membahas al-Qur’an dari segi kemuhkaman dan kemutasyabihatan lafal-lafal al-Qur’an. Setelah cabang-cabang ilmu diintegrasikan menjadi satu, ‘ulum al-Qur’an yang mencakup seluruh segi ilmu al-Qur’an kemudian muncul.

Selain metode induksi, metode komparasi juga digunakan, yaitu membandingkan segi surat yang satu dengan lainnya,riwayat sebab-musabab turun ayat yang satu dan riwayat lainnya, dan pendapat ulama yang satu dan lainnya. Melalui metode komparasi, aspek kekuatan dan kelemahan berbagai pendapat dapat diketahui

6. Tujuan dan Kegunaan ‘Ulum al-Qur’an

‘Ulum al-Qur’an dijadikan alat bantu yang paling utama dalam upaya membaca lafal ayat-ayat al-Qur’an, memahami isi kandungannya, menghayati, dan mengamalkan aturan dan hukum ajarannya, serta menyelami rahasia dan hikmah disyariatkannya suatu peraturan hukum. Hanya mengetahui dan menguasai pembahasan ‘ulum al-Qur’an , seseorang akan bisa membaca lafal ayat-ayatnya dengan baik sesuai dengan kaidah dan aturan yang ditetapkan. Dengan ‘ulum al-Qur’an, seseorang akan bisa mengerti isi kandungan al-Qur’an, baik berupa kemukjizatan maupun hukum-hukum petunjuk ajarannya berdasarkan keterangan ‘ilm i‘jaz al-Qur’an, ‘ilm tafsir al-Qur’an, dan ‘ilm ushul al-fiqh.

7. Perkembangan Ulumul Al-Qur’an

1. Fase Sebelum Kodifikasi
Pada fase sebelum kodifikasi, ‘Ulumul Al-Qur’an kurang lebih sudah merupakan benih yang kemunculannya sangat dirasakan semenjak Nabi masih ada. Hal itu ditandai dengan kegairahan para sahabat untuk mempelajari Al-Qur’an dengan sungguh-sungguh. Terlebih lagi, diantara mereka sebaimana yang diceritakan oleh Abu Abdurrahman As-Sulami, ada kebiasaan untuk tidak berpindah kepada ayat lain, sebelum benar-benar dapat memahami dan mengamalkan ayat yang sedang dipelajarinya. Mereka mempelajari sekaligus mengamalkan ayat yang sedang dipelajarinya. Dan itulah sebabnya mengapa Ibnu ‘Umar memerlukan waktu delapan tahun hanya untuk menghafal surah Al-Baqarah.

2. Fase Kodifikasi.
Setelah Rasulullah shallallahu alaihi wasallam wafat, pengembangan ilmu al-Qur’an tidak hanya pada tafsir. Pada masa Abu Bakr radianyallahu anhu, pengumpulan al-Qur’an dilakukan. Pada masa ini, dikenal istilah jam‘ al-Qur’an (mengumpulkan al-quran dari berbagai wadah, seperti pelepah kurma, lempengan-lempengan batu dan yang lainnya kedalam satu tepat). Pada masa pemerintahan ‘Utsman bin ‘Affan radianyallahu anhu, mushaf yang dikumpulkan pada masa Abu Bakr diminta dan dikodifikasi karena terjadi perselisihan bacaan al-Qur’an. Tindakan ‘Utsman tersebut dinilai sebagai perintisan bagi kelahiran suatu ilmu yang dikenal dengan istilah ‘ilm rasm al-Qur’an atau ‘ilm rasm al-‘Utsmani (ilmu yang mempelajari tentang penulisan al-quran yang dilakukan cara khusus, baik dalam penulisan lafal-lafalnya maupun bentuk huruf yang digunakan)

Pada masa pemerintahan ‘Ali bin Abi Thalib radianyallahu anhu, bangsa non-Arab banyak yang masuk Islam dan mereka tidak menguasai bahasa Arab sehingga terjadi kesalahan ketika membaca al-Qur’an karena pada waktu itu al-Qur’an tidak ada harakat, huruf-hurufnya belum ada titik, dan tanda-tanda lain yang memudahkan juga belum ada. Oleh karena itu, Khalifah ‘Ali bin Abi Thalib radianyallahu anhu memerintahkan kepada Abu al-Aswad al-Da’uli untuk menyusun kaidah-kaidah bahasa Arab. Tindakan Khalifah ‘Ali bin Abi Thalib dipandang sebagai perintis bagi kelahiran ‘ilm al-nahw (ilmu nahwu) dan ‘ilm i‘rab al-Qur’an (ilmu al-quran yang membahas kedudukan setiap kata dalam susunan kalimat (tabir), untuk mengetahui arti dan makna suatu ayat). Untuk membedakan antara titik harakat dengan titik huruf ditandai dengan warna yang berbeda. Titik harakat ditulis dengan warna merah dan titik pembeda huruf ditulis dengan warna yang lain. Memberikan tanda pembeda antara huruf yang sama ini disebut dengan i‘jam. Hal ini menunjukkan bahwa pada masa khalifah ‘Ali bin Abi Thalib radianyallahu anhu muncul bahasan ‘ulum al-Qur’an, yaitu ‘ilm al-i‘jam al-Qur’an.

Perintah Ali bin Abi Thalib radianyallahu anhu inilah yang membuka gerbang pengodifikasian ilmu-ilmu agama dan bahasa Arab. Pengodifikasian itu semakin marak dan meluas ketika islam berada pada tangan pemerintahan Bani Umayyah dan Bani ‘Abbasiah pada periode-periode awal pemerintahannya.

Meskipun para perintis ilmu-ilmu al-Qur’an pada periode ke-1 H tidak disebutkan semuanya, dapat dikatakan bahwa para perintis ilmu al-Qur’an dari generasi sahabat, tabi‘in, dan tabi‘ al-tabi‘in adalah sebagai berikut:

1. Dari kalangan Sahabat: Abu Bakr al-Shiddiq, ‘Umar bin Khaththab, ‘Utsman bin ‘Affan, ‘Ali bin Abi Thalib, ‘Abd Allah bin ‘Abbas, ‘Abd Allah bin Mas‘u d, Zaid bin Tsa bit, Ubay bin Ka‘b, Abu Musa al-Asy‘ari, dan ‘Abd Allah bin Zubair.
2. Dari kalangan Tabi‘in: Mujahid, ‘Atha’ bin Yasar, ‘Ikrimah, Qatadah, Hasan al-Bashri, Sa’id bin Jubair, dan Zaid bin Aslam.
3. Dari kalangan Tabi‘ al-tabi‘in: Malik bin Anas, ‘Abd al-Rahman, dan ‘Abd Allah bin Wahb.

Mereka berjasa meletakkan dan mengembangkan dasar-dasar ilmu yang menjadi bagian dari kajian ilmu-ilmu al-Qur’a n, misalnya ‘ilm asbab al-nuzul, ‘ilm al-makki wa al-madani, ‘ilm al-nasikh wa al-mansukh, dan ‘ilm gharib al-Qur’an.

2.1. Perkembangan ‘Ulumul Al-Qur’an Abad 2 H.
Pada abad ke-2 H, para ulama memberikan prioritas pada penyusunan tafsir. Tafsir dalam hal ini termasuk umm al-‘ulum al-Qur’aniyah. Mereka menghimpun berbagai pendapat para sahabat dan tabi‘in tentang berbagai hal yang bersumber dari Rasulullah. Kebanyakan mereka adalah ahli hadis. Oleh karena itu, pada periode ini, tafsir selalu berkaitan dengan hadis. Di antara ulama yang menyusun tafsir adalah:

1. Hasan al-Bashri (w. 110 H) mengarang kitab yang berkaitan dengan qira’ah.
2. Atha’ bin Abi Rabah (w. 114 H) menyusun kitab Gharib al- Qur’an.
3. Qatadah bin Dima‘ah al-Sadusi (w. 117 H) menulis kitab yang berkaitan dengan al-nasikh wa al-mansukh.
4. Yazid bin Harun al-Sulami (w. 117 H)
5. Syu‘bah bin Hajjaj (w. 160 H).
6. Sufyan bin ‘Uyainah (w. 198 H).
7. Waki‘ bin Jarrah (w. 197 H).
8. Muqatil bin Sulaiman (w. 150 H.)

Orientasi penulisan tafsir ditekankan pada cara menghim¬pun pendapat-pendapat di kalangan sahabat dan tabi‘in. Dengan demikian, pada abad ke-2 H, ‘ulum al-Qur’an mengalami perkembangan dan perubahan bentuk dari periwayatan secara oral menjadi tulisan. Hanya saja, pada abad ini, ilmu tafsir masih menjadi satu dengan hadis dan fiqh.

2.2. Perkembangan ‘Ulumul Al-Qur’an Abad 3 H dan Abad ke 4 H.
Pada abad 3 H. selain tafsir dan ilmu tafsir, para ulama mulai menyusun pula beberapa ilmu Al-Qur’an (‘Ulumul Al-Qur’an), di antaranya:

1. ‘Ali bin al-Madini (w. 234 H.), gurunya Imam Al-Bukhari, yang menyusun Ilmu Asbab An-Nuzul
2. Abu ubaid al-qasimi bin salam (w. 224 H.) yang menyusun Ilmu Nasikh Wa Al-Mansukh, Ilmu Qira’at, dan Fadha’il Al-Qur’an
3. Muhammad bin ayyub adh-durraits (w. 294 H.) yang menyusun Ilmu Makki wa Al-Madani
4. Muhammad bin Khalaf Al-Marzuban (w. 309 H.) yang menyusun kitab Al-Hawi Fi’ ‘Ulum Al-Qur’an

2.3. Perkembangan ‘ulumul Al-Qur’an abad IV H.
Pada abad IV H. mulai disusun Ilmu Gharib Al-Qur’an dan beberapa kitab ‘Ulumul Al-Qur’an dengan memakai istilah ‘Ulum Al-Qur’an. Diantara ulama yang menyusun ilmu-ilmu itu adalah:

1. Abu Bakar As-Sijistani (w.330 H.) yang menyusun kitab Gharib Al-Qur’an
2. Abu bakar Muhammad bin Al-Qasim Al-Anbari (w. 328 H.) yang menyusun kitab ‘Aja’ib ‘Ulum Al-Qur’an
3. Abu Al-Hasan Al-Asy’ari (w. 324 H.) yang menyusun kitab Al-Mukhtazan fi’ ‘Ulum Al-Qur’an
4. Abu Muhammad Al-Qassab Muhammad bin Ali Al-Kurkhi (w. 360 H.) yang menyusun kitab Nukat Al-Qur’an Ad-Dallah ‘Ala Al-Bayan fi Anwa’ Al-‘Ulum Wa Al-Ahkam Al-Munbi’ah ‘An Ikhtilaf Al-Anam
5. Muhammad bin ‘Ali Al-Adfawi (w. 388 H.) yang menyusun kitab Al-Istighna’ fi’ ‘Ulum Al-Qur’an (20 jilid)

2.3. Perkembangan ‘ulumul Al-Qur’an abad IV H.
Pada abad V H. mulai disusun Ilmu I’rab Al-Qur’an dalam satu kitab. Di samping itu, penulisan kitab – kitab ‘Ulum Al-Qur’an masih terus dilakukan oleh ulama masa ini. Di antara ulama ulama yang berjasa dalam pengembangan ‘Ulum Al-Qur’an pada masa ini adalah :

1. Ali bin Ibrahim bin Sa’id al-Hufi (w. 430 H.), selain mempelopori penyusunan I’rab Al-Qur’an, ia pun menyusun kitab Al-Burhan fi’Ulum Al-Qur’an.
2. Abu ‘Amr Ad-Dani (w. 444 H.) yang menyusun kitab At-Taisir fi Qira’at As-Sab’i dan kitab Al-Muhkam fi An-Naqth

2.5. Perkembangan ‘Ulumul Al-Qur’an Abad VI H.
Pada abad VI H. di samping terdapat ulama yangbmeneruskan pengembangan ‘Ulumul Al-Qur’an, juga terdapat ulama yang mulai menyusun ilmu Mubhamat Al-Qur’an, di antaranya adalah:

1. Abu Al-Qasim bin ‘Abdurrahman As-Suhaili (w. 581 H.) yang menyusun kitab Mubhamat Al-Qur’an
2. Ibn Al-jauzi (w. 597 H.) yang menyusun kitab Funun Al-Afnan fi ‘Aja’ib Al-Qur’an dan kitab Al-Mujtaba’ fi ‘Ulum Tata’allaq bi Al-Qur’an.

2.6. Perkembangan ‘Ulumul Al-Qur’an Abad VII H.
Pada abad VII H. ilmu-ilmu Al-Qur’an terus berkembang dengan mulai tersusunnya Ilmu Majas Al-Qur’an dan Ilmu Qira’at. Di antara ulama abad VII yang besar perhatiannya terhadap ilmu-ilmu ini adalah:

1. Alamuddin As-Sakhawi (w. 643 H.), kitabnya mengenai ilmu Qira’at dinamai Hidayat Al-Murtab fi Mutasyabih
2. Ibn ‘Abd As-Salam yang terkenal dengan nama Al-‘Izz (w. 660 H.) yang mempelopori penulisan ilmu Majaz Al-Qur’an dalam satu kitab
3. Abu Syamah (w. 655 H.) yang menyusun kitab Al-Mursyid Al-Wajiz fi ‘Ulum Al-Qur’an Tata’allaq bi Al-Qur’an Al-‘Aziz.

2.7. Perkembangan ‘Ulumul Al-Qur’an Abad VIII H.
Pada abad VII H. muncullah beberapa ulama yang menyusun ilmu-ilmu baru tentang Al-Qur’an,
sedangkan penulisan kitab-kitab tentang “Ulum Al-Qur’an terus berjalan. Di antara mereka adalah:

1. Ibn Abi Al-isba’ yang menyusun ilmu Badai’i Al-Qur’an
2. Ibn Al-Qayyim (w. 752 H.) yang menyusun ilmu Aqsam Al-Qur’an
3. Najmuddin ath-Thufi (w. 716 H.) yang menyusun Ilmu Hujaj Al-Qur’an atau Ilmu Jadal Al-Qur’an
4. Abu Al-Hasan Al-Mawardi, yang menyusun Ilmu Amtsal Al-Qur’an
5. Badruddin Az-Zarkasyi (745-794 H.) yang menyusun kitab Al-Burhan fi ‘ulum Al-Qur’an
6. Taqiyuddin Ahmad bin Taimiyah Al-Harrani (w. 728 H.) yang menyusun kitab Ushul Al-Tafsir

2.8. Perkembangan ‘Ulumul Al-Qur’an Abad IX dan X H
Pada abad IX dan permulaan abad X H., makin banyak karangan yang ditulis ulama tentang Ulum
Al-Qur’an. Pada masa ini, perkembangan Ulum Al-Qur’an mencpai kesempurnaannya. Di antara
ulama yang menyusun Ulum Al-Qur’an pada masa ini adalah:

1. Jalaluddin Al-Bulqni (w. 824 H.) yang menyusun kitab Mawaki’ Al-‘Ulum min Mawaqi’ al-Nujum.
2. Muhammad bin Sulaiman Al-Kafiyaji (w. 879 H.) yang menyusun kitab At-Taisir fi Qawa’id At-Tafsir
3. Jalaluddin ‘Abdurrahman bin Kamaluddin As-Suyuthi (849-911H.) yang menyusun kitab Ath-TAhbir fi ‘Ulum At-Tafsir

2.9. Perkembangan ‘Ulumul Al-Qur’an Abad XIV H.
Setelah memasuki abad XIV H., bangkitlah kembali perhatian ulama dalam penyusunan kitab-kitab yang membahas Al-Qur’an dari berbagai segi. Kebangkitan ini di antaranya dipicuh oleh kegiatan ilmiah di Universitas Al-Azhar Mesir, terutama ketika universitas ini membuka jurusan-jurusan bidang studi yang menjadikan tafsr dan hadits sebagai salah saatu jurusannya.

Pada abad ini ada sedikit pengembangan tema yang dilakukan oleh para ulama dibandingkan pada abad-abad sebelumnya. Pengembangan itu di antaranya berupa penerjemahan Al-Qur’an ke dalam bahasa-bahasa Ajam. Pada abad ini, perkembangan ‘Ulum Al-Qur’an diwarnai oleh usaha-usaha menebarkan keraguan di seputar Al-Qur’an yang dilakukan oleh kalangan orientalis atau oleh orang islam itu sendiri yang dipengaruhi oleh orientalis.

Di antara karya-karya ‘Ulum Al-Qur’an yang lahir pada abad ini adalah:

1. Syekh Thahir Al-Jazairi yang menyusun kitab At-Tibyan fi’Ulum Al-Qur’an yang selesai pada tahun 1335 H
2. Jamaluddin Al-Qasimy (w. 1332 H.) yang menyusun kitab Mahasin Al-Ta’wil
3. Muhammad ‘Abd Al-‘Azhim Az-Zarqani yang menyusun kitab Manahil Al-‘irfan fi’Ulum Al-Qur’an (2 jilid)
4. Muhammad ‘Ali Salamah yang menyusun kitab Manhaj Al-Furqan fi’Ulum Al-Qur’an
5. Syeikh Tanthawi Jauhari yang menyusun kitab Al-Jawahir fi Tafsir Al-Qur’an dan Al-Qur’an wa ‘Ulum ‘Ashriyyah
6. Mushthafa Shadiq Ar-Rafi’I yang menyusun kitab I’jaz Al-Qur’an
7. Ustadz Sayyid Quthub yang menyusun kitab At-Tashwir Al-Fani fi Al-Qur’an
8. Ustadz Malik bin Nabi yang menyusun kitab Az-Zhahirah Al-Quraniyah.
9. Sayyid Imam Muhammad Rasyid Ridha yang menyusun kitab Tafsir Al-Qur’an Al-Hakim (TAfsir Al-Manar)
10. Syekh Muhammad ‘Abdullah Darraz yang menyusun kitab An-Naba’ Al-‘Azhim ‘an Al-Qur’an Al-Karim: Nazharat Jadidah fi Al-Qur’an
11. DR. Subhi As-SAlih, Guru Besar Islamic Studies dan Fiqhu Lugah pada Fakultas Adab Universitas Libanon, yang menyusun kitab Mabahits fi ‘Ulum Al-Qur’an.
12. Syekh Mahmud Abu Daqiqi yang menyusun kitab ‘Ulum Al-Qur’an.
13. Syekh Muhammad ‘Ali Salamah, yang menyusun kitab Manhaj Al-Furqan fi’Ulum al-Qur’an.
14. Ustadz Muhammad Al-Mubarak yang menyusun kitab Al-Manhal Al-Khalid.
15. Muhammad Al-Ghazali yang menyusun kitab Nazharat fi Al-Qur’an.
16. Syekh Muhammad Musthafa Al-Maraghi yang menyusun sebuah risalah yang menerangkan kebolehan kita menerjemahkan Al-Qur’an. Ia pun menulis kitab Tafsir Al-Maraghi

Sumber : https://hahuwa.blogspot.com/2018/01/pengertian-ulumul-quran-dilengkapi.html
Sumber : https://irmaalhanaah.wordpress.com/2012/11/11/pengertian-ruang-lingkup-cabang-cabang-ulumul-quran/

Luas Tanah+/- 740 M2
Luas Bangunan+/- 500 M2
Status LokasiWakaf dari almarhum H.Abdul Manan
Tahun Berdiri1398H/1978M